Krisis
Kedelai, Kapan Selesai?
Oleh
Hamidulloh Ibda
Peneliti
di Centre for Democracy and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Koran Wawasan, edisi Jumat, 3 Agustus 2012.
Sejak
terjadi kenaikan harga kedelai, tahu dan tempe mulai menghilang dari pasar. Di
berbagai tempat, produsen tahu-tempe secara kompak menghentikan aktivitas
produksinya. Meskipun masih ada yang berproduksi, tapi hanya dalam jumlah
terbatas. Selain itu, aksi mogok yang dilakukan produsen tahu-tempe juga
meluas. Mereka menunjukkan gerakan protes akibat tingginya harga kedelai yang
kini melambung hingga Rp 8.000 per kilogram.
Yang
sering terkena getahnya tentu masyarakat selaku konsumen. Masyarakat mulai
kesulitan membeli tahu-tempe untuk kebutuhan sehari-hari. Jika ada, harganya
lebih mahal dari biasanya. Kondisi ini tentu mengundang kekhawatiran konsumen tak
bisa lagi menikmati gurihnya tahu-tempe. Memang benar, untuk tahu-tempe
berbahan baku kedelai, dan tak tergantikan. Maka, peran pemerintah sangat
ditunggu petani, pengusaha, dan masyarakat untuk segera mengatasi krisis ini.
Setengah Hati
Diakui
atau tidak, pemerintah masih setengah hati mengatasi krisis kedelai. Bahkan,
pemerintah selalu menempuh solusi instan atas persoalan pasokan kedelai.
Pemerintah tidak mengantisipasinya dengan serius dan tegas. Seharusnya,
pemerintah lebih fokus pada upaya menggenjot produksi kedelai dalam negeri,
bukan malah mengimpor.
Penghapusan
bea masuk hanya solusi instan. Membebaskan
bea masuk, hanyalah upaya mempermudah pasokan. Namun, Indonesia tetap
bergantung pada kedelai impor. Dampak pembebasan bea masuk terhadap harga
kedelai impor juga relatif kecil. Setelah
bea masuk dihapuskan, harga kedelai impor memang harus turun. Karena itu, pemerintah harus segera
menghapus bea masuk kedelai. Dalam
hal ini, Kementerian Perdagangan
harus segara berkoordinasi dengan para importir dan koperasi perajin tahu tempe
agar tujuan penghapusan bea masuk bisa tercapai.
Pada
intinya, pemerintah harus menuntaskan problem ini secepatnya. Pasalnya, selama
ini pemerintah masih setengah hati tanpa melakukan langkah nyata. Seluruh petani
dan pengusaha kedelai serta masyarakat sangat berharap ketegasan pemerintah
dalam menuntaskan masalah ini.
Solusi
Ada dua langkah yang harus ditempuh pemerintah, yaitu
langkah jangka pendek dan janka panjang. Untuk jangka panjang, pemerintah harus
segara memberikan insentif kepada petani yang mau mengembangkan pertanian
kedelai. Pasalnya, selama ini menanam kedelai belum dianggap menguntungkan. Petani
lebih memilih menanam tebu dan tembakau yang lebih menjanjikan keuntungan daripada
kedelai. Pemerintah juga harus memberikan jaminan supaya distribusi pupuk
bersubsidi bisa langsung sampai ke tangan petani kedelai. Selain itu, perluasan
lahan pertanian untuk tanaman kedelai juga perlu diusahakan pemerintah. Selama
ini, lahan untuk tanaman kedelai sangat sedikit dan sporadis. Jika lahan
pertanian kedelai diperluas, Indonesia bisa memiliki pusat-pusat produksi
kedelai, sehingga tidak lagi bergantung pada pasokan dari luar negeri.
Perlu juga digalakkan riset dan pengembangan teknologi
untuk menghasilkan bibit kedelai unggul yang lebih produktif. Jika
negara-negara yang mengekspor saja bisa menghasilkan kedelai yang bagus, mengapa
Indonesia tidak bisa? Ini harus menjadi perhatian serius pemerintah.
Jika dihitung, total konsumsi kedelai Indonesia mencapai
2,4 juta ton per tahun. Dari total konsumsi per tahun itu, sebanyak 1,4 juta
ton diserap oleh industri tahu dan tempe. Sementara pertanian kedelai dalam
negeri hanya mampu memproduksi 700.000 ton per tahun, sehingga sisanya sebanyak
1,7 juta ton ditutup dari impor.
Selain itu, swasembada kedelai juga harus
digentakkan. Swasembada melalui penyediaan lahan harus terus diupayakan, selain
mengadopsi teknologi transgenik “Genetically Modified Organism” (GMO) dalam
rangka pengembangan benih. Jadi, penambahan lahan itu mutlak untuk kedelai,
agar pengusaha memproduksi sepenuhnya dari dalam negeri.
Pembebasan Bea Masuk?
Sementara
untuk solusi jarak pendek, guna mengatasi lonjakan harga kedelai, pemerintah harus
memperpanjang waktu pembebasan bea masuk kedelai yang semula 5 % menjadi 0 %. Pasalnya,
pembebasan bea itu hanya berlaku sampai dengan akhir tahun ini. Kebijakan itu
dikeluarkan untuk memberlakukan pembebasan bea masuk kedelai, karena terjadi
kondisi darurat akibat persoalan lonjakan harga kedelai. Kebijakan ini bersifat
sementara, karena sudah diputuskan tim tarif yang dipimpin Kementerian Keuangan.
Padahal, kenaikan harga kedelai bisa saja terjadi kapan pun. Maka, pemerintah
harus segera menuntaskannya.
Dengan
adanya kebijakan pembebasan bea masuk kedelai, maka harga impor kedelai akan
turun sekitar 350-400 upiah per kilogram. Maka, pemerintah harus tegas kebijakan
bea masuk ini. Apa pun usaha dari pemerintah, yang paling penting dilakukan
secara tegas dan maksimal. Masyarakat sudah tercekik atas kenaikan kedelai. Jika
bukan pemerintah, lalu siapa lagi yang akan menuntaskan krisis ini? karena itu
menjadi keniscayaan bagi pemerintah. Wallahu
a’lam bisshawab.
0 komentar:
Post a Comment