Oleh Hamidulloh Ibda
Peneliti di Centre for Democracy and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Koran Lampung Post, edisi Jum’at 7 September 2012
Kamis, 30 Agustus 2012, merupakan hari terakhir masa bakti 11 komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2007—2012. Komisi berwibawa dan disegani di era Orde Baru ini terancam tutup usia.
DPR dan pemerintah belum juga membentuk komisioner baru Komnas HAM. Komisi III DPR yang membidangi hukum juga apatis dalam menentukan waktu untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 30 kandidat komisioner Komnas HAM periode 2012-2017.
DPR memang mengantisipasi kemungkinan kevakuman Komnas HAM. Pimpinan DPR menyurati Presiden SBY dan meminta perpanjangan masa jabatan Komnas HAM periode 2007—2012 untuk beberapa bulan hingga terbentuk Komnas HAM yang baru.
Sungguh menyedihkan komisi strategis terbengkalai di tangan pemerintah dan DPR justru tatkala berusia 19 tahun. Kita menangkap sinyal pemerintah dan DPR meremehkan komisi itu. Pemerintah dan DPR tak menganggap Komnas HAM sebagai lembaga penting.
Buktinya, Komnas HAM telah mengirim 30 nama calon komisioner Komnas HAM ke DPR sejak awal Juli. Namun, karena DPR memasuki masa reses sejak 14 Juli dan baru bersidang 16 Agustus, kemudian libur Idulfitri dan baru aktif lagi 27 Agustus, proses di Dewan magkrak tak jelas.
Komnas HAM merupakan komisi disegani di antara sekitar 20 komisi negara yang ada. Yang lain juga disegani seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum, dan Komisi Yudisial. Kewibawaan Komnas HAM terpancar dari rekomendasi yang dikeluarkan. Sejak Komnas HAM pertama 1993—1998 dipimpin Ali Said hingga periode 2007—2012 dipimpin Ifdhal Kasim, rekomendasi Komnas HAM selalu mencerminkan keberpihakan tegas terhadap korban pelanggaran HAM.
Diakui atau tidak, Komnas HAM berperan besar meningkatkan citra Indonesia di mata internasional sebagai negara yang menghargai hak asasi warganya. Itu terbukti dari terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB ketiga kalinya periode 2011—2014.
Sugguh memprihatinkan, karena Komnas HAM mengakhiri masa jabatannya di tengah tragedi Sampang yang belum tuntas.
Saat ini, Komnas HAM sedang meneliti kemungkinan terjadi pelanggaran HAM dalam kasus penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang itu. Namun, hal itu justru terkendala dengan kondisi internal Komnas HAM. Di sisi lain, kevakuman Komnas HAM menunjukkan buruknya kinerja pemerintah dan DPR. Ke depan harus ada komitmen jelas dari pemerintah dan DPR dalam mengganti pejabat-pejabat publik tepat waktu.
Menyelamatkan
Komnas HAM terbengkelai. Bahaya besar hampir saja mengancam komisi ini. Pasalnya, jika kekosongan keanggotaan tak segera diisi, lembaga ini terancam “stagnan”, karena pada Kamis (30-8) Komnas HAM periode 2007—2012 mengakhiri jabatan. Adapun DPR karena berbagai alasan belum memilih komisioner baru. Ini sungguh ironis di tengah begitu banyak persolan HAM mendera bangsa ini.
Mengapa persoalan ini bisa terjadi? Sesungguhnya secara prosedural, Komnas HAM pada 21 Juli 2012 sudah menyerahkan 30 nama calon komisioner untuk periode 2012—2017. Akan tetapi, nama-nama itu tidak bisa segera diproses karena DPR pada 14 Juli memasuki masa reses dan baru mulai bersidang pada 16 Agustus 2012. Belum lagi ditambah cuti Idulfitri, membuat pembahasan komisioner baru kian tertunda.
Kondisi getir ini lebih diperparah oleh keminiman komunikasi antara Komnas HAM dan DPR. Komnas HAM dianggap kurang memahami dinamika kerja DPR, sedangkan DPR dinilai tak tanggap terhadap nasib Komnas HAM. Dalam situasi semacam ini, niat Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang segera mengirim usulan perpanjangan masa jabatan anggota komisioner Komnas HAM periode 2007—2012 layak diapresiasi.
Sesungguhnya, SBY bisa menjadi “juru selamat” dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang mengatur perpanjangan masa jabatan anggota komisioner. Rupa-rupanya setelah DPR mengirim usulan, ternyata SBY membuat Keputusan Presiden (Kepres). Tindakan cepat SBY baru membuahkan hasil jika DPR bergegas melakukan uji kelayakan anggota komisioner baru.
Meskipun reaksi terhadap kemungkinan kevakuman kepemimpinan Komnas HAM terlambat, agaknya kita patut mensyukuri upaya-upaya penyelamatan yang dilakukan oleh berbagai pihak. Dengan tetap menganggap penting keberadaan Komnas HAM agenda-agenda besar–antara lain menguak berbagai pelanggaran HAM dalam kasus Sampang, masalah Papua, penembakan misterius, dan peristiwa 1965 akan segera diwujudkan.
Namun, jangan sampai Komnas HAM sekadar ada. Buat apa lembaga itu diselematkan jika rekomendasi-rekomendasi mereka berikan mentok di Kejaksaan Agung? Buat apa lembaga ini “tidak dihancurkan/dibubarkan,” tetapi dibuat tumpul oleh berbagai kepentingan politik?
Karena itulah siapa pun yang berhasrat menegakkan hak asasi manusia, apa pun latar belakang politiknya, harus mendukung kinerja para anggota komisioner Komnas HAM periode 2012—2017. Semoga pendekar HAM ke depan mampu membawa perubahan siginfikan.
0 komentar:
Post a Comment