Sunday, 12 August 2012
Bersama-sama Memerangi Korupsi
Oleh
Hamidulloh Ibda
Peneliti
di Centre for Democracy and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
Tulisan ini
dimuat di Radar Lampung, edisi Kamis 12 Juli 2012
Korupsi merupakan penyakit bangsa yang sulit diobati.
Bahkan, Indonesia mejadi negeri para koruptor untuk melampiaskan nafsunya.
Menurut Laporan Transparansi Internasional, dari 186 negara yang diteliti,
hanya enam negara yang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di atas 9,0 dan 49 negara
di atas 5,0 (Sindo, 22/3/2012). Itu artinya,
80 persen masyarakat dunia hidup di bawah pemerintahan yang korup. Dengan
indeks 3,0 Indonesia berada di peringkat 100 di bawah Qatar (7,2), Uni Emirat
Arab (6,8), Brunei (5,2), Bahrain (5,1), Kuwait (4,6) Arab Saudi (4,4),Malaysia
(4,3),Turki (4,2), Tunisia (3,8), dan Maroko (3,4). Ini harus menjadi perhatian
serius pemerintah. Selain itu, korupsi harus diperangi untuk menyelamatkan
Indonesia sebelum kiamat.
Semakin Meningkat
Selama lima tahun terakhir, IPK Indonesia mengalami
peningkatan dari 2,3 (2007), 2,6 (2008), 2,8 (2009), 2,8 (2010) dan 3,0 (2011).
Itu menunjukkan ada kemajuan dan harapan dalam pemberantasan korupsi. Namun,
korupsi masih menjadi masalah yang serius dan sulit dibasmi. Bahkan, intensifikasi, diversifikasi dan
ekstensifikasi korupsi semakin meningkat.
Di tahun ini, korupsi justru semakin meningkat, dari tingkat
desa, kecamatan, kabupaten, hingga ke tubuh partai, kementerian dan DPR. Bahkan,
pengadaan Alquran pun di korupsi, ini membuktikan bahwa korupsi semakin
merajalela dan tak mengenal batas. Maka, sudah saatnya bangsa ini bangkit dalam
memerangi korupsi. Langkah apa pun harus ditempuh, jika perlu, para koruptor
harus “dihukum mati”.
Terungkapnya kasus-kasus
korupsi menunjukkan betapa akutnya penyakit bangsa ini. Di sisi lain,
pemberantasan korupsi merupakan pertanda membaiknya kehidupan bangsa. Karena
itu, memerangi korupsi harus ditingkatkan. Ketika kepolisian, kejaksaan, dan
BPK tidak bertaji, harapan tersisa hanya pada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Di tengah harapan yang begitu besar ada gejala sistematis pelemahan KPK.
Apalagi, saat ini KPK sedang disibukkan dengan pembangunan gedung baru serta
peliknya pertarungan mereka dengan DPR. Karena itu, hal ini menjadi perhatian
serius KPK dan pemerintah untuk memerangi korupsi.
Memerangi Korupsi
Korupsi merupakan maksiat yang dosanya sangat besar.
Melakukan korupsi, berarti sama saja melakukan ajaran iblis, karena melakukan
korupsi merupakan dorongan “hawa nafsu” yang keji. Bahkan,
pada zaman dulu, Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa perang Badar yang
merupakan salah satu perang akbar dalam sejarah Islam dinilai sebagai jihad
kecil. Beliau mengatakan bahwa mereka akan menghadapi perang yang lebih besar
lagi. Sahabat pun kaget mendengar perkataan Rasulullah. Lalu mereka bertanya,
“Perang apalagi yang lebih besar dari perang Badar ya Rasul?”. Rasulullah
menjawab, “Perang (Jihad) melawan hawa nafsu”.
Itu artinya, korupsi
harus dicegah, diperangi, dan diberantas sampai tuntas. Jika tidak, maka bangsa
ini akan semakin terpuruk dan termiskin. Betapa tidak, penyebab utama
kemiskinan adalah korupsi. Jika uang yang “digarong” para korupsi dialihkan
untuk kesejahteraan rakyat, maka kemiskinan pasti tidak akan terjadi.
Solusi
Maka dari
itu, inti dari pemberantasan korupsi dan di tangan KPK. Mereka bekerja “sangat
keras” untuk menggiring para koruptor ke sel-sel penjara dan kemudian
mengganjarnya dengan hukuman berat. Bahkan, komponen penegakan hukum lain
seperti kepolisian ataupun kejaksaan, harus menggairahkan lembaganya untuk
mengusut berbagai indikasi meluasnya praktik korupsi saat ini.
Di sisi lain,
seharusnya para koruptor mendapatkan sangsi sosial, berupa celaan, pemecatan
dari jabatan, cambuk, denda, hukuman fisik, penjara, pengasingan, penyaliban,
bahkan hukuman mati. Jika seluruh masyarakat Indonesia berkomitmen untuk hidup
tanpa korupsi, maka KPK tidak diperlukan lagi. Pasalanya, KPK dinilai belum
bisa menuntaskan dan meminimalisir korupsi, bahkan penyakit ini semakin
merjalela.
Maka dari
itu, ada bebarapa hal untuk memerangi korupsi. Pertama, memerangi “nafsu” untuk
korupsi dalam diri, artinya dalam jiwa kita harus ditanamkan antikorupsi.
Kenapa demikian? karena timbulnya korupsi merupakan dorongan nafsu yang keji,
maka bagi pejabat/pemimpin di negeri ini harus mampu memerangi nafsunya. Kedua,
revitalisasi sistem pemerintahan, agar tidak ada tempat bersembunyi bagi
koruptor. Ketiga, pertegas sangsi koruptor, jika perlu mereka harus dihukum mati.
Keempat, kerja sama antara masyarakat, KPK, dan pemerintah untuk bersatu
memerangi korupsi.
Di sisi
lain, korupsi merupakan kasus hukum, maka koruptor harus ditindak tegas sesuai
hukum yang berlaku. Korupsi juga tindakan amoral, maka harus ada tindakan moral
hukum yang tegas dan cepat, sehingga tidak boleh dengan setengah hati menindaknya,
apalagi melalui tarik-menarik kepentingan politik. Jika hal di atas tidak
dilakukan masyarakat, KPK, pemerintah, dan kesadaran pejabat dengan konsisten,
maka jangan harap Negara ini akan bebas dari korupsi. Wallahu a’lam bisshawab.
Related Posts
- Blogger Comments
- Facebook Comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment