Kampanye
“Kesalehan Internet”
Oleh Hamidulloh Ibda
Ketua Umum Gerakan Pemuda
Nusantara (GPN) Cabang Pati,
Peneliti di Centre for Democracy
and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Radar Lampung, edisi Selasa 14 Agustus 2012
Gagalnya pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) yang
diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) baru-baru ini, memang membawa noda hitam dunia pendidikan. Selain
sistem bobrok, “kegaptekan guru” juga memicu gagalnya UKG. Apalagi, hampir 60 %
guru di Indonesia belum “melek internet”. Karena itu, hal ini menarik dikaji
dan dicari solusinya. Pasalnya, jika guru tak bisa mengikuti peradaban, maka
pendidikan di Indonesia pasti mengalami kemunduran.
Maka, sejak dini
mahasiswa khususnya di fakultas pendidikan harus berbenah diri. Sebagai calon
guru, mereka harus membekali diri dan belajar internet secara mendalam. Jika saat
ini mereka “gaptek” dan buta internet, maka dipastikan generasi guru masa depan
akan “katrok” dalam mengikuti peradaban. Akhirnya, pelajar yang terkena
getahnya.
Membekali
Diri
Rencana
Kemdikbud yang akan menggelar “Diklat
Online” pada pertengahan tahun
2013 harus kita beri apresiasi (Kompas, 8/8/2012). Pasalnya,
diklat ini akan memberikan pencerahan masyarakat pendidikan untuk mengenal
internet lebih dalam. Meskipun internet di daerah pelosok belum terakses maksimal,
namun hal ini harus dimaksimalkan masyarakat pendidikan pada umumnya.
Selain
itu, seharusnya sekolah dan kampus mengajarkan secara mendalam dunia informasi
dan teknologi (IT). Pasalnya, selama ini pengenalan internet di lembaga
pendidikan hanya sebatas “teori” lewat pelajaran teknologi informasi komputer
(TIK). Bahkan, TIK hanya menjadi pelajaran tambahan, bukan inti. Padahal, untuk
mengoperasikan internet harus sering “praktrek” dan berselancar di dunia maya.
Sejak
dini mahasiswa harus dibekali pengetahun tentang internet dan literasi
informasi. Apalagi, saat ini banyak sekali pelajar menyalahgunakan internet
untuk kegiatan yang kurang bermanfaat, seperti membuka facebook, twitter, situs
porno, dan sebagainya. Karena itu, seharusnya Kemdikbud harus menghimbau kepada
seluruh sekolah untuk mengajarkan “kesalehan internet”, baik lewat pelajaran
maupun pelatihan.
Ada
beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, Kemdikbud harus merumuskan sistem
pendidikan internet untuk lingkup sekolah dasar, menengah, dan perguruan
tinggi. Jika perlu, pendidikan internet harus dikurikulumkan. Pasalnya, selama
ini pelajaran TIK belum maksimal. Kedua, Kemdikbud harus menyediakan komputer
dan memperbaiki jaringan akses internet agar berjalan lancar. Apalagi, saat ini
masih banyak sekolah dan kampus yang “miskin komputer.” Akhirnya, internetisasi
terhambat dan bahkan gagal total. Ketiga, mengajarkan kepada pelajar tentang
tata cara, etika, dan literasi informasi, agar penggunaan internet tak semrawut.
Jika
perlu, Kemdikbud harus bekerja sama dengan Dewan Pers untuk merumuskan
“kesalehan internet” di dunia pendidikan. Selain harus melek internet,
masyarakat pendidikan harus memiliki kesalehan internet, karena selama ini
banyak kejahatan intelektual terjadi. Yang paling penting bukan sekadar tahu
cara berinternet, namun meraka juga harus tahu cara memperlakukan internet
dengan baik dan benar.
Kesalehan Internet
Seiring
berputarnya roda globalisasi, internet dan informasi menjadi kebutuhan penting dalam
pendidikan. Hartono (1990) menjelaskan bahwa
informasi ibarat darah mengalir di dalam tubuh organisasi, jika suatu sistem
kurang mendapatkan informasi, maka akan menjadi luruh, kerdil, dan akhirnya
mati. Tak hanya di lingkup pemerintahan, dunia pendidikan juga sangat
bergantung pada internet. Bahkan, saat ini UKG juga menerapkan sistem online meskipun belum maksmimal. Karena
itu, pendidikan dan kesalehan internet menjadi sangat penting.
Saat ini, banyak kampus
menyediakan hot spot area, namun kampus
luput mengajarkan kesalehan internet kepada mahasiswa. Kita sering melihat,
penjiplakan massal di dunia kampus, karya ilmiah aspal di mana-mana, serta “pemerkosaan
internet” juga terjadi di dunia pendidikan. Maka, mereka perlu mendapat suntikan
ilmu dan kesalehan internet.
Setidaknya, mahasiswa
harus mengenal literasi informasi. Ini
merupakan serangkaian keterampilan mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi,
menyusun, menciptakan, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi kepada orang
lain untuk menyelesaikan suatu masalah.
Jadi, jangan sampai mahasiswa hanya sekadar copy and paste data dari internet, tanpa mengindahkan etika jurnalistik.
Jika menjiplak, berarti mahasiswa telah melakukan kejahatan intelektual yang
dosanya sangat besar.
Penerapan
literasi informasi akan dapat dilakukan dengan mudah jika mahasiswa memiliki
keterampilan khusus, dari mengenal kebutuhan informasi, membangun
strategi pencarian informasi, menemukan dan mengakses informasi, membandingkan
dan mengevaluasi informasi, mengorganisasikan, mengaplikasi, dan
mengkomunikasikan informasi, mensintesis dan menciptakan informasi, dan
sebagainya. Yang paling penting bukan sekadar bisa berinternet, namun
“kesalehan internet” harus dipraktekkan sejak dini. Wallahu a’lam bisshawab.
0 komentar:
Post a Comment