Membenahi Sistem Demokrasi di Indonesia
Oleh Hamidulloh Ibda
Peneliti di Centre for Democrasi and Islamic Studies
(CDIS) IAIN Walisongo Semarang
Dimuat di Radar Lampung, edisi Jumat 27 Juli 2012
Demokrasi
sebagai sistem politik dan pemerintahan di Indonesia,
idealnya
tidak hanya fokus pada dimensi tujuannya saja. Namun, yang lebih penting adalah tentang cara pelaksanaan dan proses berdemokrasi dengan baik dan benar. Dewasa ini,
pemerintah
telah meruntuhkan penegakan demokrasi. Kenapa
demikian? dengan alasan berdemokrasi, semua
aturan/hukum
mereka langgar dengan seenaknya. Problem utama di era
reformasi adalah adanya kebebasan tanpa arah. Padahal,
semua pelaksanaan demokrasi harus selaras dengan
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, banyak sekali penegakan
demokrasi yang melenceng dari koridornya.
Sekitar lima abad
sebelum masehi (SM), orang Yunani berhasil membentuk Polis (Negara Kota) dengan sistem demokrasi. Mereka menerapkan sistem politik dengan pengorganisasian baik. Akhirnya, demokrasi tersebut mampu memenuhi
kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Namun, di
Indonesia
karena pada kenyataanya sistem demokrasi belum mampu memenuhi
kesejahteraan rakyat. Maka dari itu, sudah saatnya demokrasi di Indonesia harus dikembalikan pada kehendak rakyat. Seperti yang kita tahu, para pejabat, anggota DPR, Kementerian
telah “meruntuhkan” demokrasi di negeri ini. Itu terbukti dengan adanya
penyelewengan tugas dan wewenang, seperti penggarongan uang negara, korupsi,
dan sebagainya. Hal itu membuktikan bahwa yang meruntuhkan demokrasi adalah
pemerintah sendiri, bukan rakyat. Ini harus menjadi catatan serius pemerintah
untuk merubah bangsa ini kea rah yang lebih terang.
Selain itu, penegakan hukum yang tidak ideal, membuat runtuhnya penegakan demokrasi di Indonesia. Lumpuhnya
kedaulatan hukum,
dan mandulnya lembaga-lembaga hukum menggambarkan cacatnya penegakan demokrasi. Padahal,
demokrasi membuka kebebasan berpendapat dalam menyampaikan aspirasi. Hal itulah yang harus segera direkonsiliasi negara ini. Apalagi, saat ini KPK banyak dimusuhi para
koruptor, bahkan untuk membangun gedung baru saja dijegal dan dipersulit.
Semakin jelas, bahwa demokrasi di Indonesia tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
Membangun Kembali
Secara etimologis, demokrasi berasal
dari bahasa Yunani, yaitu “demos” berarti rakyat, dan “cratein” atau “cratos” berarti
kekuasaan atau kedaulatan. Jadi, demokrasi adalah
keadaan negara
di mana sistem
pemerintahannya kedaulatan dan kekuasaan
tertinggi berada ditangan rakyat. Menurut Joseph
A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan politik,
dimana indvidu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat.
Dengan kata lain,
secara
etimologi demokrasi dapat diterjemahkan sebagai “rakyat berkuasa” atau government or rule by the people
(pemerintahan oleh rakyat). Sedangkan
secara istilah,
demokrasi berarti pemerintah yang dijalankan oleh rakyat,
setelah adanya proses pemilihan umum yang “luber dan
jurdil”.
Dengan demikian,
makna demokrasi sebagai dasar hidup bernegara
mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan
ketentuan dalam kebijakan negara. Namun, pada kenyataanya sistem tersebut telah diruntuhkan
oleh para elit penguasa di negeri ini. Padahal, Negara yang menganut sistem
demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak rakyat, bukan kehendak para penguasa. Praktek
demokrasi di Indonesia jelas melenceng jauh dari harapan foundhing fathers negeri ini.
Franz Magnis Suseno (1997) menyatakan
adanya 5 ciri negara demokrasi, yaitu; Negara hukum, pemerintah
di bawah kontrol
masyarakat, pemilihan
umum yang jurdil, prinsip
mayoritas, dan adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
Namun, apakah Indonesia sudah berjalan demikian? ternyata belum. Idealnya, Indonesia sebagai negara demokrasi mampu membangun kembali penegakan hukum dari keterpurukan yang ada, baik dari tingkat desa sampai tingkat nasional.
Parameter Kehidupan Demokratis
Suatu pemerintahan bisa dikatakan demokratis
apabila mekanisme pemerintahannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dengan
baik dan benar.
Prinsip demokrasi itu terdiri dari persamaan, kebebasan, dan pluralisme. Sedangkan menurut
Robert A. Dahl, ada tujuh prinsip yang harus ada dalam demokrasi,
meliputi
kontrol atas keputusan pemerintah, pemilu jurdil, hak memilih dan dipilih,
kebebasan menyatakan pendapat, mengakses informasi, dan berserikat.
Namun, di
Indonesia hal itu sudah bergeser dan digantikan dengan kapitalisme
politik. Banyak calon pemimpin ideal yang terjegal karena tidak punya modal.
Akhirnya, para penguasa diisi para kaum kapitalis yang tidak bertanggung jawab
atas kemiskinan dan keterpurukan bangsa. Karena itu, sistem demokrasi dinilai tak
lagi cocok diterapakan dah harus ditegakkan kembali. Runtuhnya penegakan demokrasi di Indonesia bukanlah kesalahan
sistemnya, namun yang salah adalah
para penegak demokrasinya yang tidak sesuai aturan main.
Munculnya money politic, korupsi, mafia
hukum, dan
hedonisme pemerintah merupakan produk dari demokrasi yang lumpuh. Lalu, bagaimana
Indonesia bisa bermartabat jika parameter tatanan kehidupan demokrasi tidak
berjalan? Solusinya adalah membuka kesadaran secara universal untuk menegakkan
demokrasi secara ideal, dari sistem partai politik, pemilu, serta mengambalikan hakikat
demokrasi kepada rakyat. Selain itu, sudah saatnya pemerintah dan rakyat
bersinergi dalam rangka membangun kesadaran untuk mewujudkan negara demokrasi
sesuai dengan impian bersama. Jika tidak, maka demokrasi di Indonesia akan
runtuh dengan sendirinya. Wallahu a’lam
bisshawab.
0 komentar:
Post a Comment