Membumikan Partai Politik di Kampus
Oleh Hamidulloh Ibda
Tulisan ini dimuat di Suara Merdeka, 21 Januari 2012.
KAMPUS merupakan gambaran miniatur negara, yang di dalamnya
menjalankan pemerintahan mahasiswa. Layaknya negara, pemerintahan kampus
juga menjalankan trias politika: eksekutif, legislatif, dan yudikatif,
yang tercermin pada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ), dan Senat Mahasiswa (Sema).Politik kampus sangat menentukan baik buruknya perpolitikan di Indonesia. Kampus menjadi tempat persemaian politisi muda yang akan menentukan masa depan bangsa. Karena pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.
Sebuah Keniscayaan
Secara bahasa, politik berasal dari bahasa Arab, siyasah, yang berarti taktik atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Ketika proses politik itu kotor, maka akan menghasilkan peraturan kotor. Peraturan kotor, akan menciptakan tatanan masyarakat yang semrawut, layaknya kehidupan di hutan. Maka dari itu, selayaknya mahasiswa berpolitik sejak dini, dengan cara sehat, dinamis, dan kritis.
Dewasa ini, politik telah mengalami pergeseran makna. Politik diartikan sebagai hal kotor, layaknya sampah. Padahal, politik merupakan alat atau cara untuk mencapai tujuan. Jika politik hanya sekadar alat, ibarat sebuah pedang tajam, bisa membantu dan membunuh orang yang menggunakannya. Maka dari itu, mahasiswa harus cakap memegang alat tersebut.
Dengan berpolitik yang benar, otomatis mahasiswa membangun fondasi kemajuan demokrasi. Hal ini patut dicontoh semua golongan, khususnya petinggi, kader, ataupun simpatisan partai politik di negara ini. Parpol sekarang banyak yang menyimpang dan menerapkan politik praktis. Padahal, parpol hanyalah wadah untuk mengaplikasikan ideologi dan penawaran program, bukan menjadikan untuk menguasai dan menjatuhkan lawan politik yang lain.
Sebagai makhluk demokrasi, selayaknya mahasiswa menjalankan roda demokrasi sesuai aturan main politik yang baik. Mahasiswa bisa belajar politik di kampus lewat parpol mahasiswa. Kampus sebagai laboratorium pencetak generasi muda, sudah saatnya mengawali aktivitas politik secara dinamis, bukan malah sebaliknya. Perguruan tinggi memberi ruang berekpresi mahasiswanya, salah satunya berpolitik lewat parpol mahasiswa. Jadi, pembelajaran politik di kampus harus dimanfaatkan secara maksimal.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa tidak sekadar dituntut menjadi insan akademis saja. Namun, mahasiswa harus berpolitik sebagai wujud aktualisasi ilmu yang didapatkan di bangku kuliah.
Berpijak dari paparan di atas, berpolitik bagi mahasiswa adalah sebuah keniscayaan. Karena politik ditujukan untuk kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Akan tetapi, dewasa ini, politik sudah bergeser dari koridornya, digunakan untuk mencapai kesejahteraan individu dan golongan tertentu. Lalu, siapa yang akan mengubah hal tersebut kalau bukan mahasiswa.
Parpol di Kampus
Desember 2011 kemarin, pesta demokrasi telah terlaksana di beberapa kampus di Semarang. Katakanlah di Universitas Diponegoro dan IAIN Walisongo Semarang. Pemilu di Undip, istilahnya adalah Pemira (Pemilihan Raya), yang diikuti beberapa parpol mahasiswa (Partai Perkasa, Partai Andalan, Partai Nusantara, Partai Kandang, Partai Samudera, Partai Persaingan Sempurna, dan Partai Keluarga Mahasiswa).
Sementara itu, IAIN Walisongo di bawah naungan Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM), Pemilwa (Pemilihan Umum Mahasiswa) diikuti tujuh parpol mahasiswa, Partai Amanat Mahasiswa (PAM), Partai Insan Cita (PIC), Partai Kebangkitan Mahasiswa (PKM), Partai Mahasiswa Demokrat, Partai Pembaharuan Mahasiswa, Partai Revolusi Mahasiswa Nasionalis, dan Partai Mahasiswa Nurani).
Parpol di kampus tersebut, merupakan representasi ide mahasiswa. Jadi, sudah saatnya mahasiswa membumikan parpol di kampus, dengan cara membuka kesadaran untuk berpolitik dan berdemokrasi.
Jika pelaksanaan Pemilwa tersebut berjalan sesuai asas pemilu ”langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, hal ini merupakan sumbangsih dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Namun, ketika sebaliknya, maka hal ini akan memperburuk citra kampus itu sendiri.
Berbeda dari Undip dan IAIN, Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) pada bulan Januari 2012 ini juga akan mengadakan Pemira. Namun, tidak dengan sistem partai mahasiswa, tetapi calon Presiden BEM dan Senat Mahasiswa diajukan oleh organisasi ekstra kampus (HMI, PMII, GMNI) dan rekomendasi minimal sepuluh UKM di fakultas.
Pandangan masyarakat awam tentang pemilu, parpol, dan kampanye di kampus dianggap sebagai kegiatan yang tidak berguna. Pasalnya, masyarakat memahami tugas mahasiswa hanyalah belajar. Namun, pemilu di kampus merupakan pembelajaran politik sejak dini.
Kampanye membuat para wakil parpol dapat memperdebatkan program yang mereka tawarkan kepada mahasiswa. Dengan demikian, bisa menjadi wahana bagi mahasiswa untuk aktif berdiskusi dengan kalangan parpol. Jadi, kampanye akan menambah keterampilan mahasiswa sebagai bekal di masa depan.
—Hamidulloh Ibda, Ketua DPP Partai Amanat Mahasiswa (PAM) IAIN Walisongo Semarang
0 komentar:
Post a Comment