Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Wednesday, 5 September 2012

Koruptor Tak Punya Malu

Tulisan ini dimuat di Suara Merdeka, edisi Kamis, 6 September 2012

Korupsi di Indonesia sepertinya sudah tak lagi dianggap perbuatan memalukan atau hina. Buktinya korupsi makin merajalela, meski penindakan hukum gencar dilakukan. Bahkan, uang pengadaan Alquran juga digarong, lebih parah lagi korupsi sudah merasuk di tubuh Polri. Jadi, orang kini tampaknya tidak malu dan tak merasa hina menjadi koruptor. Bagi mereka, korupsi adalah soal kesempatan atau peluang. Artinya, setiap kesempatan dan peluang untuk berbuat korupsi, meskipun itu absurd, tak dilepaskan begitu saja.

Bahwa perbuatan korupsi berisiko masuk penjara, itu lebih dianggap sebagai soal nasib. Hanya jika nasib sedang sial atau apes, perbuatan itu terbongkar, diproses secara hukum, serta mendapat cap korupsi. Tetapi, selama tak terbongkar, perbuatan itu dilabel semata sebagai kepintaran meraih komisi atau gratifikasi.  Karena itu, korupsi tak dianggap hina. Mereka yang terbukti berbuat korup sama sekali tak merasa kehilangan harkat dan martabat. Cap koruptor yang melekat pada diri mereka tak membuat merasa turun kasta menjadi kaum najis dan hina.

Karena itu pula, tanpa mengurangi apresiasi terhadap prakarsa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), upaya menumbuhkan rasa malu terhadap tahanan dengan mewajibkan mereka mengenakan pakaian khusus, terutama saat mereka ke luar dari tahanan, sulit diharapkan efektif. Boleh jadi pengenaan pakaian khusus yang memberi label koruptor itu tak otomatis membuat orang enggan ataupun miris melakukan tindakan korupsi.

Memang, pakaian berlabel koruptor adalah memalukan. Tetapi perasaan itu hanya mungkin dimiliki oleh mereka yang masih memikiki urat malu, sementara bagi yang sudah kehilangan kesadaran etis tentang malu, mengenakan pakaian khusus koruptor bukan aib dan tak dianggap menghinakan. Bagi mereka, pakaian khusus itu sekadar merupakan bagian nasib sial akibat permainan fee atau komisi terbongkar dan dianggap korupsi.

Alhasil, di tengah kecenderungan orang tidak malu menjadi koruptor sekarang ini, ketentuan mewajibkan tahanan KPK mengenakan pakaian khusus berlabel koruptor sulit bisa efektif. Tampaknya ketentuan itu tak bakal serta merta membuat orang menjadi enggan melakukan korupsi. Namun, tak berarti ketentuan itu sia-sia. Paling tidak sebagai pelabelan, ketentuan tahanan KPK wajib mengenakan pekaian khusus koruptor ini bisa lebih memperjelas sosok-sosok yang terlibat rasuah di mata publik. Dengan demikian, orang bersangkutan bisa merasakan itu sebagai sanksi sosial yang membuat kasus mereka lebih terasa menekan dan mengimpit.

Sejalan dengan itu, sanksi hukum terhadap pelaku korupsi ini wajib dibuat benar-benar maksimal. Kurungan penjara lebih lama plus hukuman material yang bersifat memiskinkan. Hanya dengan cara seperti itu orang bisa diharapkan menjadi miris berbuat korup. Selama perbuatan korup tidak membuat orang miskin dan sengsara secara material, di samping menjalani hukuman yang terbilang lama, selama itu pula korupsi tetap subur. 

Untuk itu, segenap jajaran penegak hukum amat dituntut memiliki kesadaran dan kesungguhan tinggi. Jika komitmen atau integritas antarpenegak hukum tidak saling mendukung dan timpang, korupsi niscaya tetap saja merajalela. Orang pun makin tidak malu menjadi koruptor.

Hamidulloh Ibda
Mahasiswa IAIN Walisongo Jl Ringinsari II/6
Ngaliyan Semarang

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Koruptor Tak Punya Malu Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda