Oleh Hamidulloh Ibda
Sebenarnya, studi banding yang dilakukan anggota DPR-RI ke luar negeri sudah lama menjadi sorotan. Kritik dan protes bermunculan dari masyarakat. Terbaru adalah keterkejutan banyak orang atas apa yang dilakukan sejumlah anggota DPR sedang “bersantai” menyusuri sebuah sungai di Kopenhagen, Denmark. Padahal, kepergian mereka ke negara itu untuk “studi banding” berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Palang Merah Indonesia.
Wajar apabila siapa pun anak bangsa ini memanfaatkan kesempatan wisata di luar negeri di tengah menjalankan tugas, asal saja wisata dan kegiatan sampingan itu tak dijadikan yang utama, sedangkan tugas utama dijadikan sebagai sambilan. Protes yang kerap diarahkan pada anggota DPR terkait kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri, karena kegiatan itu dianggap tidak penting alias “tak perlu.” Tanpa kunjungan langsung ke luar negeri pun RUU itu bisa dibahas.
Kesan yang muncul selama ini, menyangkut studi banding ke luar negeri, adalah “mubazir” dan “hura-hura” semata. Apalagi, tak sedikit anggota DPR membawa istri, bahkan anak, dalam tugas yang menghabiskan uang negara itu. Terlebih lagi, dalam kunjungan itu yang kerap mencuat adalah kegiatan wisata, belanja, bahkan mendatangi tempat-tempat yang menyuguhkan pemandangan eksotis. Sementara hasil studi bandingnya sendiri hampir tak pernah diketahui khalayak.
Moratorium
Di sisi lain, masyarakat begitu antusias menyambut wacana dilontarkan Badan Kehormatan (BK) DPR, yakni menghentikan sementara (moratorium) kunjungan kerja (studi banding) ke luar negeri bagi anggota DPR. BK DPR berencana merekomendasikan dilaksanakannya rapat konsultasi diantara 9 fraksi dengan pimpinan DPR untuk membahas keinginan itu.
Semua orang berharap moratorium itu mendapat respons positif para anggota DPR. Pimpinan DPR, serta pimpinan fraksi-fraksi di DPR selayaknya merespons, karena itu demi kebaikan dan citra DPR. Jangan biarkan DPR terus-terusan menjadi hujatan dan cibiran, karena berbagai hal, termasuk pelaksanaan studi banding ke luar negeri.
Apakah DPR serius menjalankan tugas, termasuk berkaitan dengan pembahasan RUU? Tentu masyarakat bisa menilai sendiri. Jika dalam pembahasan suatu RUU bahan perbandingan dengan negara lain bisa dilakukan tanpa harus berkunjung langsung, kenapa bukan itu yang dipilih. Sebaliknya, jika terpaksa tetap melakukannya, maka DPR harus menjelaskan seterang benderang mungkin, hingga bangsa ini maklum kunjungan tak terelakkan. Ingat, kemajuan teknologi komunikasi saat ini mempermudah siapa pun yang memanfaatkannya untuk mengetahui apa yang terjadi di berbagai negara. Jadi, DPR tak perlu melakukan kunker yang tak jelas hasilnya.
Karena itu, siapa pun dipastikan menyambut baik semangat mengevaluasi kunjungan ke luar negeri. Selama ini, masyarakat sudah kerap geram terhadap kunker yang dianggap hanya menghambur-hamburkan uang. Mudah-mudahan saja moratorium studi banding ke luar negeri bagi anggota DPR bukan hanya wacana, melainkan menjadi kenyataan.
Penyelewengan Tugas
Menjadi manusai amanah dalam menjalankan tugas Negara memang berat. Karena itu, wacana pimpinan DPR melakukan moratorium terhadap kegiatan kunker anggota DPR ke luar negeri harus segera direalisasikan. Hal itu jangan hanya sebatas “pencitraan” untuk menanggapi kritikan publik terhadap kinerja DPR.
Kenapa demikian? karena hingga kini tak ada efek serius terhadap pola perencanaan mengenai kegiatan kunker. Bahkan, banyak tugas Negara diselewengkan DPR. Jika DPR ingin serius melakukan pembenahan dalam perencanaan kegiatan kunker, ada sejumlah hal yang perlu menjadi pertimbangan. Antara lain, perubahan menyangkut program legislasinya, skema anggaran legislasi maupun mekanisme pendanaan kegiatan kunker.
Seperti diketahui, salah satu kritikan publik terhadap kegiatan kunker itu karena anggota DPR kerap mengajak anggota keluarganya saat kegiatan kunker. Padahal, seharusnya anggota DPR dapat menyadari posisi mereka sebagai pejabat publik yang selalu menjadi sorotan menyangkut kinerja. Memang benar, harus ada solusi baik dan tegas, sehingga dapat membangun kepercayaan publik kepada DPR. Ini juga agar publik percaya uang negara tak dihambur-hamburkan DPR.
Di sisi lain, Badan Kehormatan (BK) DPR harus menindak tegas sejumlah anggota DPR terkait dengan kegiatan kunker ke luar negeri. Hal itu menyusul polemik yang terjadi terhadap kegiatan itu karena diselingi wisata. Dengan demikian, dapat dilakukan perbaikan/pembenahan terhadap aturan kegiatan kunker agar lebih berjalan efektif.
Semua kalangan berharap pimpinan DPR dapat bersikap tegas. Jika tidak tegas, maka anggota DPR yang nakal pasti akan semakin merajelela dan menyelewengkan tugas Negara. Ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Jangan sampai DPR menjadi “contoh buruk” bagi masyarakat. Karena itu, moratorium dan tindakan tegas harus segera dilakukan pemerintah untuk menertibkan DPR nakal. Wallahu a’lam.
Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, edisi Selasa 18 September 2012
0 komentar:
Post a Comment