Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday, 2 October 2012

KPK dan Penyidik Independen




Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Rabu 26 September 2012

Pertikaian KPK dengan kepolisian atas kasus simulator SIM berujung pelik. Setelah penahanan penyidik KPK di gedung Korlantas dan setelah KPK menyita sekian banyak dokumen yang dapat dijadikan barang bukti, perdebatan siapa lebih dulu melakukan penyidikan dan berhak atas kasus ini lalu berkembang dalam penetapan tersangka sama. Terakhir, rencana penarikan 20 penyidik KPK yang berasal dari instansi kepolisian.
Semua orang menyadari bahwa dengan penarikan sejumlah penyidik KPK itu akan langsung atau pun tak langsung memperlemah KPK dalam melanjutkan banyak kasus yang sedang ditanganinya. Berbekal hanya 58 penyidik dengan sekitar 240 kasus yang sedang diusut, jelas hal itu membuat para penyidik kelebihan beban dan sebagian kasus akan terbengkalai. Akibatnya, masyarakat beranggapan bahwa KPK bekerja “lamban” dan tebang pilih. Lalu, langkah apa yang harus ditempuh KPK? Apakah KPK hanya meratapi nasibnya atau mencari terobosan dengan merekrut penyidik independen? Ini harus segera dituntaskan. 
Kontroversi
Sebenarnya, istilah “penyidik independen” secara hukum kurang tepat. Namun, karena sudah telanjur dimengerti masyarakat untuk membedakan penyidik yang berasal dari sipil di luar kejaksaan dan kepolisian, maka KPK perlu menggunakannya. Undang-Undang No 30/2002 tentang KPK, penyidik didefinisikan sebagai penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan KPK (pasal 45 ayat 1). Tak ada perbedaan dan pemisahan asal-usul penyidik.
Jika dicermati, cukup kencang silang pendapat yang mengemuka terkait dengan rekrutmen penyidik independen KPK. Pertama, berkaitan dengan dasar hukum. Sebagian pihak berpandangan bahwa perekrutan penyidik independen KPK tak memiliki dasar hukum. Namun pandangan ini keliru, karena KPK dimandatkan UU Nomor 30/2002 untuk memiliki penyidik independen. Kewenangan KPK itu sama dengan instansi lainnya di republik ini yang memiliki penyidik.
Di banyak UU, beberapa instansi pemerintah/departemen telah diberi ruang untuk memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sendiri. Misalnya, UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP pasal 6 ayat 1. Dengan analogi di atas, mengacu pada asas hukum lex specialis derogat legi generalis dan lex posterior derogat legi priori, Pasal 45 ayat 1 UU KPK diartikan berhak memiliki penyidik independen. Penyidik independen ada di banyak institusi negara. Jika polisi berusaha melakukan penyidikan yang berada di instansi lain dan tak sesuai dengan kewenangannya, polisi pun tak dapat meneruskannya.
Penyidik independen di berbagai instansi memiliki jenjang karier, tapi pada awalnya mereka tidak direkrut khusus sebagai penyidik. Selain itu, jika sudah menjadi penyidik dan mereka memikirkan karier, posisi sebagai penyidik diserahkan ke pihak lain di internal institusi tersebut. 
Lalu, apakah penyidik independen KPK harus memiliki jenjang karier yang sama persis dengan penyidik di institusi negara lain? tentu tidak. KPK bisa memiliki sistem karier lain. Karier penyidik independen KPK bila mengacu pada PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK dimulai sebagai pegawai tidak tetap (pasal 3) dengan masa kerja waktu tertentu sesuai dengan peraturan KPK, dan tak dapat menduduki jabatan struktural (pasal 8). Jenjang karier dari pegawai tidak tetap ini dapat saja meningkat bila penyidik itu kemudian dijadikan pegawai tetap KPK (pasal 4), sehingga dapat menduduki jabatan struktural. Dengan begitu, sesungguhnya ada jenjang karier penyidik KPK walaupun secara terbatas. Namun, kalaupun hal itu tidak dianggap sebagai jenjang karier, jenjang karier tersebut bisa diantisipasi dengan remunerasi yang baik.
Akan tetapi, persis di sini problematikanya ketika penyidik dari instansi lain yang ditugaskan/dipinjamkan ke KPK, yang juga dikategorikan sebagai pegawai tidak tetap, mengharapkan karier/posisi lebih baik. Mereka akan kembali ke instansinya masing-masing dan beban tugasnya di KPK ditinggalkan. Situasi seperti ini akan menghambat tugas KPK dan dapat mengurangi kepercayaan publik akan kemampuan kerja KPK.
Penyidik Independen
Untuk menunjukkan kinerjanya, KPK membutuhkan penyidik sendiri. Penyidik KPK nantinya tak memiliki jenjang karier sebagaimana dipahami secara awam selama ini. Bahwa yang disebut karier adalah posisi struktural di kantor. Bukankah anggota DPR, DPRD, kepala daerah, hakim agung yang berasal dari non-karier, hakim konstitusi, serta hakim ad hoc di berbagai peradilan juga tidak memiliki jenjang karier. Bahkan, pada tiap-tiap UU, pengaturan masa kerjanya berbeda untuk masing-masing jabatan. 
Terlalu naif bila kita selalu membatasi suatu pekerjaan dengan jenjang karier semata. Masih banyak variabel lain yang menyebabkan seseorang betah menekuni suatu pekerjaan. Karena itu, mempertimbangkan modus, pelaku, dan metode kejahatan korupsi yang semakin canggih, penyidik khusus KPK patut segera diwujudkan, sehingga persoalan teknis-administratif, sebagaimana terjadi dalam kasus rencana penarikan penyidik Polri, tak terulang di masa mendatang. Penyidik KPK harus memiliki SDM dengan kejelasan masa kerja, kompetensi, dan pengetahuan yang canggih, serta perlu dilatih secara khusus dan tidak pernah memikirkan akan ditarik kembali oleh institusi asalnya. Jadi, tak ada alasan bagi KPK untuk tidak segera merekrut penyidik independen. Wallahu a’lam.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: KPK dan Penyidik Independen Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda