Oleh Hamidulloh Ibda
Tulisan ini Dimuat di Koran Pagi Wawasan, Rabu 10 Oktober
2012
Pertikaian KPK dan
Polri membuat jenuh dan muak rakyat Indonesia. Dan setelah ditunggu-tunggu, akhirnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan sikapnya bahwa penanganan kasus
dugaan korupsi dalam pengadaan simulator alat uji surat izin mengemudi (SIM)
yang melibatkan pejabat di Korps Lalu Lintas Mabes Polri harus “ditangani KPK.”
Namun, ketegasan itu seharusnya bukan hanya sekadar pidato atau lewat kata-kata
saja. Dalam menangani pertikaian KPK-Polri, Presiden harus bersikap “lebih
tegas lagi” terhadap apa yang telah ia putuskan dalam pidatonya.
Jika rekomendasi SBY
tak ditindaklanjuti, berarti sama saja hal itu “omong kosong”. Pasalnya, masih
banyak pekerjaan rumah untuk menuntaskan pertikaian KPK-Polri. Sebenarnya, seorang
Presiden tak perlu “dikritik”, namun ia harus tegas dan bijaksana dalam
menindak KPK-Polri. Kenapa demikian? karena hal itu sudah menjadi tugas dan
kewajibannya.
Menindaklanjuti
Dalam pidatonya, SBY
menyampaikan “lima solusi” untuk mengakhiri polemik KPK-Polri. Lima solusi itu
terkait sejumlah hal pemicu konflik. Di antaranya, kasus simulator ujian SIM dengan tersangka Irjen Djoko Susilo diserahkan ke KPK, penanganan kasus Novel yang dinilai Presiden tak tepat timing
dan caranya, rentang waktu penyidik Polri di KPK yang perlu diatur ulang, revisi
Undang-Undang KPK dinilai belum tepat dilakukan saat ini, dan perintah
KPK-Polri untuk memperbarui MoU, sehingga peristiwa seperti ini tak lagi
terulang (Kompas, 9/10).
Sebenarnya, keputusan
Presiden dan Kapolri serta KPK bahwa kasus simulator SIM diserahkan kepada KPK sudah
tepat. Pasalnya, jika ditangani kepolisian, “ibarat jeruk makan jeruk”, karena
akar masalah ada di tubuh jajaran kepolisian. Maka dari itu, semua pihak baik
pimpinan KPK, Kapolri, pemerintah dan masyarakat harus andil dalam mengawasi
penuntasan kasus yang melibatkan Irjen Djoko Susilo tersebut. Salah satunya
yaitu ikut mengawal realisasi lima point rekomendasi pidato SBY.
Karena itu,
pemerintah, KPK, Polri harus menindaklanjuti, mengawal, serta menerima dengan
bijaksana lima point tersebut. Dalam hal ini, KPK-Polri harus dewasa, terutama
Polri. Pasalnya, Polri dinilai “kalah”, dan KPK dinilai “menang” atas
rekomendasi SBY. Maka, yang berperan utama dalam mengawal ini sebenarnya
pemerintah. Jika KPK-Polri bertikai lagi, dan tak mau menerima dan menjalankan
lima point tersebut, maka lebih baik KPK-Polri diselesaikan secara hukum. Jika
masih bertikai, maka kedua lembaga itu lebih baik “dibubarkan” saja.
Polri Harus Legowo
Polri harus legowo melepas penanganan kasus dugaan korupsi
dalam pengadaan simulator kemudi di Korlantas Polri. Ini karena SBY
menggariskan, kasus dengan tersangka mantan Kepala Korlantas Irjen Pol Djoko
Susilo lebih tepat ditangani KPK.
Sebelumnya, pimpinan KPK-Polri telah melakukan pertemuan
untuk mencari solusi atas konflik kedua institusi. Pertemuan yang difasilitasi
Mensesneg Sudi Silalahi itu juga dihadiri Presiden (Sindo, 8/10). Namun, Polri
juga belum legowo, dan akhirnya SBY melakukan pidato untuk menelurkan titik
terang antara KPK-Polri. Dalam pidatonya, Presiden menilai
konflik KPK-Polri berkembang ke arah tak sehat. Menurutnya, tiga masalah
menjadi pemicu konflik KPK-Polri. Pertama, perbedaan pandangan tentang siapa
yang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator kemudi di Korlantas
Polri.
Kedua, perbedaan pandangan tentang penugasan penyidik KPK
yang berasal dari Polri. Ketiga, insiden 5 Oktober 2012 seputar rencana elemen
Polri menegakkan hukum terhadap seorang perwira Polri yang bertugas sebagai
penyidik KPK yang diduga melanggar hukum di waktu yang lalu.
Presiden juga merespons soal rencana revisi UU KPK yang
dilakukan DPR. Menurut dia, pemikiran dan rencana revisi itu sepanjang untuk
memperkuat dan tak memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Namun, dia
berpendapat, rencana tersebut ini tak tepat dilakukan, terlebih rencana itu
bergulir bertepatan dengan penarikan penyidik KPK asal Polri, sehingga
menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
Terlepas dari itu, yang terpenting, dalam hal ini Polri
harus legowo menerima rekomendasi SBY. Jika Polri masih merasa berhak menangani
kasus simulator SIM, maka sama saja Polri memperkeruh keadaan, dan hal itu
pasti dikutuk masyarakat. Seharusnya, Polri juga berfikir arif dan bertindak
santun. Pasalnya, tindakan Polri terhadap KPK selama ini dinilai “kurang etis”
dan melemahkan KPK. Karena itu, Polri harus legowo dan menerima apa adanya
tentang rekomendasi dari pidato SBY. Hal itu justru menunjukkan citra baik bagi
Polri, serta menjadi jalan terang menghentikan pertikaian dengan KPK.
Selain itu, KPK juga
harus segera mengambil langkah koordinasi lanjutan dengan Kapolri menyusul
keluarnya pernyataan Presiden. Koordinasi tersebut menyangkut penanganan kasus
dugaan korupsi Simulator SIM Korlantas Polri. Yang terpenting, KPK-Polri harus
melaksanakan rekomendasi pidato SBY. Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Post a Comment