Dimuat di Suara Merdeka, Sabtu 29 September 2012
DESAIN kurikulum perguruan tinggi (PT) harus ditinjau ulang.
Pasalnya, kurikulum pendidikan PT saat ini cenderung ”membelenggu” mahasiswa
dan hanya menciptakan lulusan ”kuat hafalan” serta menggampangkan persoalan.
Bahkan, pendidikan etika dan moral yang menjadi instrumen
membentuk karakter/budi pekerti justru dihilangkan. Ini harus segera dibenahi.
Penghilangan materi pendidikan etika dan moral disebabkan haluan
kebijakan yang ada dalam UU Pendidikan Nasional. UU Pendidikan tak
mengamanatkan secara eksplisit mata kuliah etika dan moral. UU itu hanya
mengamanahkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Lalu, kenapa pendidikan
karakter tak diamanahkan? Seharusnya, pendidikan etika dan moral ada di
Pendidikan Pancasila. Namun, materi Pendidikan Pancasila saat ini lebih
ditekankan pada pendidikan kewarganegaraan, sementara pendidikan karakter yang
membentuk cara berpikir dan cara bersikap mahasiswa saat terjun ke masyarakat
malah diabaikan.
Jadi, tak mengherankan jika generasi muda yang masuk ke
pemerintahan saat ini banyak terjerat banyak kasus, termasuk kasus korupsi,
makelar kasus, dan sebagainya. Kenapa demikian? karena pendidikan karakternya
kurang.
Bicara soal kurikulum yang mengandung materi nilai etika dan
moral juga harus berbicara tiga hal.
Pertama, pengertian pendidikan karakter dan materi-materi
pelajaran itu sendiri secara keilmuan. Kedua, sikap terhadap materi pelajaran
itu. Ketiga, manifestasi dari teori-teori di bangku kuliah dalam kehidupan
nyata. Pengetahuan itu ditulis di buku, dan nilai-nilainya harus diterapkan
dalam perilaku manusia sehari-hari.
Pergeseran
Perlu diketahui, bahwa mata kuliah bukan satu-satunya alat
membentuk watak atau karakter seseorang. Yang harus ditekankan adalah
implementasi nilai-nilai yang ada dalam mata kuliah tersebut. Seharusnya,
selama masa pendidikan, semua tingkah laku dinilai. Jika menyontek diberi
sanksi, dikurangi nilainya, sampai dikeluarkan dari ruangan dan bahkan di-drop
out. Begitu juga jika menyakiti orang lain, ada sanksi tegas. Itulah yang
dinamakan proses mendidik, bukan sekadar menghafal pelajaran.
Pendidikan budi pekerti yang ditanamkan secara dini akan
melahirkan pribadi berkualitas, taat norma, dan tertib hukum, serta berakhlak
mulia. Ketika mereka memegang tanggung jawab sebuah jabatan, mereka sudah
dibentengi, tidak akan korupsi dan menyalahgunakan jabatan. Hal penting lainnya
yang perlu diperhatikan oleh PT adalah link and match antara kurikulum pendidikan
dan kebutuhan lapangan kerja. Saat ini, sistem pendidikan kita belum berhasil
menghasilkan lulusan yang memenuhi kebutuhan lapangan kerja yang semakin
kompetitif. Bahkan, PT hanya menjadi ”pabrik pencetak pengangguran
berpendidikan”.
Kurikulum pendidikan suatu bangsa semestinya terkait dan selaras
dengan arah pembangunan nasional. Saat ini, arah pembangunan nasional tak
jelas, sehingga arah kurikulum pendidikan untuk mencetak manusia unggul juga
tak jelas. Karena itu, pemerintah perlu memperjelas arah pembangunan bangsa.
Setelah itu, baru dijabarkan dalam kurikulum dan metode pembelajarannya.
Tanpa kejelasan arah pembangunan bangsa, kurikulum pendidikan
menjadi kabur, bisa dijejali berbagai materi pelajaran tak penting, bahkan bisa
disisipi kepentingan politik sesaat. Padahal, seharusnya kurikulum pendidikan
untuk kemajuan bangsa tak boleh ada kepentingan politik.
Revisi Kurikulum
Atas permasalah di atas, Kemendikbud harus merevisi kurikulum
PT. Diharapkan kurikulum baru itu dapat diterapkan pada tahun ajaran baru
2013-2014 mendatang.
Untuk meningkatkan kualitas serta kompetensi lulusan PT,
Kemendikbud perlu mengkonsep kurilkulum jitu dan brilian. Kurikulum itu harus
menyangkut tiga unsur penting, yakni unsur attitude, skill, dan knowledge ,
serta menyangkut tiga ranah pendidikan, dari kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Sebab, ketiga hal itu belum nyambung. Sementara dunia kerja
membutuhkan itu semua tersambung agar dunia pendidikan semakin link and match
dengan pasar kerja. Meskipun knowledge sudah dipenuhi di jenjang S1, namun
keduanya masih kurang dalam attitude.
Padahal, dalam bekerja sangat dibutuhkan attitude. Unsur
attitude inilah yang belakangan sering diributkan masyarakat di dunia kerja.
Selain itu, kualitas lulusan PT memang tak hanya ditentukan isi
kurikulum, namun juga ditentukan pada proses pembelajaran di kelas dan di
lingkungan kampus. Jika dosen masih menggunakan metode mengajar ”konvensional”,
maka kurikulum sebagus apa pun tak bisa membentuk lulusan berkualitas. Proses
itu penting untuk membentuk lulusan siap pakai. Karena itu, seluruh kampus dan
sekolah juga harus meningkatkan kualitas pengajarnya, karena hal itu merupakan
keniscayaan. (24)
– Ida Pitalokasari, mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, aktivis Lembaga Pers Mahasiswa Islam Cabang Semarang
0 komentar:
Post a Comment