Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Monday, 8 October 2012

Menolak Revisi UU KPK



Oleh Hamidulloh Ibda
Dimuat di Radar Bangka, Senin 8 Oktober 2012

Baru-baru ini, rencana Komisi III DPR merevisi UU KPK ditentang banyak kalangan, termasuk Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Dia menilai belum ada urgensi merevisi UU tersebut (Kompas, 28/9). Logika menolak revisi tersebut karena revisi dinilai tidak menyempurnakan dan memperkuat posisi KPK, bahkan justru melemahkannya. Seharusnya, revisi itu bertujuan memperkuat KPK. Artinya, harus mempertahankan bahkan menambah berbagai kewenangan luar biasa (extraordinary) yang dimiliki lembaga itu. 

 

Dalam draf revisi usulan DPR, ada dua poin penting yang  menjadi perdebatan hangat berbagai kalangan, yakni “penyadapan dan penuntutan.” Dalam draf itu, KPK harus meminta izin pengadilan negeri jika ingin menyadap. DPR juga ingin menghilangkan kewenangan penuntutan pada KPK dan mengembalikan ke kejaksaan, serta mengusulkan pembentukan Dewan Pengawas KPK. Anggota Dewan Pengawas direncanakan berjumlah lima orang yang terdiri atas wakil kepolisian, kejaksaan, LSM antikorupsi, dan media massa.

Banyak kalangan yang tak setuju kewenangan KPK menyadap dikurangi dengan harus minta izin lebih dulu ke pengadilan. Kewenangan penuntutan pada KPK tetap diperlukan dan tak perlu dioper ke kejaksaan. Dewan Pengawas pun juga tidak diperlukan. Intinya, KPK harus berbeda. Kalau kewenangan luar biasa yang menjadi ciri KPK justru tidak dimiliki, bahkan tidak perlu ada KPK lagi.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai, revisi UU KPK bukan keinginan seluruh legislator di Senayan. Itu sebenarnya kemauan beberapa oknum di DPR saja. Bisa dilihat beberapa orang yang gemar dan getol atau mempermasalahkan kewenangan KPK(Sindo, 28/9).

Kepentingan 2014

DPR dinilai takut diawasi KPK dengan mempersulit aturan penyadapan. Apalagi, partai politik terus memenuhi kebutuhan logistik menjelang Pemilu 2014. Dikhawatirkan banyak transaksi terkait kepentingan pemilu. Menjelang pemilu merupakan waktu bagi partai untuk menggalang dana sebesar-besarnya. Hingga saat ini, tidak ada partai politik yang berdiri atas pembiayaan pengurus maupun kadernya. Apalagi, banyak usaha yang dimiliki petinggi partai justru merugi di lantai bursa. Yang menjadi sasaran tentu APBN yang disalahgunakan untuk kepentingan segelintir orang.

Selama ini, kasus tangkap tangan yang melibatkan sejumlah anggota DPR terungkap berkat penyadapan oleh KPK. Berbagai kasus berhasil diungkap melalui penyadapan, tetapi justru penyadapan akan dipersulit. Inilah salah satu penyebab “main mata” dan agenda politik yang diharapkan DPR untuk melemahkan KPK.

Dukungan Masyarakat

Diakui atau tidak, saat ini KPK berada di ujung tanduk. Jika DPR nekat menghilangkan fungsi penyadapan, penyidikan, dan penuntutan, maka lembaga yang dibentuk pada 2003 ini akan segera “mati suri.” Jika institusi ad hoc ini tak lagi memiliki hak-hak istimewa, bagaimana memainkan peran sentral dalam perang melawan korupsi? Memang masih ada fungsi supervisi dan pecegahan, namun kejahatan luar biasa itu harus dihadapi dengan cara-cara yang tidak biasa.

Lalu, dengan cara apa kita bisa menghentikan niat para wakil rakyat di Senayan agar tidak memperlemah KPK? Saat KPK membutuhkan penguatan, legislator seolah-olah menentang kehendak sebagian besar rakyat dengan merencanakan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Perilaku yang seperti mati rasa itu berpotensi mendorong masyarakat bersikap permisif, membiarkan ulah para elite, dan ujungnya acuh dengan persoalan bangsa ini.

Sejujurnya, kita belum menemukan resep mujarab untuk memberantas korupsi. Realitasnya, korupsi menggunung, ribuan kasus terungkap hanya di permukaan. Patutkah kita menghabiskan energi setiap hari dengan membuat kegaduhan, berdiskusi, memperdebatkan pasal demi pasal, saat korupsi sudah mencapai titik membahayakan; merusak tatanan kehidupan masyarakat, menghambat pembangunan berkeadilan sehingga membawa negeri ini ke tubir kehancuran?

Akar korupsi kita bukan masalah ekonomi. Mentalitas serakahlah yang menjadi pemicu sehingga korupsi sulit dikendalikan. Dalam keterpurukan mental, upaya pemberantasan melalui pendekatan hukum tidak akan membuahkan hasil maksimal. Orang-orang dengan keterpurukan mental, tidak akan pernah jera dipenjara seumur hidup, bahkan diancam hukuman mati sekalipun. Begitu berat tugas KPK, maka dukungan nyata rakyat dan seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan.

Dukungan moral sejumlah tokoh saat ini, rasanya belum cukup untuk melawan rencana revisi. Kita membutuhkan gerakan massa yang melibatkan semua elemen masyarakat, terutama kaum muda dan mahasiswa. Kita melawan kelompok-kelompok yang kuat, mempunyai jaringan kepentingan politik-ekonomi-kekuasaan. Mereka bukan hanya ingin melemahkan KPK, melainkan sejatinya ingin menghancurkan institusi yang dipercaya rakyat untuk memberantas korupsi.       

KPK jelas butuh penguatan. Adapun kekurangan dan kelemahan dalam fungsi penyadapan, penyidikan dan penuntutan, dengan niat baik kita perbaiki agar lembaga ini bisa bekerja optimal. Tiga fungsi itu ”roh” KPK. Akhirilah retorika-retorika tak bermakna, dan tanamkan mind set korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sebagai pemegang amanat rakyat, coba tanyakan pada hati nurani Anda sebelum merevisi UU KPK. Jangan berpura-pura memburu tikus dengan membakar lumbungnya. Wallahu a’lam. (**)

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Menolak Revisi UU KPK Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda