Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Sunday, 14 October 2012

Pidato SBY dan Revisi UU KPK



Tulisan ini dimuat di Radar Bangka, Senin 15 Oktober 2012

Penjelasan yang disampaikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (8/10) lalu mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Sikapnya yang jelas dan tegas atas perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggugurkan apresiasi sejumlah kalangan di jejaring sosial maupun media massa beberapa hari terakhir.  Betapa tidak, tanpa mengetahui sesungguhnya apa yang telah dan tengah diupayakan Presiden dalam menghadapi kemelut tersebut, mereka mempertanyakan (peran) Presiden yang seolah-olah mendiamkan saja soal ini. Padahal, sebenarnya sejak awal terjadinya ketegangan hubungan antar-kedua institusi penegak hukum itu, Presiden telah mengupayakan beberapa hal. 

Tentunya hal itu dilakukan dengan mengedepankan upaya-upaya yang sesuai dengan undang-undang ataupun nota kesepahaman yang disepakati bersama. Selanjutnya, Presiden pun selalu mengikuti setiap perkembangan yang terjadi. Juga langsung memberikan instruksi kepada Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo ketika ketegangan meningkat hingga akhirnya mereda.       

Hanya saja, hal ini tidak terekspos karena memang tidak menjadi kewajiban Presiden untuk menyampaikan kepada LSM ataupun politikus tertentu mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan. Kondisi inilah yang tampaknya kemudian berkembang menjadi “berita panas” yang bergulir bagai bola salju yang menggelinding. Akhirnya, Presiden pun turun tangan mengambil alih masalah tersebut. Perseteruan antar-kedua institusi penegak hukum ini sebelumnya sempat mencuat beberapa waktu lalu, menyusul perbedaan pendapat yang tajam antara Susno Duadji (Polri) dan Bibit Samad Riyanto - Chandra M Hamzah (KPK). Tentu kita masih ingat istilah yang disebutkan Susno waktu itu, yakni Cicak vs Buaya. Nah, kali ini terjadi lagi. 

Meskipun begitu, Presiden mengaku tetap menomorsatukan sikap hati-hati, cermat, dan bijak jika harus memasuki wilayah kerja KPK. Sebab, ini menyangkut hal sangat sensitif, mengingat KPK bukanlah berada di bawah Presiden. Ia merupakan lembaga negara yang independen. Karena itu, sikap hati-hati ini dilakukan untuk mencegah munculnya praduga bahwa Presiden memengaruhi KPK. 

Namun, mengingat situasi yang berkembang menjadi tidak sehat, ia pun mencoba memediasi perseteruan Polri dengan KPK. Setidaknya ada tiga perbedaan pandangan di antara keduanya, yakni mengenai siapa yang menangani kasus dugaan korupsi simulator SIM, penanganan personel penyidik KPK dari Polri, dan sikap elemen Polri yang berupaya menangkap seorang perwiranya yang menjadi penyidik di KPK karena diduga melanggar hukum beberapa tahun lalu.

Dengan penjelasan sistematis, jelas, dan tegas, Presiden menjawab persoalan-persoalan tersebut, menyusul pertemuan antara dua petinggi KPK dan Kapolri dengan didampingi Menteri Sekretaris Negara. Untuk penanganan kasus korupsi simulator SIM dengan salah satu tersangkanya, Djoko Susilo, ditangani oleh satu lembaga, yaitu KPK. Ini juga sesuai dengan Pasal 50 UU 30/2002 tentang KPK. 

Dari pemaparan tersebut, jelaslah bahwa Presiden tidak pernah tinggal diam. Ia justru menaruh perhatian yang tinggi, namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyelesaikan masalah sehingga didapat solusi yang tepat sasaran. Kita patut mengapresiasi sikap kenegarawanan tersebut. Menjadi penengah yang bijak, tanpa membuat salah satu pihak kehilangan muka. Sebab disadari, masih-masing pihak punya dasar pijakan yang kuat. Selanjutnya yang harus dikawal adalah tindak lanjut dari keputusan tersebut. Ini semua demi menuju Indonesia yang lebih baik.

Menghentikan Revisi RUU KPK

Revisi RUU KPK dimungkinkan terlaksana, sepanjang untuk memperkuat KPK. Itu salah satu rekomendasi SBY. Tapi kenyataannya-termasuk sebelum Presiden berpidato, dalam upaya menengahi perseteruan Polri dan KPK-banyak pihak meragukan keinginan DPR itu. Bahkan, di kalangan DPR sendiri suara terpecah, karena tak sedikit yang beranggapan bahwa revisi RUU KPK itu hanya akan melemahkan KPK.
Sejauh ini memang belum ada pihak yang mampu meyakinkan bahwa revisi yang akan dilakukan terhadap RUU KPK adalah untuk memperkuat peran KPK. Rencana Komisi III DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK justru dinilai akan memangkas kewenangan KPK dalam penuntutan dan penyadapan. Kalau revisi benar terjadi, maka KPK kehilangan kekuatan, sekaligus menguntungkan koruptor.
Karena itu, apa yang diungkapkan Presiden SBY pantas menjadi bahan pertimbangan bagi DPR. Apakah revisi dimaksud menguntungkan atau menguatkan KPK atau sebaliknya melemahkan? Jika betul kenyataannya melemahkan, kenapa harus diteruskan? Sebaiknya DPR mengambil langkah stop rencana merevisi RUU KPK tersebut.

Sepantasnya recana DPR merevisi RUU KPK dibatalkan jika memang bukan untuk menguatkan KPK. Penghentian rencana itu harus tuntas agar tidak menabrak aturan main. Karena revisi UU KPK sudah merupakan Program Legislasi Nasional, maka penghentiannya harus dilakukan melalui rapat paripurna DPR. Dalam rapat tersebut seluruh fraksi mengemukakan pendapat mereka. Pemerintah selayaknya segera membuat kesepakatan dengan DPR guna mencabut RUU KPK itu. Jangan biarkan urusan revisi RUU KPK berlarut tanpa ujung. Wallahu a’lam bial-shawab. (**)

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Pidato SBY dan Revisi UU KPK Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda