Dalam sejarah besar
kehidupan, manusia bisa menemukan banyak kaum religius di luar para tokoh
agama. Kaum religius mencari Tuhan di dalam seluruh pilihan yang diambil dalam
hidupnya (hlm 98).
Karena itu,
perkembangan menjadi manusia religius dan keimanan seseorang sering kali berada
dalam beberapa fase: setengah percaya, ragu-ragu, dan percaya, tidak percaya,
percaya secara rasioal (quasi beliefhesitant- theis-atheis-rationality
belief).
Begitulah sebuah
proses pencarian Tuhan (hlm 100). Buku Psiko-hermeneutik Kitab Suci ini
menjelaskan fase-fase sampai akhirnya seseorang memercayai Tuhan. Fase percaya
bahwa Tuhan ada dan percaya Tuhan mau memiliki hubungan dengan umat-Nya.
Kepercayaan ini
masih bersifat warisan dan diterima begitu saja. Inilah iman yang diturunkan
dan merupakan faktor "eksternalisasi" pada setiap manusia saat kecil
(hal 193). Fase menunjukkan masa ketika manusia percaya Tuhan ada, tapi merasa
Tuhan tak ingin lagi berurusan dengan dirinya. Di fase ini, betapa inginnya
seseorang mengalami pengalaman numinous, yaitu mengalami "kehadiran
Tuhan".
Namun, juga menempatkan Tuhan secara seimbang dengan nalar. Pada masa ini, seolah manusia menuntut pembuktian diri. Logika nalarnya akan sampai pada pemahaman tersebut (hlm 194). Pada tahap selanjutnya, seseorang merasa Tuhan tak ada dan ia pun berketetapan untuk benar-benar meninggalkan- Nya. Tuhan dinilai "hilang dan perlu dilawan." Manusia kecewa dan benci karena ternyata Tuhan yang telah lama dicari, tinggal sebuah produk akal yang rusak (hlm 195). Dalam perjalanan komitmen religius, seseorang menghadirkan Tuhan karena merasa rindu akan realitas transenden sekaligus imanen.
Namun, juga menempatkan Tuhan secara seimbang dengan nalar. Pada masa ini, seolah manusia menuntut pembuktian diri. Logika nalarnya akan sampai pada pemahaman tersebut (hlm 194). Pada tahap selanjutnya, seseorang merasa Tuhan tak ada dan ia pun berketetapan untuk benar-benar meninggalkan- Nya. Tuhan dinilai "hilang dan perlu dilawan." Manusia kecewa dan benci karena ternyata Tuhan yang telah lama dicari, tinggal sebuah produk akal yang rusak (hlm 195). Dalam perjalanan komitmen religius, seseorang menghadirkan Tuhan karena merasa rindu akan realitas transenden sekaligus imanen.
Secara kognitif,
pada fase ini manusia membebaskan diri dari kebergantungan atau komitmen pada
yang suci. Tapi secara afektif, dia masih terkait dengan-Nya. Artinya,
seseorang merasa penting berkomitmen dalam keimananya. Iman akan Tuhan pada
masa ini dimaknai penuh risiko, semakin besar risiko, tambah baik bagi iman.
Terakhir, fase perjalanan keyakinan keagamaan karena kebijaksanaannya. Pada
sisi ini, Tuhan bermakna secara intelektual pada awalnya, tapi berkembang
menjadi komitmen religius yang dapat menjadi paduan substansialis-ritualis atau
salah satunya.
Pada masa ini,
seseorang akan mengalami ekstasis akan sesuatu yang transenden. Dialah Tuhan
(hlm 196-197). Buku ini mencoba menjelaskan bahwa Tuhan itu sangat personal
bagi individu religius dan sosial bagi kemasyarakatan. Tuhan tak sekadar ada
(otiosus/istirahat). Tuhan itu aktif menghela manusia. Setiap pribadi harus memiliki
hubungan yang intim agar dapat merasakan keaktifan Tuhan.
Tuhan yang personal menjadi lokus evaluasi seseorang tentang dirinya dan hubungannya dengan dunia. Bagi manusia religius, Tuhan bukan sekadar simbol, apalagi entitas asing yang disusupkan agama. Tuhan menjadi bagian dari pencarian kebermaknaan diri yang harus ditemukan jawabannya dalam pengalaman hidup. Tentu saja, tingkat religiositas tiap individu berbeda, bergantung pada sikap dan hubungan keimanannya dengan Tuhan.
Tuhan yang personal menjadi lokus evaluasi seseorang tentang dirinya dan hubungannya dengan dunia. Bagi manusia religius, Tuhan bukan sekadar simbol, apalagi entitas asing yang disusupkan agama. Tuhan menjadi bagian dari pencarian kebermaknaan diri yang harus ditemukan jawabannya dalam pengalaman hidup. Tentu saja, tingkat religiositas tiap individu berbeda, bergantung pada sikap dan hubungan keimanannya dengan Tuhan.
Ada yang tinggi dan menempatkan
Tuhan seperti kekasih yang harus ditemui. Ada yang sedang atau rendah (hlm
200).
Diresensi
Hamidulloh Ibda, pengelola Rumah Baca Cendekia, Semarang.
Hamidulloh Ibda, pengelola Rumah Baca Cendekia, Semarang.
Judul : Psiko-Hermeunetik Kitab Suci
Penulis : M Yudhie Haryono, Nurlyta
Hafiyah
Penerbit : Kalam Nusantara
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal : x 214 hlm
ISBN : 978-602-97319-5-8
Harga : Rp50.000
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal : x 214 hlm
ISBN : 978-602-97319-5-8
Harga : Rp50.000
Resensi ini dimuat di Koran Jakarta,
Senin 19 November 2012
0 komentar:
Post a Comment