Oleh Hamidulloh
Ibda
Tulisan
ini dimuat di Radar Bangka, Kamis 27 Desember 2012
Banyak nama capres yang bermunculan menjelang Pemilihan Presiden
2014. Dari sekian banyak nama tersebut, tentu tidak akan semuanya menjadi calon
peserta Pilpres 2014. Dengan syarat ambang batas menjadi capres yang tidak akan
berubah, maka peserta pilpres tidak akan lebih dari empat calon. UUD 1945,
dengan jelas mensyaratkan capres harus dicalonkan oleh partai politik, atau
koalisi partai politik.
Terkait konstitusionalitas capres
independen, di luar calon partai politik, pernah diuji ke hadapan Mahkamah
Konstitusi. Namun, MK memutuskan berdasarkan UUD 1945, capres independen belum
dimungkinkan. Dengan rentang waktu kurang dari dua tahun, tanpa adanya kejutan
yang luar biasa, kemungkinan untuk mengubah syarat pencapresan oleh parpol
berdasarkan UUD 1945, saya duga tidak akan berubah. Partai-partai besar di DPR
dan MPR, yang akan menjadi penentu utama perubahan UUD 1945, saya yakini sudah
nyaman dengan syarat pencapresan minus calon independen demikian.
Capres Pilihan Rakyat
Dengan demikian, problem utama
pilpres 2014 adalah, bagaimana agar capres pilihan parpol sejalan dengan capres
pilihan rakyat. Kita semua memahami, saat ini kepercayaan publik kepada partai
politik, bukan pada taraf yang menggembirakan. Sejauh ini ada jarak antara
capres yang digadang-gadang oleh partai politik dengan tingkat popularitas
capres, serta pandangan kelas menengah, tentang siapa yang layak menjadi
presiden 2014.
Dari sisi partai politik, sebutlah
lima partai besar, Partai Golkar sudah mencalonkan Aburizal Bakrie, PDI
Perjuangan masih menonjolkan figur Megawati Soekarnoputri. Gerindra memunculkan
nama Prabowo, PAN mengusung nama Hatta Rajasa. Sedangkan Partai Demokrat sejauh
ini belum memunculkan kandidat calon presiden yang akan diusungnya. Dalam
Silatnas Partai Demokrat yang baru saja berlangsung, Presiden SBY hanya
menyebutkan tiga kriteria capres PD, yaitu integritas, kapasitas dan
elektabilitas (pilihan rakyat). Terlihat jelas, Presiden SBY masih menyimpan
siapa kandidat presiden yang akan diusung partainya.
Yang pasti, masih ada jarak antara
calon yang dimunculkan parpol, dengan calon yang menjadi harapan publik. Survei
Lembaga Survei Indonesia terakhir, misalnya menyatakan lima tokoh yang paling
dikenal masyarakat sebagai capres adalah Megawati, Jusuf Kalla, Prabowo,
Wiranto dan Aburizal Bakrie. Tetapi, jika ditanyakan kepada opinion leaders,
maka lima nama yang paling diunggulkan adalah: Moh. Mahfud MD, Jusuf Kalla,
Dahlan Iskan, Sri Mulyani dan Hidayat Nur Wahid.
Tergambar jelas, bahwa tidak ada
satupun dari lima nama yang diunggulkan opinion leaders, yang menjadi capres
unggulan partai politik. Dan hanya nama Jusuf Kalla yang manjadi capres
unggulan kedua opinion leaders, dan juga menjadi tokoh kedua yang paling
dikenal luas oleh pemilih. Namun, jejak langkah Jusuf Kalla masih terkendala
dengan belum adanya partai kuat yang mengusung namanya. Yang kelihatan berminat
adalah Partai Nasdem, salah satu calon parpol peserta pemilu 2014.
Terlepas dari calon partai politik,
salah satu yang paling banyak dinantikan banyak kalangan adalah kepada siapa
Presiden SBY akan memberikan dukungannya. Bagaimanapun, Presiden SBY adalah
tokoh nasional yang masih sangat berpengaruh. Di tengah kritikan tajam yang
tidak ada hentinya, elektabilitas dan dukungan kepada Presiden SBY masih
berkisar di antara 50-60 persen. Maka, dukungan tokoh sekaliber Presiden SBY
masih sangat dinantikan banyak capres yang akan bertarung di Pilpres 2014.
Kualitas Pilpres
Masyarakat harus berdoa, agar di
tahun 2014, kualitas pilpres kita dapat lebih baik. Untuk itu, parpol dan
koalisi parpol, sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mencalonkan
presiden, harus didorong agar mendukung capres yang berkualitas, yaitu
perpaduan antara kapasitas, integritas serta elektabilitas, yaitu dukungan parpol
dan rakyat. Alangkah manisnya, jika capres yang diusung parpol, adalah juga
capres yang diharapkan masyarakat pemilih.
Masih ada waktu longgar sebelum kita
memiliki Presiden baru yang akan diambil sumpahnya pada 20 Oktober 2014. Tidak
ada jalan lain, demi Indonesia, demi Presiden yang akan menjadi pemimpin kita
bersama, parpol perlu kita dorong agar mengusung calon yang tepat. Sebaiknya,
ukuran yang dikedepankan berdasarkan rekam jejak yang tak akan bisa direkayasa.
Untuk menjadi pemimpin yang baik di masa depan, seseorang harus mempunyai masa
lalu yang juga dapat dipertanggungjawabkan.
Rekam jejak itulah sebaiknya yang
menjadi ukuran parpol dan koalisi parpol sebelum menjatuhkan pilihan capresnya.
Sang kandidat harus mempunyai rekam jejak antikorupsi, rekam jejak
antipelanggaran HAM, rekam jejak antipelanggaran lingkungan; rekam jejak taat
pembayaran pajak; rekam jejak antikekerasan rumah tangga, dan rekam jejak
penting lainnya.
Yang pasti, memimpin Indonesia yang
demokratis tantangannya tidaklah mudah. Sebagai negara demokrasi terbesar
ketiga di dunia, dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia, dengan
pengaruh ekonomi nomor 15 di dunia, maka Indonesia adalah negara dengan potensi
dan tantangan yang juga besar. Maka kita membutuhkan pemimpin yang juga besar
jiwanya, besar visinya, besar ke-Indonesia-annya.
Presiden SBY telah merasakan betul,
bagaimana tidak mudahnya memimpin negara besar di era yang demokratis.
Demi Indonesia yang lebih baik, mari kita pastikan pilihan presiden 2014,
bukan hanya pilihan parpol, tetapi juga berkualitas untuk memimpin Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment