Serangan militer Israel yang
menewaskan banyak warga di jalur Gaza, Palestina, menuai simpati muslim
Indonesia. Berbagai cara dilakukan muslim Indonesia untuk mendesak Israel
menghentikan kebrutalannya dan mendukung perjuangan Palestina untuk menjadi
bangsa yang merdeka.Ketua Palestine Liberation Indonesia (PLI) Taufik Kadafik
Namakule menyerukan pimpinan negara-negara Islam menindak tegas Israel.
Negara-negara Islam jangan sekadar
menjadi penonton atau sekadar melancarkan kecaman atas kebrutalan Israel.
Namun, kata dia, perlu ada tindakan nyata. Misalnya, mengerahkan tentara ke
jalur Gaza untuk melindungi warga Gaza. Palestina memang kewalahan menghadapi kekuatan
militer Israel yang memiliki banyak pasukan dan senjata tempur yang canggih.
Aksi nyata lainnya dapat dilakukan
dengan memboikot produk-produk Israel. Menurut Taufik, boikot produk Israel
selama ini baru dilakukan LSM dan organisasi pro Palestina. Taufik juga
menyerukan agar negara-negara Islam segera memutuskan hubungan diplomatik
dengan Israel. Dia menyesalkan banyak negara di Timur Tengah yang
memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Seruan agar masyarakat Indonesia
memboikot produk Israel juga disuarakan Ketua Aqsa Working Group (AWG) Agus
Sudarmaji. Menurut dia, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sudah menyerukan
untuk memboikot produk suporter zionis Israel. Kemenlu harus menyosialisasikan
apa saja produk-produk itu. Umat Islam perlu memberikan dukungan dalam bentuk
bantuan kemanusiaan, termasuk mengirim doa untuk membela muslim Palestina di
Gaza yang ditindas Israel.
Morsi di Seberang Jalan
Konflik
di Gaza yang meletus lagi antara Israel dan Hamas telah menempatkan Mohamed
Morsi dalam posisi yang dilematis. Presiden Mesir pertama yang terpilih secara
demokratis itu harus menyeimbangkan antara kepentingan politik kelompok
asalnya, Ikhwanul Muslimin, dan interes ekonomi negara yang dipimpin.
Morsi
tahu bahwa kebrutalan yang lagi-lagi dipertunjukkan Israel di Gaza sungguh tak
bisa diterima. Berasal dari kelompok yang membidani kelahiran Hamas, Morsi
jelas harus mengambil kebijakan tegas atas serangan udara Israel yang
mengakibatkan 92 warga Palestina tewas, sebagian anak-anak dan perempuan.
Dan,
Morsi memang sudah melakukannya. Dia mengutuk serangan itu, menarik duta
besarnya dari Tel Aviv, dan menghimbau Dewan Keamanan PBB untuk segera
mengakhiri konflik berdarah yang juga mengakibatkan tiga korban tewas di pihak
Israel tersebut. Sebagai bentuk dukungan kepada Palestina, Morsi mengirim
Perdana Menteri Hisham Qandil ke Gaza.
Namun,
Morsi juga sadar bahwa perekonomian Mesir sangat terbantu oleh Amerika Serikat,
negeri ”induk semang” Israel, sebesar 2 miliar dolar AS (sekitar Rp19,2
triliun). Itulah hadiah yang diterima Negeri Sphinx tersebut karena selama ini
telah bersikap ”manis” kepada tetangganya, Israel, terutama pada masa
kepresidenan pendahulu Morsi, Hosni Mubarak.
Praktis,
jalan termudah untuk segera keluar dari dilema itu bagi Morsi dan Mesir adalah
segera mengupayakan gencatan senjata. Persoalannya, Hamas sejauh ini bersikeras
untuk terus melawan. Kematian salah seorang komandan mereka, Ahmed Ja’abari,
karena serangan udara Israel, kian menggumpalkan semangat.
Bak
lingkaran setan, resistensi Hamas tersebut pada akhirnya semakin membuat Israel
gelap mata. Menteri Pertahanan Ehud Barak sudah menyiagakan 16 ribu di antara
total 100 ribu pasukan cadangan untuk melakukan gempuran darat ke Gaza.
Kalau
benar terjadi, itu akan menjadi gempuran terbesar Israel ke wilayah tetangga
mereka yang dikuasai Hamas tersebut sejak 1991. Bisa dibayangkan berapa besar
jumlah korban yang akan berjatuhan, terutama di kubu Palestina. Serbuan selama
17 hari pada akhir 2008 hingga awal 2009 saja yang tak melibatkan pasukan
sebesar itu mengakibatkan sekitar 1.500 jiwa melayang di Gaza, mayoritas
anak-anak dan perempuan.
Karena
itu, Morsi harus cepat bergerak. Dukungan yang ditunjukkannya sejauh ini kepada
Gaza membuat Kairo menjadi pihak yang paling mungkin didengar oleh Hamas.
Tetapi, tentu Morsi dan Mesir tidak bisa bergerak sendirian. PBB, AS, dan
komunitas internasional juga harus terus menekan Israel agar segera meletakkan
senjata dan duduk di meja perundingan.
Sebab,
sejarah perseteruan dua pihak di Gaza tersebut selama ini sudah membuktikan
bahwa perang tidak akan menyelesaikan apa-apa, hanya menyuburkan dendam. Israel
sudah melihat sendiri, bertahun-tahun Gaza mereka blokade dan gempur, tetapi
resistansi tak pernah mati. Satu warga Palestina tewas, seribu lainnya tumbuh
menggantika.
Tulisan ini dimuat di
Koran Pagi Wawasan, Kamis 29 November 2012
0 komentar:
Post a Comment