Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Monday, 14 January 2013

Nasib Malang RSBI dan Kegalauan Orang Tua


Oleh Hamidulloh Ibda 
Pengajar di Ngaliyan Institute, Direktur Eksekutif HI Study Centre IAIN Walisongo Semarang

Tak lama ini, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuat keputusan yang mengejutkan dan menetaskan polemik. MK akhir­nya mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional/RSBI dan Sekolah Bertaraf Internasional/SBI (Kompas, 9/1/2013). Namun, meskipun RSBI dihapuskan, pascaputusan MK, semangat untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan tidak boleh turun.
Konsekuensinya tidak sertamerta papan nama RSBI dicopot begitu saja dari sekolah. Namun, Kemdikbud harus tetap berkoordinasi dengan MK dulu soal detail keputusannya itu bagaimana. Hal itu penting, karena untuk mengkaji ulang keputusan MK yang menghapus RSBI MK mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review Pasal 50 Ayat (3) UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tentang RSBI.
Dengan dikabulkannya permohonan uji materi ini, secara otomatis, penyelenggaraan RSBI dihapus. Keputusan MK dibacakan langsung oleh Ketua MK, Machfud MD. Lebih lanjut, pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud, masih melakukan singer fan koordinasi dengan MK setelah keluarnya putusan MK yang mengabulkan gugatan penghapusan RSBI.
Perubahan Signifikan
Jadi, kelanjutan proses belajar-mengajar di sekolah RSBI yang kini berjalan masih menunggu putusan Kemdikbud. Meski demikian, perubahan signifikan akan terjadi pada sistem pendanaan di sekolah. Sekolah-sekolah bekas RSBI tidak lagi diberi dana hibah atau blockgrant. Sistem hibah ini tetap akan diberikan kepada sekolah-sekolah secara lebih terbuka melalui sistem hibah kompetisi seperti yang berlaku di jenjang pendidikan tinggi.
UU Sisdiknas, terutama pasal tentang RSBI, dibuat tahun 2003, ketika masih kental dengan suasana reformasi. Keinginan untuk jadi bangsa yang kuat, berkelas internasional, sangat besar, dampak dari semangat reformasi. Lebih lanjut, sekolah tetap mendapatkan kesempatan mendapat dana bantuan untuk mengembangkan potensinya, namun tidak lagi berbasis RSBI, melainkan berbasis kinerja. Kesempatan itu terbuka untuk seluruh sekolah tanpa memandang status akreditasi. Seleksi akan dilakukan berdasarkan proposal program yang diajukan sekolah.
Model hibah ini agar mereka tetap dapat meningkatkan kualitas. Terkait pungutan-pungutan yang selama ini ada di RSBI, perlu diatur dalam waktu dekat. Bagaimanapun, Kemdikbud butuh transisi sebab sudah ada program-program yang direncanakan, dan anggarannya pun sudah disahkan di DPR. Yang jelas, keputusan tersebut tidak akan memengaruhi kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Karena pada prinsipnya, RSBI itu lahir dari sekolah-sekolah unggulan.
Kegalauan Orang Tua
Diakui atau tidak, kegalauan dirasakan orangtua di sekolah berstatus RSBI atau yang sudah berstatus SBI. Sebab, berdasarkan putusan MK, pemerintah diharuskan membubarkan RSBI maupun SBI karena dianggap tidak sesuai UUD 1945 dan bentuk liberalisasi pendidikan.
Perjalanannya memang panjang. Namun satu hal yang pasti, selalu ada keluhan menyangkut pungutan. Satu sekolah negeri, mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai SMA, ada yang telah RSBI maupun SBI. Di dalamnya seperti ada 2 sekolah yang berlainan, satu sisi RSBI atau SBI dan satu sisi lagi yang benar-benar negeri.
Untuk satu sisi yang RSBI ataupun SBI, ada pungutan yang jumalahnya jutaan rupiah. Sekolah pun bertameng Komite Sekolah, yakni pungutan jutaan rupiah itu atas kesepakatan orangtua siswa yang tergabung dalam komite tersebut. Selalu begitu. Jadi, bila diprotes banyak orang, sekolah akan selalu berdalih bahwa sekolah tidak ikut campur karena itu keputusan komite. Padahal, uangnya yang jutaan rupiah dikali ratusan siswa, bisa mencapai miliaran rupiah yang pasti masuk ke sekolah. Pasti diterima para guru. Dan uangnya, untuk belasan item. Di antaranya, mulai lantai berkeramik, proyektor, pendingin ruangan, sampai pagar bagus.
Bila siswa telah lulus, semua “warisan” itu akan jadi milik sekolah. Tak mungkinlah, siswa mengambil keramik dan lain sebagainya. Dan bila ada siswa baru, kembali ada pungutan yang jumlahnya bila ditotal entah berapa miliar rupiah lagi dan entah untuk apa lagi.
Kini, setelah muncul keputusan MK, wajar kalau para orangtua siswa resah. Uang sudah keluar banyak, anak belum lulus, status RSBI atau SBI pun dicabut. Lalu, bagaimana uang yang telah dikeluarkan orangtua? Bagaimana jawaban sekolah? Apakah sekolah akan bilang, “Itu kan urusan Komite Sekolah?”
Jika sampai ada jawaban seperti itu, sungguh naif. Lebih ironi lagi apabila Mendikbud juga mengatakan dengan nada sama. Padahal. harusnya, tanggung jawab Presiden maupun Mendikbudlah untuk menyediakan tempat pendidikan yang nyaman. Jika semua fasilitas itu dibeli rakyat, dalam hal ini adalah orangtua siswa, berarti selama ini pemerintah dibikin nyaman rakyatnya. Sekarang, tinggal tunggu tanggung jawab Kemendikbud, apakah akan membikin nyaman sekolah atau akan ada bentuk lain agar rakyatnya yang tetap membeli ini itu? Mudahan, ada kebijakan yang benar-benar bijak.
Tulisan ini dimuat di Sinar Harapan, 10 Januari 2013
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Nasib Malang RSBI dan Kegalauan Orang Tua Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda