Oleh Hamidulloh Ibda
Tulisan ini dimuat di Radar Bangka, Rabu 2 Januari
2013
PERAYAAN tahun baru masehi di seluruh dunia
dihiasi dengan aneka ragam kegiatan. Mulai dari menyalakan api unggun disertai
iringan musik, nongkrong di pinggiran jalan atau alun-alun sampai kepada meniup
terompet. Untuk urusan yang terakhir ini, dibelahan dunia manapun selalu
melakukannya.
Pernyaannya,
mengapa malam pergantian tahun harus meniup terompet? Tradisi turun-menurun di
masyarakat yang menyebabkan itu semua. Meskipun terompet hanya dipakai satu
malam bahkan hanya berapa jam, masyarakattetap membelinya demi merayakan tahun
baru.
Sebenarnya,
budaya meniup terompet merupakan budaya kaum Yahudi saat menyambut tahun baru
masehi. Tahun baru Yahudi jatuh pada bulan ke tujuh sesuai sistem penanggalan
mereka. Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri
dengan tradisi meniup “shofar” sebuah alat musik sejenis terompet.
Terompet
sendiri, sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum masehi. Awalnya, alat musik ini
digunakan untuk keperluan ritual agama serta digunakan saat akan berperang.
Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan
“Renaissance” hingga saat ini. Begitulah akhirnya terompet menjadi tradisi
untuk menyambut malam tahun baru masehi.
Makna
Di Balik Terompet
Salah
satu hal unik menjelang datangnya malam tahun baru adalah menjamurnya penjualan
terompet. Hampir semua orang dari
agama
apapun meniup terompet pada malam tahun baru sampai puncaknya pada pergantian
tahun baru. Hal ini menunjukkan suatu kesamaan tradisi antara penganut agama
satu dengan lainnya.
Sehubungan
dengan fungsi terompet untuk merayakan tahun baru, penulis berpendapat bahwa
hal itu memiliki makna yang luar biasa bagi kehidupan kita. Sebagaimana fungsi
terompet pada masa lalu, yaitu sebagai tanda dimulai dan diakhirinya sebuah
peperangan, maka fungsi terompet sekarang untuk sarana berperang melawan
fanatisme golongan. Bisa jadi, tiupan terompet menjadi spirit untuk memerangi
kemiskinan, kebodohan, korupsi, radikalisme, dan musuh negara. Ketika semua
orang membunyikan terompet, itu pertanda bahwa makna toleransi telah
digelorakan. Terompet menjadi simbol toleransi bagi semua umat manusia. Jadi,
sudah saatnya kita membumikan toleransi lewat terompet yang ditiupkan pada
malam tahun baru.
Spirit
Toleransi
Bunyi
terompet yang bersahut-sahutan pada malam tahun baru, biasanya diikuti dengan
pesta petasan dan kembang api. Dalam tradisi Cina, membunyikan terompet
merupakan ritual untuk mengusir setan. Hal ini bisa kita jadikan semangat
bahwa bunyian terompet adalah untuk mengusir rasa fanatisme dan membuka diri
untuk saling menghormati satu sama lain.
Meniup
pula adalah wujud kebangkitan. Bisa dianalogikan bahwa untuk menyambut tahun
baru, sebagai warga negara yang peduli akan perubahan, maka kita harus bangkit
dari kebodohan dan lainnya.
Meniup
terompet adalah wujud kepedulian terhadap toleransi antar semua golongan, tanpa
mempermasalahkan suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Karena tidak ada aturan
baku, maka seluruh umat agama di Indonesia merayakan malam tahun baru dan
meniup teromp.
Jadi,
sudah saatnya kita sebagai warga negara meniupkan terompet untuk perdamaian dan
semangat pluralisme tanpa memandang latar belakang golongan. Dan mudah-mudahan
dengan hal kecil ini akan tercipta sebuah perubahan besar, yakni perdamaian dan
spirit toleransi di Indonesia.
Perayaan
tahun baru sangat relevan untuk mengembalikan kesadaran toleransi bangsa
Indonesia. Sebab, sampai detik ini, konflik, terorisme, tawuran, menfitnah, dan
menghasut masih terus bergejolak tiada akhir.
Contohnya,
konflik antar suku di Sampang Madura, serangan atas masyarakat sipil oleh
militer di Mesuji, Lampung beberapa waktu lalu, serta kericuhan tragedy
terorisme dengan kekerasan, serta tawuran antar pelajar yang menunjukkan
masih minimnya toleransi diantara sesama.
Itulah
sebabnya mengapa tahun baru patut dirayakan tidak hanya di negara barat,
melainkan juga seluruh elemen di negeri ini. Setidaknya, kita bisa mengambil spirit
toleransi yang tersimpan dalam ritual tahun baru. Spirit toleransi itu dapat
kita lihat dalam perayaan
tahun
baru dengan ramai meniupkan terompet bersama masyarakat luas. Berkumpul bersama
dalam bingkai kebersamaan dan toleransi.
Nilai-nilai
tersebut harus ditanamkan dalam setiap diri kita dan masyarakat Indonesia,
terutama dalam menyikapi kemajemukan. Gusdur
(2008) pernah mengemukakan bahwa, manusia yang peduli toleransi, ialah yang
dapat membangun dasar bagi suatu masyarakat yang beradab. Spirit saling
menghormati harus dibangun sejak dini dengan cara apapun. Hal itulah kemudian
mengapa tahun baru patut kita rayakan dengan semangat perdamaian.
Ibarat
sebuah rumah, ritual tahun baru adalah bangunan besar yang dihuni oleh beragam
orang yang berbeda-beda. Semua penghuni memiliki kebebasan dengan saling
menghargai satu sama lain. Hal itu menjadi cerminan bahwa spirit
toleransi sudah menjadi milik mayoritas masyarakat Indonesia.
Kita
harus banyak belajar dari berbagai pihak dalam menyikapi keberagaman. Dalam
konteks keindonesiaan yang multi etnis dan agama, kita dituntut untuk lebih
dewasa dan profesional. Bukan sekadar merayakan tahun baru saja, tetapi harus
didorong semangat persatuan demi tewujudnya tatanan masyarakat yang mengutamakan
tenggang rasa, keadilan, perdamaian, dan toleransi.
Berpijak
dari itu, mari kita jadikan tahun baru kali ini menjadi momentum untuk
mengakhiri semua prasangka buruk dan mulai menumbuhkan spirit menghargai
perbedaan dalam keberagaman (Bhinneka Tunggal Ika). Karena itu, dengan spirit tahun baru 2013, semua pihak perlu
melakukan perubahan. Upaya perbaikan perlu dilakukan di semua hal, khususnya
yang menyangkut segala aspek persatuan, demi mewujudkan cita-cita bangsa, yakni
masyarakat adil makmur tanpa radikalisme. Di tahun baru 2013, kita semua harus
memiliki komitmen bersama untuk saling menebarkan keselamatan dan kedamaian
bagi dunia. Semoga
0 komentar:
Post a Comment