Oleh Hamidulloh Ibda
Direktur
Utama Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) Cabang Semarang
Disampaikan pada Pelatihan Jurnalistik LAPMI Demak di
Auditorium Sanggar Pramuka Demak
Sabtu, 26 Januari 2013
Perlu diketahui, menulis bisa
dikatakan “gampang”, bisa juga menjadi “susah”. Gampang jika ada niat,
keseriusan, ilmu, bekal, teknik, serta konsistensi dalam menulis. Lalu, susah
jika tak mau mencoba menulis, tak ada niat, tak istiqomah, tak ada bekal,
teknik, dan malas menulis ketika ngirim di media tak muat. Penyakit yang
membelanggu juga tidak konsisten, bahkan tak produktif.
Galau
Kok Nulis?
Jika anda galau, maka menulislah.
Jika sibuk, menulislah. Jika pusing, meriang, sakit hati, diputus pacar, maka
menulislah. Jika tak punya uang, menulislah. Jika banyak uang, menulislah.
Intinya, membaca, diskusi, debat, menulis, menulis, menulis, dan menulis.
Jika tak terbiasa menulis, maka akan
menjadi sulit, meskipun anda aktif di lembaga pers mahasiswa atau organisasi
jurnalistik. Ada beberapa alasan mahasiswa menulis. Pertama, faktor kewajiban,
seperti menulis makalah, tugas kuliah, bulletin, dan sebagainya. Kedua, faktor
ekonomi. Saat ini, banyak sekali mahasiswa yang hidup dari tulisan. Satu bulan,
jika sering dimuat, ia mampu “merampok media” dari ratusan ribu hingga jutaan
rupiah.
Namun, jika anda tak pernah galau
dan peduli dengan kondisi bangsa saat ini, saya yakin motivasi menulis anda
kurang. Bahkan, ada akan berada dalam “titik kejenuhan”. Padahal, menulis
menjadi obat bagi orang jenuh, galau, sakit hati, dan sebagainya.
Jika anda ingin menulis, maka
perlu menyiapkan beberapa hal. Pertama, luruskan niat.
Anda
boleh berniat apa pun ketika ingin menulis. Mau terkenal, tenar, dapat honor,
iseng, atau ingin berontak dengan keadaan yang ada. Yang jelas, jangan sekadar
ingin mendapatkan uang.
Kedua, petakan dulu keahlian anda,
apakah menulis cerpen, artikel, esai, resensi, puisi, feature, dan sebagainya.
Jika sudah ketemu, hal itu akan memudahkan anda menulis. Ketiga, perdalam apa
yang anda bisa. Jika serius di artikel, maka seriuslah. Keempat, pentingnya
bekal. Jika ingin menulis, anda bisa aktif di lembaga pers, mengikuti training
jurnalistik, dan sebagainya. Yang paling penting, anda harus berpacaran dengan
buku, dan tulisan. Anda harus membacanya. Kenapa? Karena membaca adalah guru
terhebat dalam menulis.
Kelima, mulai menulis dan kirim ke
media. Keenam, pahamilah karakter media yang anda kirimi tulisan. Kompas dengan
Wawasan tentu beda. Ketujuh, jika belum dimuat, maka teruslah menulis.
Kedelapan, sebelum anda mengirim ke media, menimal lima orang penulis yang
mengkritisi, melihat, dan mengedit tulisanmu. Kesembilan, jangan pernah putus
semangat jika tak bisa dimuat, dan berkonsultasilah dengan penulis. Kesepuluh,
jika memang belum dimuat, berdoalah dan tetap menulis.
Gerakan
Merampok Media
“Merampok
media, lebih mulia daripada merampok uang rakyat.”
Sebenarnya, tulisan ini hanya
sekadar ungkapan “kegalauan” saya pribadi terhadap atkivitas menulis. Banyak
orang berkata, “ah, penulis ki
orientasinya sudah pragmatis, dia menulis hanya untuk uang, bukan untuk
idealisme”. Sejenak aku berfikir, “wah,
penulis juga butuh makan, kalau tak makan ya gak kuat dan gak bisa nulis”. Ternyata,
renungan saya tersebut menjadi jawaban atas omongan miring orang-orang yang tak
suka menulis.
Selama ini, aktivitas menulis
menjadi kegiatan yang tabu. Artinya, budaya akademik ini sudah ditinggalkan
mahasiswa. Mereka lebih asyik nulis di HP, FB, Twitter, dan sebagainya.
Padahal, jika tulisan yang mereka tulis di dunia tersebut bisa menjadi ribuan
buku dan jutaan artikel. Itu menjadi kenyataan meskipun belum pernah ada orang
yang menelitinya.
Jika sudah menjadi penulis handal, anda bisa
merampok media dengan rapi. Artinya, menulis akan menitihkan uang jika sudah
professional dan sering dimuat. Jangan sampai media di negeri ini diisi dengan
tulisan orang-orang nakal dengan pemikiran sesat.
Ingat, jutaan redaktur selalu menunggu
tulisan-tulisan anda. Jangan berhenti menulis jika anda belum mati. Ingat,
penulis yang baik bukanlah yang sering dimuat. Namun, penulis sejati adalah
mereka yang selalu menulis meskipun tak dimuat di media.
Memang benar, menulis adalah aktivitas
idealisme. Jangan dikira menulis hanya sebuah aktivias semu. Selama ini banyak
orang menganggap menulis sangat minim manfaat. Artinya, tulisan dinilai tak
memberikan kontribusi apa-apa untuk rakyat. Padahal, adanya kemajuan di dunia
ini adalah karena tulisan. Iya. Itu benar sekali.
Sepandai-pandainya orang jika tak punya
karya, sama saja ia seperti keledai yang kesasar di padang pasir. Taukah anda
jika umat Islam tak bisa mengabadi jika Al-quran tak dibukukan. Iya, sangat
mengabadi. Itulah tulisan. Ia akan abadi layaknya cinta Tuhan kepada hambanya.
Nah, lalu bagaimana dengan mahasiswa.
Beberapa dosa besar mahasiswa adalah malas membaca, malas diskusi, dan malas
menulis. Apakah anda hanya akan “beronani intelektual” jika ide, gagasan, dan
wacana anda ditaruh otak? Tentu tidak. Ide tersebut harus dimanfaatkan lewat
tulisan. Intinya, jangan simpan ide anda.
Jadi, kapan anda menulis? Sekarang juga.
Jangan menunggu lama-lama. Saatnya merampok media. Jutaan redaktur sudah
menunggu tulisanmu. Selamat mencoba. Wallahu
a’lam.
Luar Biasa
ReplyDelete