Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday, 5 February 2013

Galau Adalah Guru Menulis


           

Oleh Hamidulloh Ibda
Direktur Utama Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) Cabang Semarang
Disampaikan pada Pelatihan Jurnalistik LAPMI Demak di Auditorium Sanggar Pramuka Demak
Sabtu, 26 Januari 2013

Apa hubungan galau dengan menulis? O… banyak sekali. Judul tulisan ini pun berawal dari “kegalauan” saya pribadi ketika mengalami pemerkosaan otak. Selama ini, banyak mahasiswa galau, namun galaunya dengan “pacar” dan problem asmaranya. Ia tak pernah galau karena memikirkan “nasib bangsa” ini. Alih-alih ingin merubah bangsa, merubah diri sendiri pun tak “becus”.
            Perlu diketahui, menulis bisa dikatakan “gampang”, bisa juga menjadi “susah”. Gampang jika ada niat, keseriusan, ilmu, bekal, teknik, serta konsistensi dalam menulis. Lalu, susah jika tak mau mencoba menulis, tak ada niat, tak istiqomah, tak ada bekal, teknik, dan malas menulis ketika ngirim di media tak muat. Penyakit yang membelanggu juga tidak konsisten, bahkan tak produktif.
            Galau Kok Nulis?
            Jika anda galau, maka menulislah. Jika sibuk, menulislah. Jika pusing, meriang, sakit hati, diputus pacar, maka menulislah. Jika tak punya uang, menulislah. Jika banyak uang, menulislah. Intinya, membaca, diskusi, debat, menulis, menulis, menulis, dan menulis.
            Jika tak terbiasa menulis, maka akan menjadi sulit, meskipun anda aktif di lembaga pers mahasiswa atau organisasi jurnalistik. Ada beberapa alasan mahasiswa menulis. Pertama, faktor kewajiban, seperti menulis makalah, tugas kuliah, bulletin, dan sebagainya. Kedua, faktor ekonomi. Saat ini, banyak sekali mahasiswa yang hidup dari tulisan. Satu bulan, jika sering dimuat, ia mampu “merampok media” dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
            Namun, jika anda tak pernah galau dan peduli dengan kondisi bangsa saat ini, saya yakin motivasi menulis anda kurang. Bahkan, ada akan berada dalam “titik kejenuhan”. Padahal, menulis menjadi obat bagi orang jenuh, galau, sakit hati, dan sebagainya.
            Jika anda ingin menulis, maka perlu menyiapkan beberapa hal. Pertama, luruskan niat.
Anda boleh berniat apa pun ketika ingin menulis. Mau terkenal, tenar, dapat honor, iseng, atau ingin berontak dengan keadaan yang ada. Yang jelas, jangan sekadar ingin mendapatkan uang.
            Kedua, petakan dulu keahlian anda, apakah menulis cerpen, artikel, esai, resensi, puisi, feature, dan sebagainya. Jika sudah ketemu, hal itu akan memudahkan anda menulis. Ketiga, perdalam apa yang anda bisa. Jika serius di artikel, maka seriuslah. Keempat, pentingnya bekal. Jika ingin menulis, anda bisa aktif di lembaga pers, mengikuti training jurnalistik, dan sebagainya. Yang paling penting, anda harus berpacaran dengan buku, dan tulisan. Anda harus membacanya. Kenapa? Karena membaca adalah guru terhebat dalam menulis.
            Kelima, mulai menulis dan kirim ke media. Keenam, pahamilah karakter media yang anda kirimi tulisan. Kompas dengan Wawasan tentu beda. Ketujuh, jika belum dimuat, maka teruslah menulis. Kedelapan, sebelum anda mengirim ke media, menimal lima orang penulis yang mengkritisi, melihat, dan mengedit tulisanmu. Kesembilan, jangan pernah putus semangat jika tak bisa dimuat, dan berkonsultasilah dengan penulis. Kesepuluh, jika memang belum dimuat, berdoalah dan tetap menulis.


Gerakan Merampok Media
“Merampok media, lebih mulia daripada merampok uang rakyat.”
            Sebenarnya, tulisan ini hanya sekadar ungkapan “kegalauan” saya pribadi terhadap atkivitas menulis. Banyak orang berkata, “ah, penulis ki orientasinya sudah pragmatis, dia menulis hanya untuk uang, bukan untuk idealisme”. Sejenak aku berfikir, “wah, penulis juga butuh makan, kalau tak makan ya gak kuat dan gak bisa nulis”. Ternyata, renungan saya tersebut menjadi jawaban atas omongan miring orang-orang yang tak suka menulis.
            Selama ini, aktivitas menulis menjadi kegiatan yang tabu. Artinya, budaya akademik ini sudah ditinggalkan mahasiswa. Mereka lebih asyik nulis di HP, FB, Twitter, dan sebagainya. Padahal, jika tulisan yang mereka tulis di dunia tersebut bisa menjadi ribuan buku dan jutaan artikel. Itu menjadi kenyataan meskipun belum pernah ada orang yang menelitinya.
             Jika sudah menjadi penulis handal, anda bisa merampok media dengan rapi. Artinya, menulis akan menitihkan uang jika sudah professional dan sering dimuat. Jangan sampai media di negeri ini diisi dengan tulisan orang-orang nakal dengan pemikiran sesat.
Ingat, jutaan redaktur selalu menunggu tulisan-tulisan anda. Jangan berhenti menulis jika anda belum mati. Ingat, penulis yang baik bukanlah yang sering dimuat. Namun, penulis sejati adalah mereka yang selalu menulis meskipun tak dimuat di media.
Memang benar, menulis adalah aktivitas idealisme. Jangan dikira menulis hanya sebuah aktivias semu. Selama ini banyak orang menganggap menulis sangat minim manfaat. Artinya, tulisan dinilai tak memberikan kontribusi apa-apa untuk rakyat. Padahal, adanya kemajuan di dunia ini adalah karena tulisan. Iya. Itu benar sekali.
Sepandai-pandainya orang jika tak punya karya, sama saja ia seperti keledai yang kesasar di padang pasir. Taukah anda jika umat Islam tak bisa mengabadi jika Al-quran tak dibukukan. Iya, sangat mengabadi. Itulah tulisan. Ia akan abadi layaknya cinta Tuhan kepada hambanya.
Nah, lalu bagaimana dengan mahasiswa. Beberapa dosa besar mahasiswa adalah malas membaca, malas diskusi, dan malas menulis. Apakah anda hanya akan “beronani intelektual” jika ide, gagasan, dan wacana anda ditaruh otak? Tentu tidak. Ide tersebut harus dimanfaatkan lewat tulisan. Intinya, jangan simpan ide anda.
Jadi, kapan anda menulis? Sekarang juga. Jangan menunggu lama-lama. Saatnya merampok media. Jutaan redaktur sudah menunggu tulisanmu. Selamat mencoba. Wallahu a’lam.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

1 komentar:

Item Reviewed: Galau Adalah Guru Menulis Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda