Akhirnya
teka-teki seputar siapa Menpora baru terjawab sudah. Jumat (11/1) lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumumkan penunjukan Kanjeng Raden
Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora) yang baru, menggantikan Andi Alifian Mallarangeng. Roy sebelumnya
adalah anggota Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat.
Banyak
pihak terhenyak. Selama ini publik mengenal Roy sebagai pengamat telematika.
Aktivitasnya lebih sering dikaitkan dengan pernak-pernik teknologi informatika.
Mulai dari pembacaan atas fakta-fakta digital hingga jadi narasumber dalam
kasus-kasus yang melibatkan penggunaan piranti komunikasi mutakhir itu.
Banyak
pihak meragukan kemampuannya memimpin kemenertian yang sedang dibelit kasus
besar korupsi, dihantui perpecahan kepengurusan sepakbola nasional dan
diselimuti minimnya prestai berbagai cabang olahraga. Dalam benak publik, bagaimana
mungkin seoang pakar telematika memimpin kementerian yang notabene bukan
bidangnya.
Kado Kursi Demokrat
Publik
pun menganggap penunjukan Roy itu tak lebih dari pameran kekuatan politik dari
partai dominan di pemerintahan. Atau dengan kata lain, penunjukan itu tak lebih
dari sekadar kado kursi bagi kader partai dominan. Sebagian lagi menilai itu
pilihan terakhir. Presiden melihat tidak ada lagi sosok pantas untuk
merampungkan tugas Kemenpora sampai 2014.
Selain
namanya tak disebut-sebut dalam bursa calon pengganti sepeninggal Andi
Mallarangeng, Roy juga selalu menepis sepekulasi ke arah itu. Bahkan dalam
kicauannya di twitter, Roy secara tegas mengatakan, jika pun presiden
menunjuknya jadi Menpora dia akan menolaknya karena sadar betul dirinya tidak berkompeten,
tak punya latar belakang olahraga maupun organisasi kepemudaan.
Karena
itu, amatlah wajar jika publik meragukan kemampuannya. Wajar pula jika publik
seakan dibuat harap-harap cemas setelah ditunjuknya Roy sebagai Menpora.
Harap-harap karena publik selama ini mengenal Roy sebagai sosok kredibel, punya
kapabilitas dan berintegritas. Namun juga cemas karena publik tahu kepemudaan
dan keolahragaan bukanlah kompetensi yang sebenarnya bagi Roy.
Namun
terlepas dari itu, Roy mengatakan dapat memahami kesangsian publik terhadapnya.
Kesangsian tersebut akan dijadikannya sebagai lonceng pengingat untuk mendengar
sebanyak mungkin masukan. Dia memahanmi bahwa dirinya bukan orang dengan
kompetensi yang sebenarnya. Namun, karena ini tugas berat, dia mengajak segenap
masyarakat untuk membangun pemuda dan olahraga Indonesia.
Pada
saat mengumumkan keputusannya, presiden sebenarnya sudah menyampaikan
pandangannya mengenai Roy, sehingga publik tidak perlu sangsi dan khawatir.
Presiden mengatakan bahwa yang bersangkutan cakap dalam mengemban tugas sebagai
Menpora. Dia pun sudah mempertimbangkan integritas dan kapasitasnya (fit and proper test).
Presiden
juga menginstruksikan agar melanjutkan hasil dan prestasi yang diraih Menpora
sebelumnya. Selain itu, presiden meminta Roy melakukan konsolidasi di
kementeriannya, terutama setelah digoyang ‘puting beliung’ korupsi Hambalang,
agar dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Yang tak kalah penting,
menteri pengganti itu juga diminta untuk segera memfasilitasi penyelesaian
konflik di tubuh sepakbola Indonesia.
Carut Marut Olahraga
Beberapa
tahun terakhir, memang tidak banyak yang bisa dibanggakan dari sepakbola
Indonesia. Carut marut sepakbola dalam beberapa tahun terakhir ini menyebabkan
menurunnya prestasi sepakbola nasional. Konflik berkepanjangan antara PSSI dan
KPSI juga turut menggerogoti kekuatan sepakbola Indonesia. Lihat saja prestasi
Timnas kita saat ini merosot tajam ke peringkat 168 FIFA.
Tahun
2012 lalu boleh dikatakan sebagai titik nadir sepak bola Indonesia. Yang tak
terlupakan adalah kekalahan 0-10 dari Bahrain dalam laga penyisihan Piala Dunia
2014, 29 Ferbruari 2012 lalu. Ini merupakan kekalahan terburuk sepanjang laga
sepakbola Indonesia.
Tak
jauh beda dengan itu, prestasi Indonesia di cabang olahraga bulutangkis juga
sangat memperihatinkan. Putra-putri kebanggaan Tanah Air seakan kesulitan
meraih prestasi di ajang internasional. Prestasi Indonesia di cabang olahraga
bulutangkis ini berbanding terbalik dengan Cina. Negeri Tirai Bambu itu hampir
selalu menguasai di semua turnamen internasional.
Di
tahun 2012 misalnya, Indonesia gagal mempertahankan tradisi medali di ajang
Olimpiade. Padahal, Indonesia selalu sukses menyumbang medali sejak Olimpiade
Barcelona 1992. Kala itu, medali emas disumbangkan Susi Susanti dan Alan
Budikusuma. Sekian lama Indonesia bisa berbangga hati karena bulutangkis selalu
menyumbang medali di Olimpiade. Namun, kini kebanggaan itu seakan sirna. Merah
Putih gagal berkibar di Olimpiade London 2012.
Cabang-cabang
olahraga lainnya pun sama, kian miris dan memperihatinkan. Semakin hari
bukannya semakin membanggakan, prestasi di cabang-cabang olahraga lain juga
terjungkal dalam keterpurukan. Sempurna sudah carut marut olahraga nasional,
tak ada lagi yang bisa dibanggakan.
Gerakan
Sebagai
menteri baru, Roy tentu harus bergerak cepat dan berpacu dengan masa jabatan
yang hanya tinggal satu setengah tahun. Begitu banyak persoalan kepemudaan dan
keolahrgaan yang menuntut Roy untuk segera memperbaikinya. Terutama kisruh
dualisme sepakbola nasional yang hingga kini belum terselesaikan. Ini memang
bukan tugas mudah, tapi harus dilaksanakan oleh Roy.
Roy
harus segera membuktikan dirinya mampu mengurus kementeriannya, untuk memenuhi
kepercayaan presiden. Hal itu sekaligus menjawab publik yang menyangsikannya.
Masa kerja yang sangat singkat, sementara masalah yang dihadapinya demikian
besar dan ruwet. Semua itu memerlukan kerja yang tangkas, kemampuan manajemen,
resolusi dan penguasaan atas masalah-masalah olahraga.
Jika
dia tidak segera memperlihatkan kinerja yang baik, masyarakat akan
bertanya-tanya kenapa Presiden memilihnya. Bahkan, bukan tidak mungkin, kondisi
itu akan semakin memperburuk citra Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Kini,
mari kita tunggu langkah cepat dan tangkas Roy untuk memperbaiki prestasi olahraga
nasional. (NW)
Tulisan dimuat di Koran Pagi Wawasan. Jumat
8 Februari 2013
0 komentar:
Post a Comment