Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday, 12 March 2013

Perebutan Kursi Gubernur BI



Babak baru perebutan kursi gubernur Bank Indonesia (BI) kembali dibuka. Ya, saat ini sedang dicari orang yang tepat untuk bisa duduk di posisi strategis bidang moneter. Setidaknya, calon  yang dijagokan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Darmin Nasution pada 22 Mei mendatang dipastikan akan lengser dari jabatannya, karena sudah menjabat selama dua periode. Yakni pada 27 Juli 2009 sampai 1 September 2010, yang saat itu menjadi pelaksana tugas gubernur BI. Serta menjabat lagi pada 1 September 2010 sampai sekarang.

Sementara sang calon tunggal Agus Martowardojo, dipastikan maju seorang diri dan bersiap untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) pada pertengahan Maret 2013 ini. Kendati Agus Marto mendapat cacian dari anggota dewan terhormat serta banyak kalangan untuk bisa menjabat sebagai gubernur BI, Agus mengaku siap duduk di kawasan Thamrin karena ini merupakan tugas negara.
Pemilihan gubernur BI edisi ini tampaknya pas dengan tahun politik yang sedang terjadi di tahun Ular ini. Entah, mungkin saja banyak lobi-lobi yang dilakukan demi bisa menduduki posisi tersebut. Apalagi, banyak yang mengincar kursi gubernur BI.
Tapi jangan salah, banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan seorang gubernur BI yang menjaga stabilitas moneter di antaranya redenominasi, menerapkan financial inclusion di perbankan, menjaga nilai tukar rupiah, menjaga cadangan devisa negara, sampai disarankan untuk merancang ulang UU Perbankan.
Namun, satu tema besar yang sedang hangat dan digadang-gadang pemerintah, yakni penyederhanaan mata uang alias redenominasi yang rencananya akan diterapkan dalam sistem keuangan Indonesia. Topik ini pun sudah pasti mendapat pro dan kontra. Indonesia bahkan dinilai belum siap untuk menjalankan ini.
Awal mulanya, BI lah yang berinisiatif untuk melakukan redenominasi, namun inisiatif tersebut harus jelas perundang-undangannya terlebih dahulu. Pembahasan dan pengesahan RUU tersebut pun masih menunggu ketuk palu dari DPR. Setidaknya, jikalau memang Agus Marto terpilih menjadi gubernur BI, Agus tampaknya sudah siap melanjutkan rencana redenominasi tersebut.
Rencana tersebut tampak jelas terlihat karena Agus terlihat bernafsu untuk menerapkannya. Kemenkeu, yang saat ini notabene di bawah kepemimpinannya, berencana melakukan konsultasi serta sosialisasi publik yang tujuannya memberikan pemahaman redenominasi. Namun, siapapun calonnya, gubernur BI setidaknya harus mengerti mengenai seluk beluk BI. Pasalnya, jika calon tersebut tidak mengerti perihal permasalahan di sektor ini, maka hanya menghabiskan waktu untuk belajar mengenai kompleksitas permasalahan di tubuh BI.
Tugas berat seakan menanti calon gubernur BI di masa depan. Banyak PR yang belum rampung, menanti untuk segera diselesaikan. Boleh jadi, program redenominasi ini sukses di negara-negara lain seperti Turki, Rumania, Polandia, dan Ukraina. Namun, bagaimana dengan di Indonesia? Masyarakatnya pun tampak belum siap untuk menerapkan redenominasi ini.
Sang gubernur BI baru pun setidaknya harus cepat beradaptasi dengan dunia keuangan yang dinamis dan berputar cepat. Apalagi, bidang perbankan bisa dikatakan menjadi salah satu sektor yang cukup kompleks. Kita tunggu saja langkah si gubernur baru ini dalam mengontrol sistem moneter Indonesia.
Mendamba Perubahan
Gubernur BI harus memunyai konsep mengatur sistem nilai tukar yang tidak luar biasa bebasnya. Sebab, selama ini asing bisa keluar masuk kapan saja ke pasar uang Indonesia tanpa ada pengendalian. Ini artinya, BI jangan cuma mengandalkan operasi moneter, tetapi juga harus berani mengungkap mereka yang bermain-main dengan selisih kurs.
Surat Presiden sudah meluncur ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Isinya menyebutkan calon Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2013-2018. Itu artinya tepat 10 hari setelah Komisi Keuangan DPR mengirim surat pada 12 Februari 2012. Setelah itu, DPR memiliki waktu tiga bulan untuk memprosesnya.
Sambil menunggu siapa gerangan Gubenur BI yang dimaksud, sejumlah harapan bermunculan. Maklum, peran Gubernur BI kali ini sedikit berbeda dengan sebelumnya-sebelumnya. Ini terjadi, karena tugas BI sebagai pengaturan dan pengawasan perbankan mulai 2014 telah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan. Dengan kata lain, BI ke depan akan lebih fokus kepada kebijakan makro prudensial dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Selain itu, berkaitan dengan tugas Gubernur BI yang secara khusus di atur dalam Undang-undang OJK, maka gubernur BI bersama Ketua OJK dan Ketua LPS menjadi anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan. FKSSK ini merupakan forum resmi para pengambil keputusan di bidang keuangan dan moneter. Forum ini mirip dan setara dengan Dewan Moneter pada masa Orde Baru.
Peningkatan koordinasi melalui peran dan fungsi FKSSK diharapkan memperbaiki protokol manajemen krisis di tengah volatilitas ekonomi global. Melalui FKSSK kepastian kondisi sistem keuangan secara nasional tidak parsial lagi. Kepastian kondisi krisis akan diberikan sesuai data akurat hasil kajian FKSSK. Artinya, ada upaya pencegahan untuk menjaga stabilitas surat utang, APBN, cadangan devisa, dan nilai tukar.
Lebih dari itu, harapan pada gubernur BI yang baru ialah menjaga independensi BI. Sebab, pada masa sebelum krisis 1997/1998, BI dianggap tidak independen dan tidak mampu mengelak dari intervensi pemerintah.
Pengalaman selama ini, BI yang tidak independen ini dianggap sebagai salah satu penyebab krisis. Kini, BI relatif sudah lebih independen. Lagi pula, Undang-undang BI menjamin siapa pun tidak boleh mengintervensi BI dalam menjalankan tugasnya.
Dalam jangka pendek, Gubernur BI yang baru dapat melanjutkan pengelolaan bank sentral secara baik dan bekerja sama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dengan koordinasi yang baik. BI sebagai pengelola moneter, juga punya tanggung jawab membangun sektor riil.
Gubernur BI juga diharapkan mampu menyusun suku bunga yang pro rakyat kecil. Sebab, selama ini suku bunga di Indonesia sangat tinggi sehingga menyulitkan masyarakat mengembangkan usahanya. Padahal, dengan suku bunga rendah dapat menstimulasi kegiatan perekonomian di Indonesia.
Seperti diketahui, saat ini rasio biaya operasional perbankan di Indonesia masih terlalu tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya biaya yang mesti diambil perbankan dari nasabah melalui mekanisme kredit dan layanan perbankan lainnya. Makanya, BI harus berwibawa dihadapan pelaku industri perbankan. BI juga jangan mau tunduk dengan keinginan bank-bank yang tetap menerapkan suku bunga tinggi.
Masih berkaitan dengan langkah jangka pendek, Gubernur BI juga harus punya rasa nasionalis. Sebab, selama ini pasar uang dan perbankan Indonesia habis dikuasai asing. Dan lebih memalukan lagi, kini bank-bank kita jatuh ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, India dan China. Padahal, perbankan itu menjadi sektor yang sangat penting bagi sebuah negara untuk mendukung kebijakan perekonomian.
Gubernur BI juga harus memunyai konsep mengatur sistem nilai tukar yang tidak luar biasa bebasnya. Sebab, selama ini asing bisa keluar masuk kapan saja ke pasar uang Indonesia tanpa ada pengendalian. Ini artinya, BI jangan cuma mengandalkan operasi moneter, tetapi juga harus berani mengungkap mereka yang bermain-main dengan selisih kurs.
Sumber: Wawasan, 9/3/2013
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Perebutan Kursi Gubernur BI Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda