Oleh
Hamidulloh Ibda
Tulisan ini dimuat di Koran Pagi Wawasan, Selasa 19 Maret
2013
Baru-baru ini, pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
Prabowo Subianto mendapat sorotan tajam daripublik. Pasalnya, banyak yang
menghembuskan isu politik di antara SBY dan Prabowo. Ada pula yang beropini
mereka berdua membahas koalisi partai pada tahun 2014. Ada juga yang menyatakan
bahwa Prabowo diminta menggantikan Suswono sebagai Menteri Pertanian.
Menurut Martin anggota Komisi III DPR menyataan bahwa soal koalisi
antara kedua partai tidak menjadi fokus pembicaraan mereka. Karenanya,
pembicaraan juga tak membahas masalah kontrak politik antara Partai Gerindra
dan Partai Demokrat. Strategi politik masing-masing partai untuk Pemilu 2014
pun tak muncul dalam pertemuan tersebut (Kompas, 12/3/2013). Menurut Martin apa
yang dibicarakan kedua tokoh ini banyak mengenai strategi kepentingan bangsa ke
depan, terutama dalam menghadapi era globalisasi. Tapi dia tak menampik tema
pembicaraan itu terkait dengan proses peralihan kepemimpinan nasional.
Terlepas dari itu, hal ini harus diluruskan. Artinya, apakah SBY dan
Prabowo lebih memikirkan dan membahas bagaimana membuat suasana politik aman
dan tenteram di tanah air pada tahun politik hingga 2014, ataukah ada agenda
politik. Karena seharusnya hal itulah yang harus menjadi komitmen mereka
berdua. Apabila hanya membicarakan persoalan kursi menteri spektrumnya terlalu
kecil untuk dua tokoh besar yang berlatar belakang militer tersebut. Apalagi,
pertemuan dilakukan di Istana Negara.
Mengungkap
Pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Dewan
Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto ditanggapi
dan ditafsirkan beragam media dan pengamat. Padahal, pertemuan seperti itu
adalah hal biasa dan lumrah yang seharusnya dibangun dan dilaksanakan seorang
presiden dengan semua tokoh bangsa. Akan
tetapi, mengingat saat ini bangsa kita sedang dihinggapi penyakit saling curiga
dan kehilangan kepercayaan menjadikan pertemuan itu seolah istimewa.
Dihubungkan lagi dengan pemilihan umum legislatif dan presiden 2014.
Apalagi dihubungkan dengan tingkat elektabilitas Prabowo menurut hasil beberapa
survei masih silih berganti dengan Megawati Soekarnoputri menduduki angka
teratas. Pertemuan SBY-Prabowo juga dikait-kaitkan dengan kunjungannya beberapa
waktu lalu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa, lalu
dirangkaikan sebagai upaya mempersandingkan Prabowo dan Hatta Rajasa sebagai
capres/cawapres.
Tidak ada yang tahu muatan pembicaraan SBY-Prabowo, sebab keduanya
menurut Fadly Zon masih mengadakan pembicaraan khusus secara terpisah, empat
mata. Tapi, ada juga yang tidak yakin bahwa SBY membicarakan pencalonan Prabowo
sebagai capres, atau Partai Demokrat berkoalisi dengan Gerindra pada Pilpres
2014.
Menafsirkan
Tidak yakin, alasannya, pertama untuk membangun koalisi
capres/cawapres terlalu prematur karena kapasitas masing-masing belum tahu
melalui perolehan kursi pada pemilu legislatif. Walaupun Prabowo menurut survei
memiliki elektabilitas, belum tentu Gerindra memiliki elektabilitas yang sama.
Demikian juga Demokrat, elektabilitasnya turun menjadi 8,3 persen,
walaupun kepercayaan publik bagi SBY masih tinggi 52 persen. Kedua, kalau
dikaitkan dengan Hatta Rajasa, masih menjadi pertanyaan, apa PAN mau berkoalisi
dengan Gerindra dan didukung Partai Demokrat, walaupun Hatta Rajasa mertua
Sekjen Demokrat atau besan SBY?
Oleh karena itu, kunjungan Prabowo ke SBY masih terlalu dini apabila
dipandang sebagai kunjungan politis untuk memuluskan langkah Prabowo di Pilpres
2014 atau SBY menggalang strategi bersama menjelang Pemilu 2014. Karena
keduanya sebagai pemimpin partai politik walaupun SBY sebagai presiden, wajar kalau
berbicara dalam rangka kepentingan bersama yaitu tercapainya cita-cita bangsa
dengan terwujudnya masyarakat adil, makmur dan sentosa, tegaknya hukum dan
terwujudnya keadilan.
Pertemuan itu lebih mendekati pada pembinaan kebersamaan dan
mengurangi ketegangan di tengah-tengah masyarakat yang sedang berada dalam
tahun politik, ditambah lagi dengan belum kondusifnya Partai Demokrat dengan
ditersangkakannya Anas Urbaningrum oleh KPK. Dengan adanya pertemuan
tokoh-tokoh partai di luar koalisi, dengan partai oposisi seperti Gerindra, PDI
Perjuangan dan Hanura, ditambah lagi dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka
agama, maka gonjang-ganjing politik akan semakin berkurang.
Apalagi kalau pemerintah bisa mengakomodasi aspirasi masyarakat
seperti petani, buruh, masyarakat hukum adat yang ditindas pengusaha, serta
jeritan-jeritan minoritas seperti Ahmadiyah dan jemaat-jemaat lain yang
dilarang beribadah, sedikit demi sedikit permasalahan bangsa ini akan
terselesaikan.
Hal yang sama tidak hanya dilakukan presiden, tetapi oleh seluruh
jajaran pemerintahan di pusat maupun di daerah. Dengan dekatnya aparat
pemerintah dengan rakyat serta tanggapnya mengatasi persoalan di tataran bawah,
kerusuhan dan tawuran serta penyerangan Mapolres OKU, dengan mudah dapat
dideteksi dan diatasi.
Mudah-mudahan, Presiden SBY tidak hanya bertemu dengan Prabowo
Subianto, tetapi juga dengan tokoh-tokoh lain untuk menyerap aspirasi
masyarakat sekaligus berupaya menyelesaikannya. Tidak seperti selama ini,
seolah pemerintah termasuk presiden sering menutup mata dan telinga termasuk
“hati” terhadap jeritan masyarakat.
Dalam waktu satu setengah tahun sisa masa bakti presiden, hendaknya
digunakan memperbaiki kinerja agar SBY dicatat sejarah sebagai presiden yang
dipilih secara demokratis dipilih langsung oleh rakyat sekaligus menjunjung
tinggi hukum dan mewujudkan keadilan dan tidak sebaliknya.
Masih ada kesempatan bagi Presiden SBY mengajak seluruh komponen
bangsa untuk membina kebersamaan sekaligus mengurangi ketegangan, sehingga
gonjang-ganjing politik tidak menimbulkan kecurigaan seolah ada yang
menginginkan pergantian pemerintahan seperti dikeluhkan beberapa waktu
belakangan ini.
Nostalgia SBY dengan Prabowo sebagai sesama alumni akademi militer,
tentu dapat juga dilakukan dengan pihak lain untuk kebaikan bersama. Kita juga
mengharapkan tidak ada pihak yang terlalu curiga terhadap gerak langkah
pemerintah, apalagi di tahun politik ini.
0 komentar:
Post a Comment