Akhirnya,
Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memenuhi
janji penyelamatan terhadap kemelut yang dihadapi Partai Demokrat (PD). SBY
secara tegas mengambil alih kendali PD dan memberikan kesempatan kepada Ketua
Umum PD Anas Urbaningrum untuk fokus menghadapi masalah hukum.
Selain
itu, bertempat di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, SBY juga
membacakan Pakta Integritas PD yang wajib ditaati seluruh kader. Antara lain:
mengharuskan kader Demokrat menjaga integritas, kinerja, dan pengabdian untuk
menyejahterakan masyarakat, termasuk menjaga nama baik partai dan prinsip
partai dengan menjadi kader yang bersih, cerdas, bermoral, dan santun (Kompas, 11/2).
Hasil Survei
Sebelumnya,
survei Pusat Data Bersatu (PDB) merilis bahwa PD hanya berada di urutan ketiga
dengan dukungan 9,9 persen suara. Partai Golkar dan PDIP menempati posisi puncak
dengan sama-sama meraih dukungan 14 persen. Disusul Gerindra (8,7 persen),
Partai Kebangkitan Bangsa (6,7 persen), Partai Nasional Demokrat (5,5 persen),
Partai Amanat Nasional (4,5 persen), Partai Persatuan Pembangunan (3,4 persen),
Partai Keadilan Sejahtera (2,9 persen), dan Partai Hanura yang hanya
mendapatkan dukungan 0,5 persen (Tempo, 7/2).
Menurunnya
perolehan elektoral PD tak terlepas dari intensitas persepsi publik terkait
sejumlah eskpose media massa yang getol memberitakan peristiwa korupsi yang
menjerat kadernya dalam dua tahun terakhir ini.
Di
satu sisi, harus diakui pula lemahnya persentase elektabilitas Demokrat juga
terkait indeks persepsi publik yang umumnya pesimistis terhadap kemerosotan
performa elektoral partai politik secara keseluruhan, baik partai tua-muda
maupun agamis-sekuler. Apalagi realitas politik di tangan media sebagai opinion
maker bisa menjadi alat untuk memultiplikasi frekuensi pesan yang akan
membentuk stigma dan penilaian publik.
Itulah
sebabnya, dalam political marketing, sebagaimana dikemukakan Pamela J
Shoemaker dan Stepehen D Reese (Mediating the Message: Theories of
Influences on Media Content, 1991) sering terjadi sebelum media
memproduksi realitas sosial-politik, baik secara simbolik maupun verbal, pihak
media kerap lebih dahulu telah menciptakan konstruksi makna dengan sudut
pandang tertentu dari realitas politik yang diberitakannya. Inilah yang kerap
menimbulkan bias persepsi terhadap fakta.
Dalam
bahasa lain, hukum persepsi dalam fenomena sosial-politis selalu mendahului
fakta. Berbagai kasus korupsi dan kriminal lain yang menimpa seseorang pun bisa
mengalami efek "hukum persepsi" pemberitaan ini yang berefek pada
pengadilan opini oleh publik seperti dialami PD. Namun survei politik juga
merupakan suatu rekaman persepsi alias the politics of truth bagi
partai untuk mengoreksi dan membenahi aspek-aspek kelemahannya sekaligus
stimulan dalam merawat dan memperbesar dukungan konstituen partai.
Perubahan Persentase Electoral
Bagi
Demokrat, survei PDB maupun Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) yang
menunjukkan melemahnya elektabilitas PD di angka 8,3 persen bukanlah cetar
membahana yang mesti disikapi terlampau reaktif dan emosional oleh jajaran
pengurus, kader, dan simpatisan partai segitiga biru ini.
Memang
ada perubahan persentase elektoral jika merujuk hasil survei Lembaga Survei
Indonesia (LSI) sejak akhir 2011. Misalnya dalam survei LSI Desember 2011,
Demokrat memperoleh 14 persen, Februari 2012 mendapat 13,7 persen, dan di awal
Maret memperoleh 13,4 persen suara.
Sebelum
survei MSRC kemarin, secara umum elektabilitas Demokrat berada di titik stagnan
di tiga bulan terakhir 2012. Namun ketika hasil survei dibandingkan dengan
hasil Pemilu 2009 terlihat terjadi penurunan elektabilitas karena menyeruaknya
pemberitaan negatif tentang Demokrat.
Akan
tetapi jika dibandingkan lagi dengan persentase kenaikan suara tiga partai
lain, katakanlah: Golkar, PDI-P dan partai baru, Nasdem, terjadinya kenaikan
suara lebih dikarenakan faktor undecided voters yang melakukan migrasi
suara ke tiga partai ini. Awal Februari 2012 jumlah undecided voters
28,2 persen, sementara awal Maret turun menjadi 23 persen. Sedangkan perolehan
suara pada partai lain juga terlihat stagnan.
Undecided
voters dimungkinkan terjadi oleh adanya kegamangan pemilih dalam
menentukan kecenderungan opsi politiknya karena proporsi sebaran ketidaksukaan
publik terhadap partai bersifat merata atau minimnya tingkat diferensiasi
performa antarpartai yang ada.
Maka
ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, kemungkinan proses penurunan
suara Demokrat kalau dibaca secara eufemistis adalah karena adanya migrasi
suara pemilih Demokrat ke gerbong undecided voters, sambil mereka
menimbang-nimbang perkembangan politik selanjutnya. Kedua, penurunan dukungan
terhadap Demokrat karena performa langsung memang melemah. Sehingga perlu
dicarikan strategi baru untuk menggaet dan menambah iman pemilih lama maupun
segmen pemilih baru (termasuk pemilih muda) dalam satu setengah tahun ke depan.
Rekonsiliasi Electoral
Pascapertemuan
di Puri Cikeas kemarin, jalan menuju rekonsiliasi elektoral PD tentu tetap
terbuka, dengan prasyarat partai ini ke depan mampu meningkatkan tempo
perubahan strateginya melalui pembenahan komunikasi struktural di jajaran
pengurus elite partai maupun antara pengurus elite pusat dan daerah. Ini sangat
mungkin, lebih-lebih jika dikaitkan dengan modal blessing indisguise
di mana partai-partai politik lain pun sedang kelimpungan menghadapi persoalan
korupsi dan kasus amoral yang menimpa kader-kadernya terutama di parlemen.
Artinya,
Demokrat masihlah tetap sebagai mobil Mercy (simbol kejayaan) yang tidak
meluncur sendirian dalam kesepian karena ditinggal pemilihnya. Apalagi survei
SMRC dengan terang memperlihatkan persepsi responden yang puas terhadap kinerja
SBY tetap signifikan yakni 51,6 persen, bahkan 4 persen menyatakan sangat puas.
Artinya, ketokohan SBY di periode terakhir pemerintahannya masih diakui oleh
publik.
Ini
modal besar bagi putra kelahiran Pacitan yang juga Ketua Majelis Tertinggi dan
Ketua Dewan Pembina PD untuk mengupayakan konsolidasi jajaran pengurus partai,
termasuk merapatkan kembali barisan partai dalam suasana batin kebersamaan
sehingga komunikasi politik efektif dengan rakyat ke depan dapat terbangun
lebih intensif. Selain itu skenario penting mempertahankan kemenangan PD pada
Pemilu 2014 dapat dijajaki kembali dalam jangka satu-setengah tahun ke depan.
Sumber:
19/2/2013
0 komentar:
Post a Comment