Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Friday, 3 May 2013

Mengampanyekan Organisasi Mahasiswa

Oleh Hamidulloh Ibda
Direktur Utama Forum Muda Cendekia (Formaci) dan Mantan Ketua Fraksi Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) FITK IAIN Walisongo Semarang tahun 2011

Memang benar, organisasi tidak profit dalam hal “keuangan”, tetapi organisasi profit dalam hal “ilmu, jaringan, dan membuka pikiran untuk melihat dunia yang lebih luas”. Itulah yang harus dipikirkan oleh mahasiswa saat ini.
Jangan pernah berpikir organisasi akan memberikan apa. Tapi berpikirlah, “aku akan memberikan apa untuk organisasi dan bangsa ini?”

Menjadi mahasiswa merupakan “kesempatan langka” bagi setiap orang di negeri ini. Maka dari itu, posisi ini harus dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Jika mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, Pengabdian), mahasiswa diharuskan berorganisasi. Pesan implisit inilah yang tertera pada poin “pengabdian”. Karena tidak mungkin mahasiswa bisa mengabdi tanpa ikut dan aktif di organisasi.
Karena itu, aktif di organisasi menjadi suatu “keniscyaan” bagi mahasiswa. Jika tidak mau berorganisasi, hal itu sama saja “dosa besar”. Hal ini juga pernah ditulis oleh M Abdullah Badri (2012) dalam bukunya berjudul “Kritik Tanpa Solusi”. Badri menyatakan, bahwa dosa besar mahasiswa salah satunya adalah malas membaca, menulis, dan bersosialisasi.
Mahasiswa Ideal
Idealnya, mahasiswa tidak hanya menjadi insan akademis saja. Namun, mereka juga harus menjadi insan pengabdi (agen of social change). Yang menjalankan peran sosial dengan mengemban misi mewujudkan masyarakat adil makmur. Selain beraktivitas yang orientasinya di perguruan tinggi (back to campus), mahasiswa juga dituntut untuk bersosialisasi di masyarakat (back to social).
Mahasiswa ideal adalah mereka yang aktif di perkuliahan dan organisasi, baik intra kampus (BEM, HMJ, Senat Mahasiswa, UKM), dan ekstra kampus (HMI, GMNI, IMM, KAMMI, PMII,) dan sebagainya. Menjadi mahasiswa merupakan kesempatan, sedangkan berorganisasi adalah pilihan, bahkan sudah menjadi “keniscayaan”. Mengapa? Karena hanya mahasiswa yang mampu bergerak dan mengawal perubahan. Jika tidak mahasiswa, lalu siapa lagi? Karena tidak mungkin “tukang becak, penjual sayur, dan pemulung” yang melakukan demonstrasi membela hak rakyat.
Dari sekian banyak lulusan SMA/SMK, hanya sedikit yang bisa duduk di perkuliahan. Jadi, mahasiswa sebagai harapan masyarakat Indonesia,” mereka harus aktif di perkuliahan dan organisasi, hal itu adalah harga mati.
Secara konsep teoritis mahasiswa aktivis adalah mereka yang terlibat dalam organisasi, baik intra maupun intrakampus, sedangkan mahasiswa pasifis adalah mereka yang tidak menyentuh apalagi menggerakan organisasi. Sehingga stratapun berkata bahwa tipe mahasiswa pasifis adalah mahasiswa kupu-kupu(kuliah pulang-kuliah pulang)dan mahasiswa aktivis di identikan dengan mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat). Namun, kadang-kadang mahasiswa kura-kura ini berubah menjadi mahasiswa kunang-kunang (kuliah nangkring-kuliah nangkring) bahkan nangkring atau  nongkrongnya pun sampai semester 14. Dan mahasiswa kupu-kupu ini tak ubahnya dengan mahasiswa itik, yang pergi pagi pulang petang berbaris-baris dengan rapi menuju kampus dan pulangpun beraturan.
Gairah di Organisasi
Secara sederhana, organisasi bisa diartikan sebagai wadah serta proses kerjasama antara manusia yang terkait denganhubungan formal dan rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dari pengertian di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh mahasiswa. Pertama, organisasi bukanlah tempat bonafit, profit, dan mencari uang. Organisasi bukanlah tujuan, melainkan cara untuk mencapai tujuan atau alat untuk mengerjakan tugas pokok. Berhubungan dengan itu susunan organisasi haruslah selalu disesuaikan dengan perkembangan tujuan atu tugas pokok.
Maka dari itu, seharusnya mahasiswa berorganisasi tanpa mengharapkan uang atau materi. Karena bagi aktivis yang berorganisasi pasti mengeluarkan uang, bukan justru mendapatkan uang.
Keuda, organisasi adalah wadah serta proses kerjasama yang terkait dalam hubungan formal. Dalam organisasi selalu terdapat hirarki artinya dalam suatu organisasi selalu terdapat apa yang dinamakan atasan dan bawahan untuk selalu berproses dalam mengemba misi organisasi.
Artinya, semua organisasi mahasiswa, baik itu intra maupun ekstra kampus pasti berorientasi pada perjuangan. Itu pasti. Maka, sebagai mahasiswa “hukumnya wajib” aktif di organisasi. Memang benar, organisasi tidak profit dalam hal “keuangan”, tetapi organisasi profit dalam hal “ilmu, jaringan, dan membuka pikiran untuk melihat dunia yang lebih luas”. Itulah yang harus dipikirkan oleh mahasiswa saat ini.
Jangan pernah berpikir organisasi akan memberikan apa. Tapi berpikirlah, “aku akan memberikan apa untuk organisasi dan bangsa ini?”
Organisasi Intra Kampus
Organisasi intra merupakan organisasi mahasiswa yang memiliki kedudukan resmi di perguruan tinggi (PT). Intra juga mendapat pendanaan dari kampus. Jadi, hal tesebut menunjang kegiatan di kampus.
Sesuai aturan PT, organisasi intra terdiri atas pemerintahan mahasiswa (Badan Eksekutif  Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan Senat Mahasiswa). Selain itu, di kampus juga ada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). UKM merupakan organisasi pengembangan bakat minat yang terbagi menjadi tiga kelompok: UKM olahraga, kesenian, dan unit khusus (Pers Mahasiswa, Pramuka, Resimen Mahasiswa, Koperasi Mahasiswa), dan sebagainya.
Sebagai wujud implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka mahasiswa diwajibkan mengikuti minimal satu UKM di kampus, baik di tingkat fakultas maupun universitas. Namun, fakta di lapangan masih banyak mahasiswa yang tidak ikut satu pun UKM kampus. Jadi, hal itu menunjukkan minimnya minat mahasiswa berorganisasi.
Organisasi Ekstra Kampus
Organisasi ektra merupakan organisasi mahasiswa di luar kampus yang bersifat independen. Seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan sebagainya.
Selain itu, di kampus juga ada organisasi mahasiswa daerah seperti; Lingkar Studi Mahasiswa (LISUMA) Pati, Keluarga Mahasiswa Kudus Semarang (KMKS), Keluarga Mahasiswa Jepara Semarang (KMJS), Ikatan Mahasiswa Demak (IMADE), Ikatan Mahasiswa Semarang (IKANMAS), Ikatan Mahasiswa Kendal (IMAKEN), dan sebagainya.
Meskipun dilarang bergerak bebas di kampus, namun organisasi ekstra selalu mewarnai kegiatan di dalam maupun luar kampus. Di media sering kita melihat puluhan kader ekstra berdemontrasi, mengadakan penyuluhan, bakti sosial, dan sebagainya. Hal itu merupakan eksistensi organisasi ekstra.
Manfaat Berorganisasi
Sebenarnya, banyak sekali manfaat yang bisa diunduh dalam organisasi. Bagi aktvisi, mereka mampu mengeluarkan ide- ide baru sebagai suatu inspirasi bagi mahasiswa lain. Ini juga termasuk nilai positif dari aktivis mahasiswa yang bisa juga menjadi mahasiswa yang kritis dalam menanggapi suatu masalah yang sedang marak terjadi. Dengan banyak kegiatan, mereka bisa memperoleh berbagai wawasan dan pengalaman.
Mereka juga berasumsi bahwa kelak ketika memasuki dunia kerja itu pasti banyak suatu company yang membutuhkan seseorang yang mempunyai jiwa keorganisasian dan juga pengalaman meghadapi suatu pilihan dengan berpikir logis dan sistematis. Dengan keyakinan tersebut mereka berusaha mengembangkan diri di bidang akademik dan kemahasiswaan. Tentu kita akan kagum melihat para aktivis yang bisa membagi otaknya untuk mencapai suatu harapan yang cemerlang. Para dosen pun patut mengacungkan jempol ketika ada salah satu aktivis mampu menyabet gelar juara dalam ajang- ajang perlombaan tingkat mahasiswa misalnya mahasiswa memenangkan karya tulis ilmiah remaja.
Bisa dilihat kan bagaimana mereka mengaplikasikan apa yang didapatkan selama mengikuti pembelajaran dan apa yang diperoleh dari kegiatan kemahasiswaanya. Untuk tugas-tugas perkuliahan, mereka menggunakan waktu senggangnya untuk bertanggung jawab mengerjakan tugas tersebut. Justru mereka bisa secara mendiskusikan denagn rekannya mengenai kesulitan dalam materi yang diberikan oleh dosen-dosennya.
Gerakan Intelektual
Dunia organisasi memang kompleks permasalahannya. Namun, sebagai wadah intelektualitas gerakan, maka sudah seharusnya, mahasiswa sebagai oknum intelektual membangun kajian-kajian yang cergas sebagai landasan gerakan, bukan semata bereaksi karena emosi, justru pencerdasan yang terinternalisasilah dasar guna membangun militansi yang tulus secara emosional. Setelah mampu tampil beda, dan telah terdiferensiasi dari kerumunan pasar, adalah sebuah keniscayaan untuk mengintegralkan diri dengan marketing mix yang menarik, hingga kemurnian dan intelektualitas sebagai basis gerakan akan terjual dan menjadi komoditi dengan daya akselerasi yang tinggi di dalam pasar nilai dan budaya mahasiswa.
 Marketing mix dalam bisnis identik dengan 4 P (produk, place, promotion, dan price), intisarinya adalah tentang alur hingga sebuah komoditi hadir di tengah-tengah masyarakat. Dalam konteks pergerakan mahasiswa, segenap public sphere milik mahasiswa harus dijadikan tempat untuk mulai membangun alur gerakan, sejalan dengan semangat ”untuk semua” yang telah dijabarkan sebelumnya. Transfer ilmu serta nilai harus terus berjalan secara kontinu tidak hanya melalui berpuluh halaman kajian para aktivis, namun juga melalui media yang lebih luas daya jangkaunya, mulai dari jejaring dunia maya seperti facebook, twitter dan blog hingga seminar publik, panggung pentas kesenian, lomba-lomba riset, hingga pertandingan olahraga.
Dan akhirnya, terkait dengan elemen nilai (value), inilah elemen yang berperan sebagai ruh dan jiwa dari sebuah komoditi. Meski tak kasat mata,namun elemen ini berperan penting agar sebuah komoditi dapat hidup tumbuh dan berkembang. Branding, service dan process, inilah dasar dari strategi marketisasi pada elemen nilai. Bila kita bingkai konsep ini dengan keberlangsungan pergerakan mahasiswa, maka hal ini terkait dengan isu yang diangkat sebagai brand, bagaimana pengangkatan isu gerakan dapat kongruen dengan pelayanan (service) pada rakyat.
Telah berlalu saat-saat di mana kebebasan berpendapat dikebiri oleh rezim otoritarian, hari ini gerakan civil society bebas untuk mengekspresikan dirinya, penguasa pun dipilih dengan relatif demokratis, isu perjuangan pun harus bertransformasi dari isu sipol (sipil, politik) ke isu ekosob (ekonomi, sosial, budaya) agar sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang mendambakan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, harga pangan yang murah, serta lapangan pekerjaan yang luas dengan remunerasi yang baik.
Dan akhirnya, Roma tidak dibangun dalam semalam, pergerakan mahasiswa pun harus terus berproses secara kontinu bukan layaknya koboi yang baru beraksi ketika ada masalah yang timbul, pola gerakan yang reaktif dan hanya mengangkat isu yang seksi tanpa mengkorelasikannya dengan keadaan nyata masyarakat harus ditinggalkan.
Melalui rangkaian strategi di atas, dibarengi dengan komitmen tinggi para pelakunya, maka pergerakan mahasiswa akan kembali menemukan dirinya lagi secara utuh, kembali bersinar dan disegani, serta pada akhirnya mampu mewujudkanperubahan demi persada yang sejahtera untuk semua.
Minimnya Minat
Mahalnya biaya pendidikan, menuntut mahasiswa menyelesaikan studi tepat waktu. Sehingga, segala energi dikerahkan untuk segera lulus. Jadi, study oriented menjadi prioritas  mahasiswa sekarang.
Namun, apakah cukup dengan ijazah dan IP tinggi untuk menjalani kehidupan setelah wisuda? ternyata tidak. Dunia kerja tidak menuntut modal itu saja, ada hal yang lebih penting, yaitu soft skill. Kemampuan ini terkait dengan keterampilan berkomunikasi (bahasa), bekerja satu tim, serta kemampuan dalam hal kepemimpinan, manajemen, dan organisasi. Jadi, berorganisasi sangatlah penting untuk menunjang hal tersebut.
Dengan alasan mengganggu kuliah, membuat mahasiswa malas untuk berorganisasi. Memang ada mahasiswa lalai kuliah karena sibuk berorganisasi. Namun, masih banyak aktivis organisasi yang lulus tepat waktu dengan IP memuaskan. Jadi, hal ini hanya masalah manajemen waktu.
Diakui atau tidak, mahasiswa sekarang lebih aktif pacaran daripada berorganisasi, lebih sering ke kantin daripada ikut diskusi di forum organisasi. Hal tersebut menjadikan mereka gagap terhadap problematika umat, karena mereka tidak pernah mendapat ilmu di organisasi yang mengajarkan untuk bermasyarakat.
Minimnya motivasi dosen, juga membuat mahasiswa apatisterhadap organisasi. Sehingga, mahasiswa lebih fokus diperkuliahan saja. Padahal, ilmu dari perkuliahan hanya 25%, sedangkan yang 75% adalah dari luar kuliah. Artinya, mahasiswa harus mandiri mencari ilmu tersebut di luar kuliah termasuk di organisasi.
Berpijak dari fenomena di atas, sangat sulit bagi organisasi bertahan di era globalisasi seperti ini. Untuk itu, aktivis organisasi harus mengemas kegiatan untuk merangsang mahasiswa ikut organisasi. Jadi, sudah saatnya aktivis berlomba-lomba untuk mempromosikan kegiatannya dengan hal baru.
Organisasi merupakan jendela kecil untuk mengenal dunia yang lebih luas. Dengan berorganisasi mahasiswa bisa menambah khazanah intelektual dan mendapat relasi. Di sisi lain, organisasi juga berfungsi sebagai kampus kedua (second university) setelah PT.
Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah berkata; “Kejahatan kecil yang terorganisir, akan mengalahkan kebaikan besar  yang tidak terorganisasi”. Jadi, aktif di perkuliahan dan organisasi adalah keniscayaan.
Tulisan ini dimuat di Majalah Tuntas, edisi April-Mei 2013.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Mengampanyekan Organisasi Mahasiswa Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda