Oleh Hamidulloh
Ibda
Peneliti Senior
pada Centre for Democracy
and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
Selama ini, perilaku lesbian (homoseksual pada perempuan)
semakin menggurita. Di era modern ini, masyarakat mulai terjerumus pada
perilaku homoseksualitas, lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Hal ini
sangat mungkin terjadi karena modernisasi tidak diikuti dengan penanam
nilai-nilai agama dan pemahaman seksologi.
Lesbianisme merupakan abnormalitas seksual yang
disebabkan adanya partner-seks abnormal. Lesbian berasal dari kata “lesbos” (sebutan
pulau di Lautan Egeis). Pada zaman dulu, pulau ini dihuni para perempuan.
Homoseksualitas pada perempuan disebut cinta lesbis atau lesbianisme (perempuan suka perempuan).
Lesbianisme dalam kitab-kitab fiqih dikenal dengan
istilah as-sahaaq atau al-musahaqah. Artinya adalah hubungan
seksual sesama perempuan. Maka, lesbianisme hukumnya adalah haram dan harus
dijauhi karena menyerupai zina (Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah
al-Islamiyah, hlm. 452).
Dari pengertian itu, bisa disimpulkan bahwa lesbian
merupakan perbuatan zina. Dalam konteks ini, Islam secara tegas “mengharamkan” lesbian.
Dari sudut pandang agama lain dan kaca mata sosial, masyarakat menilai lesbian
sebagai perilaku menyimpang dan harus dijauhi. Karena itu, sebagai manusia
sempurna, haram hukumnya melakukan lesbian.
Faktor
Lesbian
Banyak faktor penyebab terjadinya lesbian. Para
pakar kesehatan berpendapat bahwa lesbian bersifat multifaktorial. Pertama, faktor
biologi, yaitu terganggunya struktur otak kanan dan kiri serta ketidakseimbangan
hormonal. Akhirnya, hal itu mendorong perempuan menyukai sesama jenis. Kedua, faktor
psikologis, lesbian muncul karena kurang kuatnya kasih sayang ibu pada anak
perempuannya. Hal ini mendorong perempuan itu mencari kasih sayang dari
perempuan lain.
Ketiga, pengaruh lingkungan yang tidak baik bagi
perkembangan kematangan seksual. Keempat, faktor pola asuh, terutama asuhan
dalam melaksanakan perintah agama, karena ketaatan seseorang dalam beragama
akan menciptakan individu beriman. Jika beriman, pasti tidak akan melakukan lesbian.
Karena itu, fenomena ini harus segara dicegah. Meskipun
ada beberapa kalangan mendukung dan memperjuangkan lesbian, gay, biseksual, dan
transgender (LGBT). Seperti Irshad Manji, yang memperjuangkan lesbianisme, namun
ia sempat mendapatkan dukungan dan penolakan. Bulan Mei tahun 2012,
Ia mengadakan kampanye lesbianisme dan diskusi
buku “Allah: Liberty and Love”
di Lembaga Kajian Ilmu Sosial (LKIS) Yogyakarta. Namun, diskusi itu bubar
karena diserang puluhan massa Majelis Mujahidin Indonesia (Kompas, 09/05/2012).
Di sebuah Jurnal Perempuan, Irshad Manji diberi
julukan “Muslimah Lesbian yang Gigih Menyerukan Ijtihad”. Ekspresi Irshad Manji
ini tentu memberi motivasi perempuan melakukan perilaku lesbian. Jadi, sudah
saatnya kita mencari titik terang atas fenomena yang kontroversial ini.
Solusi
Pada dasarnya, menjadi lesbian merupakan hak
individu, namun menyebarkan virus lesbian adalah tindak kriminalitas. Dalam hal
ini, peran pemerintah harus dimaksimalkan, karena fenomena lesbian semakin
menyebar dan meresahkan masyarakat. Selain itu, perilaku ini juga “menodai”
agama dan pelecehan sosial. Maka, langkah preventif sangat diperlukan untuk
memberantasnya.
Mengubah perilaku penyimpangan seksual memang tidak
mudah. Apalagi, hal ini menyangkut keadaan jiwa seseorang. Jadi, sebenarnya
solusi atas masalah ini tergantung pada diri sendiri dan intensitas lesbiannya.
Bila intensitasnya tinggi, tentu sulit diubah. Namun, jika dorongan lesbiannya
cukup ringan dan dia ingin berubah, kemungkinan besar akan berhasil.
Banyak buku dan pakar psikologi yang menawarkan
solusi atas permasalahan ini. Kartini Kartono (1985) menawarkan pendidikan seks
sejak dini kepada remaja agar terhindar dari perilaku lesbian. Dalam hal ini, peran
lembaga pendidikan sangat dibutuhkan, sejak dini pendidikan seks harus
diberikan pada remaja, baik melalui pendidikan formal/informal. Upaya ini perlu
dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, saat
ini banyak remaja memperolah “ilmu” tentang seks dari internet serta video/buku
porno. Oleh karena itu, perlu diupayakan adanya
pendidikan seks bagi remaja agar tidak salah kaprah.
Selain pendidikan seks, kontrol orang tua, guru, dan
masyarakat juga sangat penting. Pasalnya, banyak lesbian terjadi akibat
kurangnya perhatian orang di sekitarnya. Di sisi lain, jika
perempuan sudah terjangkiti virus lesbian, langkah preventifnya melakukan
bimbingan konseling kepada para ahli/mantan pelaku lesbian. Selain itu, pelaku
lesbian juga perlu mendekatkan diri kepada Tuhan, karena hanya Tuhan yang bisa
membimbing manusia ke jalan yang benar.
Sebenarnya, lesbian merupakan masalah penodaan
agama, pelanggaran HAM, dan penyelewengan susila. Lesbian juga termasuk budaya
asing, dan akhirnya mengintervensi norma agama, adat, dan budaya Indonesia.
Maka, dalam hal ini pemerintah harus membentengi budaya itu agar tidak menjalar
ke Indonesia. Dengan demikian, perempuan Indonesia akan terhindar dari budaya
ini.
Dimuat di Koran Barometer edisi Sabtu, 29 Juni 2013
0 komentar:
Post a Comment