Oleh Hamidulloh Ibda
Dimuat di Koran Waspada Medan, 1 Agustus 2013
Yang namanya mudik,
pasti ada pilihan, kalau tidak selamat pasti kecelakaan/mati. Itulah hukum lalu
lintas selama ini. Apalagi, jika kita melihat kasus di Indonesia, jumlah
korban tewas anak-anak saat mudik Lebaran sangat memprihatinkan. Data yang
dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, pada musim mudik
tahun 2011 terjadi 2.770 kecelakaan dengan korban tewas 449 orang, sebagian
besar anak-anak. Jumlah ini meningkat hampir 100 persen dibandingkan tahun
2010. Tahun 2012, angka kematian pada anak juga semakin
bertambah. Lalu, apakah tahun 2013 ini akan bertambah ataukah berkurang? Semua
tergantung pada penanganannya.
Mudik bersepeda motor
merupakan penyebab tewasnya ratusan anak-anak itu, terutama yang mengangkut
lebih dari dua orang. Jika anak-anak tak mendapat perhatian khusus saat mudik,
maka dipastikan tahun ini angka kematiaan anak-anak akan bertambah. Dari anak-anak yang
tewas itu, ada balita meninggal tergencet saat diboncengkan orang tuanya. Hal
ini tentu saja mengenaskan sekaligus memprihatinkan.
Faktor kemacetan, jarak
tempuh jauh, dan kelelahan bisa membuat orang tua “lalai” terhadap keselamatan
anaknya. Pengabaian ini sebenarnya sudah dimulai saat mereka memutuskan mudik
dengan mengendarai sepeda motor. Memboncengkan anak di jok depan sama saja
menyiksa mereka. Itulah
realitas yang mesti dijalani para pengendara motor. Sebagian dari mereka
sebenarnya tahu risiko tinggi yang dihadapi di jalan.
Namun, karena
keterbatasan kapasitas moda transportasi Lebaran atau karena ingin menghemat
biaya, mereka terpaksa naik motor. Sebagian lainnya mungkin didorong semangat
avonturisme, dengan berdalih naik sepeda motor bisa lebih bebas dan lebih
terhindar dari kemacetan parah. Mereka umumnya anak-anak muda.
Apa pun alasan dan
latar belakangnya, dengan fakta mengerikan banyaknya korban tewas di kalangan
anak-anak, semua pihak yang terkait perlu turun tangan. KPAI, kepolisian, dan
para pemangku sarana transportasi Lebaran perlu membantu para pemudik sepeda
motor untuk memperhatikan keselamatan anak-anaknya. Gerbong khusus perempuan
dan anak-anak menjadi semakin urgen. Bantuan angkutan motor dan penumpangnya
lewat angkutan laut juga sangat membantu.
Kepolisian memang rajin
memeriksa pemudik motor di beberpa kota
besar di Indonesia. Jika mereka diketahui
membahayakan diri, langsung dipindahkan ke bus. Tentu saja jika mereka bisa
dicegah lebih awal akan lebih efektif. Kalau sudah dalam perjalanan, biasanya
pemudik enggan untuk pindah ke bus. Akibatnya, peningkatan jumlah kecelakaan sulit
dicegah, karena dari tahun ke tahun jumlah pemudik sepeda motor terus
meningkat.
KPAI juga harus mengimbau agar tempat
ibadah, sekolah, dan perkantoran di jalur mudik mau membuka diri dengan
menyediakan tempat istirahat bagi mereka. Selain itu, pos-pos kesehatan kiranya
perlu ditambah agar bisa memeriksa kondisi kesehatan anak-anak. Penduduk yang
bertempat tinggal di jalur mudik juga bisa membantu tempat istirahat bagi
anak-anak balita. Lebih penting lagi, kewaspadaan dan kedisiplinan pengendara bisa
lebih melindungi anak-anaknya.
Penanganan
Serius
Hak anak saat mudik
Lebaran sering terabaikan dan kepentingan orang dewasa lebih dominan
dibandingkan anak. Sering ketika berangkat mudik, orang tua lebih mementingkan
barang-barang yang disiapkan, tapi kepentingan anak terabaikan misalnya soal
keselamatan, kesehatan dan gizi anak. Karena kepentingan anak terabaikan,
terutama pemudik dengan sepeda motor, anak bisa sakit bahkan depresi.
Tahun 2012 kemarin,
Kementerian Sosial bersama KPAI, SOS CV, MPS PP Muhammadiyah,
DCM, KADO, GNI dan LSM anak lainnya membentuk Satuan Tugas Perlindungan Anak
(Satgas PA) mengampanyekan mudik ramah anak karena keprihatinan dengan situasi
dan kondisi anak selama mudik lebaran (Kompas, 14/8/2012). Namun, kenyataanya
dari beberapa laporan media massa korban mudik semakin bertambah.
Karena itu, pemerintah
harus mendukung penuh aksi kampanye mudik ramah anak dan mengharapkan gerakan
tersebut menyentuh semua khalayak khususnya orang tua yang akan membawa anaknya
mudik. Aktivitas mudik lebaran menjadi tradisi tahunan di Indonesia dan
semestinya tidak menjadi ajang kecelakaan massal di jalan. Kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan pemudik luka-luka bahkan meninggal dunia semestinya
bisa diantisipasi sejak dini.
Tahun lalu, Satgas
PA melakukan kampanye mudik ramah anak dengan memanfaatkan media dongeng di
posko-posko yang disediakan baik di terminal maupun sejumlah titik jalur mudik
agar anak-anak terhibur dan mereka senang sehingga diharapkan hak anak
terpenuhi. Selain itu,
diharapkan di posko-posko mudik yang paling diutamakan adalah fasilitas untuk
memberikan hiburan bagi anak sehingga membuat anak senang, dengan anak senang
hak mereka juga terpenuhi.
Nurcholis Madjid (2000)
menyatakan bahwa mudik merupakan ritual sakral yang harus diprioritaskan
pemerintah. Dalam konteks ini, pemerintah harus segera melakukan langkan
preventif untuk mencegah kematian pemudik. Pemerhati
anak, Seto Mulyadi juga sering mengimbau
orang tua agar menjaga keselamatan anak saat mudik Lebaran dan tidak terjadi
kekerasan terhadap anak. Pentingnya menghargai dan menjunjung tinggi
perlindungan anak karena mereka dilindungi undang-undang. Intinya betul-betul
tidak terjadi kekerasan dalam perjalanan mudik karena faktor orang tua yang
lelah.
Tahun ini,
pemerintah perlu membentuk lagi Satuan Tugas
Perlindungan Anak dalam rangka mudik yang mengkampanyekan mudik ramah anak. Media massa juga harus ikut serta “mengampanyekan”
keamanan anak selama mudik, sebab anak-anak memiliki kondisi fisik yang lebih
rentan dan lemah dibandingkan orang dewasa.
Karena itu, orang tua seharusnya
tidak memaksakan mudik membawa anak dengan motor, jika sangat terpaksa karena
tidak ada kendaraan lain,
orang tua agar sesering mungkin berhenti untuk menghindari kelelahan. Lebih
baik mereka mudik menggunakan bus, kereta api, dan angkutan lainnya. Diharapkan
adanya peran serta RT dan RW untuk membentuk semacam pos perlindungan anak
karena perlindungan anak bukan hanya kewenangan kementerian dan lembaga
terkait, tetapi juga kewenangan masyarakat luas.
Penulis adalah, Direktur LAPMI TUNTAS Cabang
Semarang, Mahasiswa Program
Pascasarjana Universitas Negeri (UNNES) Semarang
0 komentar:
Post a Comment