Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Wednesday, 14 August 2013

Saatnya Kaum Muda Memimpin

Dimuat di Suara Karya, Rabu, 14 Agustus 2013


Pemilu 2014 sudah dekat, dan masalah kepemimpinan nasional juga semakin gencar diwacanakan. Beriringan dengan itu, wacana tentang perlu tampilnya kaum muda untuk memimpin Republik digelontorkan, bahkan kerap berubah menjadi desakan. Bahwa tampilnya "kaum muda", mewakili zeitgeist (jiwa zaman), baru telah memiliki titik urgensi untuk memimpin Republik ini. Mengingat dunia baru-zaman baru dengan kompleksitas baru niscaya membutuhkan pengalaman baru dan harapan baru dengan terobosan-terobosan baru.


Wacana tentang perlu tampilnya kaum muda ini juga dilatarbelakangi oleh situasi politik di seputar pemilihan umum (pemilu) di era modern yang senantiasa berlangsung dalam jiwa zaman baru, yang di dalamnya selalu ada aneka perubahan radikal dan transformasi besar yang mempengaruhi iklim politik.
Pertanyaannya adalah kenapa kaum muda diharapkan tampil memimpin RI? Karena, kalau pun kepemimpinan Republik pasca-2014 akan kembali ditampilkan kaum tua, apalagi seperti yang sudah muncul ke permukaan, Megawati, Jusuf Kalla, Wiranto, Prabowo, Aburizal Bakrie, jelas kemampuan mereka tidak akan berbeda dengan kondisi sekarang.
Arah perjalanan bangsa ini pun sudah bisa ditebak mau dibawa ke mana. Perubahan bangsa yang diharapkan pun dapat diyakini tidak dapat berjalan semestinya dan secara signifikan sesuai dengan harapan publik. Lalu, apakah dengan demikian kaum tua rela membiarkan kursi kekuasaan itu direbut dan digenggam oleh kaum muda? Dari perspektif itu, tentu saja kekuasaan itu tidak akan diizinkan oleh kaum tua untuk diperebutkan dan digenggam kaum muda.
Jika kaum muda ingin mendapatkan kursi kekuasaan sebagai pemimpin Republik, itu harus diperjuangkannya, bukan mengharapkan bisa diperoleh begitu saja apalagi sebagai hadiah. Ingat, sejarah kekuasaan juga mengisahkan bahwa kekuasaan itu hadir karena diperebutkan, baik secara halus lewat pemilu yang demokratis, maupun lewat revolusi yang berdarah-darah.
Dalam situasi politik bangsa yang berjalan normal seperti sekarang ini, kita tentu tidak membutuhkan jalan revolusi untuk menemukan hadirnya seorang pemimpin yang dapat menggerakkan roda pergerakan bangsa. Lagi pula, perebutan kekuasaan lewat jalan kekerasan atau revolusi, bukan zamannya lagi. Karena, jalan tersebut cermin bebalisme, barbarianisme dan kepicikan alias irasionalitas. Yang dibutuhkan adalah rekayasa politik demokratik yang memungkinkan dapat tampilnya pemimpin dari kalangan kaum muda.
Misalnya, parpol harus membuka peluang bagi tampilnya kaum muda untuk memimpin Republik. Parpol harus menciptakan regenerasi kepemimpinan kebangsaan yang baik. Mengapa parpol? Karena regulasi konstitusi UUD 1945 Pasal 6A Ayat 2, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum". Hingga kini belum ada amendemen atau judicial review di Mahkamah Konstitusi agar calon independen dapat bertarung di jalan perebutan kekuasaan pemimpin Republik.
Dengan membuka peluang itu, rakyat diberi kesempatan memilih pemimpin dari kaum nama pun, bukannya dipaksa atau diarahkan hanya untuk memilih kaum tua. Pemberian kesempatan kepada kaum muda untuk tampil memimpin Republik oleh parpol tidak lain sebagai bentuk kaderisasi kepemimpinan yang dilakukan parpol. Ingat, sulit tampilnya kaum muda di pentas kepemimpinan nasional karena kegagalan parpol dalam melakukan kaderisasi.
Kegagalan parpol itu karena tradisi kepartaian di Indonesia masih dominan dengan tradisi feodal, oligarkis, dan transaksional. Tradisi tersebut memang lekat dengan kuatnya politik figur dan minimnya upaya mentransformasikan politik figur.
Peluang Kaum Muda
Karena kekuasaan itu harus "diperjuangkan" alias "diperebutkan" maka kaum muda harus berjuang untuk mendapatkannya. Karena perebutan kekuasaan itu ibarat menghadapi tembok tebal, usaha pertama adalah merobohkan tembol tebal itu. Kalau lewat parpol, kaum muda harus berjuang agar kebiasaan mendahulukan ketua umum menjadi capres yang umumnya dari kaum tua harus dihilangkan. Kaum muda harus membangun citra politik dalam parpol agar mereka dapat mengajukan dirinya untuk menjadi capres. Kedua, jika halangannya di dalam konstitusi, perjuangan kaum muda adalah mendesak agar segera diamendemen konstitusi agar calon independen dapat diberikan kesempatan untuk bertarung.
Karena itu, kaum muda pun bebas mencalonkan diri lewat jalur independen. Sayang bahwa ini tidak mungkin dilakukan sekarang ini, alias pintu sudah tertutup bagi calon independen mengingat pemilu 2014 sudah tidak lama lagi. Jika itu tidak diperjuangkan, kita akan kembali menghadapi masalah yang sama setiap kali ketika mewacanakan tentang perlu tampilnya kaum muda untuk memimpin Republik.
Untuk menggapai harapan itu, wacana tentang perlu tampilnya kaum muda ini perlu terus-menerus digelontorkan, dan ditambah sejumlah langkah progresif yang dibangun kaum muda sendiri, dengan dukungan agenda-agenda yang visioner demi menarik simpatik publik untuk ikut berjuang menempatkan kaum muda di garis terdepan kepemimpinan Republik.
Tentu saja peran pers menjadi sangat penting dibutuhkan untuk mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin dari kaum muda. Karena zaman baru dengan zeitgeist yang terus berubah cepat, kita sangat membutuhkan pemimpin yang lebih terbuka, lentur, dinamis, adaptif, lincah, dan kreatif, yang memang lebih menjadi sifat dasar dan jiwa kaum muda. Saatnya kaum muda memimpin. Yang merasa tua dan tak mampu memimpin, silahkan mundur!

Penulis adalah direktur eksekutif Forum Muda Cendekia (Formaci)
Jateng, mahasiswa program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.


  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Saatnya Kaum Muda Memimpin Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda