Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Friday, 8 November 2013

Perilaku Korup Para Pejabat




Oleh Hamidulloh Ibda
Dimuat di Koran Barometer, 4 Oktober 2013


Indonesia adalah negara kaya-raya dan sejahtera, namun mengapa sekarang menjadi terpuruk? Alasannya simpel, karena korupsi tidak dicegah dan koruptor tidak diberi hukuman tegas. Inila kondisi negara kita saat ini.
Di samping kejahatan narkoba, terorisme, serta pembunuhan berencana, korupsi sudah masuk dalam salah satu kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Korupsi menjadi kejahatan kemanusiaan, karena koruptor tidak hanya merampas hak-hak warga negara yang dapat menjadi sengsara, melainkan juga membuat suatu negara menjadi “kolap”. Oleh karenanya, banyak kalangan menilai bahwa hukuman tepat bagi seorang koruptor adalah “hukuman mati”. Hukuman tersebut tentu saja sejalan dengan dampak yang ditimbulkan akibat perilaku korupsi.
Korupsi yang marak di republik ini karena dipengaruhi dari cara hidup. Cara hidup konsumerisme adalah indikasi perilaku korup, dan konsumerisme disebabkan oleh karena hidup yang individualistis. Di sisi lain, perilaku korupsi tak hanya dapat kita identikan dengan pola hidup mewah dan konsumerisme.
Perilaku Korupsi
Sebelum mengetahui seluk-beluk terjadinya perilaku korupsi, adakalanya terlebih dahulu mendefinisikan makna korupsi itu sendiri secara umum. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi.
Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: kerugian keuangan negara, Suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Berbicara tentang korupsi, sebagian besar baik para pejabat, dalam hal ini penyelenggara negara, maupun rakyat biasa telah mengenal jenis perbuatan tindak pidana ini. Bila pencurian biasanya dilakukan rakyat biasa, penggelapan dilakukan oleh para pegawai ataupun pejabat di sebuah perusahaan swasta. Maka, korupsi dapat dilakukan oleh pejabat negara (publik) serta para abdi negara yang melaksanakannya.
Korupsi tentu tidak dapat kita selaraskan dengan gaya hidup mewah, sebab tanpa harus menyandang gaya hidup mewah pun seseorang dapat tersandung korupsi. Sebagaimana dalam perspektif hukum yang tertuang pada UU Tindak Pidana Korupsi, bahwa dapat dikatakan korupsi apabila adanya Kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Korupsi tidak harus dengan pola hidup komsumerisme, melainkan juga selalu dikaitkan dengan sebuah jabatan negara, entah itu di lembaga eksekutif, legislatif ataupun lembaga-lembaga negara lainnya, yang mana dalam membuat suatu kebijakan dapat berpotensi korupsi. Seseorang boleh saja tidak mempunyai niat melakukan korupsi, tetapi kebijakannya yang sistematis tersebut mengakibatkan adanya kerugian negara. Hal ini tentu saja dapat pula dikatakan telah melakukan korupsi dan harus mempertanggungjawabkan kebijakannya tersebut.
Pejabat dan Rakyat
Korupsi sangat luas cakupannya. Meskipun korupsi identik dengan kerugian negara, tetapi, tetap saja ada unsur lain yang dapat dikatakan korupsi seperti hal nya antara pejabat dan rakyat. Apabila pejabat dapat melakukan korupsi akibat penyelewengan kewenangannya, lain hal nya dengan rakyat. Rakyat justru dapat dijadikan sebagai objek ataupun pula sebagai pemrakarsa korupsi itu sendiri.
Dalam hal suap-menyuap antara pejabat dan rakyat misalnya, rakyat yang berkepentingan melakukan suap-menyuap kepada para pejabat disuatu kawasan untuk dapat memuluskan jalannya. Kemudian, ada juga seorang pengendara kendaraan bermotor yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu-lintas atau tidak melengkapi surat-surat berkendaraan, akhirnya harus berurusan dengan pihak kepolisian lalu-lintas. Karena untuk dapat meringankan hukumannya ataupun juga tidak mau berurusan lebih lama, seorang pengendara kendaraan bermotor tersebut pun menyuap para petugas polisi lalu-lintas.
Ada pula hal yang lebih lumrah dialami hampir sebagian besar rakyat negeri ini yakni, saat sedang mengurus berbagai surat kependudukan, entah itu KTP, kartu keluarga, dan surat-menyurat lainnya di kantor Camat atau Lurah. Memang pada dasarnya untuk mengurus surat-menyurat di kantor pemerintahan adalah gratis alias tanpa bayar, tetapi untuk dapat mempercepat/mempersingkat pengurusannya, rakyat kita pun harus merogohkan koceknya dan menyerahkan kepada para staff ataupun pejabat di kantor Camat dan Lurah tersebut. Tetapi pun bisa pula para staf dan pejabatnya yang lebih dahulu meminta uang pengurusan surat-menyurat kepada rakyat.
Bisakah Dicegah?
Beberapa contoh perilaku yang seringkali terjadi di masyarakat kita tersebut adalah bukti bahwa korupsi sangat akrab di sekitar kita. Hal ini pula sekaligus memberikan gambaran bahwa korupsi tak lantas disamakan dengan konsumerisme dan berpola hidup mewah. Korupsi pun dapat terjadi tanpa harus memandang latar belakang kehidupan seseorang, entah ia pejabat, rakyat biasa, kaya ataupun miskin, tetap saja dapat melakukan korupsi.
Memang tidak ada batasan ataupun ukuran seseorang untuk melakukan tindakan korupsi meskipun ia bukan dari kalangan pejabat atau penyelenggara negara, tetapi korupsi bukan tidak mungkin untuk dapat dicegah. Dalam pandangan aliran hukum alam bahwa hukum selalu dikaitkan dengan moralitas. Oleh karenanya, seseorang dapat menghindari segala pelanggaran dan kejahatan karena adanya sanksi moral dan takut terhadap sang Maha Pencipta. Dengan demikian, seseorang dapat terhindar dari perilaku korupsi apabila ia takut terhadap Tuhan, begitupun sebaliknya seorang koruptor melakukan perilaku korupsi karena ia tidak takut terhadap Tuhan. Semoga, kita termasuk orang-orang yang takut terhadap Tuhan.

-Penulis adalah Direktur Eksekutif Forum Muda Cendekia (Formaci) Jateng, Mahasiswa Program Pascasarjana Unnes

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Perilaku Korup Para Pejabat Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda