Oleh Hamidulloh Ibda
Aku tak tahu
apa itu huruf
Aku awan dengan
kata
Aku buta jika memandang kalimat
Aku bodoh memahami
paragraf
Aku juga tak
lihai merajut kata-kata indah
Perjalan huruf
menjadi kata butuh proses
Melewati api,
antara dipilih dan dibuang
Antara dihina
dan dipuji
Antara ditulis
dan dihapus
Semua
bergoyang-goyang di pucuk-pucuk bahasa
Kata adalah
kata, ketika dikata-katakan dan disandingkan dengan kata
Transformasi
dan deformasinya menyatu dengan barisan huruf
Kata tanpa
dikatakan, akan menjadi mawar tanpa bau
Bagaikan
burung tanpa sayap
Menjadi ombak
yang hanya bernyanyi ketika terhempas di pantai
Menjadi
deretan huruf dan teks mati
Untuk menjadi
kata, ia berjuang mati-matian
Jika ingin
menjadi kata, harus ongkosi dengan penderitaan
Karena tidak
ada kemuliaan tanpa ongkos derita
Namun,
Kata-kata saat
ini sudah menipu
Yang benar
jadi salah, yang jelas benar dikamuflase menjadi salah
Ia palsu dan
khianat pada hakikat nilai dan kenyataan
Valensinya
tidak diukur pada kenyataan dan kemurnian
Melainkan pada
kepalsuan dan indahnya teks
Kata saat ini
sudah dihancurkan
Dijadikan
pemanis kampanye
Pemikat iklan
Penghias
profil perusahaan
Dijadikan
ajang bargaining di facebook dan BBM
Dijadikan
corat-coret di tembok, di wc di jalan raya
Sungguh
kasihan, nasib kata saat ini
Aku bingung
dengan kata
Puisiku ini
hanya bisunya kesunyian
Bukan
katarsis, bukan tulisan narsis
Bukan pula
satiris, apalagi enigmatis
Aku ingin
kata-kata itu telanjang
Karena akan
lebih indah daripada yang diberi asesoris
Kata bukanlah
segalanya, namun segalanya bisa berawal dari kata
Seumpama dalam
hidup tidak ada kata
Maka pasti
tidak ada hidup dan kehidupan
Kata itu bukan katafora, katabolisme,
Bukan katalisator, katalis, bukan pula katalog apalagi katalogus
Kata bukan
bahasa, bukan sastra
Kata bukan
kekuatan, bukan simbol
Bukan ilmiah,
linguistik, apalagi sekadar tulisan di plastik
Bukan bagian
dari artikel, bukan pula pelengkap puisi
Kata ialah
semua
Mudah-mudahan,
inilah yang disebut “kata”
Aku ingin
orang melihat kata sebagai kata
Menilai kata
sebagai suatu kemutlakan
Tanpa
menghubung-hubungkan dari gender apa,
Mazhab apa,
kelompok apa, ilmu apa,
Kabilah apa, kajian
apa, imanensi apa,
Termasuk dari
aliran mana kata itu berangkat
Berkali-kali
aku menelanjangkan perasaanku
Menghujankan
deraskan pikiranku
Menjebol saraf
otakku untuk memahami kata
Namun, aku tak
bisa apa-apa meskipun ribuan kata datang dalam jiwaku
Kata, bawalah
aku ke suatu tempat, agar tidak berpapasan denganmu
Aku belum tahu
apa kata itu sebenarnya
Aku baru tahu
apa itu kata menurut ahli bahasa
Kata menurut
guru bahasa
Kata menurut
Prof Agus
Kata menurut
Prof Rustono
Kata menurut
wartawan, jurnalis
Kata
menurut pujangga, pencipta lagu
Kata
menurut budayawan, seniman
Kata menurut buku,
kata menurut kata
Kata menurut
yang lain
Terus terang,
aku belum puas
Yang kucari
belum ketemu, belum kudapatkan,
Belum
kunikmati, belum mencerahkanku
Yaitu kata menurut
Allah, pembuatnya
Banjaran, 18
Maret 2014
Puisi ini
ditulis untuk tugas kuliah Teori Pembelajaran Sastra Anak PPS Unnes 2014
Terpengaruhi beberapa
pemikiran, Ahmad Wahib, EAN, Cak Nur, Gus Dur
0 komentar:
Post a Comment