Dosen Pengampu : Prof. Dr. Kasidi Hadiprayitno, M.Hum
Dr. Hari Bakti Mardikantoro, M.Hum.
Makalah ini disusun mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini
tidak terlepas dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu
ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan
ilmu. Tahap-tahap itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai priodesasi
sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman
modern dan zaman kontemporer.
Pengetahuan (knowlodge atau ilmu) adalah bagian yang
esensial-aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari “berfikir”.
Berfikir (atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia (atau fashl) yang
memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan
manusia dan “barangkali” keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena
pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang
dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin diketahui oleh manusia? Bagaimana
manusia berpengetahuan? Apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki
pengetahuan? Kemudian apakah yang diketahui itu benar? Dan apa yang menjadi
tolak ukur kebenaran? Bagaimana kebenaran itu diaplikasikan?
Sederetan pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya
sederhana sekali karena pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya ketika
manusia sudah masuk ke alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu diangkat
dan dibedah dengan pisau ilmu, maka akan ada aturan yang harus diperhatiakan
dalam mengkajinya melalui landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu, yaitu
landasan ontologi, landasan epistemologi, dan landasan aksiologi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
Apa saja
aspek-aspek dalam filsafat ilmu?
Bagaimana hubungan antar aspek-aspek
dalam filsafat ilmu?
BAB II
PEMBAHASAN
ASPEK-ASPEK DALAM FILSAFAT ILMU
Ontologi
Ontologi merupakan
cabang teori hakikat yang
membicarakan hakikat sesuatu yang ada.
Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran
Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran
Agnoticisme. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan
munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persolan ontologi orang
menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada
ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang
pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang
berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali,
yaitu segala yang ada dan yang mungkin adalah realitas; realita adalah
ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah
kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang
menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.Pembahasan tentang ontologi sebagai
dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The
First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologis
berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi
adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). Sedangkan pengertian ontologis menurut istilah , sebagaimana dikemukakan
oleh S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan,
ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan logika
mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang
logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat
dikatakan ada; dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori
mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya
akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi
pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk
menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metrafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.
Epistemologi
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of
knowledge). Secara etomologi, istilah etomologi berasal dari kata Yunani
episteme = pengetahuan dan logos = teori. Epistemologi dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur,
metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan
pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam epistemologi pertanyaan
pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna
pengalaman).
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara
menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan
mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan
perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal
budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman,
intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga dikenal
dengan adanya model-model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme,
kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis dengan berbagai
variasinya. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan
lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya
adalah:
Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan
pernyataan-pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang
lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada
pernyataan-pernyataan universal.Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan,
maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau
logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa
logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang.
Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa
data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis
teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau
ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan
jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari
teori tersebut.
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857).
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang
positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai
fakta. Oleh karena itu, iamenolak metafisika. Apa yang diketahui secara
positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode
ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang
gejala-gejala saja.
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan
akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun
akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan
intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan
cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode
tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh
Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti
tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga
analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam
pandangan.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika,
yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.
Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan
antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan
konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis
yang disediakan sekaligus.
Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi
tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang
berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah
“Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama,
etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek
formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah
laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya. Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat
tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi
subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia
menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung
pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini
bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Nilai itu objektif, jika
ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif
muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme.
Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus
bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan
eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur
kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada
kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai
objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan
nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan
bisa berdampak positif dan negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan
pendapat. Golongan pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan
hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam
penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai ukuran
kepatutannya.
Hubungan Antara
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam
Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu
Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali
banyak orang memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu.
Terlebih lagi bila pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu
kegiatan keilmuan, misalnya matematika, logika, penelitian dan sebagainya.
Apakah bedanya ilmu pengetahuan [science] dengan pengetahuan [knowledge] ?
Apakah karakter ilmu ? apakah keguanaan ilmu ? Apakah perbedaan ilmu alam
dengan ilmu sosial ? apakah peranan logika ? Dimanakah letak pentingnya
penelitian ? apakah yang disebut metode penelitian? Apakah fungsi bahasa ? Apakah hubungan
etika dengan ilmu. Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah
yang menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir
untuk dapat menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling
sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat
muskil.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Kegiatan berpikir manusia merupakan serangkaian gerak
pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan [knowledge]. Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang
merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah
"Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya serta
aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk
memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang. A., dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi Sampai
Teofilosofi Cetakan Pertama. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Suriasumantri, Jujun. S. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer Cetakan Kedua Puluh Dua. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
http://saranghaeindonesia.wordpress.com/2012/03/29/filsafat-aspek-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-ilmu/ http://yoroelz09.blogspot.com/2013/06/filsafat-aspek-ontologi-epistemologi.html
0 komentar:
Post a Comment