SOAL UJIAN MID SEMESTER
MATAKULIAH PSIKOLINGUISTIK
Pengampu: Dr. Subyantoro, M.Hum.
PETUNJUK:
Pengerjaan dilakukan dengan kurun waktu
panjang, jawaban dikumpulkan pada hari Selasa, 29 April 2014 pukul 13.00 wib
Jawaban diketik dengan spasi 1.5, kertas
HVS kuarto
Berikan sumber pustaka dari jawaban Anda.
Toleransi jawaban yang sama antarmahasiswa
hanya satu paragraf, lebih dari itu jawaban tidak diakui.
SOAL
Jelaskanlah mekanisme proses mempersepsi
ujaran dan bagaimanakan upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan
kompetensi tersebut?
Bagaimanakah ujaran diproses dan dihasilkan
oleh manusia dan bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan kompetensi tersebut?
Jelaskanlah mekanisme kerja otak belahan
kanan dan kiri dalam memproduksi dan mempersepsi ujaran manusia!
Bagaimanakah tahapan pemerolehan bahasa
pada anak sampai usia 5 tahun serta bagaimanakah upaya yang dilakukan orang
dewasa untuk memaksimalkan potensi bahasa pada anak-anak tersebut?
Bagaimanakah memanfaatkan memori yang
dimiliki anak-anak untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran mereka?
Bagimanakah upaya yang pada dilakukan guru
untuk dapat meningkatkan kualitas kompetensi membaca permulaan pada anak SD
kelas rendah?
-- selamat mengerjakan –
JAWABAN
1. Darjowidjojo (2005: 49) menjelaskan proses pengujaran adalah sebuah
perwujudan dari proses artikulasi dan kemudian terkonsep dalam otak manusia
secara sempurna. Selanjutnya hal tersebut diwujudkan dalam bentuk bunyi yang
akan dimengerti oleh interlokutor tertentu. Persepsi ujaran adalah peristiwa
ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau
kalimat (Su’udi, 2011:19).
Glasen (1998:108) berpendapat proses
mempersepsi ujaran merupakan proses di mana sebuah ujaran ditafsirkan. Persepsi
ujaran melibatkan tiga proses yang meliputi, pendengaran, penafsiran dan
pemahaman terhadap semua suara yang dihasilkan oleh penutur.
Ada beberapa teori dan pendapat tentang
upaya memaksimalkan proses mempersepsi ujaran. Salah satunya Clark & Clark dalam bukunya Dardjowidjojo
(2011:49-52) menjelaskan pada dasarnya ada tiga tahap dalam pemrosesan persepsi
bunyi, yaitu tahap auditori, fonetik, dan fonologis. Kompetensi tersebut bisa
dilakukan dengan cara latihan. Misalnya, pada tahap auditori, manusia mendapat
ujaran sepotong-sepotong, maka guru bisa mengasah anak untuk meningkatkan
kompetensi ini agar tidak menjadi sepotong-sepotong sehingga menjadi sempurna.
Di sisi lain, sebenarnya hal itu bisa
dilakukan dengan mengembangkan dan mangasah sumber bunyi. Seperti kita ketahui
bahwa sumber bunyi adalah dari paru-paru. Alat pernafasan kita berkembang dan
berkempis untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Udara ini kemudian lewat
lorong yang dinamakan faring (pharynx).
Dari faring itu ada dua jalan yang pertama
melalui hidung dan yang kedua melalui rongga mulut. Semua yang dibuat dengan
udara melalui hidung disebut bunyi nasal. Sementara itu bunyi yang udaranya
keluar melalui mulut dinamakan bunyi oral. Pada mulut terdapat dua
bagian-bagian atas dan bagian bawah mulut. Dalam hal ini, anak bisa diasah kemampuannya agar proses mempersepsi
ujarannya berkembang baik.
2. Menurut Clark & Clark dalam Dardjowidjojo
(2011: 49-52) ada tiga tahapan pemrosesan persepsi, yaitu
Tahap auditori.
Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini
kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik,
artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtf, dan VOT sangat bermanfaat karena
ihwal seperti ini yang memisahkan satu bunyi dengan yang lain. Bunyi-bunyi itu
tersimpan dalam auditori manusia.
Tahap fonetik.
Bunyi-bunyi itu kita idenifikasi. Dalam proses mental misalnya apakah bunyi
tersebut (+consonantal), (+vois), (+nasal), dan lain sebagainya. Begitu poula
lingkungan bunyi tersebut apakah diikuti oleh vocal atau oleh konsonan. Misal
ujaran itu adalah buah nangka, maka
mental kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa
yang kita dengar itu dengan memperhatikan hal-hal seperti titik artikulasi,
cara artikulasi, dan fitur distingtifnya.
Tahap fonologis, pada tahap ini mentap
menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar untuk
menentukan apakah bunyi-bunyi tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada
bahasa kita. Orang Indonesia yang
mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan mempersepsikannya
sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti
ini pada kata mbak dan mbok meskipun kedua-duanya pinjaman dari
bahasa Jawa. Sementara orang
Inggris akan memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku kata yang berbeda.
Kombinasi bunyi yang tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut
pastilah akan ditolak.
3. DePorter (2004:36) mengungkapkan bahwa proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional. Otak kiri berdasarkan realitas mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikir sesuai untuk tugas-tugas teratur, ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi audiotorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Untuk belahan otak kanan cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal, seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang, kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.
Setiap
belahan otak, baik otak kiri maupun otak kanan pada hakikatnya mempunyai
mempunyai tanggung jawab dan fungsi masing-masing. Misalnya, Otak kiri
berkaitan dengan akademik, seperti perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa,
hitungan dan logika, sedangkan Otak kanan berfungsi dalam hal persamaan,
khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik dan warna. Namun,
aktifitas kerja kedua otak tersebut tidak terpisah. Aktivitas kedua otak itu
saling menyatu dan juga saling membangun.
Sebagai
contoh, ketika melihat beberapa pohon dengan dedaunannya yang berguguran, tanah
yang kering, dan cuaca yang teramat panas. Kita akan memerikan, menganalisis,
dan menggeneralisasikan semua hal tersebut dengan belahan otak kanan. Setelah
hal tersebut dilakukan oleh otak kanan, maka belahan otak kirilah kemudian yang
mengkomunikasikannya secara verbal. Misalnya, ketika kita berkata, “dedaunan
itu banyak berguguran, tanah yang disekitarnya kering, dan ternyata sekarang
adalah musim kemarau”. Belahan otak kirilah yang bertanggung jawab terhadap
pengolahan bahasa dan mengutarakan konsep-konsep yang ada dalam persepsi
seseorang. Namun, semua merupakan hasil dari penggeneralisasian yang dilakukan
oleh belahan otak kanan. (Restak, 2004:97)
4.Menurut Mackey
(dalam Iskandarwassid, 2011: 85) tahap perkembangan bahasa anak adalah sebagai
berikut:
Umur 3 bulan
Anak mulai mengenal
suara manusia ingatan yang sederhana mungkin sudah ada, tetapi belum tampak.
Segala sesuatu masih terkait dengan apa yang dilihatnya; koordinasi antara
pengertian dan apa yang diucapkannya belum jelas. Anak mulai tersenyum dan
mulai membuat suara-suara yang belum teratur
Umur 6 bulan
Anak sudah mulai
bisa membedakan antara nada yang halus dan nada yang kasar. Dia mulai membuat
vocal seperti “aEE.aE..aEEaEE”
Umur 9 bulan
Anak mulai bereaksi
terhadap isyarat. Dia mulai mengucapkan bermacam-macam suara dan tidak jarang
kita bisa mendengar kombinasi suara yang menurut orang dewasa suara yang aneh.
Umur 12 bulan
Anak mulai membuat
reaksi terhadap perintah. Dia gemar mengeluarkan suara-suara dan bisa diamati,
adanya beberapa kata tertentu yang diucapkannya untuk mendapatkan sesuatu.
Umur 18 bulan
Anak mulai
mengikuti petunjuk. Kosakatanya sudah mencapai sekitar dua puluhan. Dalam tahap
ini komunikasi dengan menggunakan bahasa sudah mulai tampak. Kalimat dengan
satu kata sudah digantinya dengan
kalimat dengan dua kata.
Umur 2-3 tahun
Anak sudah bisa
memahami pertanyaan dan perintah sederhana. Kosa katanya (baik yang pasif
maupun yang aktif) sudah mencapai beberapa ratus. Anak sudah bisa mengutarakan
isi hatinya dengan kalimat sederhana.
Umur 4-5 tahun
Pemahaman anak
makin mantap, walaupun masih sering bingung dalam hal-hal yang menyangkut waktu
(konsep waktu belum bisa dipahaminya dengan jelas). Kosakata aktif bisa
mencapai dua ribuan, sedangkan yang pasif sudah makin banyak jumlahnya. Anak
mulai belajar berhitung dan kalimat-kalimat yang agak rumit mulai digunakannya.
5. Ingatan (memori) diartikan sebagai
kemampuan untuk mengingat-ingat sejarah termasuk di dalamnya penanggalan),
mengenali wajah dan hakikat dari suatu benda, memahami pengetahuan, dan
memahami bentuk-bentuk yang beraneka ragam. Memori yang sering latih akan membuat otak semakin aktif dan mendukung
pembelajaran di sekolah.
Menurut Muhammad as-Saqa ‘Ied (2008: 77), salah satu
cara mengaktifkan otak adalah dengan
melatihnya, sama seperti ketika seseorang melakukan latihan fisik di klub-klub
olahraga. Cara terbaik untuk untuk melatih daya ingat adalah dengan membentuk
sebuah ingatan yang kemudian diperkuat dengan cara mengaitkannya dengan semua
indra tubuh. Misalnya, untuk mengingat nama seseorang, jangan hanya dihubungkan
dengan sosok pemilik nama tersebut, tetapi juga dengan melafalkan nama tersebut
beberapa kali dengan suara keras, mengingat perasaan yang terjadi saat berjabat
tangan, dan meresapi nada suaranya.
6.Menurut Tarigan (2008: 18)
pada tahap 1 pelajar haruslah dibimbing untuk mengembangkan/meningkatkan
responsi-responsi visual yang otomatis terdapat gambaran-gambaran huruf yang
akan mereka lihat pada halaman cetakan. Mereka harus disadarkan benar-benar
serta memahami bahwa kata-kata tertulis itu mewakili atau menggambarkan bunyi.
Guru menyuruh para
pelajar mengucapkan/menceritakan bahwa yang telah dikenal/diketahui itu tanpa
melihatnya. Kemudian guru membaca bahan itu dengan suara nyaring pada saat para
pelajar melihat bahan bacaan itu. Setelah itu mereka dapat membacanya
bersama-sama mengikuti guru. Lalu, kelompok atau perorangan dapat disuruh
membacanya berganti-ganti.
Referensi
As-Saqa ‘Ied, Muhammad. 2008. Kaifa Tuqwi adz-Dzakirah wa Tataghal labu
‘ala an-Nisyan? (Melejitkan Daya Ingat Mengasah Memori Mempertajam Ingatan).
Jakarta: As’as Publishing.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik, Kajian Teoritik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Gleason, Jean. Berko dan Nan Bernstein
Rartner, eds. 1998. Edisi Kedua. Psycholinguistics.
New York: Harcourt Brace College Publishers.
Iskandarwassid dan Sunendar, Dadang. 2011. Strategi
Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
KridaLaksana, Hari Murti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Su’udi, Astini.2011. Pengantar Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa
Perancis. Semarang:Widya Karya.
Tarigan, Henry, G. 2008. Menulis sebagai
Suatu ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa Bandung.
Contoh Jawaban Mid Semester Psikolinguistik
ReplyDelete