Oleh Hamidulloh
Ibda
ALIH KODE
Alih kode (code
switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain.
Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa.
Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency)
dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit
seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode
masing-masing bahasa masih cenderung mengdukung fungsi masing-masing dan dan
masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya. Appel memberikan batasan alih
kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi.
Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode adalah:
1. Penutur
Seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode
terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi
menjadi tidak resmi atau sebaliknya.
2. Mitra Tutur
Mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan
penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur
berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.
3. Hadirnya Penutur Ketiga
Untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran
mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila
latar belakang kebahasaan mereka berbeda.
4. Pokok Pembicaraan
Pokok Pembicaraan atau topik merupakan faktor yang
dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat
formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius
dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa takbaku,
gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
5. Untuk membangkitkan rasa humor
Biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau
alih gaya bicara.
6. Untuk sekadar bergengsi
Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor
sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode,
sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.
CAMPUR KODE
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur
menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan
unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur,
seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri
menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena
keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya,
sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung
satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic
convergence).
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu
1. sikap (attitudinal type)
Latar belakang sikap penutur
2. kebahasaan (linguistik
type)
Latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan
identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau
menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya
hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
1. Penyisipan kata,
2. Menyisipan frasa,
3. Penyisipan klausa,
4. Penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. Penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli
dan asing).
Alih kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi
(Appledan chaer dan Agustina, 1995:141). Berbeda dengan Apple yang mengatakan
alih kode itu terjadi antarbahasa, melainkan juga terjadi antara ragam-ragam
bahasa dan gaya bahasa yang terdapat dalam satu bahasa. Dengan demikian, alih
kode itu merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa yang terjadi antarbahasa
dan antar ragam satu bahasa. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih
kode antara lain :a). siapa yamg bicara;b). dengan bahasa apa;c). kepada
siapa;d). kapan; dan) dengan tujuan apa.
Dalam berbagai kepustakaan linguistik, secara umum penyebab terjadinya alih
kodeantara lain:1. pembicara/penutur; 2. pendengar/lawan tutur; 3. perubahan
situasi dengar hadirnya orang ke 3; 4. perubahan dari formal dan
informal/sebaliknya; dan 5. perubahan topik pembicaraan.
Sebagai contoh, simaklah ilustrasi alih kode berikut : alih kode yang
terjadi adalah dari bahasa Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia. Latar
belakang : Kompleks perumahan Balimbiang Padang Para Pembicara:Ibu-ibu rumah
tangga. Ibu Las dan Ibu Leni orang Minangkabau, Ibu Lin orang Sulawesi yang
tidak bisa berbahasa Indonesia.Topik : Listrik mati, sebab alih kode: kehadiran
Ibu Lin dalam peristiwa tutur Peristiwa Tutur :Ibu Las : Ibu Len jam bara cako
malam lamup iduik, awaklah lalok sajak jamsembilan (“Ibu Leni pukul berapa
lampu mti tadi malam hidup, saya sudah tidursejak pukul sembilan”) Ibu Leni :
Samo awak tu, awaklah lalo pulo sajak sanjo, malah sajak pukuasalapan, awak
sakik kapalo (“sama kita itu, saya sudah tidur pula sejak sore, malahsemenjak
pukul delapan karena saya sakit kepala.
Bagaimana Ibu Lin tahu pukulberapa lampu hidup tadi malam?). (pertanyaan
ditamnyakan pada bu Lin) Ibu Lin : Tahu Bu, kira-kira pukul sepuluh lebih. Dari
contoh di atas, terlihat bahwa alih kode terjadi karena hadirnya orang ketiga. Alih
kode tersebut terjadi dari bahasa Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia. Ibu Leni
beralih kode ke dalam Bahasa Indonesia karena mitra tuturnya Ibu Lin (Orang Sulawesi)
tidak mengerti bahasa Minangkabau.
Suwito (1985) membagi alih kode menjadi dua, yaitu 1.alih kode internbila
alih kode berupa alih varian yang terjadi antarbahasa sendiri. Contoh :dari bahasa
Jawa ngoko merubah ke krama. 2. Alih kode eksternal bila alih terjadi antara
bahasa sendiri dengan bahsa asing. Contoh : dari bahasa Indonesia beralih ke
bahasa Inggris atau sebaliknya. C. Campur Kode Campur kode (code-mixing)
terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatubahasa secara dominan
mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasalainnya.
Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti
latarbelakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri
menonjolnyaberupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena
keterbatasanbahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya,
sehingga adaketerpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu
fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic
convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:1. Campur kode ke dalam
(innercode-mixing): Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala
variasinya2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang
berasal dari bahasaasing. Latar belakang terjadinya campur kode dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu 1. sikap (attitudinal type) latar
belakang sikap penutur, 2. Kebahasaan (linguistik type) latar belakang
keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi
ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Dengan demikian campur
kode terjadi karena adanya hubungan timbal balikantaraperanan penutur, bentuk
bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode, 1. penyisipan kata, 2. menyisipan frasa,3.
penyisipan klausa,4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan 5. penyisipan bentuk baster
(gabungan pembentukan asli dan asing).
0 komentar:
Post a Comment