Pengertian Variasi Bahasa
Variasi atau ragam bahasa merupakan
bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974)
mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha
menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi
bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Kemudian dengan
mengutip pendapat Fishman (1971:4), Kridalaksana mengatakan bahwa
sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi
bahasa, serta hubungan diantara bahasa dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu
masyarakat bahasa. Variasi bahasa menurut Aslindgaf (2007:17) adalah
bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola
yang menyerupai pola umum bahasa induksinya.
Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya
kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang
sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Dalam
hal variasi bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat sebagai
akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa
itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman
sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk
memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang
beraneka ragam.
Jenis Variasi Bahasa
Secara umum, variasi bahasa menurut Paul
terbagi dua, yakni variasi sistemik dan variasi ekstrasistemik.
Variasi Sistemik
Variasi sistemik disebut juga variasi
internal, karena hanya terjadi lingkup unsur-unsur kebahasaan itu sendiri,
misalnya pada unsur fonem, morfem, tata kalimat, dan sebagainya. Perubahan
morfer ber- menjadi bel-, ber-, dan be, merupakan salah satu contoh variasi
sitemik. Sama seperti perubahan morfem meN- menjadi menge-, meng-, meny, men-,
dan mem-.
Variasi Ekstrasistemik
Variasi ekstrasistemik menurut Paul
(2002:49) adalah perubahan yang bersumber dari luar sistem bahasa. Disebut juga
variasi eksternal. Variasi ini terjadi karena berbagai faktor, seperti keadaan
geografis, konteks sosial, fungsi atau tujuan komunikasi dan faktor
perkembangan bahasa dalam kurun waktu yang lama.
Faktor geografis, misalnya karena
rintangan geografis seperti gunung, sungai selat dan sejenisnya bahasa yang
tadinya merupakan alat komunikasi yang seragam antarkelompok mengalami
perubahan karena perindahan dari suatu lokasi ke lokasi yang lain. Disebut juga
dialek. Bahasa orang yang tinggal di lampung, berbeda dengan bahasa warga
Jakarta. Atau orang Jawa menggunakan bahasa Palembang.
Kedudukan sosial, dikenal pada bahasa
Jawa seperti hasil penelitian C. Geertz dalam J.B. Price and Janet Holmes, ada
tidak ragam. Pertama, penutur bukan priyayi namun cukup terpelajar dan tinggal
di kota. Kedua, ragam yang dipakai para petani atau warga kota yang bukan
terpelajar, dan ketiga ragam yang lazim dituturkan kaum priyayi.
Situasi berbahasa, disebut juga
fungsiolek. Kalau perbedaan kedudukan sosial menimbulkan sosiolek, maka
perbedaan situasi dan dengan siapa dan dalam konteks apa menimbulkan
fungsiolek. Dikenal lima tingkat ragam bahasa, beku (froren), resmi (formal),
usaha (consultative), santai (casual), dan akrab (intimate).
Perubahan karena berlalunya waktu,
terlihat perbedaan pada masa 1939 prakemerdekaan, 145 awal kemerdekaan, dan
1995 masa orde baru. Perubahan dalam ejaan, seleksi kata, makna kata dan frase.
Berbicara tentang pemakaian ragam
bahasa, pasti Anda masih ingat. Kita bergaul dengan slogan-slogan yang berbau
pembangunan. Bagaimana bahasa Indonesia (lisan) yang digunaken Bapak daripada
Pembangunan pada masa Orde Baru yang mangkin lama – bahkan sampai kini – secara
membabi buta mangkin diikuti bawahannya dan orang-orang yang “berjiwa
pembangunan”. Waktu Habibie jaya, orang-orang memaksakan diri berbicara tentang
dan bergaul dengan masyarakat madani. Pada orde Gus Dur banyak bermunculan kata
baru dalam bahasa Indonesia yang bersumber dari bahasa Arab karena Gus Dur
berasal dari kalangan kiayi yang dapat dipastikan akrab bergaul dengan lughotul
‘arobiyah. Masa Megawati lain lagi. Kini kata-kata berbau nasionalis demokratis
bertebaran dalam pergaulan kita, terutama para aktivis politik.
Chaer dan Agustina (2010:62) mengungkapkan variasi bahasa itu
ada beberapa jenis, diantaranya:
Variasi Bahasa dari Segi Penutur
Variasi Bahasa Idiolek
Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat
perorangan. Menurut konsep idiolek. setiap orang mempunyai variasi bahasa atau
idioleknya masing-masing.
Variasi Bahasa Dialek
Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok
penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau
area tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek Bayumas, Pekalongan, Surabaya, dan
lain sebagainya.
Variasi Bahasa Kronolek atau Dialek Temporal
Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi
bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya,
variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi bahasa pada
tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada masa kini.
Variasi Bahasa Sosiolek
Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan
dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini
menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan,
seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain
scbagainya.
Variasi Bahasa Berdasarkan Usia
Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu varisi bahasa yang
digunakan berdasarkan tingkat usia. Misalnya variasi bahasa anak-anak akan
berbeda dengan variasi remaja atau orang dewasa.
Variasi Bahasa Berdasarkan Pendidikan
Yaitu variasi bahasa yang terkait dengan tingkat pendidikan
si pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya mengenyam pendidikan sekolah
dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang yang lulus sekolah tingkal
atas. Demikian pula, orang lulus pada tingkat sekolah menengah atas akan
berbeda penggunaan variasi bahasanya dengan mahasiswa atau para sarjana.
Variasi Bahasa Berdasarkan Seks
Variasi bahasa berdasarkan seks adalah variasi bahasa yang
terkait dengan jenis kelamin dalam hal ini pria atau wanita. Misalnya, variasi
bahasa yang digunakan o!eh ibu-ibu akan berbeda dengan varisi bahasa yang
digunakan oleh bapak-bapak.
Variasi Bahasa Berdasarkan Profesi
Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa yang
terkait dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para penguna bahasa tersebut.
Misalnya, variasi yang digunakan oleh para buruh, guru, mubalik, dokter, dan lain
sebagninya tentu mempunyai perbedaan variasi bahasa.
Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Kebangsawanan
Variasi bahasa berdasarkan lingkal kebangsawanan adaiah
variasi yang lerkail dengan lingkat dan kedudukan penuliir (kebangsawanan atau
raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya, adanya perbedaan variasi bahasa yang
digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosa
kata, seperti kata mati digunakan untuk masyarakat biasa, sedangkan para raja
menggunakan kata mangkat.
Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Ekonomi Para Penutur
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur
adalah variasi bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa
berdasarkan tingkat kebangsawanan hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai
warisan sebagaimana halnya dengan tingkat kebangsawanan. Misalnya, seseorang
yang mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang
berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi lemah.
Berkaitan dengan variasi bahasa
berdasarkan tingkat golongan, status dan kelas sosial para penuturnya dikenal
adanya variasi bahasa akrolek, basilek, vulgal, slang, kulokial, jargon, argoi,
dan ken. Adapun penjelasan tentang variasi bahasa tersebut adalah sebagai
berikut:
Akrolek adalah variasi sosial yang
dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi darivariasi sosial lainya;
Basilek adalah variasi sosial yang
dianggap kurang bergengsi atau bahkan
dipandang rendah;
dipandang rendah;
Vulgal adalah variasi sosial yang
ciri-cirinya tampak pada pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari
kalangan yang tidak berpendidikan;
Slang adalah variasi sosial yang
bersifat khusus dan rahasia;
Kolokial adalah variasi sosial yang
digunakan dalam percakapan sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena
bukan merupakan bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof (profesor), let
(letnan), nda (tidak);
Jargon adalah variasi sosial yang
digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Misalnya, para montir
dengan istilah roda gila, didongkrak, dll;
Argot adalah variasi sosial yang
digunakan secara terbatas oleh profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya,
bahasa para pencuri dan tukang copet, barang dalam arti mangsa, daun dalam arti
uang, dll;
Ken adalah variasi sosial yang
bernada memelas, dibuat merengek-rengek penuh dengan kepura-puraan. Biasanya
digunakan oleh para pengemis.
Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan
pemakaian atau funsinya disebut fungsiolek atau register adalah variasi bahasa
yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya
bidang jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan
sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya
adalah dalam hal kosakata.
Setiap bidang kegiatan biasanya
mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya,
bahasa dalam karya sastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis
sehingga dipilih dan digunakanlah kosakata yang tepat.
Ragam bahasa jurnalistik juga
mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas.
Sederhana karena harus dipahami dengan mudah; komunikatif karena jurnalis harus
menyampaikan berita secara tepat; dan ringkas karena keterbatasasan ruang
(dalam media cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Intinya
ragam bahasa yang dimaksud di atas, adalah ragam bahasa yang menunjukan
perbedaan ditinjau dari segi siapa yang menggunakan bahasa tersebut.
Variasi Bahasa dari Segi Keformalan
Joos (Chaer dan Agustina, 2010:70)
membagi variasi bahasa atas lima macam, yaitu:
Ragam Beku (frozen)
Gaya atau ragam beku adalah variasi
bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-situasi hikmat, misalnya
dalam upacara kenegaraan, khotbah, dan sebagai nya.
Ragam Resmi (formal)
Gaya atau ragam resmi adalah variasi
bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas,
surat-menyurat, dan lain sebagainya.
Ragam Usaha (konsultatif)
Gaya atau ragam usaha atau ragam
konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di
sekoiah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau
produksi.
Ragam Santai (casual)
Gaya bahasa ragam santai adalah ragam
bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk berbincang-bincang
dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat dan sebagainya.
Ragam Akrab (intimate)
Gaya atau ragam akrab adalah variasi
bahasa yang biasa digunakan leh para penutur yang hubungannya sudah akrab.
Variasi bahasa ini biasanya pendek-pendek dan tidak jelas.
Variasi Bahasa dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat
dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Misalnya, telepon, telegraf, radio
yang menunjukan adanya perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan. Salah
satunya adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada
kenyataannya menunjukan struktur yang tidak sama.
Sebab-sebab Adanya Variasi Bahasa
Beberapa penyebab adanya variasi bahasa
adalah sebagai berikut :
Interferensi
Chaer (1994:66) memberikan batasan bahwa
interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang
sedang digunakan,sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang
digunakan itu. Bahasa daerah menjadi proporsi utama dalam komunikasi resmi,
sehingga rasa cinta terhadap bahasa nasional terkalahkan oleh bahasa daerah.
Alwi, dkk.(eds.) (2003:9), menyatakan
bahwa banyaknya unsur pungutan dari bahasa Jawa, misalnya pemerkayaan bahasa
Indonesia, tetapi masuknya unsur pungutan bahsa Inggris oleh sebagian orang
dianggap pencemaran keaslian dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang
menjadi sebab adanya interferensi. Selain bahasa daerah, bahasa asing (Inggris)
bagi sebagian kecil orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Penggunaan
bahasa inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang tidak terelakkan
lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya bahasa dan budaya Indonesia yang
secara perlahan tetapi pasti telah menjadi bahasa primadona. Misalnya
masyarakat lebih cenderung menggunakan kata “pull” untuk “dorong” dan “push”
untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat datang”.
Integrasi
Selain Interferensi, integrasi juga
dianggap sebagai pencemar terhadap bahasa Indonesia. Chaer (1994:67),
menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa
masuk dan sudah dianggap, diperlukan dan di pakai sebagai bagian dari bahasa
yang menerima atau yang memasukinya. Proses integrasi ini tentunya memerlukan
waktu yang cukup lama, sebab unsur yang berintegrasi itu telah di sesuaikan,
baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya. Contoh kata yang berintegrasi
seperti montir, sopir, dongkrak.
Alih kode dan Campur Kode
Alih kode adalah beralihnya suatu kode
(entah bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa lain)
(Chaer, 1994:67). Campur kode adalah dua kode atau lebih di gunakan bersama
tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam situasi santai (Chaer, 1994:69).
Diantara dua gejala bahasa itu, baik alih kode maupun campur kode gejala yang
sering merusak bahasa Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam berbicara
dalam bahasa Indonesia di campurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah, begitu
juga sebaliknya. Dalam kalangan orang terpelajar sering kali bahasa Indonesia
di campur dengan unsur-unsur bahasa Inggris.
Bahasa Gaul
Bahasa gaul merupakan salah satu cabang
dari bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul
pada akhir tahun 1980-an. Pada saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya
para anak jalanan. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai
setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa kata yang digunakan dalam komunitas
tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama kamus bahasa gaul pada tahun 1999.
Contoh penggunaan bahasa gaul adalah sebagai berikut :
Bahasa Indonesia Bahasa Gaul
Ayah Bokap
Ibu Nyokap
Saya Gue
Penggunaan Variasi Bahasa
Penggunaan variasi bahasa harus di
sesuaikan dengan tempatnya (diglosia), yaitu antara bahasa resmi dan tidak
resmi.
Bahasa Resmi (Tinggi)
Bahasa resmi digunakan dalam situasi
resmi seperti, pidato kenegaraan, pengantar pendidikan, khotbah, surat menyurat
resmi, dan buku pelajaran.
Bahasa Tidak Resmi (Rendah)
Bahasa ini digunakan dalam situasi yang
non formal atau tidak resmi, seperti di rumah, di warung, di jalan, surat-surat
pribadi dan catatan untuk dirinya sendiri.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul, Leoni, Agustina. 2011.
Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta. Rineka Cipta
http://bahasaakademis.blogspot.com/2009/09/variasi-bahasa.html
http://wesakwela.wordpress.com/2011/12/13/modul-sosiolinguistik/
http://ramlannarie.blogspot.com/2010/07/pengantar-sosiolinguistuk.html
0 komentar:
Post a Comment