DORONGAN MENCARI RIZKI
YANG HALAL
I.
PENDAHULUAN
Sebagai orang islam yang taat kepada Allah
SWT, kita harus selalu menjalankan semua perintah dan meninggalkan semua
larangan Allah SWT. Termasuk diantaranya adalah mencari dan mendapatkan rizki
yang halal, karena apapun yang kita dapat dan kita makan dalam hidup kita ini
akan dipertanggungjawabkan besuk pada hari qiyamat oleh Allah SWT. Hal inilah
yang mendorong bagi kita untuk selalu mencari dan mendapatkan rizki yang halal
dan sehat serta bermanfaat, namun pada kenyataanya dalam konteks negara kita
ini masih banyak orang islam dari rakyat sampai pejabat masih mendapatkan rizki
dengan jalan yang tidak sehat. Diantaranya adalah Mencuri, Merampok, Menodong,
Manipulasi, sampai kasus yang besar yaitu Korupsi. Inilah tugas yang paling
berat bagi kita sebagai mahasiswa sebagai Agen Sosial Of Change yang
bertugas mengemban amanat dari rakyat, karena nasib suatu bangsa ada ditangan
para pemudanya. Dari itu paling tidak kita sebagai mahasiswa memulai untuk
merubah hal tersebut kita awali dengan hal-hal terkecil, Misalnya kita tidak
membohongi orang tua ketika kita meminta uang kiriman dari rumah. Mungkin
dengan tindakan yang terkecil seperti itu kita sebagai mahasiswa bisa menjadi
orang islam yang senantiasa berbakti pada Allah SWT dengan bukti kita mencari
dan memakan rizki yang halal.
II. POKOK PEMBAHASAN
A. Pengertian Rizki Yang
Halal
B. Hadist-Hadist Tentang
Dorongan Mencari Rizki yang Halal
1. Hadist Abdullah Bin
Umar Tentang Orang Yang Memberi Lebih Baik Daripada Meminta-Minta
2. Hadist Abu Hurairah
Tentang Menjual Kayu Bakar Lebih Baik Daripad Meminta-Minta
3. Hadist Miqdam Bin
Ma’dikariba Tentang Nabi Daud Makan Dari Usahanya Sendiri
4. Hadist Abu Hurairah
Tentang Nabi Zakariya Seorang Tukang Kayu
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rizki yang
Halal
Rizki atau
Rezeki artinya adalah segala sesuatu yang diberikan Tuhan yang bermanfaat dalam
hidup[1].
Sedangkan Halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam hukum agama, atau lawan
dari haram.[2]
Atau bisa dikatakan bahwa Rizki Halal adalah suatu yang dapat diambil
manfaatnya oleh makhluk hidup, seperti makanan, minuman, dan sebagainya yang
diperbolehkan agama.
Nabi Muhammad
SAW bersabda:
من جعل الهم هما واحدا كفاه الله هم الدنيا ومن تشعبته الهمو م لم يبال الله في اي اودية الدنيا هلك (رواه
الحكم)
Artinya:
”Barang siapa yang mempunyai hanya satu keinginan (yaitu akhirat), niscaya Allh
SWT akan mencukupkan kehidupanya di dunia. Dan barang siapa yang keinginanya
bercabang-cabang, Allah SWT tidak akan memperdulikan kebinasaanya di lembah
maupun di dunia ini” (HR.
Hakim)[3]
Rizki yang dimaksud dalam hadist ini adalah jaminan dan tanggungan Allah
SWT yang akan diberikan kepada setiap orang jika dia bersungguh-sungguh dalam
mencarinya dengan ikhtiar lahir dan ikhtiar bathin. Allah SWT sudah menetapkan hidup,
mati, dan rizki bagi setiap orang, Maka dari itu tidak seorangpun yang dapat
menghalanginya.
Dalam buku M. Quraish Shihab, diterangkan bahwa kriteria halal itu ada dua
macam, yaitu halal dari segi zat dan halal dari cara memperolehnya[4].
Sedangkan kata Thayyib
artinya lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Sedangkan menurut
pakar tafsir menerangkan bahwa thayyib artinya sesuatu yang tidak kotor dari
segi zatnya, atau rusak dan dicampuri benda najis.[5]
B. Hadist-Hadist
Tentang Dorongan Mencari Rizki Yang Halal
1. Hadist Abdullah
Bin Umar Tentang Orang Yang Memberi Lebih Baik Daripada Meminta-Minta
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما ان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قال : وهو
على المنبر وذكر الصدقة والتعفف والمسا لة اليد العليا خير من اليد السفلى فا ليد العليا هي المنفقة والسفلى هي السا نلة
(البخاري في كتاب الزكاة)
Artinya: ”Dari Abdullah
Bin Umar berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Di atas mimbar beliau mengatakan tentang shadaqoh dan menahan diri
dari meminta-minta. Katanya bahwa tangan adalah orang yang memberi shadaqoh dan
tangan yang di bawah adalah orang yang meminta-minta” (HR. Bukhori).[6]
Hadist ini menerangkan bahwa
orang yang memberi lebih baik daripada orang yang suka meminta-minta, dan
hendaklah sedekah itu dimulai dari orang yang menjadi tanggung jawabnya, bukan
kepada orang lain. Sebab meminta-minta itu dilarang dalam agama, sehingga
jangan sampai orang yang menjadi tanggung jawabnya datang meminta-minta.
Memberi adalah perbuatan yang
mulia, karena perbuatan suka memberi adalah menunjukkan sifat dermawan bagi
seseorang, terutama bagi umat islam yang kaya dan dianggap punya harta yang
lebih mereka bisa menjaga hartanya dan memberikan hak bagi mustahiq lewat
infaq, zakat, dan shadaqoh dan lain sebagainya. Sedangkan perbuatan
meminta-minta adalah perbuatan yang kurang mulia, karena jika kita masih diberi
kesehatan, kekuatan dalam mencari rizki maka tidaklah baik bagi seseorang itu
meminta-minta. Agama islam mengajarkan untuk bekerja keras, tidak mengajarkan
pemeluknya untuk bermalas-malasan dan menggantungkan diri kepada orang lain.
2. Hadist Abu
Hurairah Tentang Menjual Kayu Bakar Lebih Baik Daripada Meminta-Minta
عن ابي هريرة رضي الله عنه يقول قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم لان يحتطب احدكم حزمة على طهره خيرله من ان يسال الدا فيعطيه او يمنعه (اخرجه
البخاري في كتاب المساقاة)
Artinya: ”Dari Abu
Hurairah RA berkata: Dari Rasululloh SAW bersabda: Seandainya seseorang mencari
kayu bakar dan dipikulkan di atas punggungnya, hal ini lebih baik daripada ia
meminta-minta pada seseorang yang kadang-kadang diberi, kadang-kadang pula
ditolak” (HR. Bukhori)[7]
Pesan Rosululloh SAW dalam hadist ini adalah
menganjurkan pada kita untuk bekerja dan makan dari hasil usaha kita sendiri,
Beliau juga memerintahkan untuk memelihara kehormatan diri dan menghindari
perbuatan yang hina (meminta-minta). Islam adalah agama yang mengajarakan untuk
selalu semangat dalam hal apapun, termasuk semangat dalam mencari rizki. Karena
apabila kita meminta-minta dan hidup selalu menggantungkan kepada orang lain
atau menjadi suku benalu, maka kita akan menjadikan lemah dalam bersemangat,
tidak mau berikhtiar lahir-bathin. Padahal Allah SWT selalu memberikan
kesempatan bagi hambanya yang mau berusaha.
3. Hadist Miqdam Bin
Ma’dikariba Tentang Nabi Daud Makan Dari Usahanya Sendiri
عن المقدام رضي الله عنه رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قال ما اكل احد طعاما قط خيرا من ان يا كل من عمل يده وان داود السلام كان ياكل من عمل يده (اخرجه البخاري في كتاب المساقاة)
Artinya: ”Dari
Al-Miqdam RA, Dari Rasululloh SAW
bersabda: Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari hasil
keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud itupun memakan dari hasil karyang
sendiri.”(HR. Bukhori)[8]
Hadist ini menerangkan bahwa rizki yang baik
adalah rizki yang didapat dari jalan yang halal dan dari usahanya sendiri.
Dalam hadist ini juga menerangkan bahwa Nabi Daud juga memberikan contoh bagi
kita bahwa Nabi Daud walaupun dia seorang Nabi dan dijamin kehidupanya oleh
Allah SWT, tetapi Nabi Daud tetap bekerja keras dan tetap berusaha dalam
memenuhi kehidupanya. Ini memberikan suatu stimulan bagi kita yang hanya
menusia biasa untuk terus bekerja keras dalam memenuhi kehidupan di dunia ini.
Dalam kacamata agama islam bahwa rizki itu seharusnya memang harus halal dan
dari usahanya sendiri, karena Allah SWT menyukai hal yang dicari dari jalan
yang Haq dan tidak menyukai hal dari jalan yang Bathil.
4. Hadist Abu
Hurairah Tentang Nabi Zakariya Seorang Tukang Kayu
عن ابي هريرة ان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قال كان زكرياء نجارا
(اخرجه مسلم في كتاب الفضانل)
Artinya: ”Dari Abu
Hurairah berkata, bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: Nabi Zakariya adalah
seorang tukang kayu”. (HR. Muslim)[9]
Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Zakariya juga
bekerja sendiri, artinya beliau tidak mau menunggu rizki datang sendiri. Mustahil
rizki itu akan turun dari langit di hadapan kita, karena tidak mungkin sesuatu
itu datang secara tiba-tiba tanpa ada ikhtiar lahir maupun bathin untuk
mendapatkanya. Dari itu kita sebagai umat islam selalu dianjurkan untuk selalu
berikhtiar lahir dan bathin untuk selalu mendapatkan rizki yang halalan dan
thoyyiban, karena dari rizki itulah kita tumbuh, dari rizki itulah kita besar,
dan kesemuanya itu akan kita tanggung jawabkan dengan Allah SWT. Di dalam kitab
suci Al-Quran juga diterangkan bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu
kaum sebelum dia mengubah nasibnya sendiri. Dari keterangan ini dapat
disimpulkan bahwa semua yang kita cita-citakan, semua yang kita inginkan,
adalah mustahil akan kita dapatkan tanpa adanya usaha untuk mendapatkanya. Tapi
usaha itu semua juga harus Halalan Thayyiban sesuai yang dianjurkan oleh agama
islam.
IV. KESIMPULAN
Dari semua
penjelasan-penjelasan dari beberapa hadist di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Pertama, perbuatan memberi juga lebih baik daripada meminta-minta,
karena itu adalah menunjukkan pribadi yang malas dan tidak mau berusaha serta
menggantungkan diri kepada orang lain. Kedua, Nabi Muhammad menerangkan
bahwa seseorang yang mencari kayu bakar untuk memenuhi kebutuhanya itu lebih
baik daripada orang yang meminta-minta. Ketiga, seorang Nabi yang
memberikan contoh kepada kita untuk mencari makan dari usahanya sendiri, yaitu
adalah Nabi Daud AS, meskipun dia seorang Nabi namun tetap berusaha dan
berusaha untuk memenuhi kehidupanya. Keempat, usaha apapun yang
dialakukan oleh seorang hamba adalah yang penting Halalan Thayyiban,
meskipun itu hanya menjual kayu bakar, seperti yang dilakukan oleh Nabi
Zakariya. Jadi inti dari kesemuanya adalah Mencari rizki yang halal dan
thayyiban adalah sangat dianjurkan oleh agama islam, karena semua itu sudah
diajarkan pula oleh Rasulullah SAW dan juga Nabi Daud dan Nabi Zakariya.
V.
PENUTUP
Demikianlah pembahasan makalah kami yang
berjudul ”Dorongan Untuk Mencari Rizki Yang Halal” yang pasti di
dalamnya terdapat kesalahan dan kekurangan. Dari itu kritik dan saran yang
bersifat Konstruktif sangat kami harapakan demi kemajuan kita semua, dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amien. Salam PLUR (Peace Leve
Unity Respect).
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Hasby. Mutiara Hadist 4.
Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2003
Departemen Agama. Al-quran dan Terjemahnya.
Kudus: Menara Kudus. 1997
A.
Majid Hasyim, Husaini. Syarah Riyadush Sholihin.
Surabaya: Bina Ilmu. 2003
Mansyur, Kahar. Bulughul Maram Jilid II.
Jakarta: Rieneka Cipta. 2000
Mudjab Mahalli, Ahmad. Hadist-Hadist Muttafaqun
Alaih. Jakarta: Perdana Media. 2003
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Quran. Bandung:
Mizan. 1998
Sunarto, Achmad. Al-Jami’ush Shahih. Jakarta: Setia Kawan. 2000
Syihabudin, Imam Al-Abbas. Irsyadussari Bil
Syarhil Shahih Bukhari. Libanon: Darul Kutub.
Usman, Ali. Hadist Qudsi. Bandung:
Diponegoro.
Widodo, Amd. Dkk, Kamus Ilmiah Populer.
Yogyakarta: Absulut. 2001
[1]Widodo. Amd. Dkk. Kamus Ilmiah Populer. Jogjakarta: Absolut. hlm. 651
[2] Ibid,hlm. 187
[3] Ali Usman, Hadist Qudsi, Bandung:
Diponegoro, 1995. hlm. 263
[4] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Bandung:Mizan,
1998. hlm. 148
[5] Hasby Ash-Shiddiqy, Mutiara Hadist 4, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2003. hlm. 155
[6] Ahmad Mudjab Mahalli, Hadist-Hadist
Muttafaqqun Alaih, Jakarta: Perdana Media, 2003. hlm. 490
[7] Imam Syihabudin Al Abbas, Irsyahdussari
Bil Syarhil Shohih Bukhori, Libanon: Darul Kutub. hlm. 78
[8] Husaini A. Majid Hasyim, Syarah
Riyadush Sholihin, Surabaya: Bina Ilmu, 1993. hlm. 340
[9] Imam Syihabuddin, Op cit. hlm. 110
0 komentar:
Post a Comment