A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia
mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang
benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah,
keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut
menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang
formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan
tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang
mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli
filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya
semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli
filsafat saja secara rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu.
Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya
karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok.
Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu?
Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu
bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara
kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud
dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha
untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan
teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena
itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang
asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk
meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari
kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah.
Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang
mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari
bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang
dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan
bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang
masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang
menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui
bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran
utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi
istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian
dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai
pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam
hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba,
misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba
menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan)
yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar.
2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si
terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam
usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran
yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama
lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling
sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau
hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan
hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga
mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya
mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber
untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al
Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para
peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai
sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap
masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan
seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam
sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist
sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran.
Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya
mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa
pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan
menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan
menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al
Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu
wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami
kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar
memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling
dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan
memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan
ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al
Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat
diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat
manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi
bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara
sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang
dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah
benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau
memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan
bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam
merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran
Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek
kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan
dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,
kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya
melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya
dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah
pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan
penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit,
dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern
dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para
ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan
memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah
semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat
manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang
melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung
unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi
itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa
hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan,
hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan
sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati
sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat
dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan
tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang
ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita
mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih
kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang
memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik
daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah
membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam
mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan
dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah
dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu
kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki
daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan
Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al
Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya
ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat,
serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk
beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya
terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan
makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil
manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya
dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian
secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat
para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian,
filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai
oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa
batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini
mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah
disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan,
khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat
pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat
pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau
cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat
pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik.
Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya
dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita
untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk
bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah
guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam
kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi
pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha
“ yaitu :
1. Untuk
membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan
akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan
Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya
dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya
sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui
dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar
menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan
supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan
tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping
memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi
kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak,
atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan
pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai
kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan
filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan
dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan
tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta
para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik
dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk
mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi
kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur
sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al
Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li
Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars
li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini
Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode
yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran
secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya
dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan
digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam
analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih
untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih
merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara
pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an
dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah
menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat
dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara
epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni
pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam
yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang
dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera
akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan
secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut
bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai
kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung
persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan
penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli,
karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan,
zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian
masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa
pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya,
Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus,
Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta,
1984.
Ali
Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya,
1983.
Zuhairini.
Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana
Ilmu, Jakarta, 1997
0 komentar:
Post a Comment