Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday, 3 June 2014

INSPIRASI PENELITIAN PENDIDIKAN BAHASA


Disusun Prof Dr Suparmin Dandan Supratman
Dalam Pokok Bahasan 6 sudah disampaikan betapa sumber inspirasi itu sangat di-butuhkan untuk memulai penelitian. Untuk memperkaya sumber tersebut dibutuhkan kemampuan menyerap pengalaman, rajin memperkaya wawasan dari lileratur yang cukup dan mempertajam kepekaan terhadap adanya kesenjangan yang sangat memprihatinkan. Kepekaan artinya kecerdasan perasaan terhadap adanya sesuatu yang membuat penasaran. Calon peneliti yang bersangkutan cepat tanggap terhadap adanya kesenjangan yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan yang ter-serap. Sering kali terjadi “ketagihan” melakukan penelitian karena kesan dari penga-laman melakukan penelitian yang menyenangkan. Peneliti ingin melakukan penelitian lagi. Bila kurang peka terhadap kenikmatan melakukan penelitian calon peneliti tidak mudah tersentuh minatnya untuk berminat meneliti.

IDE TOPIK
Proses munculnya Ide itu manakala ada niat lalu terangsang objek yang menarik. Misalnya,
Anda ingin melakukan penelitian, lalu melihat anak-anak yang sedang bermain begitu lincah berlari-larian bersama temannya, seperti tak kenal lelah. Anda mengetahui bahwa anak-anak yang tetap sehat itu cerdas, lalu muncul keinginan untuk mengetahui apakah kelincahan itu ada hubungannya dengan kemampuan berbahasa. Apakah anak-anak yang lincah bermain itu juga lincah dalam berbicaranya? Pertanyaan itu muncul karena Anda berprofesi sebagai guru bahasa. Anda menduga adanya hubungan fungsional antara kelincahan fisik dengan kelincah-an berbahasa. Kesehatan membutuhkan kecukupan gizi, adakah hubungan fungsional antara perlakuan orang tua yang tidak selalu melarang anak-anaknya berlari-lari? Dapat dilakukan pe-nelitian yang berkenaan dengan hubungan antara kecukupan gizi, kesehatan, perlakuan orang tua dan kelincahan berbicara. Dengan demikian dapat dila-kukan pendidikan yang tepat tent-ang bagaimana memperlakukan anak-anak.

Misal lain,
Kita sedang baca-baca koran, di sana terbaca tentang tawuran remaja, pemuda dan mahasis-wa, bahkan orang tua. Dipertanyakan, mengapa anak remaja atau pemuda selalu terlibat ta-wuran. Sedikit-sedikit demo dan tawuran bahkan anarkhis. Karena Anda mengetahui teori fak-tor, lalu bertanya faktor laten apa yang berpengaruh kuat sehingga selalu terjadi tawuran itu.  Diketahui pula bahwa faktor laten itu adalah faktor yang tersembunyi, tidak disadari tetapi dila-kukan. Biasanya tawuran itu ujung dari kegagalan komunikasi antar pejabat pelayan publik da-lam melayani rakyatnya. Lalu muncul ide untuk melakukan penelitian tentang kemampuan ber-komunikasi para pelayan publik. Pendemo pun tidak menyadari bahwa perilakunya itu lepas kontrol dan beremosi kebablasan. Lahir pertanyaan mengapa masyarakat ini menjadi terbiasa lepas kontrol. Apakah hal itu termasuk urusan pendidikan masyarakat?
Apa yang terjadi dengan sistem pendidikan di negara ini? Muncul ide untuk melakukan peneliti-an tentang pendidikan masyarakat, bagaimana dan siapa yang bertanggung jawab.
Demikian banyak ide dari berbagai sumber inspirasi berbasis kompetensi dan pro-fesi, lingkungan, kebiasaan dalam keluarga, cara didik keluarga, beragam karakter-istik peserta didik, kompetensi yang ditetapkan dalam silabus dan wawasan berbagai pengetahuan tentang model analisis statistika, dapat menjadi sumber inspirasi untuk melakukan penelitian. Kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum merupakan sum-ber inspirasi utama untuk melakukan penelitian pendidikan, antara lain kompetensi bidang pendidikan bahasa. Seandainya
Anda guru bahasa Indonesia yang walaupun duduk saja di rumah cuma melamun, minimal Anda dapat inspirasi menulis cerpen dan puisi. Seandainya  Anda guru bahasa jalan-jalan ke pasar menyimak orang berbicara dengan bahasa pasar, minimal Anda terinspirasi untuk mela-kukan penelitian bahasa jual-beli. Cobalah jalan-jalan atau pesiar ke sawah dan ladang, Anda terinspirasi bagaimana mendidik siswa memperkaya kosa kata dan istilah-istilah dalam biologi. Anda dapat bekerja sama dengan guru biologi membuat kamus istilah pertanian. Cobalah ber-silaturahmi kepada saudara dan handai tolan, akan muncul ide melakukan penelitian keceria-an komunikasi yang santun, santai, dan gelak tertawa. Jika lelah dan beristirahat di rumah, bacalah berita di koran, akan muncul ide menyunting bahasa koran.
Sumber inspirasi utama untuk melakukan penelitian pendidikan bahasa tentu kom-petensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Pertanyaannya bagaimana keterkaitannya dengan berbagai variabel atau faktor-faktor yang memang diduga berkaitan dengan kompetensi seperti kepribadian, kebolehan, perilaku, cara siswa belajar, berbagai tingkah polah siswa, karakter siswa, profil guru, kegiatan kepala sekolah, pegawai administrasi, pegawai kebun sekolah, pendekatan, metode, teknik, kiat, strategi, mo-del pembelajaran, media, bahan ajar bahasa, dan apa saja yang ternyata tidak ter-batas. Sarana pendidikan perpustakaan, kantin sekolah, guru-guru, lingkungan kelas, taman dan kebun sekolah, bunga-bunga hiasan, ruang guru, demikian juga halaman dan lapangan olah raga sekolah dapat dimanfaatkan sebagai etalase sumber inspi-rasi penelitian pendidikan bahasa. Demikian juga lingkungan keluarga, kebiasaan bahasa dalam keluarga, sarana keluarga lainnya seperti kendaraan, televisi, kulkas, kursi, alat dapur, dan sebagainya. Jangan “kuper”, lihat juga pemandangan, pesa-wahan, pepohonan, gunung-gunung, yang semuanya itu dapat menjadi etalase sum-ber ide untuk melakukan penelitian.
Bagaimana semua itu berkaitan dengan kompetensi aspek kemahiran: berbicara, me-nyimak, membaca, menulis, penguasaan diksi, menulis puisi, mengarang cerita, apre-siasi terhadap bahasa dan sastra. Jika wawasan itu dikombinasikan akan ketemu de-ngan begitu banyak topik dan masalah yang relevan, aktual, mutakhir, dan menarik.
Akan tetapi tentu belum cukup jika Anda hanya memiliki substansi yang diteliti berupa variabel respons dan prediktornya. Pertanyaan berikut, bagaimana Anda akan mem-bahas kaitan atau hubungan antara kompetensi sebagai variabel respons dengan variabel-variabel yang cukup berlimpah itu. Seperti diketahui bahwa hakikat memba- has adalah mengaitkan, menghubungkan, membedakan, memilah, dan menyimpul-kan. Oleh karena itu Anda perlu memiliki wawasan tentang teknik-teknik analisis yang cocok, seperti wawasan teknik analisis statistika yang telah diutarakan dalam bab lima. Dengan wawasan tersebut Anda terbantu menemukan judul penelitian yang te-pat dan cocok dengan kemampuan Anda. Akan tetapi bagaimana penelitiannya dapat diakukan? Bergantung juga pada penguasaan peneliti pada metodologi penelitian, karena penelitian merupakan upaya menjelaskan keterkaitan antara topik dan berba-gai faktor prediktor yang dijelaskan secara argumentasi persuasif bahwa dalam topik yang ditentukannya itu diyakini terkandung keprihatinan yang mendalam, yang mem- buat penasaran dan menggelisahkan, yang berpeluang mengundang kerugian yang lebih besar jika tidak segera dijawab dan dilakukan tindakan yang tepat. Misalnya
Dalam fenomena kualitas pengelolaan sekolah (MBS), banyak masalah yang berkenaan dengan perlunya melakukan “proses” pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan dan keterampil-an. Cobalah perhatikan manajemen kelas, apakah memang di kelas terjadi pendidikan, atau sekadar pembelajaran. Hasil pengamatan itu saja dapat dilakukan penelitian untuk mencari model pembelajaran yang tepat.
Ternyata untuk menjadi guru yang profesional diperlukan kemampuan merancang dan melak-sanakan, untuk dapat menerapkan strategi dan model pembelajaran yang tepat, memilih ba-han ajar, mahir menggunakan media, mahir dan bijak berbicara retorik, serta apresiatif terha-dap kebahasaan dan kesastraan. Fenomena tersebut banyak sekali memberikan inspirasi untuk melakukan berbagai model penelitian. Itu semua membutuhkan wawasan dan kemam-puan dalam bidang metodologi penelitian dan statistika.
Kompetensi peserta didik dalam kemahiran berbahasa beragam. Kompetensi kemahiran me-nyimak, berbicara, membaca, dan menulis, dibedakan atau dipengaruhi oleh perbedaan karak-ter peserta didik seperti introversi, minat, bakat, motivasi, hasrat, kebiasaan, bergaul, kebiasa-an menonton sinetron, kegiatan sastra, dan kondisi lingkungan seperti sarana, media, fasilitas keluarga, teman sebaya, kondisi guru/pendidik: pendidikan, pengalaman, lingkungan, tingkat ekonomi, dan sebagainya yang semuanya itu dapat diangkat menjadi masalah penelitian. Jika demikian itu kurang menarik, cobalah kaitkan dengan peran bahasa dalam kemasyarakatan dan politik, misalnya, gara-gara lemah dalam berkomunikasi, tawuran marak di mana-mana.
MENGANGKAT MASALAH DAN JUDUL
Tidak kalah pentingnya bagi mahasiswa pada umumnya adalah bagaimana memulai penelitian. Memulai penelitian atau merancang proposal bab yang disebut penda-huluan, bukan dimulai dari menetapkan judul, melainkan dari topik, latar belakang pilihan topik, dan menetapkan masalah. Setelah itu baru dirancang judul penelitian.
Latar Belakang Masalah
Dalam Latar belakang masalah dikemukakan alasan bahwa topik yang menjadi ancangan penelitian perlu dibahas dan dilakukan penelitian. Ada apa di belakang topik itu. Di belakang topik itu dapat ditemukan dan dipaparkan berbagai pertanyaan masalah, Ini menjadi deskripsi permasalahan yang ada di balik topik itu. Deskripsi ini disebut Identifikasi Permasalahan. Seberapa banyak permasalahannya, bergantung pada kemampuan peneliti mengemukakannya. Namun demikian peneliti perlu mem-batasi atau menentukan permasalahan tertentu yang lebih dianggap layak untuk di-pelajari melalui penelitian. Pola pikir argumentatif dikemukakan sebagai subjudul Pembatasan Masalah. Jika peneliti sudah merasa yakin dengan hakikat masalah pilihannya itu, lalu diajukan Rumusan Masalah yang jelas. Rumusan masalah itu yang akan menjadi dasar untuk melakukan penelitian.
Judul Penelitian
Judul penelitian dirumuskan berdasarkan masalah terpilih, bukan sebaliknya. Rumus-an judul sudah dipertimbangkan berdasarkan identifikasi permasalahan yang juga dikemukakan berbagai teori beserta metodenya yang dikemukakan dalam penelitian orang lain. Misalnya 
Masalah:
Apakah mutu kemahiran guru mengajar (Y) dipengaruhi (a) kesan dalam mengikuti penataran, (b) kesejahteraan keluarga, (c) kesan ilmu dalam pendidikan, (d) mutu pengalaman bertugas, (e) konsentrasi pada tugas (f) kemampuan mengelola waktu.
Valiabel-variabel yang dikemukakan dalam rumusan masalah tersebut hanya seba-gian dari permasalahan yang dikemukakan dalam subbab identifikasi permasalahan. Mutu guru mengajar merupakan variabel respons (Y) yang dipelajari dan diduga di-pengaruhi beberapa variabel prediktor atau/variabel bebas: (a), (b), (c), (d), (e), dan (f) tersebut. Dengan demikian,
Judulnya:
Efek mengikuti penataran, kesejahteraan keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman bertugas, konsentrasi pada tugas, dan kemampuan mengelola waktu, terhadap mutu guru mengajar.
Namun terdapat tesis yang rupanya judul ditetapkan terlebih dahulu. Judul yang lebih dahulu ditetapkan, ada kecenderungan masalah dicari-cari seingatnya dan sekena-nya seperti
Judulnya:
Peningkatan Keterampilan Menulis Crita Cekak Berbahasa Jawa
Masalah:
a.  Bagaimana karakteristik media audio humoris yang sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa dalam pembelajaran keterampilan menulis crita cekak berbahasa Jawa?
Bagaimana ciri-ciri dan prinsip pengembangan media audio humoris yang dapat mening-katkan keterampilan menulis crita cekak berbahasa Jawa?
Bagaimana wujud media audio humoris yang dapat digunakan untuk meningkatkan ke-terampilan menulis cerita cekak berbahasa Jawa?
Bagaimana keefektifan media audio humoris dalam pembelajaran menulis crita cekak berbahasa Jawa?

Komentar mahasiswa:
Bagaimana bisa menganalisis hubungan judul dan rumusan masalah, jika rumusan judul. Judul tidak mencerminkan masalah, karena menetapkan judul dahulu, baru masalahnya dicari-cari. Menentukan judul penelitian ilmiah tidak semudah menentu-kan judul “kethoprak”. Apabila permasalahan (a,b,c,d) itu yang dikemukakan terlebih dahulu kemudian dirumuskan judulnya, maka dalam judulnya tercantum kata media audio humoris. Misalnya judul itu, “Meningkatkan kemampuan menulis dengan teknik media audio humoris”, namun apakah yang dimaksud dengan meningkatkan? Penelitian proses, atau laporan kegiatan? Jelas bukan penelitian.

KEPARALELAN PENELITIAN
Keparalelan atau kekonsistenan dalam proses penelitian ilmiah sangat diperhatikan karena dapat menunjukkan mutu penalaran peneliti. Topik tercakup dalam judul. Ju-dul mencerminkan permasalahan, teori-teori, dan metodenya. Demikian juga, dalam Bab 2 dikemukakan secara jelas berbagai teori yang dibutuhkan untuk menjawab masalah dan merancang instrumen.

Berikut disampaikan beberapa contoh untuk dianalisis, bagaimana dari topik yang ditetapkan, mengajukan latar belakang masalah, mengidentikasi permasalahan,me- netapkan masalah tertentu, merumuskan masalah yang terpilih, sampai menetapkan judul penelitian. Apakah ada keparalelan antara latar belakang, masalah, judul, bahkan dengan teori-teori yang diajukannya, serta simpulan hasil penelitiannya?
Contoh 1
Latar Belakang:   
Perlu dilakukan peneltian tentang kemahiran menulis. Peneliti mengetahui lingkungan keluar-ga, lingkungan sekolah, lingkungan pesawahan dan perkebunan, anak penurut, anak bandel dan anak avontur. Apakah fenomena itu ada kaitannya dengan kemampuan berbahasa aspek menulis? Peneliti memiliki wawasan teknik analisis statistika model efek baik sederhana mau-pun ganda, analisis varians, dan faktor analisis.
Masalahnya:.
Yang lebih pandai bercerita itu anak yang bagaimana, dan lingkungan mana? Peneliti dapat melakukan penelitian dengan analisis varians, atau korelasi fungsional.
Judul : 
Peran lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah terhadap keberanian menulis.
Contoh 2
Latar Belakang:  
Merasa perlu melakukan penelitian untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Guru bahasa Indonesia niscaya menginginkan anak didiknya lancar bicara, cerdas menulis, santun bicara, menghargai pembicara dan pendapat orang, kaya dengan ide kreatif dan mampu mengontrol emosi (dan semuanya itu berkenaan dengan berbahasa). Bagaimana itu bisa diwujudkan. Apa-kah anak-anak yang makin lincah dalam bermain makin lancar bicaranya? Bisakah anak dibuat lincah? Model pembelajaran yang bagaimana agar anak-anak yang kurang lincah juga pandai bicara? Perlu ditemukan bagaimana caranya, lalu perlu dilakukan penelitian model eksperimen  mengembangkan kelincahan dengan olah raga tertentu yang mengembangkan kelincahan.
Masalahnya:   
Apakah kemahiran siswa bicara dapat ditingkatkan melalui pembiasaan berolah raga?  Apakah manik tinggi tingkat kesegaran jasmaninya akan makin lincah bercicaranya?
Judul: 
Efek perlakuan olah raga bermain sepak bola terhadap kelincahan peserta didik berbicara
Contoh 3
Latar Belakang:  
Merasa perlu menciptakan suasana akademik di sekolahnya, Kepala sekolah mengetahui ten-tang kepasifan siswa di kelas, diduga guru-guru kesulitan mengajar, namun tidak berani cur-hat. Karena fokus perhatian kepala sekolah membina dan membantu terutama guru baru seti-ap bidang studi agar mahir mengajar dengan interaksi yang hidup di kelas. Kepala sekolah pa-ham tentang supervisi klinis. Apa yang perlu dilakukan kepala sekolah? Bagaimana mencipta-kan suasana akademik di sekolahnya, agar guru yang mengalami kesulitan menjadi terbiasa “curhat” dan mengadu kesulitan kepada kepala sekolah. Kepala sekolah mengetahui analisis deskriptif kelemahan dan keunggulan karakter manusia khususnya guru. tetapi kepala sekolah belum mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhinya. Kepala sekolah faham dengan analisis faktor, yaitu analisis yang dapat menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi ter-ciptanya suasana akademik di sekolah. Maka kepala sekolah melakukan penelitian exploratory factor analisys.
Masalahnya : 
Faktor-faktor apakah saja yang mempengaruhi terciptanya suasana akademik di sekolah
Judul:  
Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya suasana akademik di sekolah
Contoh 4
Latar Belakang:  
Merasa perlu menghidupkan suasana perkuliahan di kelas. Ketika perkuliahan dimulai semes-ter pertama, mahasiswa diundang berkomentar: “Silakan siapa yang mau berkomentar, atau ingin mempertanyakan yang kita bahas ini?” Sukar mereka merespons, ditunggu beberapa sa-at tidak ada yang “berani” merespons. Namun jika dosen menunjuk seseorang untuk menja-wab atau langsung ditanya, mereka berusaha menjawab. Muncul ide melatih mahasiswa me-nyusun perangkat pertanyaan, karena hakikatnya bicara itu adalah jawaban atas pertanyaan. Jika terlatih bertanya, mahasiswa dapat menjawab pertanyaannya sendiri. Lalu dosen melaku-kan penelitian eksperimen melatih mahasiswa menyusun perangkat pertanyaan agar maha-siswa terampil, berani dan tuntas berbicara. Apakah cara dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan/atau menulis? Tentu bergantung pada karakteristik kepribadian mahasiswanya. Apakah ia cerdas berpikir atau “telmi” (telat mikir), apakah mahasiswa itu termasuk tipe eks-tropert atau intropert, merupakan karakter yang diduga menjadi pembeda mutu bicara.
Masalahnya :
Apakah pelatihan menyusun perangkat pertanyaan dapat meningkatkan ketuntasan mahasis-wa yang tingkat kecerdasan emosinya berbeda
Judul:  
Pemberian pelatihan menyusun perangkat pertanyaan untuk meningkatkan ketuntasan menu-lis dan berbicara bagi mahasiswa yang tingkat kecerdasan emosinya berbeda.
Contoh 5
Latar Belakang : (sebagai tugas)
Masalahnya:
Apakah mutu kemahiran guru mengajar (Y) dipengaruhi (a) kesan dalam mengikuti penataran, (b) kesejahteraan keluarga, (c) kesan ilmu dalam pendidikan, (d) mutu pengalaman bertugas, (e) konsentrasi pada tugas (f) kemampuan mengelola waktu”.
Judulnya:
Efek mengikuti penataran, kesejahteraan keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman bertugas, konsentrasi pada tugas, dan kemampuan mengelola waktu, terhadap mutu guru mengajar “
Contoh 5 itu berkenaan dengan mutu guru. Kemampuan guru mengajar merupakan variabel respons (Y) yang dipelajari dan diduga kualitas kemampuannya itu dipenga-ruhi beberapa variabel prediktor/bebas: (a), (b), (c), (d), (e), dan (f) tersebut. Dari judul itu tercermin bahwa metode penelitiannya regresi ganda untuk melihat kebermakna-an setiap variabel prediktor, baik secara parsial maupun simultan. Namun semua variabel itu perlu memenuhi syarat independen satu dengan lainnya.
Simpulan dari contoh-contoh itu adalah bahwa hakikat topik penelitian pendidikan ya-itu kompetensi peserta didik sebagai faktor yang diteliti atau sebagai variabel res-pons, yang dikaitkan dengan banyak faktor yang mempengaruhi atau membedakan-nya sebagai variabel prediktor yang tak terbatasbanyaknya. Hakikat topik penelitian pendidikan bahasa adalah kompetensi kemahiran menggunakan bahasa, yang dikait-kan dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi atau membedakannya sebagai variabel prediktor. Dengan demikian perlu memperhatikan peran analisis statistika.

Contoh 6 
Ide Topik: Isu Ujian Nasional (UN), Suatu ketika ramai perbincangan dan kritik terhadap penye-lenggaraan ujian nasional pendidikan dasar dan menengah. Pertanyaan pokoknya, apakah UN itu penting sekali? “Sampai segitunya, dijaga polisi segala”.
Latar Belakang: Jika beranjak dari asumsi bahwa UN yang menguji hasil belajar itu tidak pen-ting, atau jika UN disikapi penting sekali berakibat banyak pihak yang terlibat sibuk dan terlibat stres. UN itu mengukur “out put”. Padahal yang lebih penting dalam tugas “Depdikbud” adalah “out come”, mencerdaskan kehidupan bangsa, bagaimana kiprah tamatan sekolah itu di ma-syarakat. Itu yang lebih penting, dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau mendapat pekerjaan yang layak, atau penganggur yang menjadi beban bangsa. Hasil pendidikan itu out come, hasil pembelajaran itu out put, mana yang dipilih masyarakat?
Bagaimana kelanjutan lulusan itu di masyarakat. Mata pelajaran dan nilai didik apa yang me-nunjang keberhasilan mereka di masyarakat. Masukan dari penelitian ini untuk meningkatkan mutu pendidikan dan citra sekolah. Orang tua seharusnya bercermin pada keberhasilan peser-ta didik di masyarakat. Dengan demikian populasi penganggur akan dapat diketahui dan dite-mukan akar masalahnya.
Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk mengambil keputusan yang adil tentang keberha-silan pembelajaan yang berimplikasi pengembangan mutu kinerja pendididikan. Evaluasi hasil pembelajaran diperlukan untuk melihat dan meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, se-dangkan evaluasi pendidikan dilakukan oleh “stake holder” pendidikan, yaitu lembaga pendi-dikan lanjutan, orang tua, pemerintah, dan masyarakat.
Namun dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) terpendam kebingungan peserta didik, para guru, dan orang tua, bahkan pelaksanaannya melibatkan pejabat lain nonpendidikan, polisi, anggota DPR, gubernur, bupati, dan camat, niscaya dalam proyek UN itu mengandung masalah.
UN penting manakala substansi dan metodologinya memperhatikan kaidah sistem evaluasi, tu-juannya jelas, dan hasilnya bermanfaat bagi peningkatan mutu kompetensi peserta didik.
Yang perlu diketahui bagaimana hubungan UN dengan angkatan kerja yang penganggur, faktor apa yang memberikan sumbangan penting bagi alumni suatu sekolah yang sukses.
Identifikasi permasalahan:
Ujian nasional adalah tes terbatas yang semula hanya bertujuan melihat pemerataan mutu hasil pembelajaran tertentu di setiap daerah Indonesia yang beragam itu. Dengan demikian pemerintah dapat menentukan prioritas bantuan kepada daerah atau sekolah tertentu.
Hasil ujian nasional menggambarkan kondisi setiap sekolah atau wilayah kependidikan untuk menentukan mana yang perlu dibantu dan mana yang dapat dijadikan rujukan. Akan tetapi ter-nyata, sudah berkali-kali ujian nasional dilaksanakan tujuan itu terlupakan. Bahkan hasil ujian itu dijadikan standar penerimaan melanjutkan belajar.  
Keputusan hasil ujian nasional yang menentukan kelulusan pendidikan secara seragam ternya-ta bermasalah, dan membuat berbagai pihak gelisah, karena tujuan evaluasi dan ujian nasional menyalahi prinsip. Antara lain prinsip ketuntasan belajar, keadilan dalam mengambil keputus-an, dan kesesuaian antara pembelajaran dan evaluasinya.
Mengapa evaluasi untuk tujuan pascates tidak diserahkan kepada setiap sekolah atau wilayah kependidikan, kemudian dilakukan perbaikan lembaga melalui program penelitian.
Ujian nasional seharusnya bukan untuk syarat melanjutkan studi, melainkan untuk salah satu bagian pengukuran hasil belajar karena ujian nasional tidak cukup dapat mengukur potensi ke-berhasilan belajar, karena tidak komprehensif.
Ujian nasional telah menciptakan suasana kegelisahan berbagai pihak termasuk pejabat, para guru dan pengelola pendidikan lainnya, terutama orang tua siswa. Bahkan konra produktif, mendidik berbagai pihak mencari dan melakukan berbagai akal pragmatik yang menghalalkan segala cara.
Ditemukan kasus, atau dimanapun, (perlu diteliti) mahasiswa baru yang skor UN nya cukup baik, masih bermasalah di kelas. Keberanian dan kemahiran berbicara dalam mengikuti tanya jawab atau diskusi, bahkan wawasan prerekuisitnya menyulitkan para dosen. Lembaga pendi-dikan lanjutan atau dunia kerja terpaksa melakukan tes khusus dalam seleksi penerimaan peserta didik baru, atau tenaga kerja baru. Lembaga pendidikan lanjutan itu atau dunia kerja itu menghendaki profil input tertentu yang cocok dengan out come yang diharapkan kelak.
Pembatasan masalah
Masalah utama yang dikemukakan tersebut adalah:
Proyek Ujian Nasional itu mengundang kegelisahan berbagai pihak, jika mereka tertarik pada duduk permasalahannya?
Penerima pendidikan lanjutan dan penerika pegawai baru membutuhkan cara lain untuk memutuskan apakah alumni lembaga sekolah diterima atau ditolak?
Hubungan antara besaran skor UN dan kelanjutan studi atau kesuksesannya di dunia kerja.
Sistem evaluasi yang terpadu dan komprehensif yang dikehendaki guru-guru, pihak univer-sitas, orang tua, dan pengusaha
Jika permasalahan yang berkenaan dengan pion (d) dipilih melalui argumentasi pembatasan masalah, dan fokusnya pada pendidikan bahasa, Judulnya,
Judul Penelitian
Sistem evaluasi yang komprehensif pendidikan bahasa menurut guru-guru, dosen, orang tua, dan pengusaha.
Landasan teoretis
Diperlukan teori-teori yang berkenaan dengan (a) sistem evaluasi dalam pendidikan bahasa dan sastra. Persyaratan instrumen out put (kelulus-an). Instrumen tes, nontes, dan asesmen alternatif. Perancangan instrumen ujian nasional. Uji kesahihan dan kereliabilitasan instrumen. Pelaksanaan uji-coba ujian nasional. Umpan balik nasional
Metode
Survei kendala dan harapan ujian nasional. Respondens guru, orang tua, dosen, dan pengusa-ha sebagai pengguna lulusan. Instrumen pedoman wawancara, dan analisis kualitatif dan kuantitatif, bertujuan mengetahui dan meyakinkan kekeliruan yang perlu dihindari dan mene-mukan prinsip-prinsip sistem evaluasi nasional yang komprehensif dan terpadu.
Hasil penelitian yang
Penyimpangan prinsip dalam ihwal kekomprehensifan instrumen
Kelemahan ujicoba instrumen yang standarnya diragukan
Keterlibatan yang kurang terpadu kurang profesional dalam proses menentukan kebijakan
Pelanggaran pelaksanaan yang mengundang masalah berat
Kejelasan kaitan antara hasil ujian out put dan out come
Keyakinkanakan kekeliruan proyek yang perlu dihindari dan menemukan prinsip-prinsip sistem evaluasi nasional yang komprehensif dan terpadu.
Pembahasan
Berangkat dari kegelisahan penerapan UN yang melanggar prinsip, perlu dikatakan UN keliru dan tidak begitu penting. Tujuan ujian tidak jelas. ujicoba instrumen tidak standar, dan pelaksa-naannya bermasalah. Instrumen ujian tidak komprehensif padahal pembelajarannya dituntut komprehensif. Oleh karena itu yang lebih penting adalah pembelajarannya, Ujian selayaknya paralel dengan pembelajarannya. Jika tidak namanya: madu dan racun. Madu di tangan kanan mu, racun di tangan kirimu. Jika ingin membenahi pendidikan, benahilah pembelajarannya, be-nahilah mutu gurunya. Jika pembenahan ujian yang didahulukan, guru akan mengajarnya ber-dasarkan soal ujian. 
Yang lebih penting adalah bagaimana alumni tamatan sekolah itu dapat mengikuti proses pem-belajaran selanjutnya, bukan sekadar dapat melanjutkan pendidikannya, atau dapat melakukan tugasnya di dunia kerja dan meningkatkan karier yang memadai baginya, bukan sekadar diteri-ma untuk bekerja, melainkan pengembangan kariernya di masyarakat. Ternyata lulusan seko-lah menengah yang lulus tes UN dan diterima di universitas (pengamatan terbatas) tidak mam-pu mengikuti perkuliahan secara aktif. Budaya belajar di perguruan tinggi sangat berbeda de-ngan kebiasaan siswa lelajar di sekolah menengah, berarti budaya belajar di sekolah mene-ngah jauh ketinggalan.
Sebagai implikasi penelitian adalah evaluasi lulusan, out put. Dapat dilakukan penelitian yang  topikna “out come” hasil didik. Setelah siswa menamatkan suatu taraf program pendidikan, ba-gaimana mereka dapat mengikuti pendidikan di jenjang pendidikan selanjutnya, atau bagaima-na kiprahnya di masyarakat.
Program penelitian penelusuran lulusan/alumni suatu sekolah untuk mengetahui apakah “out come”-nya unggul atau kurang, itulah yang perlu diketahui orang tua peserta didik, bukan se-kolah yang proporsi  out put” nya atau persentase kelulusannya yang tinggi.
Yang menjadi masalah pemerintah dan kita semua adalah bagaimana lulusan sekolah mampu berkiprah di masyarakat secara mandiri. Dengan mudahnya sekolah meluluskan peserta didik-nya yang sebenarnya belum layak lulus menciptakan jumlah angkatan kerja terus bertambah sementara jumlah pengangguran makin berlimpah.
CONTOH 7, TOPIK: OUT COME YANG DIHARAPKAN
BAB I.   PENDAHULUAN: Latar Belakang Masalah (Alasan pilihan topik):
Ujian nasional yang nyatanya mengundang prokontra, dipandang sebagai program yang sa-ngat penting oleh DEPDIKBUD. Sekolah-sekolah jauh-jauh hari menyiapkannya, sampai-sampai tugas pendidikan diabaikan. Yang utama dilakukan bagaimana mempersiapkan ujian nasional itu. Jika hasilnya kurang baik, teguran sudah menunggu, dan kepercayaan masyarakat pudar. Akan tetapi sebagian ahli pendidikan justru sebaliknya dan katanya bergantung pada tujuan-nya. Jika bertujuan untuk pemetaan kualitas sekolah, lebih tepat dilakukan dengan program penelitian. Jika hasil ujian itu bertujuan untuk mengetahui kualitas peserta didik, sangat keliru, sebab ujian semacam UN itu tidak dapat menjaring mutu peserta didik yang komprehensif. Lebih tepat diketahui bagaimana tamatan suatu sekolah itu dalam melanjutkan kehidupannya, baik melanjutkan ke perguruan tinggi, maupun berkiprah dalam tugas di masyarakatnya.
Identifikasi  permasalahan:
Penelitian ini menganggap perlu mengetahui bagaimana tamatan suatu sekolah berkiprah me-neruskan belajar di uniersitas, mendapat pekerjaan di suatu perusahaan, berkiprah mencipta-kan lapangan pekerjaan sendiri, atau menjadi penganggur. Justru hasil temuan tersebut yang sangat berharga, karena baik guru-guru, kepala sekolah, penilik, pengawas, kepala dinas pen-didikan, orang tua peserta didik, dan pemerintah dapat informasi akurat tentang kelemahan dan keunggulan suatu sekolah, Suatu sekolah dapat menginformasikan keberhasilan alumni-nya setelah menamatkan pembelajaran di sekolah itu. Orang tua peserta didik dapat menetap-kan pilihannya sekolah mana yang berhasil mengantarkan anaknya untuk masa depan. Keber-hasilan suatu sekolah berdasarkan persentase kelulusan tidak menjamin anaknya berpeluang hidup sukses di masyarakat.
Berdasarkan dialog dengan kepala-kepala sekolah, para pekerja, para lulusan sekolah yang masih menganggur dan pengamatan terhadap cara belajar mahasiswa baru dalam mengikuti perkuliahan, betapa rumitnya permasalahan yang berkenaan dengan penelitian dengan topik penelusuran alumni dari suatu sekolah. Yang pertama upaya menelusuri di mana alumni itu berada. Diduga berpencar di berbagai kampung dan kota yang sulit ditemui. Apakah sekolah asal memiliki dokumen alamat tetap atau alamat orang tuanya? Apakah sekolah mempunyai catatan kelanjutan kegiatan alumninya setelah menamatkan sekolah?
Yang kedua, berkenaan dengan substansi informasi yang dibutuhkan tentang kiprah lulusan yang diduga ada yang terbuka dan ada yang tidak bersedia memberikan informasi.
Yang ketiga, berkenaan dengan waktu dan biaya untuk mengunjungi para respondens.
Yang keempat, informasi mengenai kesuksesan dan kegagalan alumni dalam melanjutkan, bekerja, atau menganggur diduga karena berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor yang berkenaan dengan ketersediaan lapangan kerja, maupun ketidakmampuan melakukan tes penerimaan pegawai dan tingkat ekonomi keluarga yang memaksa lulusan sekolah mem-bantu usaha orang tuanya. Seperti sudah merupakan rahasia umum, jika ada penawaran se-leksi pegawai negeri atau swasta, pendaftarnya begitu melimpah sedangkan kuota penerima-annya sangat terbatas, Demikian juga pada musim penerimaan mahasiswa baru, baik negeri maupun swasta, calon yang mendaftar puluhan ribu, tetapi kuota yang dapat diterima juga terbatas. Rata-rata hanya 10% yang dapat diterima. Lalu yang lainnya itu kemana dan di ma-na? Cobalah amati di jalan yang menuju ke kota pengendara motor memadati jalan, kemana mereka. Amati pula di kota-kota, di depan toko ada pemandangan orang-orang duduk-duduk santai, apakah mereka bekerja? Sudah menjadi rahasia umum sekian persen angkatan kerja menjadi penganggur atau setengah penganggur. BPS (Badan Pusat Statistik) mempunyai data tentang angkatan kerja yang bekerja, yang menganggur atau setengah menganggur itu?
Yang kelima, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya? Faktor laten apakah sebenar-nya yang terjadi sehingga problematik pengangguran itu sulit sekali diatasinya? Keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam mencapai tujuannya bergantung pada upayanya sendiri, faktor lain hanyalah peluang (konstruktivisme), tidak sedikit faktor yang mempengaruhi keber-hasilan seseorang dalam karirnya.
Pragmatisme membuat pemuda dan remaja mencari pekerjaan yang mudah dan langsung menghasilkan uang, sikap dan daya juang lemah untuk melakukan pekerjaan yang hasilnya ditunggu lama, seperti hasil bertani. Mereka lebih tertarik menjadi buruh yang langsung setiap bulan mendapat upah. Namun ternyata menjadi buruh pun tidak mudah. Minat belajar pun pu-dar karenanya, sehingga sekolah atau bekerja tidak dilakukan secara sungguh-sungguh.
Tingkat ekonomi keluarga mempengaruhi keinginan lulusan sekolah untuk melanjutkan pendi-dikan karena panggilan kerja terpaksa dilakukan, seperti membantu pekerjaan orang tua. Ba-nyak kegiatan rangkap, bekerja sambil sekolah atau sekolah sambil bekerja beda tipis, namun tentu hasilnya tidak optimal. Itu masih untung daripada sekolah tidak dan bekerja tidak.
Pembatasan Permasalahan
Pembatasan permasalahan merupakan upaya memilih, memilih dan menentukan suatu masa-lah tertentu di antara permasalahan yang dideskripsikan dalam identifikasi masalah. Bagaima-na pun juga penelitian ini perlu memprioritaskan untuk menjawab permasalahan yang terbatas itu, atau yang diduga lebih perlu didahulukan, karena lebih bermanfaat, lebih mendesak untuk segera dicari jawabannya, dan lebih aktual. Misalnya penelitian pendahuluan atau dasar infor-masi untuk sekanjutnya dilakukan kajian lanjut. Maka penelitian ini, misalnya, hanya mendes-kripsikan keberadaan alumni itu, atau akan mencari penjelasan atau alasan tentang adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan mereka.
Perlu diperhatikan persyaratan suatu masalah untuk penelitian. Bentuk masalah berupa kalimat tanya. Kalimat tanya yang memenuhi persyaratan sebagai masalah, yaitu: relevan, aktual/mutakhir, problematis, terbatas, visibel, dan menantang. Perta-nyaan masalah bukan asal bertanya. Misalnya, pertanyaan:
“Bagaimana kebutuhan pengembangan bahan ajar yang mengkreatifkan siswa”
sama saja dengan:
“Bagaimana Anda, baik-baik saja, apa yang dapat saya bantu, butuh apa?”
Pilihan masalah ada di tangan mahasiswa, misalnya ada tiga alternatif:
Berkiprah di mana saja alumni SMA N Ungaran angkatan 2005-2010.
Faktor manakah yang lebih kuat pengaruhnya pada kesuksesan alumni baik sukses me-lanjutkn studinya maupun sukses dalam lapangan kerjanya, apakah faktor dukungan se-kolah, dukungan keluarga, upayanya sendiri, atau faktor kemampuan sosial .
Atau    
(c)    Faktor laten apa yang mempengaruhi karier alumnus suatu sekolah.

Tujuan Penelitian:
Rumusan tujuan penelitian sepantasnya paralel dengan rumusan masalah, Misalnya
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemajuan alumni.
Penelitian ini bertujuan menguji perbedaan pengaruh antara faktor dukungan sekolah, dukungan keluarga, dukungan kemampuan diri, dan faktor kemampuan sosial .
Atau    
(c)   Penelitian ini bertujuan menemukan faktor laten yang menjadi dasar kinerja guru
Rumusan tujuan (a) mendeskripsikan, kurang layak diajukan sebagai masalah dan tujuan penelitian ilmiah. Mendeskripsikan dalam penelitian apapun niscaya selalu dilakukan. Deskripsi itu sebatas pengumpulan data dan simpulannya. Pertanyaan yang menuntut jawaban deskripsi itu bukan yang perlu dipermasalahkan. Contoh (b) layak untuk strata dua. Kajian-kajian teoretis bagi mahasiswa taraf magister dibutuh-kan sebagai bekal berpikir ilmiah. Temuan teori sebatas pengembangan atau aplikasi teoretis dalam paradimanya, dan contoh (c) layak untuk strata tiga. Temuan faktor laten dalam berbagai masalah yang sangat tidak terbatas itu masih langka. Jawaban atas permasalahan yang rumit  melalui analisis lintas paradigma niscaya  diperlukan
BAB II.  LANDASAN TEORETIS, KERANGKA PERPIKIR, DAN HIPOTESIS
Dalam wacana landasan teoretis dikemukakan berbagai teori, prinsip, dalil, atau norma yang diperlukan sebagai landasan untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Wawasan peneliti seharusnya cukup dalam penguasaan teori-teori dari ilmu-ilmu yang mapan agar jawabannya tepat dan akurat. Termasuk wawasan tentang penelitian-penelitian yang telah dilakukan orang lain yang diakses dari teknologi dunia maya (internet). Oleh karena itu seharusnya “kajian kepustanaan” itu dikemukakan sebelum rumusan masalah ditetapkan, bukan sesudahnya.
Landasan teoretis digunakan juga sebagai dasar menyusun instrumen. Teori-teori itu terdiri dari konsep-konsep yang menunjukkan indikator-indikatornya. Landasan teoretis perlu relevan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dan memenuhi syarat koherensi universal. Melalui proses argumentasi, dijalin kerangka berpikir berdasar-kan teori-teori yang telah diajukan di Bab II, sehingga menghasilkan simpulan ja-waban sementara yang disebut hipotesis.
Menyedihkan, masih banyak mahasiswa S-2 belum “paham” apakah itu teori, apa yang perlu dikutip untuk dikemukakan dalam wacana landasan teoretis. Dalam wa-cana bab landasan teoretis itu seharusnya dikemukakan teori-teori yang relevan de-ngan topik. Wujud ilmu berupa pernyataan, antara lain pernyataan teoretis, pernya-taan prinsip, dan pernyataan dalil, yang menunjukkan keterkaitan atau hubungan an-
tara beberapa konsep, antar variabel, misalnya
Tujuan instruksional perlu dirumuskan dengan kata kerja operasional dalam bentuk hasil bela-jar agar dapat dirancang pertanyaan yang jelas. Rumusan itu dapat dikembalikan kepada ben-tuk “jika .... maka”, menjadi “Jika rumusan tujuan instruksional dirumuskan dengan kata kerja operasional, maka dapat dirancang pertanyaannya yang jelas”. Misalnya, ditentukan tujuan instruksional “Mahasiswa akan dapat menjelaskan kelemahan instrumen bentuk angket”. Per-tanyaan ujiannya: Coba Anda jelaskan..........
Apabila rumusan tujuannya seperti “Mahasiswa akan mengerti kelemahan instrumen”. Per-tanyaan ujiannya: Coba kamu mengerti kelemahan instrumen, atau apakah anda mengerti ke-lemahan instrumen? “Ya saya mengerti”. Seratus nilai jawabannya? Apakah hasil belajar sela-ma satu semester hanya mengerti yang tidak jelas buktinya? “Peserta didik mengerti” kelemah-an instrumen, mana buktinya? Perancang tujuan belajar tidak mengetahui bahwa pertanyaan tes berdasarkan tujuan belajar.
BAB III  METODE PENELITIAN
Metode adalah proses tertentu yang mapan dirancang berdasarkan tujuan yang jelas.

Setiap melakukan kegiatan, khususnya melakukan kegiatan penelitian ilmiah beranjak dari tujuan. Bab III itu melakukan kegiatan penelitian di tempat terentu beranjak dari tujuan yang rumusannya lebih operasional dan paralel dengan per-masalahan yang diajukan di Bab Pendahuluan. Dalam Bab I itu penetapan ru-musan masalah belum didasari teori-teori. Setelah teori-teori Pada Bab II di ke-mukakan, jawaban masalah itu berupa kerangka berpikir dan hipotesis. Di awal Bab III jawaban itu dikembalikan mejadi rumusan tujuan yang lebih jelas karena berbasis kerangka berpikir dan hipotesis. Rumusan tujuan di Bab III ini memberi arahan yang jelas bagaimana proses melakukan penelitian.

Dikemukakan hasil survei tempat sumber data penelitian, respondens, dan ba-gaimana teknik pengumpulan datanya, tes atau nontes, paper and pencil tests atau otentik assesment, Bagaimana jika dilakukan eksperimen atau bagaimana jika eksposfakto.

Dikemukakan kembali variabel-variabel atau substansi yang akan dipelajari /diteliti, baik variabel respons maupun variabel prediktor dan indikator-indika-tornya dalam bentuk kisi-kisi instrumen pengumpul data. Instrumen menjadi tonggak kualitas setiap penelitian. Instrumen dirancang berdasarkan teori-teori yang mapan atau variabel-variabel yang jelas.

Dikemukakan desain dan teknik analisis yang sesuai dengan permasalahan. Dengan desain dapat dijelaskan analisis, dan hipotesisnya serta harapan hasil penelitian yang secara teknis yang disebut hipotesis statistika

LANDASAN TEOREIS BERDASARKAN JUDUL DAN MASALAH
Dalam judul selayaknya sudah dapat diketahui masalah dan teori-teori apa yang akan dikemukakan dalam Bab II proposal, misalnya
Judul Penelitian:
Pengaruh Kesan Mengikuti Penataran, Tingkat Pendidikan, Kesejahteraan Keluarga, Penga-laman Bertugas, Konsentrasi pada Tugas, dan Kemampuan Mengelola Waktu, terhadap Mutu Kompetensi Guru Mengajar
Rumusan masalah:
Apakah mutu kemahiran guru mengajar dipengaruhi  (a) kesan dalam mengikuti penataran, (b) kesan ilmu dalam pendidikan, (c) kesejahteraan keluarga, (d) mutu pengalaman bertugas, (e)  konsentrasi pada tugas  dan (f)  kemampuan mengelola waktu.
Landasan Teoretisnya:
Teori-teori yang perlu dikemukakan seharusnya seperti yang dikemukakan dalam rumusan masalah, seperti variabel (a) hakikat penataran dan indikator keberhasilan mengikuti berbagai penataran, yang penting kesannya atau apa yang diperoleh dari penataran itu, demikian juga dengan variabel (b) kesan belajar dari pendidikan formal, bukan sekadar tingkat pendidikan-nya, melainkan kesan pengetahuan yang diperolehnya, variabel (c) faktor kesejahteraan kelu-arga yang diduga mempengaruhi profesinya, bukan sekadar kekayaan dan penghasilan setiap bulan, melainkan peluangnya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, variabel (d) pengalaman bertugas bukan diukur oleh lamanya (waktu) bertugas, melainkan apa yang telah dialami, vari-abel (e) konsentrasi pada tugas ditunjukkan perilaku yang mengutamakan tugas, perhatian pada kebutuhan peserta didik, dan pada apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran, demi-kian juga dengan variabel (f) dalam berbagai kesibukannya guru perlu mengelola waktu lebih pada tugas pendidikan, dan variabel respons kemahiran guru mengajar yang terdiri dari tiga indikator utama: merancang, melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi, serta indi-kator pelengkap kemampuan sosial dan komunikasi dengan rekan sejawat dan masyarakat.
Banyak ditemukan penelitian atau tesis yang dalam bab landasan teorinya menyaji-kan berbagai informasi, yang bukan teori-teori yang dibutuhkan untuk menjawab masalah dan sebagai dasar merancang instrumen. Rupanya mahasiswa bangga bila tesisnya itu tebal, dan rupanya mereka kurang mendapat bimbingan bagaimana me-milih pernyataan teoretis yang perlu disajikan dalam bab landasan teoretis. 
Landasan teoretis berfungsi untuk menjawab permasalahan topik yang dikaji melalui jalinan berbagai teori lain yang diduga berhubungan, berpengaruh, dan membedakan, dengan jalinan argumentasi yang meyakinkan. Selain itu landasan teori-teori juga di-butuhkan sebagai dasar merancang instrumen penjaring data, maka pernyataan teori yang diajukan perlu dilengkapi indikator-indikatornya. Tidak sedikit penelitian untuk tesis lemah dalam hal ini. Banyak yang ditulis, dideskripsikan, namun tidak fokus pada landasan teoretis yang dibutuhkan.
Jenis-jenis instrumen yang dibutuhkan perlu sesuai dengan variabel yang terlibat dalam hakikat unsur-unsur permasalahan yang diajukan. Prinsipnya adalah masalah dija-
wab secara teoretis dahulu, lalu jawaban teoretis itu dicocokan dengan data yang di-hasilkan instrumen yang yang disusun berdasarkan teori itu juga. Seharusnya cocok. Apabila tidak, justru itulah temuan penelitian yang menarik.
PERSYARATAN DAN ANALISIS MASALAH PENELITIAN
Bagaimana masalah penelitian yang pantas untuk dipelajari melalui penelitian ilmiah oleh mahasiswa calon magister atau calon doktor? Agar menarik dan berguna, topik perlu memenuhi syarat: relevan, aktual, mutakhir, dan terbatas. Lalu topik melahirkan  permasalahan yang problematik menantang, dan diyakini tidak ada hambatan ketika pelaksanaan penelitiannya dilakukan. Topik dan masalah yang penelitiannya pantas memenuhi syarat validitas internal dan external, perlu memenuhi persyaratan berikut:
Bahasa segar, lancar, dan mematuhi kaidah tatatulis karya ilmiah.
Masalahnya relevan dengan prodi, untuk profesi, dan bidang keilmuannya.
Masalahnya aktual sesuai dengan profesinya yang selalu “tetap ngetren”.
Issunya mutakhir dan orisinal menghindari duplikasi.
Rumusan masalahnya problematis dan menantang sesuai kebutuhan.
Cakupan kajiannya terbatas agar bahasannya mendalam, dan terukur. 
Teori-teorinya cukup dan dikuasai untuk landasan menjawab masalah.
Analisisnya terandalkan dan berterima di kalangan ilmuwan serumpun.
Program pelaksanaannya visibel, teorinya dikuasai, respondens tersedia dan datanya dapat dilakukan tanpa kendala yang berarti.
Manfaatnya berlaku luas (external validity) walaupun sampelnya terbatas.  
Cobalah Anda lakukan analisis suatu proposal atau laporan penelitian yang ada di perpustakaan. Jelaskan dalam hal apa persyaratan tersebut tidak terpenuhi oleh karya tulis yang Anda teliti itu. Selain contoh berikut, Anda pun dapat meneliti tesis-tesis yang ada di perpustakaan. Kegiatan melakukan analisis dengan menggunakan kriteria tersebut dapat memperkaya wawasan Anda tentang penelitian.
STRUKTUR LAPORAN  PENELITIAN  ILMIAH
Disampaikan contoh struktur laporan pene litian yang umum dan standar karya ma-hasiswa S-2 untuk mendapat gambaran umum berikut diulas sepintas bagaimana struktur inti laporan karya tulis ilmiah hasil penelitian. Struktur yang lengkap dapat di-lihat pada skripsi, tesis, dan disertasi yang dapat dibaca di tiap perpustakaan pasca-





 
               
sarjana. Struktur karya ilmiah dan gaya penulisannya memiliki standar dan variasi tertentu. Struktur standar berdasarkan logika urutan berpikir ilmiah.


 
Setiap universitas mempunyai kaidah selingkung dalam menentukan variasi struktur laporan penelitian. Misalnya dalam meletakkan abstrak. Namun pada hemat penulis abstrak itu bukan bagian isi laporan, maka diletakkan terpisah, artinya langsung se-telah identitas laporan, bukan setelah persetujuan, daftar isi, dan kata pengantar. Ke-cuali jika abstrak termasuk bagian laporan, sari diletakkan di halaman sebelum bab pendahuluan. Struktur standar yang perlu diikuti masyarakat akademik manapun ba-gaimana struktur dan hakikat karakter setiap unsur laporan suatu karya ilmiah seperti skripsi, tesis, atau disertasi, yang terdiri dari judul, bagian pendahuluan, landasan teo-retik, urutan kegiatan penelitian, hasil penelitian, simpulan dan saran. Demikian juga aspek-aspek yang perlu ditulis dalam sari/abstrak bahkan jumlah kata ditetapkan menurut kaidah selingkung perguruan tinggi setempat.
JUDUL
Judul laporan penelitian seharusnya ditulis secara jelas yang mencerminkan isi kese-luruhan laporan penelitian. Judul perlu mencerminkan topik, masalah, teori-teori, jenis analisis, dan simpulan. “Mencerminkan” artinya dapat diduga. Begitu judul dibaca se-pintas saja, pembaca yang tertarik karenanya, dapat menduga isi laporan keseluruh-an skripsi, tesis, atau disertasi, bagaimana topik, masalah, teori-teori, analisis, dan simpulannya. Oleh karena itu sebenarnya menetapkan judul itu dilakukan setelah peneliti yakin akan seperti apa isi karya tulisnya.
Ternyata logika berpikir dan logika penyampaian secara tertulis itu boleh berbeda. Namun logika standar berpikir ilmiah perlu diikuti. Oleh karena itu peneliti perlu me-miliki kemampuan berbahasa yang cermat. Cobalah perhatikan contoh topik dan judul, mana yang penelitian pendidikan bahasa dan mana yang bukan.
ABSTRAK
Setelah pembaca mencermati judul yang menarik baginya, pembaca langsung mene-laah abstrak atau sari setelah halaman judul. Pembaca yang efektif belum merasa perlu mengetahui dahulu: lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gam-bar, dan daftar lampiran. Yang pertama dibaca setelah judul adalah abstrak atau sari pelaporan penelitian. Setelah itu mencermati daftar pustaka dan jika ada “glossary” di bagian akhir laporan.
Apabila abstrak penelitian mencerminkan keorisinalan hasilnya dan sumber, serta istilah-istilah dalam gloseri itu menarik bagi pembaca, barulah pembaca melanjutkan pembahasannya. Jika abstrak itu tidak jelas dan dianggap tidak berguna sebagai sum-ber inspirasi baginya untuk melakukan penelitian lain, pembaca merasa tidak perlu melanjutkan telaahannya. Oleh karena itu abstrak perlu sederhana, jelas, lengkap, dan tidak “bertele-tele”.
Pengalaman menunjukkan mahasiswa tidak sempat mengkonsultasikan abstrak sebe-belum ujian, karena cara kerja mereka terbiasa melakukan konsultasi memepetkan waktu ke batas akhir masa bayar SPP atau masa pendaftaran ujian. Rupanya perlu ketentuan dan kesepakatan bagaimana penjadwalan program kegiatan konsultasi. (”Sukses di Universitas” Dandan, 2011). Namun, jadwal konsultasi mudah saja diran-cang mahasiswa yang disetujui pembimbing. Akan tetapi yang menjadi kunci pelak-sanaannya adalah disiplin yang kompak antar mahasiswa dan pembimbing yang bia-sanya banyak kegiatan di luar kampus, dan mahasiswa karyawan yang juga sibuk sehingga ketaatan kepada jadwal tersebut diabaikan. 

MENULIS BAB PENDAHULUAN
Bab pertama ini terdiri dari latar belakang, identifikasi permasalahan, pembatasan ma-salah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab pertama murni kepunyaan peneliti, artinya setiap ide dan pernyataan termasuk memilih sumber meru-pakan tanggung jawab peneliti, Oleh karena itu perlu jelas karakter wacana bab per-tama ini bersifat perseptual persuasive. Bab ini berdasarkan niat atau kehendak pe-neliti menurut persepsinya yang berusaha mempengaruhi pembaca bahwa peneliti-annya itu dapat diandalkan dan berguna. Perlu dicamkan sungguh-sungguh apa dan bagaimana menulis latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian
Latar belakang merupakan alasan mengapa peneliti merasa sangat perlu melaku-kan penelitian dengan topik yang dipilihnya itu. Kejanggalan yang sering dijumpai da-lam banyak penelitian adalah memaparkan pengetahuannya terlalu jauh, atau tidak efektif langsung ke permasalahan topik yang dipilih. Bahkan pernyataan-pernyataan teoretis disampaikan di latar belakang masalah, dan kemudian diulang di bab landas-an teoretis. Selayaknya porsi wacananya cukup sederhana dan tidak membutuhkan pendapat hasil penelitian. Yang sangat perlu adalah pernyataan-pernyataan yang me-mikat pembaca supaya sependapat bahwa penelitian ini sangat penting dan berguna.
Identifikasi Permasalahan merupakan wacana paparan perseptual divergen, arti-nya dalam wacana ini disampaikan berbagai permasalahan yang luas dan lengkap mengenai topik yang diajukan di subbab latar belakang masalah. Peneliti mencoba meyakinkan pembaca bahwa peneliti dapat diandalkan untuk melakukan penelitian to-pik yang diajukan. Pengetahuan peneliti yang berkenaan dengan pengalaman, penge-tahuan, dan berbagai penelitian orang lain yang relevan dengan topiknya, termasuk kajian kepustakaan hasil penelitian orang lain.
Kajian kepustakaan selayaknya disampaikan sebagai bagian dari identifikasi permasa-salahan, bukan sebagai landasan teoretis. Kajian kepustakaan yang berupa hasil-hasil penelitian orang lain itu berfungsi sebagai salah satu sumber ide penentuan topik dan masalah. Salah satu prinsip dalam mengangkat masalah penelitian adalah:
Kemukakan dahulu berbagai pengetahuan dan permasalahan yang diketahui termasuk hasil-hasil penelitian orang lain yang relevan dengan topik itu, setelah itu baru di subbab berikutnya menulis pembatasan masalah untuk menentukan sikap, memilih, dan menetapkan permasa-lahan tertentu yang dinilai memenuhi syarat sebagai masalah yang patut untuk dikaji melalui penelitian ilmiah. (Dandan, 2003)
Rupanya sebagai kaidah selingkung, menuliskan kajian pustaka di bab dua yang ter-diri atas berbagai kutipan hasil-hasil penelitian, yang seharusnya merupakan temuan-temuan teoretis, bukan sekadar informasi deskriptif. Fungsi kajian kepustakaan itu menjaga agar peneliti tidak keliru menentukan permasalahan, yang sebenarnya su-dah dilakukan orang lain. Lebih banyak hasil penelitian orang lain yang dikemukakan menunjukkan peneliti dapat diandalkan. Artinya peneliti ingin menempatkan agar penelitiannya orisinal dan komunal serta belum dilakukan orang lain. Oleh karena itu kajian kepustakaan perlu dikemukakan sebelum peneliti menentukan topiknya sendiri. Selain itu temuan teoretik hasil penelitian orang lain masih tentatif, karena simpulan teoretis hasil suatu penelitian masih perlu dikaji-ulang melalui penelitian replikasi.
Pembatasan Masalah masih kental disalahartikan sebagai batasan masalah, atau cakupan masalah. Pembatasan masalah merupakan wacana yang berbeda dengan wacana identifikasi permasalahan. Wacana pembatasan masalah merupakan waca-na pertanggungjawaban peneliti mengapa masalah yang itulah yang dipilih. Karakter wacana pembatasan masalah merupakan argumentasi eliminatif, argumentasi yang memilah, memilih, mengabaikan, dan sekaligus menunjukkan kerendahan hati pene-liti. Prinsip lain dalam metodologi penelitian menyatakan bahwa penelitian dilakukan secara atomistik individual dan hasilnya dimiliki secara holistik komunal, paralel de-ngan dunia ilmu pengetahuan yang dipaparkan dalam identifikasi permasalahan.
Apabila masalah telah ditetapkan dan peneliti yakin bahwa permasalahan yang di-pilih itu memenuhi syarat aktual, mutahir, terbatas, visibel, dan problematis menurut argumentasi pembatasan masalah, kemudian peneliti perlu merumuskan permasa-lahan itu secara efektif. Masalah yang tidak aktual berpeluang tidak berguna. Masa-lah yang tidak mutakhir masih dapat diterima apabila aktual, namun perlu berhati-hati karena kemungkinan sudah banyak penelitian semacam dilakukan orang. Masalah yang terlalu luas dan tidak visibel berpeluang menemui berbagai kesulitan, perlu waktu lama dan “memusingkan”. Misalnya ternyata ada beberapa kegiatan yang sukar dilakukan karena proposalnya tidak cermat, sumbernya sukar dicari dan tidak menimbang kesiapan respondensnya yang sukar ditemui. Dengan demikian rumusan masalah merupakan tonggak pertama dan utama dalam pola pikir ilmiah yang  menjadi ancangan proposal penelitian.
Rumusan masalah berupa kalimat tanya, namun tidak setiap kalimat tanya merupakan kalimat pertanyaan masalah penelitian. Tidak setiap kalimat pertanyaan masalah penelitian adalah per tanyaan masalah penelitian ilmiah, dan tidak setiap pertanyaan masalah penelitian ilmiah meru pakan pertanyaan masalah penelitian ilmiah kependidikan yang relevan dengan prodinya.
Tidak setiap pertanyaan masalah penelitian ilmiah kependidikan yang relevan dengan prodinya merupakan pertanyaan masalah penelitian ilmiah yang relevan dengan prodinya itu merupakan pertanyaan masalah penelitian ilmiah kependidikan yang relevan yang dapat dilakukan peneliti tertentu. (Dandan 2003)
Dengan demikian rumusan masalah yang berimplikasi kualitas penelitian itu sendiri perlu dipertimbangkan secara komprehensif, dan memperhatikan kriteria penelitian yang telah dikemukakan pada halaman 86.
Tujuan Penelitian dirumuskan paralel dengan rumusan masalah, bukan ihwal ba-nyaknya rumusan masalah dan banyaknya rumusan tujuan saja melainkan juga ihwal apa yang menjadi masalah dan apa yang menjadi tujuan. Misalnya,
Rumusan masalah:   
Apakah mutu kemahiran guru mengajar dipengaruhi oleh faktor (1) kesan dalam mengikuti penataran, (2) kesan ilmu dalam pendidikan,(3) kesejahteraan keluarga, (4) mutu penga-laman bertugas, (5) konsentrasi pada tugas dan (6) kemampuan mengelola waktu.
Faktor manakah yang lebih kuat efeknya, baik secara parsial maupun secara kombinasi.

Tujuan penelitian ini
untuk menguji kebermaknaan pengaruh faktor (1) kesan dalam mengikuti penataran, (2) ha-sil sekolah, (3) kesejahteraan keluarga, (4) mutu pengalaman sebagai guru, (5) konsen-trasi pada tugas dan (6) kemampuan mengelola waktu pada (Y) kemahiran guru mengajar.

untuk menguji faktor yang lebih kuat di antara faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kemahiran guru mengajar.
Kemudian manfaat penelitian dikemukakan berdasarkan dugaan atas simpulan pene-
litian. Oleh karena itu rumusan manfaat penelitian masih tentatif dan fleksibel,
Misalnya.
Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi guru yang merasa perlu meningkatkan mutu kinerja-nya secara mandiri yang berimbas kepada peningkatan mutu hasil belajar peserta didik, se-dangkan kepala sekolah mendapat manfaat dari hasil penelitian ini sebagai dasar pertimbang-an menilai mutu kinerja guru.
Informasi manfaat ini termasuk bagian dari mengangkat masalah, karena diharapkan pembaca tertarik oleh manfaat penelitian itu. Keseluruhan bab pendahuluan disebut juga proses mengangkat masalah, artinya memperlihatkan untuk mempengaruhi pembaca bahwa penelitian ini sungguh penting, menarik, dan berguna.

BAB 2: LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
Dalam Bab pendahuluan telah dikemukakan permasalahan, proses mengangkat ma-salah. Proses ini merupakan salah satu proses berpikir ilmiah di antara dua proses berikutnya. Trilogi proses penalaran ilmiah, pertama angkat masalah, kedua jawab masalah itu dengan teori-teori yang relevan, kemudian yang ketiga, uji jawaban itu berdasarkan data empirik yang sengaja dikumpulkan. Menurut kriteria kebenaran ilmiah pun dinyatakan bahwa simpulan itu benar jika memenuhi syarat koherensi, korespondensi, dan pragmatik.
Bab dua ini disiapkan untuk memenuhi salah satu syarat kebenaran ilmiah yaitu: koherensif berupa proses berpikir deduktif berdasarkan ilmu pengetahuan teoretis yang mapan dan berterima secara komunal. Landasan teoretis itu merupakan wa-cana konseptual dan deskripsi berbagai teori yang akan menjadi landasan: (a) untuk menjawab masalah yang diajukan di bab pendahuluan, dan (b) sebagai landasan untuk merancang instrumen.

Masalah yang telah dirumuskan secara jelas akan membimbing peneliti untuk me-netapkan berbagai teori yang dibutuhkan untuk menjawab masalah. Teori merupa-kan simpulan dari jalinan argumentasi antar konsep yang teruji berdasarkan data. Artinya pernyataan teoretis berasal dari masalah dan data. Kemudian ada masalah baru yang juga membutuhkan teori, yang ternyata tidak cukup dengan teori tertentu, perlu beberapa teori, misalnya

Teori-teori yang dibutuhkan untuk menjawab masalah “bagaimana caranya meningkatkan ke-mampuan peserta didik membaca cerpen yang lingkungan sosialnya berbeda”. Keadaan kelas SMP 3 Ungaran terdiri dari peserta didik dari lingkungan perkotaan dan dari lingkungan pedesa-an. Masalah ini melibatkan teori perbedaan karakteristik peserta didik perkotaan dan pedesa-an, teori membaca pemahaman, teori belajar dan model pembelajaran, serta teori media dan sumber belajar lainnya. Model pembelajaran yang belum diterapkan di kelas 8 SMP itu adalah model diskusi kelompok dan model bimbingan perangkat pertanyaan. Perangkat pertanyaan tentang bacaan dirancang oleh guru.

Fungsi lain dari teori yang diajukan di bab II itu adalah untuk merancang instrumen pengumpul data. Teori mengandung beberapa konsep, dan konsep memiliki indikator yang menjelaskan teori itu, sedangkan indikator mempunyai taraf-taraf yang disebut deskriptor. Dengan demikian peneliti dapat melakukan pengukuran dan menjaring data. Proses berulang: teori baru terbentuk berdasarkan masalah dan data, lalu ada masalah membutuhkan teori dan data untuk menjawabnya. Dalam alur berpikir penelitian, simpulan analisis yang teruji itu memperkaya khasa-nah dunia ilmu yang menjadi sumbernya. Itulah hakikat pengembangan ilmu.

Setiap penelitian beranjak dari masalah tertentu di antaranya berupa pertanyaan ma-salah. Setiap pertanyaan masalah yang jelas mengandung jawaban. Jawaban meru-pakan simpulan atas jalinan berpikir berdasarkan berbagai teori yang relevan. Jalin-an berpikir tersebut adalah
Kerangka berpikir. Kerangka berpikir merupakan proses bagaimana teori baru yang menjadi jawaban masalah itu terbentuk? Kerangka berpikir merupakan jalinan argu-mentatif beberapa teori dalam rangka menjawab masalah. Oleh karena dasarnya teori, maka simpulan hasil argumentasi itu pun masih teoretis dan tentatif, maka di-sebut kerangka, jawaban yang sementara dan tentatif itu dapat diandalkan secara teoretis. Simpulan teoretis itu disebut hipotesis, “educated common sense”. Berda-sarkan masalah yang telah diajukan dapat dikemukakan kerangka berpikirnya yang dilandasi berbagai teori yang telah dikemukakan di bab dua.
Misalnya:

Untuk dapat meningkatkan kemampuan peserta didik membaca cerpen perlu diperhatikan taraf perkembangan kognitif peserta didik, keterbacaan wacana, dan model pembelajaran yang co-cok bagi yang taraf perkembangan dan karakteritik peserta didik yang berbeda. Peningningkat-an kemampuan peserta didik membaca itu bergantung pada pilihan model pembelajaran dan karateristik peserta didik serta keterbacaan bahan ajar. Keterbacaan wacana cerpen dapat di-sesuaikan sebelum pembelajaran. Namun penerapan model diskusi kelompok dan model bim-bingan perangkat pertanyaan bagi karakteristik peserta didik perkotaan dan pedesaan (misal-nya) perlu diujicobakan melalu eksperimen.

Peserta didik perkolaan lebih ekstrovert daripada peserta didik pedesaan, peserta didik pede-saan lebih pemalu. Motivasi belajarnya mungkin tidak berbeda, tetapi peserta didik perkolaan lebih berani mengemukakan pendapat. Maka diduga model pembelajaran diskusi kelompok le-bih cocok bagi peserta didik perkotaan, sedangkan peserta didik pedesaan masih perlu ditun-juk untuk berbicara, maka model belajar bimbingan perangkat pertanyaan selagi membaca cerpen bagi peserta didik pedesaan lebih cocok. Kecocokan itu ditunjukkan oleh skor rerata kelas tes membaca pemahaman kedua kelompok eksperimen yang terdiri dari peserta didik perkotaan dan pedesaan.

Setelah dikemukakan deskripsi dan argumentasi tentang perbandingan keunggulan dan kele-mahan setiap penerapan model dengan karakteristik peserta didik, yang dalam desain berikut diberi kode AP, BP, AQ, dan BQ. dapat ditarik simpulan bahwa: Pembelajaran membaca cerpen respondens perkotaan yang diperlakukan dengan model pembelajaran diskusi kelompok lebih cocok (AP) daripada yang diperlakukan dengan model bimbingan perangkat pertanyaan (BP), sedangkan bagi respondens pedesaan (BQ) lebih cocok diperlakukan dengan model pembela-jaran bimbingan perangkat pertanyaan daripada mereka yang diperlakukan dengan model pembelajaran diskusi kelompok (AQ). Desain analisisnya dapat digambarkan sebagai berikut



 Model
Karakter
Model A
Jika demikian maka utuk keberhasil-an pembelajaran membaca pema-haman cerpen itu perlu diperhatikan perbedaan model mengajar
Model B
Karakter  P
AP
BP 
Karakter  Q 
AQ
BQ
 

dan perbedaan karakter Artinya ada interaksi (pilihan) antara model pembelajaran de-ngan karakteristik peserta didik yang berbeda Jika hipotesis menyatakan rerata skor AP lebih besar daripada rerata skor BP, sedangkan rata-rata skor BQ lebih besar dari-pada rerata skor AQ, maka diduga ada hipotesis interaksi bahwa penerapan model perlu mempertimbangkan Karakter peserta didik.
Berdasarkan simpulan kerangka berpikir dikemukakan lagi rumusan hipotesis yang bersifat teknis dan operasional. Dengan memperhatikan desain analisisnya diketahui seperti berikut.

Hipotesis penelitiannya:
Model diskusi cocok bagi peserta didik perkotaan.
Model bimbingan perangkat pertanyaan cocok bagi peserta didik pedesaan. 
Ada interaksi antara model pembelajaran dengan lingkungan peserta didik.
Interaksinya signifikan artinya penerapan model pembelajaran tertentu hanya cocok untuk peserta didik yang berkarakter tertentu. Jika tidak signifikan, berarti bahwa mo-del tersebut cocok diterapkan pada peserta didik yang berkarakter apa saja. 
Hasil penelitian ini sekadar mendukung prinsip bahwa pendidikan perlu memperhati-kan karakteristik peserta didik. Model penelitian ANAVA dapat melahirkan teori baru. Namun kekuatannya masih tentatif, masih perlu replikasi. Guru perlu kaya dengan wawasan tersebut. Penelitian tindakan kelas dan pengembangan model merupakan tugas guru sehari-hari. Calon guru di lembaga pendidikannya (LPTK) perlu mendapat kesempatan untuk berlatih mengkritisi, menganalisis, dan mencoba melakukan per-baikan-perbaikan atau pengembangan. Oleh karena itu pengembangan model pem-belajaran tidak termasuk ranah penelitian yang memenuhi syarat eksternal validity.


BAB METODE PENELITIAN:
Metode menurut pandangan umum adalah cara, sedangkan menurut pandangan ilmi-ah, metode merupakan langkah-langkah prosedural dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Maka dalam melakukan penelitian ilmiah, metode berfungsi sebagai pedo-man pelaksanaan penelitian, berurutan dan berprerekuisit mencapai tujuan.
Langkah pertama ditetapkan tujuan operasional. Sebagaimana diketahui setiap kegi-atan akan dilakukan selalu beranjak dan berdasarkan tujuan. Tujuan yang dirumuskan dalam bab pendahuluan masih bersifat perseptual karena belum dilandasi pemikiran teoretis yang konseptual. Rumusan tujuan di bagian bab dua sudah berubah menjadi jawaban teoretis tentatif yang berupa simpulan kerangka berpikir yang dikemukakan kembali sebagai rumusan hipotesis penelitian. Kemudian rumusan hipotesis di bab tiga itu menjadi rumusan tujuan operasional, karena memang penelitian bermaksud mencapai tujuan sebagaimana jawaban sementara yang diajukan dalam bab dua.
Langkah kedua, peneliti mulai menjajaki (survei) situasi dan kondisi tempat respon-dens atau sumber data dari mana data itu diperoleh. Setiap kemungkinan dipertim-bangkan: kelayakan, ketersediaan fasilitas, dan kendala yang diduga menghambat kelancaran kegiatan penelitian.
Langkah ketiga, menjelaskan kembali objek atau substansi yang diteliti, biasanya disebut variabel, baik yang terikat maupun yang bebas. Peneliti perlu yakin bahwa data mengenai variabel yang dibutuhkannya itu tersedia di tempat penelitian, dan dapat dijaring dengan instrumennya yang memenuhi syarat sahih dan terandalkan.
Langkah keempat, mengemukakan alat pengumpul data berupa kisi-kisi dan instru-men. Kisi-kisi berupa tabel yang memuat indikator-indikator setiap konsep yang diteliti beserta rancangan ukuran (banyaknya) pertanyaan setiap indikator. Sumber indikator instrumen sudah dikemukakan dalam bab dua landasan teoretis. Instrumen penjaring data merupakan daftar pertanyaan untuk menjaring data, dapat berupa instrumen tes, pedoman pengamatan, pedoman penilaian dan/atau pedoman wawancara. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana instrumen itu akan dilakukan. Rancangan informasi ini lebih penting karena mutu instrumen dan keterandalan teknik pengumpulan data akan menjadi kunci keberhasilan penelitian itu. Kisi-kisi wajib disampaikan sebagai bagian dari proposal dan dipertanggungjawabkan dalam ujian proposal, sedangkan dokumen instrumen tidak perlu disampaikan sebagai bagian dari proposal atau laporan peneliti-an, namun perlu disiapkan sebagai alat pertanggungjawaban peneliti dalam sidang ujian atau sidang laporan penelitian. Instrumen yang baik menjadi milik peneliti pri-badi yang dapat digunakan dalam penelitian sejenis dengan sampel lain.
Langkah kelima, merupakan langkah mendeskripsikan data. Bagaimana bentuk des-kripsi itu apakah paparan verbal atau tabel-tabel reduksi data atau besaran statistik, kemudian rancangan tujuanitsecara bagaimana, apakah akan dibedakan atau diuji hubungan efeknya. Dengan model apa analisisnya, dan bagaimana prosesnya, apa-kah secara kualitatif atau kuantitatif, apakah inferensi atau noninferensi. Bagaimana desain analisisnya perlu ditampilkan dalam bab tiga proposal itu.
Langkah keenam, merupakan langkah pengujian alias pencocokan simpulan jawab-an sementara yang dikemukakan dalam kerangka berpikir dengan hasil analisis data empirik. Prinsip langkah keenam itu berlaku umum baik teknik analisis kuantitatif teknik analisis kualitatif. Hakikat analisis kualitatif terletak pada proses yang sejak awal dilakukan, bukan hasil akhir kegiatan penelitian. Analisis kualitatif merupakan jalinan argumentatif antara data dengan teori-teori yang relevan. Kecocokan antara data temuan dengan teorinya merupakan hakikat penelitian analisis kualitatif. Sumber ilmah yang mutakhir dan mapan menjadi penanda kualitas penelitian.
Dalam analisis teknik kualitatif pun dapat diduga bagaimana jawaban masalahnya, setelah ditemukan data lalu dilakukan pencocokan antara jawaban teoretis tadi de-ngan data temuan penelitian. Demikian juga dengan teknik analisis data kuantitatif, dilakukan pencocokan antara jawaban sementara yang disebut hipotesis penelitian dengan reduksi data empiris. Hipotesis statistik diuji secara statistika inferensi.
Namun perlu diperhatikan analisis statistika inferensi bukan menguji hipotesis (Ha) yang benar melalui data empirik, melainkan menguji hipotesis kelirunya (Ho). Salah satu prinsip analisis statistika, jika sudah yakin bahwa simpulan sampel itu benar, tentu yang keliru sangat terbatas. Benar dalam statistika inferensial jika kelirunya di bawah 5% atau lebih kecil lagi. Apabila proporsi simpulan yang keliru suatu pene-litian itu ditolak, maka berarti proporsi simpulan itu benar atau tidak ditolak. Logika penelitian dengan analisis kuantitatif adalah bahwa simpulan suatu penelitian itu tidak terbatas, suatu penelitian hanyalah suatu sampel, padahal sampel itu dapat diperoleh di mana saja, yang tidak terbatas jumlahnya. Jika suatu hipotesis statistik (Ho) itu ditolak bukan berarti hipotesis penelitian (Ha) itu diterima, melainkan tidak dapat ditolak, yang berarti salahnya simpulan kerangka berpikir itu benar-benar salah (da-lam ilmu hanya ada alternatif: ditolak atau tidak dapat ditolak). Tidak ditolak tidak identik dengan diterima. Jika (Ho) ditolak berarti Hipotesis penelitian (Ha) benar. Ditolak atau tidak ditolaknya hipotesis mengacu pada tabel statistika tertentu yang menunjukkan kebermaknaan simpulan. Tabel kebermaknaan (signifikansi) tersedia dalam setiap buku statistika.
BAB HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab empat ini dimulai dari langkah kelima bab tiga: mendeskripsikan data antara lain dalam bentuk tabel besaran data yang dihasilkan program teknologi komputer. Laporan data itu “sebaiknya” berupa tabel, baik tabel verbal maupun tabel kuantitatif besaran statistik. Berdasarkan tabel itu dijelaskan secara verbal baik artinya maupun maksudnya. Setelah itu ditampilkan simpulan verbal atau simpulan uji statistika.
Simpulan verbal merupakan hasil analisis argumentasi kualitatif yang memperhati-kan keabsahan data. Setiap pernyataan data dan simpulan perlu dapat dipertang-gungjawabkan secara kualitatif teoretis. Jika tidak demikian paparan atau argumen-tasi verbal terasa sebagai cerita biasa, seperti cerpen atau novel. Dalam menampil-kan data verbal kualitatif, perlu penghematan informasi. Data mentah dan proses analisis komputer layak disampaikan sebagai lampiran. Yang ditampilkan dalam tu-buh laporan adalah pembahasan dan simpulannya. Mahasiswa S-2 yang kemampuan satistikanya lemah diperkenankan meminta bantuan menganalisiskan datanya kepa-da ahlinya. Namun peneliti perlu dapat mempertanggungjawabkannya sendiri.
Pembahasan merupakan bagian yang wajib dalam setiap laporan penelitian. Pem-bahasan artinya menjelaskan alasan secara argumentatif temuan-temuan hasil ana-lisis didukung teori-teori yang telah dikemukakan dalam bab dua landasan teoretis. Ada dua kemungkinan penjelasan, yaitu apabila hipotesis teruji cocok dengan re-duksi data, dan apabila hipotesis tidak cocok. Kedua kemungkinan kecocokan itu perlu dipertanggungjawabkan, mengapa hasil uji itu seperti demikian. Oleh karena itu hasil penelitian bukan sekadar bentuk besaran statistik: signifikansi, Uji t, Uji F, Uji Z dan sebagainya, melainkan perlu dibahasakan bagaimana arti dan maknanya.

Bab Simpulan dan Rekomendasi 
Simpulan merupakan narasi konseptual tentatif jawaban atas pertanyaan masalah yang telah diajukan dalam bab pendahuluan dan metode penelitian, misalnya,
Rumusan masalah:
Apakah mutu kemahiran guru mengajar secara signifikan dipengaruhi oleh faktor (X1) kesan dalam mengikuti penataran, (X2) kesejahteraan keluarga, dan (X3) konsentrasi pada tugas.

Faktor manakah yang lebih kuat pengaruhnya, baik secara parsial maupun secara kom-binasi
Hasil uji statistika menunjukkan bahwa peran khusus setiap variabel prediktor sebagai berikut.
Pertama, R2Y1.23 = 0.06  dan Fsig  = 0,065: R2Y12.3 = 0.18  dan Fsig = 0,055; kedua R2Y2.13 = 0.15  dan Fsig = 0,036; R2Y13.2 = 0.21  dan Fsig = 0,055;  ketiga R2Y3.12 = 0.25  dan Fsig = 0,015;  R2Y23,1 = 0.22  dan Fsig = 0,025; Ketiga Faktor R2Y123 = 0.27  dan Fsig = 0,045 sedangkan Ftab (2; 31); 0,05 = 3,30
Simpulan dan Pembahasan: 
Hasil uji  R2Y1.23 = 0.06  dengan Fsig  = 0,065 bahwa faktor kesan-kesan dalam penataran, arti-nya manfaat penataran bagi kinerja mengajar tidak sugnifikan, tidak berarti, atau belum kelihat-an gunanya. R2Y1.23  = 0.06 menunjukkan besar efek faktor (X1) memperhatikan namun tidak memperhitungkan faktor (X2) dan (X3) alias persial sebesar 6%. Demikian juga dengan efek gan da faktor (X1) mengikuti penataran dan faktor (X2) tingkat kesejahteraan yang tidak memperhi-tungkan faktor (X3) konsentrasi pada tugas, tidak mengubah kinerja guru (Y), R2Y12.3 = 0.18  de-ngan Fsig = 0,055. Namun faktor kesejahteraan keluarga dan konsentrasi pada tugas masing-masing dan bersama-sama cukup memberikan efek pada kinerja guru mengajar. Artinya guru dapat bekerja dengan konsentrasi ditunjang oleh kesejahteraan keluarga, dan karena konsep yang diterapkan dalam penelitian ini bukan besarnya gaji, melainkan keihlasan dan amanah dalam mengerjakan tugas meskipun dengan kehidupan ekonomi yang sederhana.
Efek faktor yang paling besar pada kinerja guru mengajar adalah faktor kesejahteraan keluarga yang memberikan sumbangan sebesar 15% (R2Y2.13 = 0.15 dengan Fsig = 0,036), bukan dilihat besar-kecilnya sumbangan, melainkan kebermaknaannya. Secara bersama-sama efek ketiga faktor itu paling besar. Akan tetapi jika dilihat dari tabel matrik korelasi (lampiran) diketahui ada R23 = 0.06 dengan Fsig = 0,045 artinya ada kekeliruan instrumen yang seharusnya faktor (X2) dan faktor (X3) independen.
Saran atau Rekomendasi:
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar program pelatihan guru diperbaiki dengan tu-juan mendidik kebiasaan guru yang bukan saja terus menerus meningkatkan kemahirannya mengajar melainkan menjadikan guru makin kreatif dan kekerja lebih amanah.

Sari: Laporan Lengkap yang Singkat
Sari (abstrak) adalah laporan lengkap sesingkat-singkatnya berisi gambaran umum dan inti laporan penelitian akademik yang menyajikan semua unsur penelitian. Pro-porsi paragraf sari perlu ditetapkan sedemikian rupa agar efektif, efisien, dan meng-undang kepenasaranan pembaca. Bahkan apabila hasil penelitian itu dipadatkan menjadi laporan yang disajikan dalam jurnal ilmiah, redaksi majalah itu meminta abstrak hanya ditulis beberapa puluh kata saja Apabila pembaca merasa penasaran, ia akan membaca laporan penelitian itu selanjutnya.
Pada umumnya proporsi paragraf abstrak sebagai berikut.
Nama peneliti, judul, lembaga                                     1  prf
Latar belakang dan rumusan masalah                          ½ prf
Tujuan penelitian dalam rangka menjawab masalah                ½ prf
Tempat dan responden                                                            ½ prf
Variabel dan instrumen                                                            ½ prf
Teknik pengumpulan data                                                        ½ prf
Teknik analisis, hasil analisis, dan pembahasan                      ½ prf
Simpulan dan rekomendasi                                                     1  prf
Proporsi paragraf sari dan kehematannya perlu dipertimbangkan sedemikian rupa agar tidak mengundang kebosanan, dan mengulang-ngulang penjelasan yang sebenarnya sudah dijelaskan pada setiap bab. Seolah-olah pembaca dibuat penasaran untuk membaca lebih jauh, Jika pembaca merasa penasaran dan menilai bahwa penelitian itu bermanfaat baginya, ia akan membaca laporan penelitian itu selanjutnya.
Contoh Abstrak/Sari
Adinda Qurotul Aini. 2005. Efek faktor kesan-kesan dalam mengikuti penataran, faktor kese-jahteraan keluarga, dan faktor konsentrasi pada tugas terhadap kinerja guru mengajar. Tesis, PPs UNNES
Kata kunci:  Efek,  faktor kesan mengikuti penataran, faktor kesejahteraan keluarga, faktor
                                  konsentrasi pada tugas, kinerja guru mengajar
Penataran gencar dilakukan, kesejahteraan guru terus ditingkatkan, dan pengawasan dilaku-kan, namun hasilnya dianggap nihil. Padahal ketiga faktor itu selalu diharapkan dapat mening-katkan kinerja guru mengajar. Faktor manakah yang sebenarnya memberi sumbangan efek yang lebih berarti, perlu diketahui, agar dapat lebih mudah dilakukan pembinaan.
Penelitian ini dilakukan di PPs Unnes dengan respondens mahasiswa S-2 yang berpengalam-an sebagai guru lebih dari 4 tahun dan telah mengikuti beberapa kali pelatihan dalam dinas. Yang ingin diketahui adalah faktor manakah yang lebih kuat efeknya kepada kemampuan guru mengajar di antara faktor kesan terhadap penataran, faktor kesejahteraan keluarga, atau faktor konsentrasinya pada tugas mengajar.
Data faktor-faktor tersebut dijaring dengan instrumen pedoman wawancara dan dianalisis de-ngan teknik statistika regresi ganda parsil. Hasilnya menunjukkan bahwa penataran yang se-lama ini dilakukan belum berhasil meningkatkan kualitas guru mengajar. R2Y1.23 = 0.06  dengan Fsig  = 0,065. Faktor yang paling besar efeknya adalah faktor konsentrasi pada tugas. R2Y3.12 = 0.25 dengan Fsig = 0,015. Namun faktor ini ternyata perlu didukung faktor kesejahteraan ke-luarga. Artinya diperlukan ketenteraman keluarga dan komitmen pada tugas agar kinerja guru menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar program pelatihan guru diperbaiki dengan tu-juan mendidik kebiasaan guru yang bukan saja terus menerus meningkatkan kemahirannya mengajar melainkan menjadikan guru makin kreatif dan bekerja lebih amanah.
Dengan demikian disarankan pula agar revitalisasi peran supervisi dan pengawas yang seha-rusnya membantu kesulitan guru dalam melaksanakan tugasnya.
Singkatan Telaah Tesis
Berikut disampaikan singkatan laporan penelitian hasil penelitian mahasiswa. Dua-puluh lima (25) tesis yang ditelaah mahasiswa dalam rangka tugas perkuliahan.
Contoh 1 (Sumber: tesis yang ada di perpustakaan)
Judul Tesis:  Pengembangan Model Inkuiri Moral pada Pembelajaran Menulis Poster Kon- teks Multikultural dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik
Latar belakang:
Pembelajaran menulis merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tujuannya adalah agar peserta didik (1) mampu menuangkan pengalaman dan ga-gasan, (2) mampu mengungkapkan perasaan secara tertulis sesuai dengan konteks dan tuju-an, (3) peka terhadap lingkung an dan mampu mengungkapkan ke dalam karangan, dan (4) memiliki kegemaran menulis untuk meningkatkan pengetahuan dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari (Tarigan 1999: 10). Sebagai keterampilan berbahasa secara tidak lang-sung keterampilan menulis poster membutuhkan kematangan belajar dan berlatih. Apabila kompetensi ini tercapai maka akan memberi manfaat bagi peserta didik akan lebih produktif, aktif, mencerdaskan pikiran untuk kreatif, mendorong pribadi lebih maju, mengatasi tekanan dan meningkatkan mutu hidup agar lebih menarik dan bermakna.
Rumusan masalah;
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, rumusan masalah yang menjadi fokus pe-nelitian pengembangan ini sebagai berikut. Bagaimanakah pengembangan model inkuiri moral pada pembelajaran menulis poster konteks multikultural dalam pembentukan karakter peserta didik SMP Kelas VIII.
Landasan teori;
Dalam penelitian ini akan dikemukakan teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran baha-sa Indonesia, kurikulum, kompetensi, komponen pembelajaran bahasa Indonesia multikultural, proses penulisan, kemampuan menulis, pengajaran menulis poster, model pembelajaran, pen-didikan multikultural, dan pembinaan karakter.
Model analisis;
Penelitian ini mengadopsi desain penelitian pengembangan pendidikan (education research & development) yang menurut Borg & Gall, melalui tahap-tahap pendahuluan berupa alur litera-tur, pengumpulan data lapangan, dan deskripsi serta analisis temuan data lapangan model (model factual).

Teknik pengumpulan data.
Dilakukan melalui teknik angket, yaitu angket kebutuhan guru dan angket kebutuhan peserta didik. Teknik pengumpulan data dengan memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada res-ponden untuk dijawabnya. Respondens untuk angket kebutuhan guru bahasa Indonesia jen-jang SMP, meliputi (1) penyusunan kisi-kisi instrumen angket kebutuhan guru, (2) perumusan item pertanyaan dan alternatif jawabannya, (3) konsultasi validasi instrumen kepada pembim-bing, dan (4) revisi instrumen.

Instrumen; 
Instrumen penelitian berisi pertanyaan yang berkaitan dengan aspek (1) pemahaman multikul-tural, (2) analisis kurikulum meliputi pandangan guru terhadap kemampuan menulis poster, pe-nentuan alokasi waktu dan perumusan indikator, (3) praktek pembelajaran meliputi: materi, sumber belajar, media, metode, penilaian, apersepsi, pengorganisasian kelas, penanaman nilai, refleksi dan kendala pembelajaran.

Simpulan:
Produk penelitian pengembangan berupa model inkuri moral pembelajaran menulis poster konteks multikultural dalam pembentukan karakter dapat disimpulkan sebagai berikut.

Guru membutuhkan panduan pengembangan model inkuiri moral dalam pembentukan ka-rakter yang meliputi pengembangan (a) materi ajar menulis poster, (b) silabus, (c) rencana pembelajaran, (d) instrumen evaluasi pembelajaran menulis poster konteks multikulltural dalam pembentukan karakter.

Karakter model inkuiri moral berdasarkan prinsip-prinsip (a) materi dikaitkan dengan bu-daya/realitas kehidupan peserta didik, (b) belajar pada aktivitas peserta didik, (c) sosiali-sasi, (d) penanaman nilai, (e) tidak diskriminasi, (f) terintegrasi.

Model inkuiri moral pembelajaran menulis poster terdiri dari tujuh tahap pembelajaran (a) orientasi, (b) hipotesis, (c) definisi, (d) eksplorasi, (e) pembuktian (f) generalisasi) dan (g) refleksi.


KOMENTAR MAHASISWA: Tesis ini
Topiknya tidak jelas, apakah keterampilan menulis atau pengembangan model. Latar belakang dan judul tidak menyambung, menurut latar belakang keterampilan menulis, menurut judul: pengembangan model
Issunya tidak aktual dan bukan mutakhir, penelitian tentang pengembangan model sudah banyak dilakukan.
Rumusan masalahnya tidak tidak jelas, kemudian ternyata tidak terbahas dengan jelas, seperti konsep multikultural, dan pembentukan karakter. Permasalahannya gramyang model inkuiri moral, menulis poster konteks multikutural, pembentukan karakter, peserta didik SMP kelas VIII. Penjelasannya sangat kabur. Padahal yang sangat perlu dan pen-ting dijelaskan adalah “model inkuiri moral” dan “poster konteks multikultural” apa.
Teori-teorinya tidak fokus, segala macam dikutip, padahal tidak digunakan dalam analisis dan merancang instrumen, karena rupanya peneliti tidak paham apakah teori itu, apakah indikator-indikatornya, dan gunanya.
Demikian juga simpulannya, tidak jelas. Misalnya apakah hasil penelitian pengembangan itu, jika demikian saja, apa bedanya dengan eksperimen. Bukankah pengembangan itu ihwal proses? Seharusnya yang dilaporkan itu adalah prosesnya bukan buku pedoman-nya, bagaimana setiap tindakannya dan apa hasil tindakannya itu.
Simpulan hasil pengamatan terhadap tesis-tesis yang ada di perpustakaan itu mengun-dang berbagai dugaan alasan, mengapa sepeti itu. Rupanya tesis ini tidak layak sebagai tesis, diduga:
Tesis yang diserahkan ke perpustakaan adalah naskah yang belum diperbaiki.
Tesis ini menunjukkan bahwa mahasiswa tidak mendapat bimbingan yang benar. Substansi tesis dibiarkan keliru, bahasanya belum diedit.
Tesis menunjukkan bahwa mahasiswa sangat terpengaruh oleh tesis-tesis lain, bukti-nya topik-topik tesis tidak berbeda.

Contoh 2 Tesis, Pengamat: Meina Febriani  (2002512025)
Topik:  Model Sinektik dan Penemuan Konsep 
Judul:  Keefektifan Model Sinektik dan Penemuan Konsep pada Pembelajaran Menulis Puisi Berdasarkan Tingkat Kemandirian Siswa Kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang (Eskperimen)
Latar belakang
Kurangnya minat dan motivasi siswa untuk menulis puisi disebabkan banyak hal, di antaranya ketidaksesuaian penggunaan model pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran menulis puisi mempunyai tujuan praktis, yang artinya siswa dapat menerapkan materi dalam bentuk tulisan bukan sekadar teori yang dihapalkan lalu dilupakan dengan mudah. Berdasarkan hasil penga-matan, pembelajaran menulis puisi yang diberikan kepada siswa cenderung bersifat teoretis in-formatif, bukan apresiatif produktif. Pembelajaran yang bersifat apresiatif produktif dapat mem-bentuk pribadi yang analitis dan imajinatif. Kemampuan analitis dan imajinatif setiap siswa itu berbeda-beda karena siswa memiliki kemandirian yang berbeda.

Rumusan masalah :
Bagaimanakah keefektifan penggunaan model sinektik pada pembelajaran menulis puisi berdasarkan tingkat kemandirian siswa kelas VII SMP?
Bagaimanakah keefektifan penggunaan model penemuan konsep pada pembelajaran me-nulis puisi berdasarkan tingkat kemandirian siswa kelas VII SMP?
Apakah berbeda secara signifikan hasil pembelajaran menulis puisi berdasarkan tingkat kemandirian siswa SMP antara yang diperlakukan model sinektik dan model penemuan konsep?

Landasan Teori:
Indikator variabel/konsep yang diteliti atau yang dipengaruhi. Model pembelajaran, Model pem-belajaran sinektik, Model pembelajaran penemuan ponsep, Hakikat puisi, Menulis puisi, Haki-kat Pembelajaran, Pembelajaran Menulis Puisi, Karakteristik Siswa SMP, Konsep Dasar Ke-mandirian.
Model Analisis :
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen semu (kuasi eksperimen). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretest posttest only group design. Teknik analisis data meliputi beberapa tahapan, yakni uji normalitas, uji homogenitas, dan hipotesis statistik. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas terhadap da-ta yang diperoleh. Untuk mengetahui kenormalan data tes awal dan tes akhir digunakan Kolmogorov-Smirnov Test.
Kerangka Berpikir :
Kemampuan menulis puisi tidak datang dengan sendirinya. Untuk mengembangkan kemampu-an siswa dalam menulis puisi diperlukan pembelajaran yang dilakukan secara bertahap dan kemampuan guru dalam menghadirkan contoh yang mudah dipahami sehingga siswa akan ter-biasa dalam menulis puisi. Siswa diajak terbiasa kritis dan peduli dengan tidak mengabaikan hal-hal yang dilihat, dirasakan, dan dipikirkannya. Tingkat kemandirian siswa dalam melihat hal-hal yang dilihat, dirasakan, dan dipikirkannya berbeda. Individu dengan tingkat kemandirian rendah mempunyai kecenderungan dalam merespons suatu stimulus memanfaatkan lingkung-an sebagai persepsinyam sedangkan anak-anak dengan tingkat kemandirian tinggi mempu-nyai kecenderungan merespons stimulus menggunakan persepsinya sendiri.

Instrumen :
Instrumen dalam penelitian ini adalah instrument tes dan nontes. Instrumen tes berupa tes ke-mampuan menulis puisi. Aspek yang dinilai meliputi tujuh aspek, yaitu bunyi dan aspek puitik-nya, diksi, citraan, bahasa kias, wujud visual, retorika, dan makna. Instrument nontes pada pe-nelitian ini adalah uji skala kemandirian. Adapun uji coba instrument penelitian ini adalah uji coba validitas isi dan validitas eksternal. Validitas isi disesuaikan dengan aspek menulis puisi. Validitas eksternal dilakukan dengan konsultasi dan meminta pendapat kepada ahli kemudian instrumen diujicobakan pada kelas selain kelas eksperimen.

Pembahasan:
Pembahasan dalam penelitian ini meliputi: (1) kemampuan menulis puisi siswa dengan keman-dirian tinggi di kelas eksperimen satu (kelas model sinektik), (2) kemampuan menulis puisi sis-wa dengan kemandirian rendah di kelas eksperimen satu (kelas model sinektik), (3) kemampu-an menulis puisi siswa kemandirian tinggi di kelas eksperimen dua (kelas model penemuan konsep), (4) kemampuan menulis puisi siswa kemandirian rendah di kelas eksperimen dua (ke-las model penemuan konsep), (5) perbedaan hasil kemampuan menulis puisi berdasarkan tingkat kemandirian di kelas eksperimen satu (model sinektik) dan di kelas eksperimen dua (kelas model penemuan konsep).

Simpulan:
Penggunaan model sinektik pada pembelajaran menulis puisi berdasarkan tingkat ke-mandirian siswa lebih efektif untuk siswa kemandirian rendah.
Penggunaan model penemuan konsep pada pembelajaran menulis puisi berdasarkan tingkat kemandirian siswa lebih efektif untuk siswa kemandirian tinggi
Ada perbedaan yang signifikan hasil kemampuan menulis puisi berdasarkan tingkat ke-mandirian siswa antara yang mendapat perlakuan model sinektik dan model penemuan konsep.

Komentar Mahasiswa Penelaah:
Dilihat dari topik, judul, masalah, dan latar belakang masalah, tesis ini bukan penelitian pendidikan bahasa, melainkan teknologi pendidikan bahasa.
Topik dan masalahnya tidak penting, tidak mutakhir dan tidak menarik.
Antara judul dengan latar belakang masalah (“yang bertele-tele”) tidak nyambung
Instrumen kemandirian tidak dilakukan secara benar, padahal “kemandirian” termasuh ranah psikologi, jadi selayaknya pengukurannya dilakukan oleh ahlinya.
Kerangka berpikirnya menyimpang dari permasalahan, argumentasinya tidak jelas.
Analisisnya menurut judul adalah analisis varians, tetapi yang dilakukan Uji t.
Simpulannya tidak penting, padahal penelitian ini berpotensi baik.
Rupanya mahasiswa ini kurang mendapat bimbingan yang efektif.
Rumusan judul eksperimen perlu diperbaiki terutama kata-kata “Kesatrian 2 Semarang (Eskperimen)” tidak perlu bahkan melanggar etika..
VARIABEL RESPONS DAN PREDIKTOR
Istilah variabel atau peubah digunakan dalam penelitian yang mengkaji perubahan suatu konsep. Peubah artinya konsep atau variabel yang dapat mengubah atau beru- bah. Berikut disampaikan contoh variabel/peubah respons (terikat) dan variabel/peu-bah prediktor (bebas). Perbedaan akan lebih terlihat pada analisis regresi ganda. Va-riabel respons yang akan dijelaskan mengapa mutu kompetensi guru mengajar (Y) itu bervariasi? Bervariasi karena beberapa variabel (X1-7) yang dapat menjadikan variabel (Y) berubah, dengan syarat antar variabel X1-7 itu tidak berkaitan. Tujuannya untuk menguji efek setiap variabel agar dapat dicari upaya bagaimana meningkatkan mutu kompetensi guru mengajar.
Tujuan analisis regresi ganda, bukan sekadar menguji ada/tidak ada hubungan efek. Apa-bila suatu faktor/variabel ternyata lemah atau tidak bermakna, berarti kualitas faktor terse-but perlu diting katkan, atau faktor tersebut diabaikan sebagai faktor yang lemah.


 
INSTRUMEN PENGUMPUL DATA

 
Sistem evaluasi adalah proses sebelum mengambl keputusan menentukan kedu-dukan kualitas suatu fenomena, mulai dari persiapan menetapkan masalah, tujuan, faktor (variabel), indikator, deskriptor sehingga terancang instrumen, ujicoba instru-men, analisis ujicoba, perbaikan instrumen, pelaksanaan mengumpulkan data, mere-duksi data, menganalisis, dan mengambil keputusan. Itulah sistem evaluasi.
Setiap instrumen diperlukan kelengkapan deskriptor dari stiap indikator. Setiap indi-kator dapat dirancang dua atau beberapa pertanyaan. Setiap pertanyaan pokok dibu-tuhkan deskripsi alternatif jawaban. Artinya setiap instrumen diperlukan kelengkapan deskriptor. Dengan demikian analisis dengan program komputer dapat dilakukan.
Pada hakikatnya instrumen merupakan daftar pertanyaan yang dapat berupa esei, pilihan ganda yang tertulis atau lisan, pedoman pengamatan, pedoman wawancara, kriteria penilaian, dan angket. Beda di antara keempatnya terletak pada pelaksanaan-nya. Setiap model instrumen dilengkapi indikator dan deskriptornya.
Proposal penelitian perlu dilengkapi instrumen pengumpul data, agar dalam ujian propsal itu dapat diberikan masukan atau perbaikan. Mahasiswa yang akan melaku-kan penelitian dan sebelumnya melakukan ujian proposal perlu mempertanggungja-wabkan bagaimana instrumen pengumpul datanya, apakah memenuhi persyaratan kesahihan dan keterandalan, serta bagaimana pelaksanaannya. Sebelum itu marilah kita bahas berbagai jenis instrumen, agar dapat dipilih dan ditentukan sesuai dengan persyaratan dan tujuannya.
Instrumen perlu memenuhi persyaratan kesahihan, keterandalan (valid, reliabel), dan pelaksanaannya benar. Menentukan model instrumen tidak sesuka hati, apakah akan digunakan kertas dan pensil (paper and pencil tests), atau (assesment alternative), dan apakah untuk tujuan mengetes, atau bukan, bergantung pada tujuan dan varia-belnya. Kenyamanan, teknik, dan etika pelaksanaannya perlu diperhatikan.


PENDEKATAN DAN TUJUAN INSTRUMEN
Pendekatan Paper and Pencil Tests artinya sistem pengumpul datasecara tertulis,
yang biasa dilakukan dalam ujian se-
rempak sedangkan sistem Alternative Assesment, seperti yang dilakukan da-lam ujian proposal, tesis atau disertasi, bukan tertulis. ngetes artinya menguji perubahan dengan alat yang berben-tuk pertanyaan untuk mengumpulkan data hasil perubahan/hasil belajar. 




 
Tujuan Misalnya, setelah kurun waktu satu semester dilakukan ujian, yaitu mengetes prestasi belajar selama satu semester Untuk diterima menjadi mahasiswa di suatu ju-



rusan, dilakukan tes tertulis misalnya mengetahui potensi yang dimilikinya sebagai hasil didik di sekolah menengah. Yang perlu diketahui lebih dahulu adalah penggu-naan jenis instrumen berdasarkan tujuan dan pendekatan yang dipilih.
Perhatikan diagram tersebut.
Instrumen yang bertujuan mengetes diterapkan pendekatan PP, (esei, dan pilih-an ganda)
Instrumen yang bertujuan mengetes diterapkan pendekatan otentik asesmen, (pedoman pengamatan kinerja dan pedoman penilaian produk).
Instrumen yang bukan bertujuan mengetes diterapkan pendekatan tertulis, (daf-tar tanyaan yang diperlakukan sebagai angket)
Instrumen yang bukan bertujuan mengetes diterapkan pendekatan lisan, (tanya-an yang diperlakukan sebagai pedoman wawancara membuat KTP)
Jenis Instrumen Tes Bentuk Esei
Uraian bebas: jawaban tidak dibatasi ketentuan apapun. Instrumen yang ideal bila dirancang secara cermat dan cerdas sesuai dengan kompetensi yang perlu diukur, Instrumen ini dapat mengukur taraf berpikir komprehensif. Akan tetapi un-tuk penyekorannya dibutuhkan kemampuan menata deskriptor alternatif jawaban.
Uraian terbatas: jawaban dibatasi dengan panjang pendeknya kalimat. Terbatas dalam arti banyaknya kalimat atau syarat substansi jawabannya, misalnya meng-hendaki kata kunci, baik yang disediakan atau kata kunci yang bebas.
Isian bebas: tes rumpang untuk tujuan menguji konsep dan wawasan. Model ins-trumen yang menuntut jawaban terbatas, mengikat pikiran terbatas, dan lazim dibutuhkan daya ingat atau kemampuan membaca karena kebiasaan, tebakan mungkin terjadi namun intuisi bahasa dan logika biasa berperan.
Isian berketentuan: tes rumpang untuk tujuan tertentu. Instrumen untuk mengu-kur wawasan kebahasaan seperti kosa kata, jenis kata, atau frasa. Misalnya lengkapi dengan kata kerja, kata benda, atau dengan frasa dua kata.
Instrumen Tes Bentuk Pilihan Ganda
Benar salah: menguji daya ingat atau taraf kemampuan dan tingkat keteran-dalan yang rendah. Seringkali untuk menjawabnya digunakan kecerdasan intui-tif, dan jika motivasinya rendah digunakan teknik tebakan. Yang dapat diukur dengan teknik ini sebatas daya ingat (hafalan) dan pemahaman.
Alternatif tunggal: menentukan satu jawaban di antara option yang ada. Instru-men klasik yang membina cara berpikir konvergen, tidak mengukur kompetensi kreativitas dan berpikir divergen. Seperti model benar-salah sering dilakukan teknik tebakan dan intuisi.
Alternatif Bertaraf: tidak ada jawaban yang keliru, namun taraf ketepatannya ber-beda. Instrumen model ini menuntut perancangannya mahir berbahasa yang cermat dan menjawabnya membutuhkan tingkat ketelitian yang cerdas
Mencocokkan: menguji hubungan antar beberapa istilah/konsep. Disajikan sepe-rangkat (beberapa pertanyaan) yang berhubungan dan alternatif jawaban. Model ini dapat mengukur kemampuan berpikir analisis divergen terbatas.
Alternatif bersyarat: menentukan jawaban dengan syarat tertentu, misalnya. “Jika yang terpilih jawaban ya, tidak perlu menjawab pertanyaan nomor........”
Mengetes bahkan disebut pula menguji adalah tujuan memperoleh informasi baik secara tertulis atau bukan tertulis. Tujuan mengetes adalah memperoleh informsi ada atau tidak adanya perubahan setelah adanya perlakuan. Setelah pembelajaran dila-kukan tes untuk mengetahui apakah pembelajarannya berhasil atau tidak.
Dalam dunia jual beli emas pembeli perhiasaan emas biasa melakukan uji karat per-hiasan itu untuk mengetahui apakah selama dipakai ada perubahan karat emasnya, jangan-jangan diubah sehingga tidak seperti kadar emas asalnya. Untuk mengetahui karakter psikologis peserta didik atau pegawai baru biasa dilakukan tes psikologis seperti tingkat inteligensi, motivasi, introversi, minat dan bakat, kecerdasan emosi, ketahanan mental, dsb. Mengukur tingkat informasi tersebut dinamakan tes atau uji psikologis. Disimpulkan tes atau uji bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan.
Instrumen nontes, terdiri dari daftar pertanyaan yang digunakan untuk menjaring informasi yang bukan hasil perubahan, bukan bertujuan mengetes. Misalnya tujuan-nya memperoleh informasi tentang keadaan keluarga, alamat, banyaknya anggota keluarga, jenis kelamin, jenis pekerjaan, penghasilan, dsb. Bentuknya berupa pilihan ganda, atau isian. Jika daftar pertanyaan itu diberikan langsung kepada res-pondens untuk menjawabnya dalam waktu yang relatif bebas disebut ANGKET. Jika daftar per-tanyaan itu digunakan peneliti sebagai pertanyaan pokok yang dikembangkan dalam melakukan wawancara dan alternatif jawabannya disiapkan perancang ibstrumen, ins-trumen itu disebut Pedoman Wawancara.
Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan pokok yang digunakan oleh peneliti. Setiap pertanyaan itu dikembangkan sesuai kebutuhannya untuk menggali informasi langsung. Respondens menjawabnya secara lisan, sampai pewawancara merasa ya-kin atas jawaban respondens. Pewawancara mencatat jawabannya secara cermat atau menggunakan alat perekam. Penyekoran hasil wawancara dan pengamatan dilakukan berdasarkan deskriptor yang telah disiapkan.
Pedoman pengamatan
Pedoman pengamatan, seperti halnya pedoman wawancara, berupa daftar pertana-an yang digunakan oleh peneliti untuk mencatat informasi langsung mengenai perila-ku respondens yang nyata kasat mata. Pengamat mencatat jawabannya secara cer-mat, menggunakan alat perekam perilaku.
FAKTOR, INDIKATOR, DAN DESKRIPTOR
Penelitian pendidikan adalah penelitian tentang karakteristik guru aspek keprofesio-nalan, yaitu kompetensi mendidik dan segala dimensi yang berkenaan dengan kinerja mengajar. Apakah mengajar itu bergantung pada: kekayaan sumber belajar, hasil pe-nataran dan pelatihan, tingkat kesejahteraan keluarga, tingkat pendidikan, pengalaan menjadi guru, kemampuan berbicara, komitmen terhadap pendidikan, pengelolaan interaksi, bekal Ilmu kependidikan, dan bekal pelengkap keguruan? Semua dimensi itu dikenal dengan istilah faktor.
Faktor adalah gambaran mapan sesuatu yang disebut juga konsep yang abstrak, na-mun dapat diketahui dari gejala-gejalanya. Gejala-gejalanya itu disebut indikator, se-dangkan indikator tersebut dijelaskan secara terukur. Mutu penjelasan itu beragam secara kontinum, ada di antara bermutu dan tidak, tinggi atau rendah, baik atau tidak, bergantung hakikat indikatornya lalu disebut deskriptor. Jika deskripsi penjelasan itu dinilai sempurna, tinggi, sangat baik, dapat ditetapkan deskripsi indikator tersebut bernilai atau skor tinggi. Untuk itu peneliti perlu memiliki kemahiran mengembangkan deskriptor (istilah lain: rubrik), mulai dari menetapkan faktor atau variabel tertentu un-tuk  menjadi instrumen pengumpul data yang terpercaya.
Berikut disampaikan contoh, mengurai faktor, indikator dan deskriptor. Misalnya akan dilakukan penelitian tentang karya tulis guru. Rancangan instrumen sebagai berikut.



Contoh Indikator Keprofesionalan Guru, (dimulai dari latar belakang)
Latar Belakang:
Inspirasinya dari pertanyaan “what wrong with our classroom”, apa yang salah dalam pendidikan kita. Kita khawatir dengan bangsa kita yang dilanda berbagai kesulitan dan malapetaka moral. Pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan kualitas guru sekarang, apakah mereka sukses sebagai pendidik?
Permasalahan:
Bagaimana kinerja guru di kelas? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesuksesan mereka mengajar? Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang dalam bidangnya, termasuk kesuksesan guru dalam profesinya. Penataran sudah biasa dilakukan, kesejahteraan telah ditingkatkan, mereka berpendidikan keguruan dari universitas yang dapat diandalkan. Namun dalam praktek di sekolahnya apakah mereka telah dapat menerapkan ilmu kependidikannya secara efektif?
Diduga masih perlu diperhatikan faktor-faktor penting yang belum diberikan dalam proses pendidikannya di pendidikan keguruan (LPTK), seperti komitmen, kemampuan berbicara dalam proses pembelajaran, penguasaan bahan ajar, pengalaman dalam organisasi kampus, kemam puan bagaimana mengembangkan kemampuan dirinya secara mandiri, dan sikap yang amanah dalam setiap pekerjaan. Bagaimana dengan sarana sebagai bekal melakukan tugas, seperti buku-buku pelajaran, pedoman-pedoman pelaksanaan tugas, sarana transportasi, dan jarak antara tempat tinggalnya dengan sekolahnya.
Rumusan masalah:
Apakah keprofesionalan guru bergantung pada (a) kekayaan sumber belajar, (b) kesan mengikuti penataran dan pelatihan, (c) tingkat kesejahteraan keluarga, (d) tingkat pendidikan, (e) pengalaman menjadi guru, (f) kemampuan merancang persi-apan, (g) komitmen terhadap pendidikan, (h) kemampuan mengelola interaksi di kelas, (i) bekal Ilmu kependidikan, dan (j) bekal pelengkap keguruan.
Indikator, dan Deskriptor
Berikut disampaikan contoh faktor yang diurai menjadi beberapa indikator variabel pre-diktor dan variabel respons, halaman berikut (120). Anda dapat mencoba merancang deskriptornya, seperti contoh halaman (121).
Indikator artinya yang menunjukkan atau yang menjadi ciri-ciri suatu faktor, seperti,
Faktor dan Indikator Variabel Prediktor
B.  Kesan mengikuti penataran dan pelatihan
penguasaan kurikulum
pengembangan rancangan persiapan
pengembangan pembelajaran
pengembangan bahan ajar dan media
merancang instrumen proses/hasil belajar
Penguasaan sumber belajar:
memiliki buku pelajaran
memiliki buku-buku teori kependidikan
menguasai makalah pelatihan
membaca koran dan sumber lain
membaca sumber di perpustakaan

D.  Tingkat pendidikan
kesan ilmu setingkat pendidikan formal tertentu
keluasan wawasan kependidikan umum
kedalaman pemahaman pendidikan tertentu
wawasan pengetahuan di luar pendidikan
kemahiran mengembangkan ilmu pengetahuan

 
C.  Tingkat kesejahteraan keluarga
kemampuan menabung
pemenuhan kebutuhan hidup keseharian
kelengkapan fasilitas keluarga
memperhatikan kesejahteraan orang tua
kemampuan menyantuni yatim piatu


F.  Kemampuan berbicara sebagai guru
tempo ujaran dan kontur tuturan
penampilan kinestetika guru
ketepatan intonasi dan ekspresi
daya empatik dan simpatik berbicara
respons  dan kesan penyimak
 
E.   Pengalaman bertugas sebagai guru
pengalaman jenis tugas dalam pendidikan
kesan mengatasi permasalahan pendidikan
melaksanakan hasil penataran/pelatihan
partisipasi dalam mengelola sekolah
mengaplikasikan pengalaman di masyarakat



H.  Efektivitas interaksi pembelajaran
keberterimaan penjelasan
memotivasi partisipasi siswa di kelas
keberhasilan melalui umpan balik
keceriaan dan daya humor
dialog dengan siswa di kelas
               
G.  Komitmen terhadap pendidikan
perhatian terhadap manajemen kelas
perhatian terhadap manajemen sekolah
meningkatkan kemampuan diri
memiliki motivasi internal belajar terus
berkunjung kepada orang tua murid
J.   Bekal Pelengkap Ekstra Keguruan
ekstra kurikuer masa kuliah
makalah-makalah pelatihan
berlangganan surat kabar
wawasan umum kependidikan
kemampuan bergaul

 
Bekal ilmu-ilmu kependidikan
kerikulum dan teori-teorinya
teori belajar dan pembelajaran
perkembangan peserta didik
model-model pembelajaran
merancang evaluasi pembelajaran

Indikator Variabel Respons: Keprofesionalan guru adalah
penguasaan merancang persiapan,
kemahiran menyiapkan sarana pembelajaran
kemahiran melaksanakan pembelajaran,
kemampuan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran,
pengabdian di masyarakat setempat.
Deskriptor adalah yang menjelaskan taraf-taraf mutu indikator-indikator tersebut. Penjelasannya tentu bertahap bergantung kepada kenyataan atau kualitas indikator, penjelasan perilak yang sangat baik, cukup baik, kurang baik, dan yang tidak baik.
Merancang Deskriptor
Untuk menetapkan skor atas suatu indikaror diperlukan kemampuan peneliti meran-cang taraf kualitas jawaban pertanyaan tentang indikator yang dimaksud sesuai dengan tujuan pengumplan data yang memenuhi syarat kesahihan dan keterandalan.
Teknik merancangnya dimulai dari mendeskripsikan sejumlah perilaku yang diangap
paling sempurna, ideal, dan tuntas. Taraf berikutnya ada beberapa perilaku yang diduga tidak ditemukan pada taraf lebih rendah. Begitu selanjutnya sampai taraf yang paling rendah. Berikut disampaikan contoh, mulai dari menetapkan faktor kemudian indikator dan deskriptor. (berdasarkan contoh faktor dan indikator hal. 163)

Contoh Teknik Merancang Deskriptor
Tuliskan salah suatu faktor dari daftar faktor yang ditentukan.
Misalnya  Faktor I: Memiliki bekal ilmu-ilmu kependidikan
Tuliskan salah satu indikator faktor tersebut, Misalnya
Indikator I4: Menguasai model-model pembelajaran inovatif
Siapkan borang.Tuliskan dalam kolom TARAF BAIK SEKALI deskripsi perilaku yang lengkap dan menunjukkan taraf kemampuan atau keadaan yang sempurna:
Guru telah mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan dan da-pat diandalkan, dapat mengadaptasi dan menerapkannya, serta melakukan eksperimen men-cobakan rekayasa model lain, mencobakan berbagai model pembelajaran inovatif untuk setiap kompetensi yang berbeda. Ia juga telah melaksanakan berbagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan model-model lain yang dikembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah perancangan model pembelajaran untuk tingkat pendidikan tertentu, serta disosialisasi-kan dan mendapat tanggapan positif rekannya, kelas hidup menjadikan siswa berani bertanya dan komentar. Dalam suatu kontes model yang diselenggarakan dinas pendidikan, ia menda-pat penghargaan.Model yang dirancangnya memberikan inspirasi bagi guru-guru lain  
Tuliskan kembali deskripsi taraf baik sekali itu dalam kolom TARAF BAIK, namun de-ngan pengurangan atau pergantian beberapa perilaku atau predikat (tulisan berwarna meran aau miring dalam contoh) yang diduga tidak dimiliki oleh guru pada tingkat baik, seperti  menjadi berikut
Guru telah mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan dan da-pat diandalkan, dapat mengadaptasi dan menerapkannya, serta melakukan eksperimen men-cobakan rekayasa model lain, mencobakan berbagai model pembelajaran inovatif untuk setiap kompetensi yang berbeda. Ia juga telah melaksanakan berbagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan model-model lain yang dikembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah perancangan model pembelajaran untuk tingkat pendidikan tertentu, serta disosialisasi-kan dan mendapat tanggapan positif rekannya, kelas hidup menjadikan siswa berani bertanya dan komentar. Dalam suatu kontes model yang diselenggarakan dinas pendidikan, ia menda-pat penghargaan.Model yang dirancangnya memberikan inspirasi bagi guru-guru lain  
Demikian seterusnya untuk taraf berikutnya, menghilangkan beberapa perilaku yang hanya dimiliki pada taraf lebih rendah, misalnya taraf tidak baik. Dalam proses ini diperlukan kehati-hatian menentukan pengurangan, tidak asal mengurangi. Diper-lukan uicoba yang teliti tentang perbedaannya.

Contoh:

INDIKATOR
TARAF
MENGUASAI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF


SKOR

BAIK SEKALI
Guru telah mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan yang tersedia di perpustakaan dan internet, dapat menga-daptasi dan menerapkannya, serta melakukan eks-perimen mencobakan rekayasa model lain, mencobakan berbagai model pembelajaran inovatif untuk setiap kompetensi yang berbeda. Ia juga telah melaksanakan ber-bagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan model lain yang dikembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah perancangan model pembelajaran untuk tingkat pendidikan tertentu, serta disosialisasikan dan mendapat tanggapan positif rekannya, kelas menjadi hidup menjadikan siswa berani bertanya dan komentar. Dalam suatu kontes model yang diselenggarakan dinas pendidikan, ia mendapat penghargaan. Model yang dirancangnya memberikan inspirasi bagi guru-guru lain 
 

5
BAIK
Guru telah mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan dan terdia di perpustanaan,  telah dapat mengadaptasi dan menerapkannya, mencoba merekayasa model lain untuk beberapa kom-petensi yang berbeda. Ia juga telah melaksana-kan berbagai model se-perti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan model-model lain yang di-kembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah perancangan model pem-belajaran untuk tingkat pendidikan tertentu, serta disosialisasikan dan mendapat tanggapan positif rekannya, kelas hidup menjadikan siswa berani bertanya dan komentar.
 

4
CUKUP
Guru telah siap akan mempelajari model-model pembelajaran dari ber-bagai sumber yang terdia di perpustanaan, yang mapan dan dapat dian-dalkan, telah dapat mengadaptasi dan menerapkannya, mencoba mereka-yasa model lain untuk beberapa kompetensi yang berbeda. Ia juga telah melaksanakan berbagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan model-model lain yang akan dikembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah perancangan model pembelajaran untuk tingkat pendidik-an tertentu, Ia juga akan melaksanakan berbagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dengan batuan temannya
 

3
KURANG
Guru berniat  mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sum-ber yang terdia di perpustanaan, yang mapan dan dapat diandalkan, ter-masuk akan bertanya kepada rekan sejawatnya atas ajuran kepala sekolah, merasa perlu mengadaptasi dan menerapkan model baru, akan mencoba merekayasa model lain untuk beberapa kompetensi yang berbeda. Ia berniat mempelajari berbagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, akan memina batuan temannya
 

2

TIDAK BAIK
Belum mendapat informasi tentang pengembangan model pembelajaran, melihat rekan mempelajari model pembelajaran, dan baru bertanya bagai-mana merancang dan menerapkan model pemeblajaran inovatif, baru men-dengar bahwa menurut kurikulum baru perlu dinerapkan model pembela-jaran mutakhir untuk beberapa kompetensi yang berbeda.
 

1

Faktor D : Tingkat Pendidikan
Indikator D2           : Kedalaman pemahaman tentang (khusus) pendidikan bahasa Indonesia

INDIKATOR
TARAF
KEDALAMAN PEMAHAMAN (KHUSUS) PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


SKOR

SANGAT BAIK
Dapat menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan dan pembelajaran, pendidikan bahasa dan pembelajaran bahasa, filsafat pen-didikan, penguasaan perkembangan psikologis pesera didik, dapat menje-laskan manajemen berbasis sekolah dan berbasis kelas, model-model pe-ngelolaan kelas, kurikulum lama dan baru, KTSP, taksonomi umum pendi-dikan dan taksonomi khusus pendidikan bahasa Indonesia (R. Valette), berpengalaman dalam PTK, menguasai bahan ajar buku standar dan buku pelengkap, menguasai teori dan biasa menulis cerpen/puisi, menjadi tem-pat bertanya guru yunior, dan mampu mengedit berbagai karya ilmiah.
 


5

BAIK
Dapat menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan dan pembelajaran, pendidikan bahasa dan pembelajaran bahasa, filsafat pen-didikan, penguasaan perkembangan psikologis pesera didik, dapat menje-laskan manajemen berbasis sekolah dan berbasis kelas, model-model pengelolaan kelas, kurikulum lama dan baru, KTSP, taksonomi pendidikan umum dan taksonomi khusus pendidikan bahasa Indonesia (Rabecca Valette), berpengalaman dalam PTK, menguasai bahan ajar buku standar
 

4

CUKUP
Ragu menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan tetapi belum dapat membedakan antara pembelajaran, dan pendidikan bahasa, pernah mengikti perkuliahan filsafat ilmu. Pernah mengikuti prkuliahan per-kembangan psikologis pesera didik, ragu menjelaskan manajemen berba-sis sekolah dan berbasis kelas, dapat menjelaskan model-model pengelo-laan kelas, kurikulum lama dan baru, KTSP, taksonomi pendidikan umum dan belum mengetahui taksonomi khusus pendidikan bahasa Indonesia (Rabecca Valette), belum berpengalaman dalam PTK.

3

KURANG BAIK
Dapat menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan tetapi belum dapat membedakan antara pembelajaran, dan pendidikan bahasa, pernah mengikti perkuliahan filsafat ilmu. Pernah mengikuti prkuliahan per-kembangan psikologis pesera didik, ragu menjelaskan manajemen ber-basis sekolah dan berbasis kelas, dapat menjelaskan model-model penge-lolaan kelas, kurikulum lama dan baru, KTSP, taksonomi pendidikan umum dan belum mengetahui taksonomi khusus pendidikan bahasa Indonesia (Rabecca Valette),

2

TIDAK BAIK
Dapat menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan tetapi belum dapat membedakan antara pembelajaran, dan pendidikan bahasa, pernah mengikti perkuliahan filsafat ilmu. Pernah mengikuti prkuliahan per-kembangan psikologis pesera didik, ragu menjelaskan manajemen berbasis sekolah dan berbasis kelas, dapat menjelaskan model-model pengelolaan kelas, kurikulum lama dan baru, KTSP, dapat memberi contoh taksonomi pendidikan umum dan belum mengetahui taksonomi khusus pendidikan bahasa Indonesia (Rabecca Valette),

1
Faktor F               : Kemampuan berbicara sebagai guru
Indikator F2              : Penampilan kinestetika guru

INDIKATOR
TARAF
PENAMPILAN KINESTETIKA GURU  BERBICARA MENJELASKAN


SKOR

SANGAT BAIK
Penggunaan anggota tubuh bervariasi dan luwes kelihatan sudah biasa, variasi duduk, berdiri, berjalan mendekati peserta didik, arah pandangan tersebar adil, selalu tersenyum, dan bercanda verbal-nonverbal, meman-cing peserta didik berkomentar, peserta didik terpukau karena retorikanya


5

BAIK
Penggunaan anggota tubuh bervariasi dan luwes kelihatan sudah biasa le-bih banyak duduk, kadang-kadang berdiri dan berjalan mendekati peserta didik, arah pandangan tersebar adil, selalu tersenyum, dan bercanda ver-bal-nonverbal, memancing peserta didik bertanya

4

CUKUP
Penggunaan anggota tubuh bervariasi dan luwes kelihatan sudah biasa lebih banyak duduk, kadang-kadang berdiri dan jarang berjalan mende-kati peserta didik, sekali-kali pandangan terbagi, kadang-kadang terse-nyum, dan bercanda verbal-nonverbal

3

KURANG BAIK
Penggunaan anggota tubuh agak kaku dan tidak luwes kelihatan belum biasa lebih banyak duduk, jarang berdiri dan tidak pernah berjalan men-dekati peserta didik, sekali-kali pandangan ke arah tertentu, mahal terse-nyum, dan serius tidak suka bercanda

2

TIDAK BAIK
Penggunaan anggota tubuh kaku kelihatan belum biasa, selalu duduk, atau berdiri, terlalu banyak atau tidak pernah berjalan mendekati peserta didik, pandangan ke arah tertentu, mahal tersenyum, dan terlalu serius.

1

Penentuan berapa taraf kualitas yang dirancang bergantung pada kemampuan pe-rancang, apakah dua, tiga, empat, atau lima taraf. Dua taraf dapat disebut baik dan tidak baik; tiga taraf dapat disebut baik, kurang baik, tidak baik; empat taraf dapat disebut baik, cukup, kurang baik, tidak baik; dan lima taraf dapat disebut baik sekali, baik, cukup, kurang baik, tidak baik.

Pedoman Wawancara  
Sebelum Wawancara dilakukan peneliti perlu mempersiapkan pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan pokok dilengkapi indikator dan deskriptornya. Pedoman wa-wancara diperlukan untuk mengukur pendapat dan kecenderungan bertindak, misal-nya wawasan dan apa yang telah dilakukan. Kriteria penilaian untuk mengukur hasil karya seperti mengukur karya tulis, karya seni, dan hasil prakarya. Kuantifikasi adalah penilaian berdasarkan pengukuran. Untuk kuantifikasi data jawaban wawancara, per-lu ditetapkan indikator setiap variabel lalu dirancang taraftaraf deskriptornya. (contoh deskriptor Dandan, 1990). Lembar pertanyaan dan lembar jawabannya tidak diberikan kepada respondens, lembar pertanyaan tetap dipegang pewawancara. Angket adalah daftar pertanyaan yang jawabannya dilakukan respondens sendiri secara bebas.
Strategi Wawancara
Pewawancara bertanya berdasarkan pertanyaan pokok yang telah disiapkan, namun perlu dikembangkan dengan pertanyaan susulan untuk meyakinkan hakikat jawaban-nya. Wawancara dalam upaya menjaring data untuk penelitian berbeda dengan wa-wancara penyidik dengan tersangka. Wawancara penyidik serius, tegang, dan dire-kam, serta tersangka atau saksi merasakan takut salah. Wawancara penelitian bukan dilakukan seperti itu, melainkan seperti dialog yang sebagai berikut.
Wawancara dilakukan dengan pendekatan santai, dengan bahasa yang lugas, akrab, membuat respondens bebas bicara, (mewawancarai  bukan interogasi)
Menggunakan pertanyaan pokok sebagai pedoman yang perlu dikembangkan untuk memperoleh informasi setepat-tepatnya, dan “sepuas-puasnya”.
Penanya lebih banyak mendengarkan dan mengusahakan agar respondens le-bih banyak bicara, dibantu dengan tanyaan-tanyaan tambahan atau susulan.
Wawancara dilakukan di tempat yang nyaman dan pantas. Segera mencatat ja-waban lebih baik setelah tanya jawab dan wawancara dilakukan
Penetapan skor (Skoring) dilakukan pada tahap akhir di tempat tertentu. Dengar-kan  kembali rekaman secara cermat sebelum menetapkan skor.
Teknik wawancara
Pedoman wawancara merupakan daftar tanya pokok beserta deskriptornya. Pedo-man ini pun dipegang oleh pewawancara, sedangkan respondens hanya bicara men-jawab pertanyaan. Pewawancara sebaiknya mengembangkan pertanyaan pendalam-an setiap pertanyaan pokok, agar jawabannya meyakinkan dan tepat penentuan tingkat deskriptornya. 

Contoh Pertanyaan Wawancara
Sebelumnya perlu disampaikan terlebih dahulu dasar pertanyaan wawancara yang akan dijadikan contoh tersebut. Dalam bab 2 telah dikemukakan berbagai teori yang berkenaan dengan pemerolehan bahasa anak-anak. Dengan jalinan berpikir argu-mentatif disimpulkan adanya dugaan menjadi 15 indikator atau semi faktor, dan ter-nyata kelima semi faktor itu adalah tiga faktor independen (tidak berkorelasi).

Dalam penelitian yang menerapkan analisis faktor konfirmatif (Dandan, 1990) disim-pulkan adanya 3 faktor laten yang mempengaruhi proses pemerolehan bahasa anak-anak, yaitu faktor biopsikologis, faktor interaktif, dan faktor instrumental stuff). Yang dianalisis ada 15 semi faktor, dan setiap semi faktor terdiri dari 5 indikator. Berikut diambil sebagai contoh, faktor laten (A) biopsikologis, semi faktor (1) “Keajeg-an Kesehatan Anak”, dan deskriptor. (1.01) “Anak mendapat imunisasi”, dan
(1,02) “Pengalaman Anak dalam menderita sakit”.
Pertanyaan dan alternatif jawabannya sebagai berikut.
(1,01)  “Anak mendapat imunisasi”
Apakah putra/putri ibu mendapat imunisasi?......  Apakah lengkap dan teratur waktunya dan tepat urutan pemberiannya, atau kurang, atau tidak, atau bagaimana. Mohon ibu cerita tentang pengimunisasian putra/putri ibu. Apakah ibu juga selagi mengandung? Silakan Bu, saya men-dengarkan.

Jawaban/cerita Ibu anak-anak yang menjadi respondens termasuk kategori....
/1/    Anak saya tidak pernah mendapat imunisasi. Saat ini selama beberapa tahun tidak ada kegiatan Pos Yandu.
/2/    Anak saya hanya mendapat imunisasi ketika baru lahir dan setelah anak saya bisa jalan, tidak sempat pergi ke pos yandu, saya cukup sibuk dengan pekerjaan kantor.
/3/    Anak saya mendapat imunisasi lengkap, tapi kadang-kadang terlambat, saya mempunyai pekerjaan kantor di beberapa kota. Pembantu saya harus disuruh, kalau saya ingat, saya ingatkan.
/4/   Anak saya mendapat imunisasi lengkap dan tepat waktu, saya mempunyai waktu untuk mengantarkannya. Kebetulan pos yandunya dekat, atau di RT sebelah, RT 2. Ibu-ibu PKK kami rajin dan menyediakan makanan bergizi untuk anak-anak, seperti bubur kacang dan susu.
/5/    Wah kalau soal imunisasi saya mengerti. Anak saya lengkap diimunisasi dan teratur, Ibu-ibu PKK di RW saya bersemangat, bahkan saya juga disuntik imumisasi selagi anak saya dalam kandungan

(1.02) “Pengalaman Anak dalam Menderita Sakit”
Apakah Putra/putri Ibu pernah sakit, berat atau ringan, masuk rumah sakit di opname, atau sehat-sehat saja, belum perlu diperiksa dokter? Silakan Ibu bercerita bagaimana riwayat kesehatan putr/putri Ibu. Saya mendengarkan.
/1/    Anak saya sakit-sakitan setelah jatuh dan kepalanya terbentur batu, sampai dibawa ke rumah sakit, diopname selama sebulan. Sampai sekarang rupanya trauma dan pendiam.
/2/    Anak saya sedikit-sedikit sakit, panas, flu, gigi, sering ke dokter ana-anak, padahal tidak suka ber-main dengan anak-anak lain.
/3/  Selama ini rasanya hanya beberapa kali saja ke dokter, tetapi penyakitnya ringan, rupanya hanya kecapaian, cepat cape rupanya.
/4/   Anak saya hanya sekali dua kali saja sakit ringan, dan cukup saya atasi, tidak perlu bentuan dokter. Saya merasa tenang.
/5/  Dapat dikatakan anak saya tidak pernah sakit, kelihatannya segar bugar saja, Saya senang.
PEDOMAN PENGAMATAN
Pedoman pengamatan juga merupakan daftar tanya yang bertujuan untuk mengukur dan menilai kinerja. Pengamat menentukan deskripsi kenyataan perilaku yang tera-mati sesuai dengan taraf deskriptornya dalam instrumen. misalnya mengamati bagai-mana guru melaksanakan pembelajarannya, apa yang terjadi di kelas, apakah seperti deskriptor tang dimaksud.

Melalui Instrumen berikut dapat diketahui bagaimana kinerja guru di kelas. Penye-koran dilakukan berdasarkan catatan pengamat, perhatikan strategi dan tekniknya
Contoh Penyekoran     :
/1/  Sangat kurang, unjukkerjanya menyimpang dari kaidah, prinsip dan teori pembelajaran yang benar
/2/ Kurang, penampilannya di bawah rata-rata sehingga perlu mendapat masukan yang serius dan strategis,  masih perlu melakukan magang pengelolaan kelas
/3/  Bukup baik, penampilannya sekitar rata-rata dan masih perlu mendapat beberapa masukan karena sukar memperbaiki kebiasaan yang keliru     
/4/  Baik, penampilannya menunjukkan kemampuan di atas rerata, namun perlu masukan karena lupa
/5/ Sangat baik, tampilannya ditunjukkan tanpa kekurangan, tidak perlu dikomentari, dan bisa dicontoh
LEMBAR PENGAMATAN PEMBELAJARAN YANG TERJADI DI KELAS
Nama Guru: .................................................Alumni...............................SD/SMP/SMA: .................................
Kompetensi, Subpokok bahan ajar yang dibahas: ...............................................................................

TAHAPAN
INDIKATOR
YANG TERJADI
SKOR
1-5
A
KEMAHIRAN
MEMBUKA
Memotivasi

APAKAH:
dikemukakan permasalahan atau apersepsi yang relevan dengan topik pokok bahasan yang akan dibahas hari ini
A  1

dikemukakan subsubpokok bahasan/cakupan  materi yang akan dibahas, secara singkat
   2

dikemukakan  lagi secara jelas tujuan atau SK/KD atau indkator keberhasilan belajar yang perlu dicapai 
   3

dipertanyakan/dibahas bagaimana cara belajarnya 
   4

   Memanfaatkan alokasi waktu ± 5-10%
   5





B
KEMAHIRAN
MENYAJIKAN  POKOK BAHASAN

Transaksi
Informasi

APAKAH
GURU DAN SISWA:
membahas/memaparkan materi demi materi (subsub pokok bahasan): fakta/istilah/konsep/teori/kaidah/prinsip/dalil/ prosedur/hukum
B 1

meminta/memberi contoh/peragaan dan mendiskusikannya antar mahasiswa yang dipandu guru
   2

 memberi tanggapan, umpan balik, dan memantapkan simpulan setiap butir subpokok bahasan hasil diskusi
   3

menggunakan alat/media/bahasa secara tepat efektif dan pemanfaatan lingkungan dalam proses kontektual
   4

mempertanyakan atau berkomentar atas materi bahasan
   5
 
menjelaskan atas pertanyaan atau jawaban atau komentar mahasiswa
   6
 
merespons/memberi umpan balik verbal-nonverbal yang memotivasi aktivitas mahasiswa lebih aktif
   7

menyisipkan nilai didik, moral, etika dan imani sehubungan dengan kegiatan belajar dan bahan ajar
   8

memperlihatkan sikap ilmiah, demokratik, toleran, empatik atas kelebihan dan kelemahan peserta didik
   9

memberi kesempatan menulis refleksi hakikat materi,  manfaat, proses belajar, dan tindak lanjut
   10

11.     Memanfaatkan alokasi waktu ± 80-90%
   11






C KEMAHIRAN
MENUTUP
Pengendapan informasi
 Apakah
Guru dan siswa
mengulang sari subsubpokok bahasan untuk memperyakin keterserapan informasi/keberhasilan belajar
C 1

mengundang siswa agar menyimpulkan setiap subpokok bahasan
   2

mempertanyakan/membahas tindak lanjut untuk memperluas/ memper-dalam informasi/pelajaran
   3

memberi umpan balik dan mengecek refleksi yang ditulis mahasiswa
   4
 
Memanfaatkan alokasi waktu ± 5-10%
   5

SIMPULAN


Pengamatan pertama mencatat kejadian yang dilihat, apa yang dilakukan guru dan siswa di kelas, pengamatan kedua dilanjutkan dengan mempertanyakan apa yang dilakukan guru dan siswa itu dengan pertanyaan pokok: “mengapa demikian?” Hasil pengamatan dan wawancara dapat ditulis pada kertas bergaris atau direkam.
Angket pun identik dengan daftar tanya pedoman pengamatan atau pedoman wa-wancara yang juga dilengkapi deskriptornya, namun pelaksanaannya berbeda. Daftar pertanyaan yang dikerjakan langsung oleh respondens adalah angket. Peneliti me-nunggu pekerjaan selesai, dipungut/dikumpulkan atau dikirim ke alamat peneliti. Ken-dala penggunaan angket perlu berbagai pertimbangan, seperti reliabilitas karena ke-siapan respondens, dan lembar jawaban yang dikerjakan dan dikembalikan. Res-pondens merasa tidak berkepentingan, maka ia mengabaikannya.
Kriteria penilaian merupakan pedoman penelaahan suatu karya atau benda, seperti karya imiah, proposal atau hasil penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi. Sudah sela-yaknya melakukan ujian proposal dan tesis atau disertasi dilakukan secara profesi-onal terencana pokok-pokok pikiran apa yang selayaknya dikuasai mahasiswa atau yang seharusnya dapat dipertanggungjawabkan mahasiswa yang diuji. Oleh karena itu nilai yang dicapai mahasiswa manakala menyelesaikan program studinya adalah yang terukur kriteria penilaian karyanya dan yang terukur pedoman wawancara. Artinya nilai ujian akhir mahasiswa terdiri atas skor karyanya itu sendiri dan skor hasil wawancara pada saat ujian dilakukan.

Pengamatan terhadap pembelajaran, “Apa yang terjadi di kelas”
Latar Belakang :
Mutu lulusan sekolah menengah yang diterima di universitas, sepertinya tidak dapat menyesuaikan diri untuk aktif dalam perkuliahan. Apa yang terjadi di sekolah mene-ngah itu sebenarnya, bagaimana guru mengelola pembelajaran? Guru selayaknya  menguasai dan terbiasa menerapkan pendekatan CBSA, dalam kegiatan keseharian di sekolah. Guru selayaknya telah menguasai manajemen mikro, berpengetahuan teori-teori kependidikan, kemahiran merancang dan menerapkan strategi dan model pem-belajaran yang mengaktifkan peserta didiknya. Guru selayaknya memperhatikan ka-rakteristik peserta didik: introversi, peminatan, keberbakatan, berbagai kebiasaan: membaca, bergaul, menonton TV dan kegiatan lainnya, serta mengenal lingkungan-nya: sarana, media, fasilitas keluarga, teman sebaya, dsb. Guru selayaknya menge-tahui kelemahan peserta didiknya terutama dalam kemampuan berkomunikasinya.
Masalahnya:
Apa yang sebenarnya terjadi di kelas? Bagaimana pembelajarannya? Apakah di ling-kungan sekolah terjadi pendidikan? Apakah di kelas terjadi proses pembelajaran seperti yang ditunjukkan dalam instrumen pengamatan berikut? Apakah misi pendi-dikan kita telah dilakukan? Bagaimana hasilnya?
Berikut disampaikan contoh dan bahan pelatihan merancang deskriptor mengenai apresiasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah.
Rancangan deskriptor dalam pedoman pengamatan tentang perilaku apresiatif ter-hadap bahasa Indonesia di kampus sekolah. Tercapainya tujuan pendidikan bahasa indonesia ditunjukkan oleh indikator-indikator berikut. Anda dapat merancang deskrip-tornya. Lakukan seperti cotoh yang telah disampaikan di halaman 120.
Apakah ia/mereka terbiasa berbicara dalam bahasa Indonesia
 /5/
/4/
/3/
/2/
/1/

Apakah ia/mereka terbiasa menulis dalam buku hariannya
Apakah ia/mereka terbiasa menulis karya sastra
Apakah ia/mereka terbiasa membaca karya sastra
Apakah ia/mereka terbiasa membaca surat kabar atau majalah
Apakah ia/mereka memiliki buku-buku mengenai kaidah bahasa Indonesia
Apakah ia/mereka benar-benar ingin menjadi ahli/guru bahasa Indonesia
Apakah ia/mereka lebih biasa menggunakan bahasa asing
Apakah ia/mereka terbiasa mengkritisi orang lain yang menggunakan bahasa yang keliru kaidah
Dst. Sebagai latihan.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: INSPIRASI PENELITIAN PENDIDIKAN BAHASA Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda