Disusun Prof Dr Suparmin Dandan Supratman
Dalam Pokok Bahasan 6 sudah disampaikan betapa sumber inspirasi itu sangat di-butuhkan untuk memulai penelitian. Untuk memperkaya sumber tersebut dibutuhkan kemampuan menyerap pengalaman, rajin memperkaya wawasan dari lileratur yang cukup dan mempertajam kepekaan terhadap adanya kesenjangan yang sangat memprihatinkan. Kepekaan artinya kecerdasan perasaan terhadap adanya sesuatu yang membuat penasaran. Calon peneliti yang bersangkutan cepat tanggap terhadap adanya kesenjangan yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan yang ter-serap. Sering kali terjadi “ketagihan” melakukan penelitian karena kesan dari penga-laman melakukan penelitian yang menyenangkan. Peneliti ingin melakukan penelitian lagi. Bila kurang peka terhadap kenikmatan melakukan penelitian calon peneliti tidak mudah tersentuh minatnya untuk berminat meneliti.
Penguasaan sumber
belajar:
Dalam Pokok Bahasan 6 sudah disampaikan betapa sumber inspirasi itu sangat di-butuhkan untuk memulai penelitian. Untuk memperkaya sumber tersebut dibutuhkan kemampuan menyerap pengalaman, rajin memperkaya wawasan dari lileratur yang cukup dan mempertajam kepekaan terhadap adanya kesenjangan yang sangat memprihatinkan. Kepekaan artinya kecerdasan perasaan terhadap adanya sesuatu yang membuat penasaran. Calon peneliti yang bersangkutan cepat tanggap terhadap adanya kesenjangan yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan yang ter-serap. Sering kali terjadi “ketagihan” melakukan penelitian karena kesan dari penga-laman melakukan penelitian yang menyenangkan. Peneliti ingin melakukan penelitian lagi. Bila kurang peka terhadap kenikmatan melakukan penelitian calon peneliti tidak mudah tersentuh minatnya untuk berminat meneliti.
IDE TOPIK
Proses
munculnya Ide itu manakala ada niat lalu terangsang objek yang menarik. Misalnya,
Anda ingin
melakukan penelitian, lalu melihat anak-anak yang sedang bermain begitu lincah
berlari-larian bersama temannya, seperti tak kenal lelah. Anda mengetahui bahwa
anak-anak yang tetap sehat itu cerdas, lalu muncul keinginan untuk mengetahui
apakah kelincahan itu ada hubungannya dengan kemampuan berbahasa. Apakah
anak-anak yang lincah bermain itu juga lincah dalam berbicaranya? Pertanyaan
itu muncul karena Anda berprofesi sebagai guru bahasa. Anda menduga adanya
hubungan fungsional antara kelincahan fisik dengan kelincah-an berbahasa.
Kesehatan membutuhkan kecukupan gizi, adakah hubungan fungsional antara perlakuan
orang tua yang tidak selalu melarang anak-anaknya berlari-lari? Dapat dilakukan
pe-nelitian yang berkenaan dengan hubungan antara kecukupan gizi, kesehatan,
perlakuan orang tua dan kelincahan berbicara. Dengan demikian dapat dila-kukan pendidikan yang tepat tent-ang bagaimana memperlakukan anak-anak.
Misal lain,
Kita
sedang baca-baca koran, di sana terbaca tentang tawuran remaja, pemuda dan
mahasis-wa, bahkan orang tua. Dipertanyakan, mengapa anak remaja atau pemuda
selalu terlibat ta-wuran. Sedikit-sedikit demo dan tawuran bahkan anarkhis. Karena
Anda mengetahui teori fak-tor, lalu bertanya faktor laten apa yang berpengaruh kuat sehingga selalu terjadi tawuran
itu. Diketahui pula bahwa faktor laten
itu adalah faktor yang tersembunyi, tidak disadari tetapi dila-kukan. Biasanya
tawuran itu ujung dari kegagalan komunikasi antar pejabat pelayan publik da-lam
melayani rakyatnya. Lalu muncul ide untuk melakukan penelitian tentang
kemampuan ber-komunikasi para pelayan publik. Pendemo pun tidak menyadari bahwa
perilakunya itu lepas kontrol dan beremosi kebablasan. Lahir pertanyaan mengapa
masyarakat ini menjadi terbiasa lepas kontrol. Apakah hal itu termasuk urusan
pendidikan masyarakat?
Apa yang
terjadi dengan sistem pendidikan di negara ini? Muncul ide untuk melakukan
peneliti-an tentang pendidikan masyarakat, bagaimana dan siapa yang bertanggung
jawab.
Demikian banyak
ide dari berbagai sumber inspirasi berbasis kompetensi dan pro-fesi, lingkungan, kebiasaan dalam keluarga, cara didik keluarga, beragam
karakter-istik peserta didik, kompetensi yang ditetapkan dalam
silabus dan wawasan berbagai pengetahuan tentang model analisis statistika,
dapat menjadi sumber inspirasi untuk melakukan penelitian. Kompetensi yang
ditetapkan dalam kurikulum merupakan sum-ber inspirasi utama untuk melakukan
penelitian pendidikan, antara lain kompetensi bidang pendidikan bahasa. Seandainya
Anda guru
bahasa Indonesia yang walaupun duduk saja di rumah cuma melamun, minimal Anda dapat
inspirasi menulis cerpen dan puisi. Seandainya Anda guru bahasa jalan-jalan ke pasar menyimak orang berbicara dengan bahasa pasar, minimal
Anda terinspirasi untuk mela-kukan penelitian bahasa jual-beli. Cobalah jalan-jalan
atau pesiar ke sawah dan ladang, Anda terinspirasi bagaimana mendidik
siswa memperkaya kosa kata dan istilah-istilah dalam biologi. Anda dapat bekerja
sama dengan guru biologi membuat kamus istilah pertanian. Cobalah ber-silaturahmi
kepada saudara dan handai tolan, akan muncul ide melakukan penelitian keceria-an
komunikasi yang santun, santai, dan gelak tertawa. Jika lelah dan beristirahat di
rumah, bacalah berita di koran, akan muncul ide menyunting bahasa koran.
Sumber
inspirasi utama untuk melakukan penelitian pendidikan bahasa tentu kom-petensi yang
ditetapkan dalam kurikulum. Pertanyaannya bagaimana keterkaitannya dengan berbagai
variabel atau faktor-faktor yang memang diduga berkaitan dengan kompetensi
seperti kepribadian, kebolehan, perilaku, cara siswa belajar, berbagai tingkah
polah siswa, karakter siswa, profil guru, kegiatan kepala sekolah, pegawai
administrasi, pegawai kebun sekolah, pendekatan, metode, teknik, kiat,
strategi, mo-del pembelajaran, media, bahan ajar bahasa, dan apa saja yang
ternyata tidak ter-batas. Sarana pendidikan perpustakaan, kantin sekolah,
guru-guru, lingkungan kelas, taman dan kebun sekolah, bunga-bunga hiasan, ruang
guru, demikian juga halaman dan lapangan olah raga sekolah dapat dimanfaatkan
sebagai etalase sumber inspi-rasi penelitian pendidikan bahasa. Demikian juga lingkungan
keluarga, kebiasaan bahasa dalam keluarga, sarana keluarga lainnya seperti
kendaraan, televisi, kulkas, kursi, alat dapur, dan sebagainya. Jangan “kuper”,
lihat juga pemandangan, pesa-wahan, pepohonan, gunung-gunung, yang semuanya itu
dapat menjadi etalase sum-ber ide untuk melakukan penelitian.
Bagaimana
semua itu berkaitan dengan kompetensi aspek kemahiran:
berbicara, me-nyimak, membaca, menulis, penguasaan
diksi, menulis puisi, mengarang cerita, apre-siasi terhadap bahasa dan sastra. Jika wawasan itu dikombinasikan akan ketemu de-ngan
begitu banyak topik dan masalah yang relevan, aktual, mutakhir, dan menarik.
Akan
tetapi tentu belum cukup jika Anda hanya memiliki substansi yang diteliti
berupa variabel respons dan prediktornya. Pertanyaan berikut, bagaimana Anda
akan mem-bahas kaitan atau hubungan antara kompetensi sebagai variabel respons
dengan variabel-variabel yang cukup berlimpah itu. Seperti diketahui bahwa hakikat
memba- has adalah mengaitkan,
menghubungkan, membedakan, memilah, dan menyimpul-kan.
Oleh karena itu Anda perlu memiliki wawasan tentang teknik-teknik analisis yang
cocok, seperti wawasan teknik analisis statistika yang telah diutarakan dalam bab
lima. Dengan wawasan tersebut Anda terbantu menemukan judul penelitian yang te-pat
dan cocok dengan kemampuan Anda. Akan tetapi
bagaimana penelitiannya dapat diakukan? Bergantung juga pada penguasaan peneliti
pada metodologi penelitian, karena penelitian merupakan upaya menjelaskan
keterkaitan antara topik dan berba-gai faktor prediktor yang dijelaskan secara argumentasi
persuasif bahwa dalam topik yang ditentukannya itu diyakini terkandung
keprihatinan yang mendalam, yang mem- buat penasaran dan menggelisahkan, yang
berpeluang mengundang kerugian yang lebih besar jika tidak segera dijawab dan
dilakukan tindakan yang tepat. Misalnya
Dalam fenomena kualitas pengelolaan sekolah (MBS), banyak masalah yang berkenaan dengan perlunya melakukan “proses” pendidikan bukan sekadar
transfer pengetahuan dan keterampil-an. Cobalah perhatikan manajemen kelas, apakah memang di kelas terjadi
pendidikan, atau sekadar pembelajaran. Hasil pengamatan itu saja dapat
dilakukan penelitian untuk mencari model pembelajaran yang tepat.
Ternyata untuk menjadi guru yang profesional diperlukan kemampuan merancang dan melak-sanakan, untuk dapat menerapkan strategi dan model pembelajaran yang tepat, memilih ba-han ajar, mahir menggunakan media, mahir dan bijak berbicara retorik, serta
apresiatif terha-dap kebahasaan dan kesastraan. Fenomena tersebut banyak sekali memberikan inspirasi untuk melakukan
berbagai model penelitian. Itu semua membutuhkan wawasan dan kemam-puan dalam
bidang metodologi penelitian dan statistika.
Kompetensi peserta didik dalam kemahiran berbahasa beragam. Kompetensi
kemahiran me-nyimak, berbicara, membaca, dan menulis, dibedakan atau
dipengaruhi oleh perbedaan karak-ter peserta didik seperti introversi, minat, bakat, motivasi, hasrat, kebiasaan, bergaul, kebiasa-an menonton sinetron, kegiatan sastra, dan kondisi lingkungan seperti sarana, media, fasilitas keluarga,
teman sebaya, kondisi guru/pendidik: pendidikan,
pengalaman, lingkungan, tingkat ekonomi, dan sebagainya yang semuanya itu dapat diangkat menjadi
masalah penelitian. Jika demikian itu kurang menarik, cobalah kaitkan dengan
peran bahasa dalam kemasyarakatan dan politik, misalnya, gara-gara lemah dalam
berkomunikasi, tawuran marak di mana-mana.
MENGANGKAT MASALAH DAN JUDUL
Tidak kalah pentingnya bagi mahasiswa pada umumnya adalah bagaimana memulai
penelitian. Memulai penelitian atau merancang proposal bab yang disebut penda-huluan, bukan dimulai dari
menetapkan judul, melainkan dari topik,
latar belakang pilihan topik, dan menetapkan masalah. Setelah itu baru dirancang
judul penelitian.
Latar Belakang Masalah
Dalam Latar belakang masalah dikemukakan alasan bahwa topik yang menjadi
ancangan penelitian perlu dibahas dan dilakukan penelitian. Ada apa di belakang
topik itu. Di belakang topik itu dapat ditemukan dan dipaparkan berbagai pertanyaan
masalah, Ini menjadi deskripsi permasalahan yang ada di balik topik itu.
Deskripsi ini disebut Identifikasi Permasalahan. Seberapa banyak
permasalahannya, bergantung pada kemampuan peneliti mengemukakannya. Namun
demikian peneliti perlu mem-batasi atau menentukan permasalahan tertentu yang
lebih dianggap layak untuk di-pelajari melalui penelitian. Pola pikir
argumentatif dikemukakan sebagai subjudul Pembatasan Masalah. Jika peneliti
sudah merasa yakin dengan hakikat masalah pilihannya itu, lalu diajukan Rumusan
Masalah yang jelas. Rumusan masalah itu yang akan menjadi dasar untuk melakukan
penelitian.
Judul Penelitian
Judul penelitian dirumuskan berdasarkan masalah terpilih, bukan sebaliknya.
Rumus-an judul sudah dipertimbangkan berdasarkan
identifikasi permasalahan yang juga dikemukakan berbagai teori beserta metodenya
yang dikemukakan dalam penelitian orang lain. Misalnya
Masalah:
Apakah mutu kemahiran guru mengajar (Y) dipengaruhi (a) kesan dalam mengikuti
penataran, (b) kesejahteraan keluarga, (c) kesan ilmu dalam pendidikan, (d) mutu
pengalaman bertugas, (e) konsentrasi pada tugas (f) kemampuan mengelola waktu.
Valiabel-variabel yang dikemukakan dalam rumusan masalah tersebut hanya seba-gian dari permasalahan yang dikemukakan dalam
subbab identifikasi permasalahan. Mutu guru mengajar merupakan variabel respons (Y) yang dipelajari
dan diduga di-pengaruhi beberapa variabel prediktor atau/variabel bebas: (a), (b), (c), (d), (e), dan (f) tersebut. Dengan demikian,
Judulnya:
Efek mengikuti penataran, kesejahteraan keluarga, tingkat pendidikan,
pengalaman bertugas, konsentrasi pada tugas, dan kemampuan mengelola waktu,
terhadap mutu guru mengajar.
Namun terdapat tesis yang rupanya judul ditetapkan terlebih dahulu. Judul
yang lebih dahulu ditetapkan, ada kecenderungan masalah dicari-cari seingatnya dan
sekena-nya seperti
Judulnya:
Peningkatan Keterampilan Menulis Crita Cekak Berbahasa Jawa
Masalah:
a. Bagaimana
karakteristik media audio humoris yang sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa
dalam pembelajaran keterampilan menulis crita
cekak berbahasa Jawa?
Bagaimana ciri-ciri
dan prinsip pengembangan media audio humoris yang dapat mening-katkan keterampilan menulis crita
cekak berbahasa Jawa?
Bagaimana wujud
media audio humoris yang dapat digunakan untuk meningkatkan ke-terampilan menulis cerita cekak berbahasa Jawa?
Bagaimana
keefektifan media audio humoris dalam pembelajaran menulis crita cekak
berbahasa Jawa?
Komentar mahasiswa:
Bagaimana bisa menganalisis hubungan judul dan rumusan
masalah, jika rumusan judul. Judul tidak mencerminkan masalah, karena
menetapkan judul dahulu, baru masalahnya dicari-cari. Menentukan judul
penelitian ilmiah tidak semudah menentu-kan judul “kethoprak”. Apabila
permasalahan (a,b,c,d) itu yang dikemukakan terlebih dahulu kemudian dirumuskan
judulnya, maka dalam judulnya tercantum kata media audio humoris. Misalnya
judul itu, “Meningkatkan kemampuan menulis dengan teknik media audio humoris”,
namun apakah yang dimaksud dengan meningkatkan? Penelitian proses, atau laporan
kegiatan? Jelas bukan penelitian.
KEPARALELAN
PENELITIAN
Keparalelan atau kekonsistenan dalam proses penelitian
ilmiah sangat diperhatikan karena dapat menunjukkan mutu penalaran peneliti.
Topik tercakup dalam judul. Ju-dul mencerminkan permasalahan, teori-teori, dan
metodenya. Demikian juga, dalam Bab 2 dikemukakan
secara jelas berbagai teori yang dibutuhkan untuk menjawab masalah dan
merancang instrumen.
Berikut disampaikan beberapa contoh untuk dianalisis, bagaimana
dari topik yang ditetapkan, mengajukan latar belakang masalah, mengidentikasi
permasalahan,me- netapkan masalah tertentu, merumuskan
masalah yang terpilih, sampai menetapkan judul penelitian. Apakah ada keparalelan antara latar
belakang, masalah, judul, bahkan dengan teori-teori yang diajukannya, serta
simpulan hasil penelitiannya?
Contoh 1
Latar Belakang:
Perlu
dilakukan peneltian tentang kemahiran menulis. Peneliti mengetahui lingkungan keluar-ga, lingkungan sekolah,
lingkungan pesawahan dan perkebunan, anak penurut, anak bandel
dan anak avontur. Apakah fenomena itu ada kaitannya dengan kemampuan berbahasa
aspek menulis? Peneliti memiliki wawasan teknik analisis statistika model efek baik
sederhana mau-pun ganda, analisis varians, dan faktor analisis.
Masalahnya:.
Yang lebih
pandai bercerita itu anak yang bagaimana, dan lingkungan mana? Peneliti dapat
melakukan penelitian dengan analisis varians, atau korelasi fungsional.
Judul :
Peran
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah terhadap keberanian menulis.
Contoh 2
Latar Belakang:
Merasa
perlu melakukan penelitian untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Guru
bahasa Indonesia niscaya menginginkan anak didiknya lancar bicara, cerdas
menulis, santun bicara, menghargai pembicara dan pendapat orang, kaya dengan
ide kreatif dan mampu mengontrol emosi (dan semuanya itu berkenaan dengan berbahasa).
Bagaimana itu bisa diwujudkan. Apa-kah anak-anak yang makin lincah dalam
bermain makin lancar bicaranya? Bisakah anak dibuat lincah? Model pembelajaran
yang bagaimana agar anak-anak yang kurang lincah juga pandai bicara? Perlu
ditemukan bagaimana caranya, lalu perlu dilakukan penelitian model eksperimen mengembangkan kelincahan dengan olah raga
tertentu yang mengembangkan kelincahan.
Masalahnya:
Apakah kemahiran
siswa bicara dapat ditingkatkan
melalui pembiasaan berolah raga? Apakah
manik tinggi tingkat kesegaran jasmaninya akan makin lincah bercicaranya?
Judul:
Efek perlakuan olah raga bermain
sepak bola terhadap kelincahan peserta didik berbicara
Contoh 3
Latar Belakang:
Merasa
perlu menciptakan suasana akademik di sekolahnya, Kepala sekolah mengetahui ten-tang
kepasifan siswa di kelas, diduga guru-guru kesulitan mengajar, namun tidak
berani cur-hat. Karena fokus perhatian kepala sekolah membina dan membantu
terutama guru baru seti-ap bidang studi agar mahir mengajar dengan interaksi
yang hidup di kelas. Kepala sekolah pa-ham tentang supervisi klinis. Apa yang
perlu dilakukan kepala sekolah? Bagaimana mencipta-kan suasana akademik di
sekolahnya, agar guru yang mengalami kesulitan menjadi terbiasa “curhat” dan
mengadu kesulitan kepada kepala sekolah. Kepala sekolah mengetahui analisis
deskriptif kelemahan dan keunggulan karakter manusia khususnya guru. tetapi
kepala sekolah belum mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhinya. Kepala
sekolah faham dengan analisis faktor, yaitu analisis yang dapat menjelaskan
faktor apa saja yang mempengaruhi ter-ciptanya suasana akademik di sekolah.
Maka kepala sekolah melakukan penelitian exploratory
factor analisys.
Masalahnya :
Faktor-faktor
apakah saja yang mempengaruhi terciptanya suasana akademik di sekolah
Judul:
Faktor-faktor
yang mempengaruhi terciptanya suasana akademik di sekolah
Contoh 4
Latar Belakang:
Merasa
perlu menghidupkan suasana perkuliahan di kelas. Ketika perkuliahan dimulai semes-ter pertama, mahasiswa diundang berkomentar:
“Silakan siapa yang mau berkomentar, atau ingin mempertanyakan yang kita bahas ini?” Sukar mereka merespons,
ditunggu beberapa sa-at tidak ada yang “berani” merespons. Namun jika dosen menunjuk
seseorang untuk menja-wab atau langsung ditanya, mereka berusaha menjawab. Muncul
ide melatih mahasiswa me-nyusun perangkat pertanyaan, karena hakikatnya bicara
itu adalah jawaban atas pertanyaan. Jika terlatih bertanya, mahasiswa dapat
menjawab pertanyaannya sendiri. Lalu dosen melaku-kan penelitian eksperimen
melatih mahasiswa menyusun perangkat pertanyaan agar maha-siswa terampil, berani
dan tuntas berbicara. Apakah cara dapat meningkatkan kemampuan berbicara
dan/atau menulis? Tentu bergantung pada karakteristik kepribadian mahasiswanya.
Apakah ia cerdas berpikir atau “telmi” (telat mikir), apakah mahasiswa itu
termasuk tipe eks-tropert atau intropert, merupakan karakter yang diduga
menjadi pembeda mutu bicara.
Masalahnya :
Apakah
pelatihan menyusun perangkat pertanyaan dapat meningkatkan ketuntasan mahasis-wa
yang tingkat kecerdasan emosinya berbeda
Judul:
Pemberian
pelatihan menyusun perangkat pertanyaan untuk meningkatkan ketuntasan menu-lis
dan berbicara bagi mahasiswa yang tingkat kecerdasan emosinya berbeda.
Contoh 5
Latar Belakang : (sebagai tugas)
Masalahnya:
Apakah mutu kemahiran guru mengajar (Y) dipengaruhi (a) kesan dalam mengikuti penataran, (b) kesejahteraan
keluarga, (c) kesan ilmu dalam pendidikan, (d) mutu pengalaman bertugas, (e) konsentrasi pada tugas (f)
kemampuan mengelola waktu”.
Judulnya:
Efek mengikuti penataran, kesejahteraan keluarga, tingkat pendidikan,
pengalaman bertugas, konsentrasi pada tugas, dan kemampuan mengelola waktu, terhadap
mutu guru mengajar “
Contoh 5 itu berkenaan dengan mutu guru. Kemampuan guru mengajar merupakan variabel respons (Y) yang dipelajari
dan diduga kualitas kemampuannya itu dipenga-ruhi beberapa variabel
prediktor/bebas: (a), (b), (c), (d), (e), dan (f) tersebut. Dari
judul itu tercermin bahwa metode penelitiannya regresi ganda untuk melihat
kebermakna-an setiap variabel prediktor, baik secara
parsial maupun simultan. Namun semua variabel itu perlu memenuhi syarat independen
satu dengan lainnya.
Simpulan
dari contoh-contoh itu adalah bahwa hakikat topik penelitian pendidikan ya-itu
kompetensi peserta didik sebagai faktor yang diteliti atau sebagai
variabel res-pons, yang dikaitkan dengan banyak faktor yang mempengaruhi
atau membedakan-nya sebagai variabel prediktor yang tak terbatasbanyaknya. Hakikat
topik penelitian pendidikan bahasa adalah kompetensi kemahiran menggunakan bahasa,
yang dikait-kan dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi atau
membedakannya sebagai variabel prediktor. Dengan demikian perlu memperhatikan
peran analisis statistika.
Contoh 6
Ide Topik:
Isu Ujian Nasional (UN), Suatu
ketika ramai perbincangan dan kritik terhadap penye-lenggaraan ujian nasional
pendidikan dasar dan menengah. Pertanyaan pokoknya, apakah UN itu penting sekali? “Sampai segitunya, dijaga polisi segala”.
Latar
Belakang: Jika beranjak dari asumsi bahwa UN yang menguji hasil belajar itu tidak pen-ting, atau jika UN disikapi
penting sekali berakibat banyak pihak yang terlibat sibuk dan terlibat stres. UN itu mengukur “out put”. Padahal yang lebih penting dalam
tugas “Depdikbud” adalah “out come”, mencerdaskan kehidupan bangsa, bagaimana
kiprah tamatan sekolah itu di ma-syarakat. Itu yang lebih penting, dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau mendapat pekerjaan
yang layak, atau penganggur yang menjadi beban bangsa. Hasil pendidikan itu out come, hasil pembelajaran itu out put, mana yang dipilih masyarakat?
Bagaimana
kelanjutan lulusan itu di masyarakat. Mata pelajaran dan nilai didik apa yang
me-nunjang keberhasilan mereka di masyarakat. Masukan dari penelitian ini untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan citra sekolah. Orang tua seharusnya bercermin
pada keberhasilan peser-ta didik di masyarakat. Dengan demikian populasi
penganggur akan dapat diketahui dan dite-mukan akar masalahnya.
Evaluasi
pembelajaran adalah proses untuk mengambil keputusan yang adil tentang keberha-silan
pembelajaan yang berimplikasi pengembangan mutu kinerja pendididikan. Evaluasi
hasil pembelajaran diperlukan untuk melihat dan meningkatkan mutu pembelajaran
di sekolah, se-dangkan evaluasi pendidikan dilakukan oleh “stake holder”
pendidikan, yaitu lembaga pendi-dikan lanjutan, orang tua, pemerintah, dan
masyarakat.
Namun dalam
pelaksanaan Ujian Nasional (UN) terpendam
kebingungan peserta didik, para guru, dan orang tua, bahkan pelaksanaannya
melibatkan pejabat lain nonpendidikan, polisi, anggota DPR, gubernur, bupati, dan camat, niscaya dalam proyek UN itu mengandung masalah.
UN penting manakala substansi dan metodologinya
memperhatikan kaidah sistem evaluasi, tu-juannya jelas, dan hasilnya bermanfaat
bagi peningkatan mutu kompetensi peserta didik.
Yang perlu
diketahui bagaimana hubungan UN dengan
angkatan kerja yang penganggur, faktor apa yang memberikan sumbangan penting
bagi alumni suatu sekolah yang sukses.
Identifikasi
permasalahan:
Ujian
nasional adalah tes terbatas yang semula hanya bertujuan melihat pemerataan
mutu hasil pembelajaran tertentu di setiap daerah Indonesia yang beragam itu. Dengan
demikian pemerintah dapat menentukan prioritas bantuan kepada daerah atau
sekolah tertentu.
Hasil
ujian nasional menggambarkan kondisi setiap sekolah atau wilayah kependidikan
untuk menentukan mana yang perlu dibantu dan mana yang dapat dijadikan rujukan.
Akan tetapi ter-nyata, sudah berkali-kali ujian nasional dilaksanakan tujuan
itu terlupakan. Bahkan hasil ujian itu dijadikan standar penerimaan melanjutkan
belajar.
Keputusan
hasil ujian nasional yang menentukan kelulusan pendidikan secara seragam ternya-ta
bermasalah, dan membuat berbagai pihak gelisah, karena tujuan evaluasi dan
ujian nasional menyalahi prinsip. Antara lain prinsip ketuntasan belajar, keadilan
dalam mengambil keputus-an, dan kesesuaian antara pembelajaran dan evaluasinya.
Mengapa
evaluasi untuk tujuan pascates tidak diserahkan kepada setiap sekolah atau
wilayah kependidikan, kemudian dilakukan perbaikan lembaga melalui program
penelitian.
Ujian
nasional seharusnya bukan untuk syarat melanjutkan studi, melainkan untuk salah
satu bagian pengukuran hasil belajar karena ujian nasional tidak cukup dapat mengukur
potensi ke-berhasilan belajar, karena tidak komprehensif.
Ujian
nasional telah menciptakan suasana kegelisahan berbagai pihak termasuk pejabat,
para guru dan pengelola pendidikan lainnya, terutama orang tua siswa. Bahkan
konra produktif, mendidik berbagai pihak mencari dan melakukan berbagai akal pragmatik
yang menghalalkan segala cara.
Ditemukan
kasus, atau dimanapun, (perlu diteliti) mahasiswa baru yang skor UN nya cukup
baik, masih bermasalah di kelas. Keberanian dan kemahiran berbicara dalam
mengikuti tanya jawab atau diskusi, bahkan wawasan prerekuisitnya menyulitkan
para dosen. Lembaga pendi-dikan lanjutan atau dunia kerja terpaksa melakukan
tes khusus dalam seleksi penerimaan peserta didik baru, atau tenaga kerja baru.
Lembaga pendidikan lanjutan itu atau dunia kerja itu menghendaki profil input
tertentu yang cocok dengan out come
yang diharapkan kelak.
Pembatasan
masalah
Masalah utama
yang dikemukakan tersebut adalah:
Proyek
Ujian Nasional itu mengundang kegelisahan berbagai pihak, jika mereka tertarik
pada duduk permasalahannya?
Penerima
pendidikan lanjutan dan penerika pegawai baru membutuhkan cara lain untuk
memutuskan apakah alumni lembaga sekolah diterima atau ditolak?
Hubungan
antara besaran skor UN dan
kelanjutan studi atau kesuksesannya di dunia kerja.
Sistem
evaluasi yang terpadu dan komprehensif yang dikehendaki guru-guru, pihak univer-sitas, orang tua, dan pengusaha
Jika
permasalahan yang berkenaan dengan pion (d) dipilih melalui argumentasi pembatasan
masalah, dan fokusnya pada pendidikan bahasa, Judulnya,
Judul
Penelitian
Sistem
evaluasi yang komprehensif pendidikan bahasa menurut guru-guru, dosen, orang
tua, dan pengusaha.
Landasan
teoretis
Diperlukan
teori-teori yang berkenaan dengan (a) sistem evaluasi dalam pendidikan bahasa
dan sastra. Persyaratan instrumen out put (kelulus-an). Instrumen tes, nontes,
dan asesmen alternatif. Perancangan instrumen ujian nasional. Uji kesahihan dan
kereliabilitasan instrumen. Pelaksanaan uji-coba ujian nasional. Umpan balik
nasional
Metode
Survei
kendala dan harapan ujian nasional. Respondens guru, orang tua, dosen, dan pengusa-ha
sebagai pengguna lulusan. Instrumen pedoman wawancara, dan analisis kualitatif
dan kuantitatif, bertujuan mengetahui dan meyakinkan kekeliruan yang perlu
dihindari dan mene-mukan prinsip-prinsip sistem evaluasi nasional yang
komprehensif dan terpadu.
Hasil
penelitian yang
Penyimpangan
prinsip dalam ihwal kekomprehensifan instrumen
Kelemahan
ujicoba instrumen yang standarnya diragukan
Keterlibatan
yang kurang terpadu kurang profesional dalam proses menentukan kebijakan
Pelanggaran
pelaksanaan yang mengundang masalah berat
Kejelasan
kaitan antara hasil ujian out put dan
out come
Keyakinkanakan
kekeliruan proyek yang perlu dihindari dan menemukan prinsip-prinsip sistem
evaluasi nasional yang komprehensif dan terpadu.
Pembahasan
Berangkat
dari kegelisahan penerapan UN yang
melanggar prinsip, perlu dikatakan UN keliru
dan tidak begitu penting. Tujuan ujian tidak jelas. ujicoba instrumen tidak
standar, dan pelaksa-naannya bermasalah. Instrumen ujian tidak komprehensif
padahal pembelajarannya dituntut komprehensif. Oleh karena itu yang lebih
penting adalah pembelajarannya, Ujian selayaknya paralel dengan
pembelajarannya. Jika tidak namanya: madu dan racun. Madu di tangan kanan mu,
racun di tangan kirimu. Jika ingin membenahi pendidikan, benahilah
pembelajarannya, be-nahilah mutu gurunya. Jika pembenahan ujian yang didahulukan,
guru akan mengajarnya ber-dasarkan soal ujian.
Yang lebih
penting adalah bagaimana alumni tamatan sekolah itu dapat mengikuti proses pem-belajaran
selanjutnya, bukan sekadar dapat melanjutkan pendidikannya, atau dapat
melakukan tugasnya di dunia kerja dan meningkatkan karier yang memadai baginya,
bukan sekadar diteri-ma untuk bekerja, melainkan pengembangan kariernya di
masyarakat. Ternyata lulusan seko-lah menengah yang lulus tes UN dan diterima di universitas (pengamatan terbatas) tidak
mam-pu mengikuti perkuliahan secara aktif. Budaya belajar di perguruan tinggi
sangat berbeda de-ngan kebiasaan siswa lelajar di sekolah menengah, berarti
budaya belajar di sekolah mene-ngah jauh ketinggalan.
Sebagai
implikasi penelitian adalah evaluasi lulusan,
out put. Dapat dilakukan penelitian yang topikna “out come” hasil didik. Setelah siswa
menamatkan suatu taraf program pendidikan, ba-gaimana mereka dapat mengikuti
pendidikan di jenjang pendidikan selanjutnya, atau bagaima-na kiprahnya di
masyarakat.
Program
penelitian penelusuran lulusan/alumni suatu sekolah untuk mengetahui apakah “out come”-nya unggul atau kurang, itulah
yang perlu diketahui orang tua peserta didik, bukan se-kolah yang proporsi “out
put” nya atau persentase kelulusannya yang tinggi.
Yang
menjadi masalah pemerintah dan kita semua adalah bagaimana lulusan sekolah
mampu berkiprah di masyarakat secara mandiri. Dengan mudahnya sekolah
meluluskan peserta didik-nya yang sebenarnya belum layak lulus menciptakan
jumlah angkatan kerja terus bertambah sementara jumlah pengangguran makin
berlimpah.
CONTOH 7, TOPIK: OUT COME YANG DIHARAPKAN
BAB I.
PENDAHULUAN: Latar
Belakang Masalah (Alasan pilihan topik):
Ujian
nasional yang nyatanya mengundang prokontra, dipandang sebagai program yang sa-ngat
penting oleh DEPDIKBUD. Sekolah-sekolah
jauh-jauh hari menyiapkannya, sampai-sampai tugas pendidikan diabaikan. Yang
utama dilakukan bagaimana mempersiapkan ujian nasional itu. Jika hasilnya
kurang baik, teguran sudah menunggu, dan kepercayaan masyarakat pudar. Akan
tetapi sebagian ahli pendidikan justru sebaliknya dan katanya bergantung pada
tujuan-nya. Jika bertujuan untuk pemetaan kualitas sekolah, lebih tepat
dilakukan dengan program penelitian. Jika hasil ujian itu bertujuan untuk
mengetahui kualitas peserta didik, sangat keliru, sebab ujian semacam UN itu tidak dapat menjaring mutu peserta didik yang komprehensif.
Lebih tepat diketahui bagaimana tamatan suatu sekolah itu dalam melanjutkan
kehidupannya, baik melanjutkan ke perguruan tinggi, maupun berkiprah dalam
tugas di masyarakatnya.
Identifikasi permasalahan:
Penelitian
ini menganggap perlu mengetahui bagaimana tamatan suatu sekolah berkiprah me-neruskan
belajar di uniersitas, mendapat pekerjaan di suatu perusahaan, berkiprah mencipta-kan
lapangan pekerjaan sendiri, atau menjadi penganggur. Justru hasil temuan
tersebut yang sangat berharga, karena baik guru-guru, kepala sekolah, penilik,
pengawas, kepala dinas pen-didikan, orang tua peserta didik, dan pemerintah
dapat informasi akurat tentang kelemahan dan keunggulan suatu sekolah, Suatu
sekolah dapat menginformasikan keberhasilan alumni-nya setelah menamatkan
pembelajaran di sekolah itu. Orang tua peserta didik dapat menetap-kan
pilihannya sekolah mana yang berhasil mengantarkan anaknya untuk masa depan.
Keber-hasilan suatu sekolah berdasarkan persentase kelulusan tidak menjamin
anaknya berpeluang hidup sukses di masyarakat.
Berdasarkan
dialog dengan kepala-kepala sekolah, para pekerja, para lulusan sekolah yang
masih menganggur dan pengamatan terhadap cara belajar mahasiswa baru dalam mengikuti
perkuliahan, betapa rumitnya permasalahan yang berkenaan dengan penelitian
dengan topik penelusuran alumni dari suatu sekolah. Yang pertama upaya menelusuri
di mana alumni itu berada. Diduga berpencar di berbagai kampung dan kota yang
sulit ditemui. Apakah sekolah asal memiliki dokumen alamat tetap atau alamat
orang tuanya? Apakah sekolah mempunyai catatan kelanjutan kegiatan alumninya
setelah menamatkan sekolah?
Yang
kedua, berkenaan dengan substansi informasi yang dibutuhkan tentang kiprah
lulusan yang diduga ada yang terbuka dan ada yang tidak bersedia memberikan
informasi.
Yang
ketiga, berkenaan dengan waktu dan biaya untuk mengunjungi para respondens.
Yang
keempat, informasi mengenai kesuksesan dan kegagalan alumni dalam melanjutkan,
bekerja, atau menganggur diduga karena berbagai faktor yang sangat kompleks,
baik faktor yang berkenaan dengan ketersediaan lapangan kerja, maupun
ketidakmampuan melakukan tes penerimaan pegawai dan tingkat ekonomi keluarga
yang memaksa lulusan sekolah mem-bantu usaha orang tuanya. Seperti sudah
merupakan rahasia umum, jika ada penawaran se-leksi pegawai negeri atau swasta,
pendaftarnya begitu melimpah sedangkan kuota penerima-annya sangat terbatas,
Demikian juga pada musim penerimaan mahasiswa baru, baik negeri maupun swasta,
calon yang mendaftar puluhan ribu, tetapi kuota yang dapat diterima juga
terbatas. Rata-rata hanya 10% yang dapat diterima. Lalu yang lainnya itu kemana
dan di ma-na? Cobalah amati di jalan yang menuju ke kota pengendara motor memadati
jalan, kemana mereka. Amati pula di kota-kota, di depan toko ada pemandangan
orang-orang duduk-duduk santai, apakah mereka bekerja? Sudah menjadi rahasia umum
sekian persen angkatan kerja menjadi penganggur atau setengah penganggur. BPS (Badan Pusat Statistik) mempunyai data tentang angkatan
kerja yang bekerja, yang menganggur atau setengah menganggur itu?
Yang
kelima, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya? Faktor laten apakah
sebenar-nya yang terjadi sehingga problematik pengangguran itu sulit sekali diatasinya?
Keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam mencapai tujuannya bergantung pada
upayanya sendiri, faktor lain hanyalah peluang (konstruktivisme), tidak sedikit
faktor yang mempengaruhi keber-hasilan seseorang dalam karirnya.
Pragmatisme
membuat pemuda dan remaja mencari pekerjaan yang mudah dan langsung menghasilkan
uang, sikap dan daya juang lemah untuk melakukan pekerjaan yang hasilnya
ditunggu lama, seperti hasil bertani. Mereka lebih tertarik menjadi buruh yang
langsung setiap bulan mendapat upah. Namun ternyata menjadi buruh pun tidak
mudah. Minat belajar pun pu-dar karenanya, sehingga sekolah atau bekerja tidak
dilakukan secara sungguh-sungguh.
Tingkat
ekonomi keluarga mempengaruhi keinginan lulusan sekolah untuk melanjutkan pendi-dikan
karena panggilan kerja terpaksa dilakukan, seperti membantu pekerjaan orang tua.
Ba-nyak kegiatan rangkap, bekerja sambil sekolah atau sekolah sambil bekerja
beda tipis, namun tentu hasilnya tidak optimal. Itu masih untung daripada
sekolah tidak dan bekerja tidak.
Pembatasan
Permasalahan
Pembatasan
permasalahan merupakan upaya memilih, memilih dan menentukan suatu masa-lah tertentu
di antara permasalahan yang dideskripsikan dalam identifikasi masalah. Bagaima-na
pun juga penelitian ini perlu memprioritaskan untuk menjawab permasalahan yang
terbatas itu, atau yang diduga lebih perlu didahulukan, karena lebih
bermanfaat, lebih mendesak untuk segera dicari jawabannya, dan lebih aktual.
Misalnya penelitian pendahuluan atau dasar infor-masi untuk sekanjutnya
dilakukan kajian lanjut. Maka penelitian ini, misalnya, hanya mendes-kripsikan
keberadaan alumni itu, atau akan mencari penjelasan atau alasan tentang adanya
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesuksesan mereka.
Perlu
diperhatikan persyaratan suatu masalah untuk penelitian. Bentuk masalah berupa
kalimat tanya. Kalimat tanya yang memenuhi persyaratan sebagai masalah, yaitu:
relevan, aktual/mutakhir, problematis, terbatas, visibel, dan menantang. Perta-nyaan
masalah bukan asal bertanya. Misalnya, pertanyaan:
“Bagaimana
kebutuhan pengembangan bahan ajar yang mengkreatifkan siswa”
sama saja
dengan:
“Bagaimana
Anda, baik-baik saja, apa yang dapat saya bantu, butuh apa?”
Pilihan
masalah ada di tangan mahasiswa, misalnya ada tiga alternatif:
Berkiprah
di mana saja alumni SMA N Ungaran
angkatan 2005-2010.
Faktor
manakah yang lebih kuat pengaruhnya pada kesuksesan alumni baik sukses me-lanjutkn
studinya maupun sukses dalam lapangan kerjanya, apakah faktor dukungan se-kolah,
dukungan keluarga, upayanya sendiri, atau faktor kemampuan sosial .
Atau
(c) Faktor
laten apa yang mempengaruhi karier alumnus suatu sekolah.
Tujuan
Penelitian:
Rumusan
tujuan penelitian sepantasnya paralel dengan rumusan masalah, Misalnya
Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemajuan alumni.
Penelitian
ini bertujuan menguji perbedaan pengaruh antara faktor dukungan sekolah,
dukungan keluarga, dukungan kemampuan diri, dan faktor kemampuan sosial .
Atau
(c) Penelitian ini bertujuan menemukan faktor laten yang
menjadi dasar kinerja guru
Rumusan tujuan
(a) mendeskripsikan, kurang layak
diajukan sebagai masalah dan tujuan penelitian ilmiah. Mendeskripsikan dalam penelitian apapun niscaya selalu dilakukan. Deskripsi
itu sebatas pengumpulan data dan simpulannya. Pertanyaan yang menuntut jawaban
deskripsi itu bukan yang perlu dipermasalahkan. Contoh (b) layak untuk strata dua. Kajian-kajian teoretis bagi
mahasiswa taraf magister dibutuh-kan sebagai bekal berpikir ilmiah. Temuan
teori sebatas pengembangan atau aplikasi teoretis dalam paradimanya, dan contoh
(c) layak untuk strata tiga. Temuan
faktor laten dalam berbagai masalah yang sangat tidak terbatas itu masih
langka. Jawaban atas permasalahan yang rumit
melalui analisis lintas paradigma niscaya diperlukan
BAB II.
LANDASAN TEORETIS, KERANGKA PERPIKIR, DAN HIPOTESIS
Dalam wacana landasan teoretis dikemukakan berbagai teori, prinsip, dalil, atau norma yang diperlukan sebagai landasan untuk
menjawab permasalahan yang diajukan. Wawasan peneliti seharusnya cukup dalam penguasaan teori-teori dari ilmu-ilmu yang mapan
agar jawabannya tepat dan akurat. Termasuk wawasan tentang
penelitian-penelitian yang telah dilakukan orang lain yang diakses dari
teknologi dunia maya (internet). Oleh karena itu seharusnya “kajian
kepustanaan” itu dikemukakan sebelum rumusan masalah ditetapkan, bukan
sesudahnya.
Landasan
teoretis digunakan juga sebagai dasar menyusun instrumen. Teori-teori itu
terdiri dari konsep-konsep yang menunjukkan indikator-indikatornya.
Landasan teoretis perlu relevan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dan
memenuhi syarat koherensi universal. Melalui proses argumentasi, dijalin
kerangka berpikir berdasar-kan teori-teori yang telah diajukan di Bab II, sehingga
menghasilkan simpulan ja-waban sementara yang disebut hipotesis.
Menyedihkan, masih banyak mahasiswa S-2 belum “paham” apakah itu teori, apa yang perlu dikutip
untuk dikemukakan dalam wacana landasan teoretis. Dalam wa-cana bab landasan
teoretis itu seharusnya dikemukakan teori-teori yang relevan de-ngan topik. Wujud ilmu berupa pernyataan, antara lain pernyataan teoretis, pernya-taan prinsip, dan pernyataan dalil, yang menunjukkan keterkaitan atau hubungan an-
tara beberapa konsep,
antar variabel, misalnya
Tujuan
instruksional perlu dirumuskan dengan kata kerja operasional dalam bentuk
hasil bela-jar agar dapat dirancang pertanyaan yang jelas. Rumusan
itu dapat dikembalikan kepada ben-tuk “jika .... maka”, menjadi “Jika rumusan tujuan instruksional dirumuskan
dengan kata kerja operasional, maka
dapat dirancang pertanyaannya yang jelas”.
Misalnya, ditentukan tujuan instruksional “Mahasiswa akan dapat menjelaskan kelemahan instrumen bentuk
angket”. Per-tanyaan ujiannya: Coba Anda jelaskan..........
Apabila
rumusan tujuannya seperti “Mahasiswa akan mengerti kelemahan instrumen”. Per-tanyaan
ujiannya: Coba kamu mengerti kelemahan instrumen, atau apakah anda mengerti ke-lemahan instrumen? “Ya saya mengerti”. Seratus
nilai jawabannya? Apakah hasil belajar sela-ma satu semester hanya mengerti
yang tidak jelas buktinya? “Peserta didik mengerti” kelemah-an instrumen, mana
buktinya? Perancang tujuan belajar tidak mengetahui bahwa pertanyaan tes
berdasarkan tujuan belajar.
BAB III METODE PENELITIAN
Metode adalah proses tertentu yang mapan dirancang berdasarkan tujuan yang
jelas.
Setiap melakukan kegiatan, khususnya melakukan kegiatan penelitian ilmiah
beranjak dari tujuan. Bab III itu melakukan kegiatan penelitian di tempat
terentu beranjak dari tujuan yang rumusannya lebih operasional dan paralel dengan per-masalahan yang diajukan di Bab Pendahuluan. Dalam Bab I itu
penetapan ru-musan masalah belum didasari teori-teori. Setelah teori-teori Pada
Bab II di ke-mukakan, jawaban masalah itu berupa kerangka berpikir dan
hipotesis. Di awal Bab III jawaban itu dikembalikan mejadi rumusan tujuan yang lebih
jelas karena berbasis kerangka berpikir dan hipotesis. Rumusan tujuan di Bab
III ini memberi arahan yang jelas bagaimana proses melakukan penelitian.
Dikemukakan hasil survei tempat sumber data penelitian, respondens, dan ba-gaimana
teknik pengumpulan datanya, tes atau nontes, paper and pencil tests atau otentik
assesment, Bagaimana jika dilakukan eksperimen atau bagaimana jika
eksposfakto.
Dikemukakan kembali variabel-variabel atau substansi yang akan dipelajari /diteliti,
baik variabel respons maupun variabel prediktor dan indikator-indika-tornya
dalam bentuk kisi-kisi instrumen pengumpul data. Instrumen menjadi tonggak
kualitas setiap penelitian. Instrumen dirancang berdasarkan teori-teori yang
mapan atau variabel-variabel yang jelas.
Dikemukakan desain dan teknik analisis yang sesuai dengan permasalahan.
Dengan desain dapat dijelaskan analisis, dan hipotesisnya serta harapan hasil
penelitian yang secara teknis yang disebut hipotesis statistika
LANDASAN TEOREIS BERDASARKAN JUDUL DAN MASALAH
Dalam
judul selayaknya sudah dapat diketahui masalah dan teori-teori apa yang akan
dikemukakan dalam Bab II proposal, misalnya
Judul
Penelitian:
Pengaruh
Kesan Mengikuti Penataran, Tingkat Pendidikan, Kesejahteraan
Keluarga, Penga-laman Bertugas, Konsentrasi pada Tugas, dan Kemampuan Mengelola Waktu, terhadap Mutu Kompetensi Guru Mengajar
Rumusan
masalah:
Apakah
mutu kemahiran guru mengajar dipengaruhi (a) kesan
dalam mengikuti penataran, (b) kesan
ilmu dalam pendidikan, (c) kesejahteraan
keluarga, (d) mutu pengalaman bertugas, (e) konsentrasi pada tugas dan (f) kemampuan mengelola waktu.
Landasan
Teoretisnya:
Teori-teori
yang perlu dikemukakan seharusnya seperti yang dikemukakan dalam rumusan
masalah, seperti variabel (a) hakikat
penataran dan indikator keberhasilan mengikuti berbagai penataran, yang penting
kesannya atau apa yang diperoleh dari penataran itu, demikian juga dengan
variabel (b) kesan
belajar dari pendidikan formal, bukan sekadar tingkat pendidikan-nya, melainkan
kesan pengetahuan yang diperolehnya, variabel (c) faktor kesejahteraan kelu-arga yang diduga mempengaruhi profesinya, bukan
sekadar kekayaan dan penghasilan setiap bulan, melainkan peluangnya untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan, variabel (d) pengalaman bertugas bukan diukur oleh lamanya (waktu) bertugas, melainkan
apa yang telah dialami, vari-abel (e)
konsentrasi pada tugas ditunjukkan perilaku yang mengutamakan tugas, perhatian
pada kebutuhan peserta didik, dan pada apa yang akan dilakukan dalam
pembelajaran, demi-kian juga dengan variabel (f) dalam berbagai kesibukannya guru perlu mengelola waktu lebih pada tugas
pendidikan, dan variabel respons kemahiran guru mengajar yang terdiri dari tiga
indikator utama: merancang, melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi,
serta indi-kator pelengkap kemampuan sosial dan komunikasi dengan rekan sejawat
dan masyarakat.
Banyak
ditemukan penelitian atau tesis yang dalam bab landasan teorinya menyaji-kan
berbagai informasi, yang bukan teori-teori yang dibutuhkan untuk menjawab
masalah dan sebagai dasar merancang instrumen. Rupanya mahasiswa bangga bila
tesisnya itu tebal, dan rupanya mereka kurang mendapat bimbingan bagaimana me-milih
pernyataan teoretis yang perlu disajikan dalam bab landasan teoretis.
Landasan
teoretis berfungsi untuk menjawab permasalahan topik yang dikaji melalui
jalinan berbagai teori lain yang diduga berhubungan, berpengaruh,
dan membedakan, dengan jalinan argumentasi yang meyakinkan. Selain itu landasan
teori-teori juga di-butuhkan sebagai dasar merancang instrumen penjaring data,
maka pernyataan teori yang diajukan perlu dilengkapi indikator-indikatornya.
Tidak sedikit penelitian untuk tesis lemah dalam hal ini. Banyak yang ditulis,
dideskripsikan, namun tidak fokus pada landasan teoretis yang dibutuhkan.
Jenis-jenis instrumen yang dibutuhkan perlu sesuai dengan variabel yang terlibat dalam hakikat unsur-unsur
permasalahan yang diajukan. Prinsipnya adalah masalah dija-
wab secara
teoretis dahulu, lalu jawaban teoretis itu dicocokan dengan data yang di-hasilkan
instrumen yang yang disusun berdasarkan teori itu juga. Seharusnya cocok. Apabila
tidak, justru itulah temuan penelitian yang menarik.
PERSYARATAN DAN ANALISIS MASALAH PENELITIAN
Bagaimana masalah
penelitian yang pantas untuk dipelajari melalui penelitian ilmiah oleh mahasiswa
calon magister atau calon doktor? Agar menarik dan berguna, topik perlu
memenuhi syarat: relevan, aktual, mutakhir, dan terbatas. Lalu topik melahirkan
permasalahan yang problematik menantang,
dan diyakini tidak ada hambatan ketika pelaksanaan penelitiannya dilakukan. Topik
dan masalah yang penelitiannya pantas memenuhi syarat validitas internal dan external, perlu memenuhi
persyaratan berikut:
Bahasa segar,
lancar, dan mematuhi kaidah tatatulis karya ilmiah.
Masalahnya
relevan dengan prodi, untuk profesi, dan bidang keilmuannya.
Masalahnya
aktual sesuai dengan profesinya yang selalu “tetap ngetren”.
Issunya
mutakhir dan orisinal menghindari duplikasi.
Rumusan masalahnya
problematis dan menantang sesuai kebutuhan.
Cakupan
kajiannya terbatas agar bahasannya mendalam, dan terukur.
Teori-teorinya
cukup dan dikuasai untuk landasan menjawab masalah.
Analisisnya
terandalkan dan berterima di kalangan ilmuwan serumpun.
Program
pelaksanaannya visibel, teorinya dikuasai, respondens tersedia dan datanya dapat
dilakukan tanpa kendala yang berarti.
Manfaatnya
berlaku luas (external validity) walaupun sampelnya terbatas.
Cobalah
Anda lakukan analisis suatu proposal atau laporan penelitian yang ada di
perpustakaan. Jelaskan dalam hal apa persyaratan tersebut tidak terpenuhi oleh karya tulis
yang Anda teliti itu. Selain contoh berikut, Anda pun dapat meneliti
tesis-tesis yang ada di perpustakaan. Kegiatan
melakukan analisis dengan menggunakan kriteria tersebut dapat memperkaya
wawasan Anda tentang penelitian.
STRUKTUR LAPORAN PENELITIAN ILMIAH
Disampaikan contoh struktur laporan pene
litian yang umum dan standar karya ma-hasiswa S-2 untuk
mendapat gambaran umum berikut diulas sepintas bagaimana struktur inti laporan karya tulis ilmiah hasil penelitian. Struktur yang lengkap dapat di-lihat pada skripsi, tesis, dan
disertasi yang dapat dibaca di tiap perpustakaan pasca-
|
sarjana. Struktur karya ilmiah dan gaya penulisannya memiliki standar dan variasi tertentu. Struktur
standar berdasarkan logika urutan berpikir ilmiah.
|
Setiap universitas mempunyai kaidah selingkung dalam menentukan
variasi struktur laporan penelitian. Misalnya dalam
meletakkan abstrak. Namun pada hemat penulis abstrak itu bukan bagian isi
laporan, maka diletakkan terpisah, artinya langsung se-telah
identitas laporan, bukan setelah persetujuan, daftar isi, dan kata pengantar.
Ke-cuali jika abstrak termasuk bagian laporan, sari diletakkan di halaman
sebelum bab pendahuluan. Struktur standar yang perlu diikuti masyarakat akademik
manapun ba-gaimana struktur dan hakikat karakter setiap unsur laporan suatu
karya ilmiah seperti skripsi, tesis, atau disertasi, yang terdiri dari judul, bagian
pendahuluan, landasan teo-retik, urutan kegiatan penelitian, hasil penelitian,
simpulan dan saran. Demikian juga aspek-aspek yang perlu ditulis dalam sari/abstrak
bahkan jumlah kata ditetapkan menurut kaidah selingkung perguruan tinggi
setempat.
JUDUL
Judul
laporan penelitian seharusnya ditulis secara jelas yang mencerminkan isi kese-luruhan
laporan penelitian. Judul perlu mencerminkan topik, masalah,
teori-teori, jenis analisis, dan simpulan. “Mencerminkan” artinya dapat diduga.
Begitu judul dibaca se-pintas saja, pembaca yang tertarik karenanya, dapat
menduga isi laporan keseluruh-an skripsi, tesis, atau disertasi, bagaimana
topik, masalah, teori-teori, analisis, dan simpulannya. Oleh karena itu
sebenarnya menetapkan judul itu dilakukan setelah peneliti yakin akan seperti
apa isi karya tulisnya.
Ternyata
logika berpikir dan logika penyampaian secara tertulis itu boleh berbeda. Namun
logika standar berpikir ilmiah perlu diikuti. Oleh karena itu peneliti perlu me-miliki
kemampuan berbahasa yang cermat. Cobalah perhatikan contoh topik dan judul,
mana yang penelitian pendidikan bahasa dan mana yang bukan.
ABSTRAK
Setelah
pembaca mencermati judul yang menarik baginya, pembaca langsung mene-laah
abstrak atau sari setelah halaman judul. Pembaca yang efektif belum merasa
perlu mengetahui dahulu: lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi, daftar
gam-bar, dan daftar lampiran. Yang pertama dibaca setelah judul adalah abstrak
atau sari pelaporan penelitian. Setelah itu mencermati daftar pustaka dan jika
ada “glossary” di bagian akhir laporan.
Apabila abstrak
penelitian mencerminkan keorisinalan hasilnya dan sumber, serta istilah-istilah
dalam gloseri itu menarik bagi pembaca, barulah pembaca melanjutkan
pembahasannya. Jika abstrak
itu tidak jelas dan dianggap tidak berguna
sebagai sum-ber inspirasi baginya untuk melakukan penelitian lain, pembaca
merasa tidak perlu melanjutkan telaahannya. Oleh karena itu abstrak perlu sederhana,
jelas, lengkap, dan tidak “bertele-tele”.
Pengalaman menunjukkan mahasiswa tidak sempat mengkonsultasikan
abstrak sebe-belum ujian, karena cara kerja mereka terbiasa melakukan
konsultasi memepetkan waktu ke batas akhir masa bayar SPP atau masa pendaftaran ujian. Rupanya perlu ketentuan dan
kesepakatan bagaimana penjadwalan program kegiatan konsultasi. (”Sukses di
Universitas” Dandan, 2011). Namun, jadwal
konsultasi mudah saja diran-cang mahasiswa yang disetujui pembimbing. Akan tetapi
yang menjadi kunci pelak-sanaannya adalah disiplin yang kompak antar mahasiswa
dan pembimbing yang bia-sanya banyak kegiatan di luar kampus, dan mahasiswa
karyawan yang juga sibuk sehingga ketaatan kepada jadwal tersebut
diabaikan.
MENULIS BAB PENDAHULUAN
Bab pertama ini terdiri dari latar belakang, identifikasi permasalahan, pembatasan ma-salah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
Bab pertama murni kepunyaan peneliti, artinya setiap ide dan
pernyataan termasuk memilih sumber meru-pakan tanggung jawab peneliti, Oleh
karena itu perlu jelas karakter wacana bab per-tama ini bersifat perseptual persuasive. Bab ini berdasarkan niat atau kehendak pe-neliti menurut
persepsinya yang berusaha mempengaruhi pembaca bahwa peneliti-annya itu dapat
diandalkan dan berguna. Perlu dicamkan
sungguh-sungguh apa dan bagaimana menulis latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian
Latar belakang merupakan alasan mengapa peneliti merasa sangat perlu
melaku-kan penelitian dengan topik yang dipilihnya itu. Kejanggalan yang sering
dijumpai da-lam banyak penelitian adalah memaparkan pengetahuannya terlalu
jauh, atau tidak efektif langsung ke permasalahan topik yang dipilih. Bahkan
pernyataan-pernyataan teoretis disampaikan di latar belakang masalah, dan
kemudian diulang di bab landas-an teoretis. Selayaknya porsi wacananya cukup sederhana dan tidak membutuhkan pendapat hasil penelitian. Yang sangat perlu adalah pernyataan-pernyataan yang me-mikat
pembaca supaya sependapat bahwa penelitian ini sangat penting dan berguna.
Identifikasi Permasalahan merupakan
wacana paparan perseptual divergen, arti-nya dalam wacana ini disampaikan
berbagai permasalahan yang luas dan lengkap mengenai topik yang diajukan di
subbab latar belakang masalah. Peneliti mencoba meyakinkan pembaca bahwa peneliti dapat diandalkan untuk melakukan penelitian to-pik yang diajukan. Pengetahuan peneliti yang
berkenaan dengan pengalaman, penge-tahuan, dan berbagai
penelitian orang lain yang relevan
dengan topiknya, termasuk kajian kepustakaan hasil penelitian orang lain.
Kajian kepustakaan selayaknya disampaikan sebagai bagian dari identifikasi permasa-salahan, bukan
sebagai landasan teoretis. Kajian kepustakaan yang berupa hasil-hasil penelitian orang lain itu berfungsi sebagai salah satu
sumber ide penentuan topik dan masalah. Salah satu prinsip dalam mengangkat
masalah penelitian adalah:
Kemukakan dahulu berbagai pengetahuan dan permasalahan
yang diketahui termasuk hasil-hasil penelitian orang lain yang relevan dengan
topik itu, setelah itu baru di subbab berikutnya menulis pembatasan masalah
untuk menentukan sikap, memilih, dan menetapkan permasa-lahan tertentu yang
dinilai memenuhi syarat sebagai masalah yang patut untuk dikaji melalui
penelitian ilmiah. (Dandan, 2003)
Rupanya sebagai kaidah selingkung, menuliskan kajian
pustaka di bab dua yang ter-diri atas berbagai kutipan hasil-hasil penelitian,
yang seharusnya merupakan temuan-temuan teoretis, bukan sekadar informasi
deskriptif. Fungsi kajian kepustakaan itu menjaga agar peneliti tidak keliru
menentukan permasalahan, yang sebenarnya su-dah dilakukan orang lain. Lebih
banyak hasil penelitian orang lain yang dikemukakan menunjukkan peneliti dapat
diandalkan. Artinya peneliti ingin menempatkan agar penelitiannya orisinal dan
komunal serta belum dilakukan orang lain. Oleh karena itu kajian kepustakaan
perlu dikemukakan sebelum peneliti
menentukan topiknya sendiri. Selain itu temuan teoretik hasil penelitian
orang lain masih tentatif, karena simpulan teoretis hasil suatu penelitian
masih perlu dikaji-ulang melalui penelitian replikasi.
Pembatasan
Masalah masih kental disalahartikan sebagai batasan masalah, atau
cakupan masalah. Pembatasan masalah merupakan wacana yang berbeda dengan wacana
identifikasi permasalahan. Wacana pembatasan masalah merupakan waca-na
pertanggungjawaban peneliti mengapa masalah yang itulah yang dipilih. Karakter
wacana pembatasan masalah merupakan argumentasi
eliminatif, argumentasi yang memilah, memilih, mengabaikan, dan sekaligus
menunjukkan kerendahan hati pene-liti. Prinsip
lain dalam metodologi penelitian menyatakan bahwa penelitian dilakukan secara
atomistik individual dan hasilnya dimiliki secara holistik komunal, paralel de-ngan dunia ilmu pengetahuan yang dipaparkan dalam identifikasi permasalahan.
Apabila
masalah telah ditetapkan dan peneliti yakin bahwa permasalahan yang di-pilih
itu memenuhi syarat aktual, mutahir, terbatas, visibel, dan problematis menurut
argumentasi pembatasan masalah, kemudian peneliti perlu merumuskan permasa-lahan
itu secara efektif. Masalah yang tidak aktual berpeluang tidak berguna. Masa-lah
yang tidak mutakhir masih dapat diterima apabila aktual, namun perlu
berhati-hati karena kemungkinan sudah banyak penelitian semacam dilakukan
orang. Masalah yang terlalu luas dan tidak visibel berpeluang menemui berbagai
kesulitan, perlu waktu lama dan “memusingkan”. Misalnya ternyata ada beberapa
kegiatan yang sukar dilakukan karena proposalnya tidak cermat, sumbernya sukar
dicari dan tidak menimbang kesiapan respondensnya
yang sukar ditemui. Dengan demikian rumusan masalah merupakan tonggak pertama dan utama dalam pola pikir ilmiah yang menjadi ancangan proposal
penelitian.
Rumusan
masalah berupa kalimat tanya, namun tidak setiap kalimat tanya merupakan
kalimat pertanyaan masalah penelitian. Tidak setiap kalimat pertanyaan masalah
penelitian adalah per tanyaan masalah penelitian ilmiah, dan tidak setiap
pertanyaan masalah penelitian ilmiah meru pakan pertanyaan masalah penelitian ilmiah
kependidikan yang relevan dengan prodinya.
Tidak
setiap pertanyaan masalah penelitian ilmiah kependidikan yang relevan dengan
prodinya merupakan pertanyaan masalah penelitian ilmiah yang relevan dengan
prodinya itu merupakan pertanyaan masalah penelitian ilmiah kependidikan yang
relevan yang dapat dilakukan peneliti tertentu. (Dandan 2003)
Dengan
demikian rumusan masalah yang berimplikasi kualitas penelitian itu sendiri
perlu dipertimbangkan secara komprehensif, dan memperhatikan kriteria
penelitian yang telah dikemukakan pada halaman 86.
Tujuan
Penelitian dirumuskan paralel dengan rumusan masalah, bukan ihwal ba-nyaknya
rumusan masalah dan banyaknya rumusan tujuan saja melainkan juga ihwal apa yang
menjadi masalah dan apa yang menjadi tujuan. Misalnya,
Rumusan
masalah:
Apakah
mutu kemahiran guru mengajar dipengaruhi oleh faktor (1) kesan dalam mengikuti penataran, (2) kesan ilmu dalam pendidikan,(3) kesejahteraan keluarga, (4) mutu penga-laman bertugas, (5)
konsentrasi pada tugas dan (6) kemampuan
mengelola waktu.
Faktor
manakah yang lebih kuat efeknya, baik secara parsial maupun secara kombinasi.
Tujuan
penelitian ini
untuk
menguji kebermaknaan pengaruh faktor (1) kesan dalam mengikuti penataran, (2) ha-sil sekolah, (3) kesejahteraan
keluarga, (4) mutu pengalaman
sebagai guru, (5) konsen-trasi
pada tugas dan (6) kemampuan
mengelola waktu pada (Y) kemahiran
guru mengajar.
untuk
menguji faktor yang lebih kuat di antara faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
kemahiran guru mengajar.
Kemudian manfaat penelitian dikemukakan berdasarkan dugaan atas simpulan pene-
litian. Oleh karena itu rumusan manfaat penelitian masih tentatif dan fleksibel,
Misalnya.
Hasil
penelitian ini akan bermanfaat bagi guru yang merasa perlu meningkatkan mutu kinerja-nya
secara mandiri yang berimbas kepada peningkatan mutu hasil belajar peserta
didik, se-dangkan kepala sekolah mendapat manfaat dari hasil penelitian ini
sebagai dasar pertimbang-an menilai mutu kinerja guru.
Informasi
manfaat ini termasuk bagian dari mengangkat masalah, karena diharapkan pembaca
tertarik oleh manfaat penelitian itu. Keseluruhan bab pendahuluan disebut juga
proses mengangkat masalah, artinya memperlihatkan untuk mempengaruhi pembaca
bahwa penelitian ini sungguh penting, menarik, dan berguna.
BAB 2: LANDASAN TEORETIK, KERANGKA
BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
Dalam Bab
pendahuluan telah dikemukakan permasalahan, proses mengangkat ma-salah. Proses
ini merupakan salah satu proses berpikir ilmiah di antara dua proses
berikutnya. Trilogi proses penalaran ilmiah, pertama angkat masalah,
kedua jawab masalah itu dengan teori-teori yang relevan, kemudian yang
ketiga, uji jawaban itu berdasarkan data empirik yang sengaja
dikumpulkan. Menurut kriteria kebenaran ilmiah pun dinyatakan bahwa simpulan
itu benar jika memenuhi syarat koherensi, korespondensi, dan pragmatik.
Bab dua
ini disiapkan untuk memenuhi salah satu syarat kebenaran ilmiah yaitu:
koherensif berupa proses berpikir deduktif berdasarkan ilmu pengetahuan
teoretis yang mapan dan berterima secara komunal. Landasan teoretis itu
merupakan wa-cana konseptual dan deskripsi berbagai teori yang akan menjadi
landasan: (a) untuk menjawab masalah yang diajukan di bab pendahuluan, dan (b)
sebagai landasan untuk merancang instrumen.
Masalah yang telah dirumuskan secara jelas akan membimbing peneliti untuk
me-netapkan berbagai teori yang dibutuhkan untuk menjawab masalah. Teori merupa-kan
simpulan dari jalinan argumentasi antar konsep yang teruji berdasarkan data.
Artinya pernyataan teoretis berasal dari masalah dan data. Kemudian ada masalah
baru yang juga membutuhkan teori, yang ternyata tidak cukup dengan teori
tertentu, perlu beberapa teori, misalnya
Teori-teori
yang dibutuhkan untuk menjawab masalah “bagaimana caranya meningkatkan ke-mampuan
peserta didik membaca cerpen yang lingkungan sosialnya berbeda”. Keadaan kelas SMP 3 Ungaran terdiri dari peserta didik dari lingkungan perkotaan dan dari lingkungan pedesa-an. Masalah ini
melibatkan teori perbedaan karakteristik
peserta didik perkotaan dan pedesa-an, teori
membaca pemahaman, teori belajar dan
model pembelajaran, serta teori media
dan sumber belajar lainnya. Model pembelajaran yang belum diterapkan di
kelas 8 SMP itu
adalah model diskusi kelompok dan model bimbingan perangkat pertanyaan.
Perangkat pertanyaan tentang bacaan dirancang oleh guru.
Fungsi lain dari teori yang diajukan di bab II itu adalah untuk merancang
instrumen pengumpul data. Teori mengandung beberapa konsep, dan konsep memiliki indikator yang menjelaskan teori itu, sedangkan indikator mempunyai
taraf-taraf yang disebut deskriptor. Dengan demikian peneliti dapat melakukan pengukuran dan
menjaring data. Proses berulang: teori baru terbentuk berdasarkan masalah dan data, lalu ada masalah membutuhkan teori dan
data untuk menjawabnya. Dalam alur berpikir penelitian, simpulan analisis yang
teruji itu memperkaya khasa-nah dunia ilmu yang menjadi sumbernya. Itulah
hakikat pengembangan ilmu.
Setiap penelitian beranjak dari masalah tertentu di antaranya berupa
pertanyaan ma-salah. Setiap pertanyaan masalah yang jelas mengandung jawaban.
Jawaban meru-pakan simpulan atas jalinan berpikir berdasarkan berbagai teori
yang relevan. Jalin-an berpikir tersebut adalah
Kerangka berpikir. Kerangka berpikir merupakan proses bagaimana teori baru
yang menjadi jawaban masalah itu terbentuk? Kerangka berpikir merupakan jalinan
argu-mentatif beberapa teori dalam rangka menjawab masalah. Oleh karena
dasarnya teori, maka simpulan hasil argumentasi itu pun masih teoretis dan
tentatif, maka di-sebut kerangka, jawaban yang sementara dan tentatif itu dapat
diandalkan secara teoretis. Simpulan teoretis itu disebut hipotesis, “educated
common sense”. Berda-sarkan masalah yang telah diajukan dapat dikemukakan
kerangka berpikirnya yang dilandasi berbagai teori yang telah dikemukakan di
bab dua.
Misalnya:
Untuk
dapat meningkatkan kemampuan peserta didik membaca cerpen perlu diperhatikan
taraf perkembangan kognitif peserta didik, keterbacaan wacana, dan model
pembelajaran yang co-cok bagi yang taraf perkembangan dan karakteritik peserta
didik yang berbeda. Peningningkat-an kemampuan peserta didik membaca itu
bergantung pada pilihan model pembelajaran dan karateristik peserta didik serta
keterbacaan bahan ajar. Keterbacaan wacana cerpen dapat di-sesuaikan sebelum
pembelajaran. Namun penerapan model
diskusi kelompok dan model bim-bingan
perangkat pertanyaan bagi karakteristik peserta didik perkotaan dan pedesaan
(misal-nya) perlu diujicobakan melalu eksperimen.
Peserta
didik perkolaan lebih ekstrovert daripada peserta didik pedesaan, peserta didik
pede-saan lebih pemalu. Motivasi belajarnya mungkin tidak berbeda, tetapi
peserta didik perkolaan lebih berani mengemukakan pendapat. Maka diduga model
pembelajaran diskusi kelompok le-bih cocok bagi peserta didik perkotaan,
sedangkan peserta didik pedesaan masih perlu ditun-juk untuk berbicara, maka
model belajar bimbingan perangkat pertanyaan selagi membaca cerpen bagi peserta
didik pedesaan lebih cocok. Kecocokan itu ditunjukkan oleh skor rerata kelas
tes membaca pemahaman kedua kelompok eksperimen yang terdiri dari peserta didik
perkotaan dan pedesaan.
Setelah
dikemukakan deskripsi dan argumentasi tentang perbandingan keunggulan dan kele-mahan
setiap penerapan model dengan karakteristik peserta didik, yang dalam desain
berikut diberi kode AP, BP, AQ, dan BQ. dapat ditarik simpulan bahwa: Pembelajaran membaca
cerpen respondens perkotaan yang diperlakukan dengan model pembelajaran diskusi
kelompok lebih cocok (AP) daripada
yang diperlakukan dengan model bimbingan perangkat pertanyaan (BP), sedangkan bagi respondens pedesaan (BQ) lebih cocok diperlakukan dengan model pembela-jaran
bimbingan perangkat pertanyaan daripada mereka yang diperlakukan dengan model
pembelajaran diskusi kelompok (AQ). Desain
analisisnya dapat digambarkan sebagai berikut
Model
Karakter
|
Model A
|
|
|
Karakter P
|
AP
|
BP
|
|
Karakter Q
|
AQ
|
BQ
|
dan perbedaan karakter Artinya
ada interaksi (pilihan) antara model pembelajaran de-ngan karakteristik peserta
didik yang berbeda Jika hipotesis menyatakan rerata skor AP lebih besar daripada rerata skor BP, sedangkan rata-rata skor BQ lebih besar dari-pada rerata
skor AQ, maka diduga ada hipotesis interaksi bahwa penerapan model
perlu mempertimbangkan Karakter peserta didik.
Berdasarkan simpulan kerangka berpikir dikemukakan lagi rumusan hipotesis
yang bersifat teknis dan operasional. Dengan memperhatikan desain analisisnya
diketahui seperti berikut.
Hipotesis
penelitiannya:
Model
diskusi cocok bagi peserta didik perkotaan.
Model
bimbingan perangkat pertanyaan cocok bagi peserta didik pedesaan.
Ada
interaksi antara model pembelajaran dengan lingkungan peserta didik.
Interaksinya
signifikan artinya penerapan model pembelajaran tertentu hanya cocok untuk
peserta didik yang berkarakter tertentu. Jika tidak signifikan, berarti bahwa
mo-del tersebut cocok diterapkan pada peserta didik yang berkarakter apa
saja.
Hasil
penelitian ini sekadar mendukung prinsip bahwa pendidikan perlu memperhati-kan
karakteristik peserta didik. Model penelitian ANAVA dapat melahirkan teori baru. Namun kekuatannya masih
tentatif, masih perlu replikasi. Guru perlu kaya dengan wawasan tersebut.
Penelitian tindakan kelas dan pengembangan model merupakan tugas guru sehari-hari.
Calon guru di lembaga pendidikannya (LPTK) perlu
mendapat kesempatan untuk berlatih mengkritisi, menganalisis, dan mencoba
melakukan per-baikan-perbaikan atau pengembangan. Oleh karena itu pengembangan
model pem-belajaran tidak termasuk ranah penelitian yang memenuhi syarat eksternal validity.
BAB METODE PENELITIAN:
Metode
menurut pandangan umum adalah cara, sedangkan menurut pandangan ilmi-ah, metode
merupakan langkah-langkah prosedural dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Maka
dalam melakukan penelitian ilmiah, metode berfungsi sebagai pedo-man
pelaksanaan penelitian, berurutan dan berprerekuisit mencapai tujuan.
Langkah pertama ditetapkan tujuan operasional. Sebagaimana diketahui
setiap kegi-atan akan dilakukan selalu beranjak dan berdasarkan tujuan. Tujuan yang dirumuskan
dalam bab pendahuluan masih bersifat perseptual karena belum dilandasi
pemikiran teoretis yang konseptual. Rumusan tujuan di bagian bab dua sudah
berubah menjadi jawaban teoretis tentatif yang berupa simpulan kerangka
berpikir yang dikemukakan kembali sebagai rumusan hipotesis penelitian.
Kemudian rumusan hipotesis di bab tiga itu menjadi rumusan tujuan operasional,
karena memang penelitian bermaksud mencapai tujuan sebagaimana jawaban
sementara yang diajukan dalam bab dua.
Langkah kedua, peneliti mulai menjajaki (survei) situasi dan kondisi
tempat respon-dens atau sumber data dari mana data itu diperoleh. Setiap
kemungkinan dipertim-bangkan: kelayakan, ketersediaan fasilitas, dan kendala
yang diduga menghambat kelancaran kegiatan penelitian.
Langkah ketiga, menjelaskan kembali objek atau substansi yang diteliti,
biasanya disebut variabel, baik yang terikat maupun yang bebas. Peneliti perlu
yakin bahwa data mengenai variabel yang dibutuhkannya itu tersedia di tempat
penelitian, dan dapat dijaring dengan instrumennya yang memenuhi syarat sahih
dan terandalkan.
Langkah keempat, mengemukakan alat pengumpul data berupa kisi-kisi dan instru-men. Kisi-kisi berupa tabel yang memuat
indikator-indikator setiap konsep yang diteliti beserta rancangan ukuran
(banyaknya) pertanyaan setiap indikator. Sumber indikator instrumen sudah
dikemukakan dalam bab dua landasan teoretis. Instrumen penjaring data merupakan daftar pertanyaan untuk
menjaring data, dapat berupa instrumen tes, pedoman pengamatan, pedoman penilaian dan/atau pedoman wawancara. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana
instrumen itu akan dilakukan. Rancangan informasi ini lebih penting karena mutu instrumen dan keterandalan teknik pengumpulan data akan
menjadi kunci keberhasilan penelitian itu. Kisi-kisi wajib disampaikan sebagai
bagian dari proposal dan dipertanggungjawabkan dalam ujian proposal, sedangkan dokumen instrumen tidak perlu disampaikan sebagai bagian dari proposal atau laporan peneliti-an, namun
perlu disiapkan sebagai alat pertanggungjawaban peneliti dalam sidang ujian
atau sidang laporan penelitian. Instrumen yang baik menjadi milik peneliti pri-badi
yang dapat digunakan dalam penelitian sejenis dengan sampel lain.
Langkah kelima, merupakan langkah mendeskripsikan data. Bagaimana
bentuk des-kripsi itu apakah paparan verbal atau tabel-tabel reduksi data atau
besaran statistik, kemudian rancangan tujuanitsecara bagaimana, apakah akan
dibedakan atau diuji hubungan efeknya.
Dengan model apa analisisnya, dan bagaimana prosesnya, apa-kah secara
kualitatif atau kuantitatif, apakah inferensi atau noninferensi. Bagaimana
desain analisisnya perlu ditampilkan dalam bab tiga proposal itu.
Langkah keenam, merupakan langkah pengujian alias pencocokan simpulan
jawab-an sementara yang dikemukakan dalam kerangka berpikir dengan hasil
analisis data empirik. Prinsip langkah keenam itu berlaku umum baik teknik
analisis kuantitatif teknik analisis kualitatif. Hakikat analisis kualitatif
terletak pada proses yang sejak awal dilakukan, bukan hasil akhir kegiatan
penelitian. Analisis kualitatif merupakan jalinan argumentatif antara data
dengan teori-teori yang relevan. Kecocokan antara data temuan dengan teorinya
merupakan hakikat penelitian analisis kualitatif. Sumber ilmah yang mutakhir
dan mapan menjadi penanda kualitas penelitian.
Dalam
analisis teknik kualitatif pun dapat diduga bagaimana jawaban masalahnya,
setelah ditemukan data lalu dilakukan pencocokan antara jawaban teoretis tadi
de-ngan data temuan penelitian. Demikian juga dengan teknik analisis data
kuantitatif, dilakukan pencocokan antara jawaban sementara yang disebut
hipotesis penelitian dengan reduksi data empiris. Hipotesis statistik diuji
secara statistika inferensi.
Namun
perlu diperhatikan analisis statistika inferensi bukan menguji hipotesis (Ha) yang benar melalui data empirik, melainkan menguji
hipotesis kelirunya (Ho). Salah
satu prinsip analisis statistika, jika sudah yakin bahwa simpulan sampel itu
benar, tentu yang keliru sangat terbatas. Benar dalam statistika inferensial
jika kelirunya di bawah 5% atau
lebih kecil lagi. Apabila proporsi simpulan yang keliru suatu pene-litian itu
ditolak, maka berarti proporsi simpulan itu benar atau tidak ditolak. Logika
penelitian dengan analisis kuantitatif adalah bahwa simpulan suatu penelitian
itu tidak terbatas, suatu penelitian hanyalah suatu sampel, padahal sampel itu
dapat diperoleh di mana saja, yang tidak terbatas jumlahnya. Jika suatu
hipotesis statistik (Ho) itu ditolak bukan berarti hipotesis
penelitian (Ha) itu diterima, melainkan tidak dapat ditolak, yang berarti salahnya simpulan kerangka
berpikir itu benar-benar salah (da-lam ilmu hanya ada alternatif: ditolak atau
tidak dapat ditolak). Tidak ditolak tidak identik dengan diterima. Jika (Ho) ditolak berarti Hipotesis penelitian (Ha) benar. Ditolak atau tidak ditolaknya hipotesis mengacu
pada tabel statistika tertentu yang menunjukkan kebermaknaan simpulan. Tabel
kebermaknaan (signifikansi) tersedia dalam setiap buku statistika.
BAB HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Bab empat
ini dimulai dari langkah kelima bab tiga: mendeskripsikan data antara lain
dalam bentuk tabel besaran data yang dihasilkan program teknologi komputer.
Laporan data itu “sebaiknya” berupa tabel, baik tabel verbal maupun tabel kuantitatif
besaran statistik. Berdasarkan tabel itu dijelaskan secara verbal baik artinya
maupun maksudnya. Setelah itu ditampilkan simpulan verbal atau simpulan uji
statistika.
Simpulan
verbal merupakan hasil analisis argumentasi kualitatif yang memperhati-kan keabsahan
data. Setiap pernyataan data dan simpulan perlu dapat dipertang-gungjawabkan
secara kualitatif teoretis. Jika tidak demikian paparan atau argumen-tasi
verbal terasa sebagai cerita biasa, seperti cerpen atau novel. Dalam menampil-kan
data verbal kualitatif, perlu penghematan informasi. Data mentah dan proses analisis
komputer layak disampaikan sebagai lampiran. Yang ditampilkan dalam tu-buh
laporan adalah pembahasan dan simpulannya. Mahasiswa S-2 yang kemampuan satistikanya lemah diperkenankan meminta
bantuan menganalisiskan datanya kepa-da ahlinya. Namun peneliti perlu dapat
mempertanggungjawabkannya sendiri.
Pembahasan
merupakan bagian yang wajib dalam setiap laporan penelitian. Pem-bahasan artinya menjelaskan alasan secara
argumentatif temuan-temuan hasil ana-lisis didukung teori-teori yang telah
dikemukakan dalam bab dua landasan teoretis. Ada dua kemungkinan penjelasan,
yaitu apabila hipotesis teruji cocok dengan re-duksi data, dan apabila
hipotesis tidak cocok. Kedua kemungkinan kecocokan itu perlu
dipertanggungjawabkan, mengapa hasil uji itu seperti demikian. Oleh karena itu
hasil penelitian bukan sekadar bentuk besaran statistik: signifikansi, Uji t, Uji F, Uji Z dan
sebagainya, melainkan perlu dibahasakan bagaimana arti dan maknanya.
Bab Simpulan dan Rekomendasi
Simpulan
merupakan narasi konseptual tentatif jawaban atas pertanyaan masalah yang telah
diajukan dalam bab pendahuluan dan metode penelitian, misalnya,
Rumusan
masalah:
Apakah mutu kemahiran guru mengajar secara
signifikan dipengaruhi oleh faktor
(X1) kesan
dalam mengikuti
penataran, (X2) kesejahteraan
keluarga, dan (X3) konsentrasi pada
tugas.
Faktor
manakah yang lebih kuat pengaruhnya, baik secara parsial maupun secara kom-binasi
Hasil uji
statistika menunjukkan bahwa peran khusus setiap variabel prediktor sebagai
berikut.
Pertama, R2Y1.23
= 0.06 dan Fsig = 0,065: R2Y12.3 =
0.18 dan Fsig = 0,055; kedua R2Y2.13
= 0.15 dan Fsig = 0,036; R2Y13.2
= 0.21 dan Fsig = 0,055; ketiga R2Y3.12 =
0.25 dan Fsig = 0,015; R2Y23,1 = 0.22 dan Fsig = 0,025; Ketiga Faktor R2Y123
= 0.27 dan Fsig = 0,045 sedangkan
Ftab (2; 31); 0,05 = 3,30
Simpulan
dan Pembahasan:
Hasil
uji R2Y1.23 = 0.06 dengan Fsig
= 0,065 bahwa faktor kesan-kesan dalam penataran, arti-nya manfaat
penataran bagi kinerja mengajar tidak sugnifikan, tidak berarti, atau belum
kelihat-an gunanya. R2Y1.23
= 0.06 menunjukkan besar efek faktor (X1) memperhatikan namun tidak
memperhitungkan faktor (X2) dan (X3) alias persial sebesar 6%.
Demikian juga dengan efek gan da faktor (X1) mengikuti penataran dan faktor (X2) tingkat kesejahteraan yang
tidak memperhi-tungkan faktor (X3)
konsentrasi pada tugas, tidak mengubah kinerja guru (Y), R2Y12.3 = 0.18 de-ngan Fsig = 0,055. Namun faktor kesejahteraan keluarga dan konsentrasi
pada tugas masing-masing dan bersama-sama cukup memberikan efek pada kinerja
guru mengajar. Artinya guru dapat bekerja dengan konsentrasi ditunjang oleh
kesejahteraan keluarga, dan karena konsep yang diterapkan dalam penelitian ini
bukan besarnya gaji, melainkan keihlasan dan amanah dalam mengerjakan tugas
meskipun dengan kehidupan ekonomi yang sederhana.
Efek
faktor yang paling besar pada kinerja guru mengajar adalah faktor kesejahteraan
keluarga yang memberikan sumbangan sebesar 15% (R2Y2.13 =
0.15 dengan Fsig = 0,036), bukan
dilihat besar-kecilnya sumbangan, melainkan kebermaknaannya. Secara
bersama-sama efek ketiga faktor itu paling besar. Akan tetapi jika dilihat dari
tabel matrik korelasi (lampiran) diketahui ada R23 = 0.06 dengan Fsig = 0,045 artinya ada kekeliruan instrumen yang seharusnya faktor (X2) dan faktor (X3) independen.
Saran atau
Rekomendasi:
Berdasarkan
hasil penelitian ini disarankan agar program pelatihan guru diperbaiki dengan
tu-juan mendidik kebiasaan guru yang bukan saja terus menerus meningkatkan
kemahirannya mengajar melainkan menjadikan guru makin kreatif dan kekerja lebih
amanah.
Sari: Laporan Lengkap yang
Singkat
Sari
(abstrak) adalah laporan lengkap sesingkat-singkatnya berisi gambaran
umum dan inti laporan penelitian akademik yang menyajikan semua
unsur penelitian. Pro-porsi paragraf sari perlu ditetapkan sedemikian rupa agar
efektif, efisien, dan meng-undang kepenasaranan pembaca. Bahkan apabila hasil
penelitian itu dipadatkan menjadi laporan yang disajikan dalam jurnal ilmiah,
redaksi majalah itu meminta abstrak hanya ditulis beberapa puluh kata saja
Apabila pembaca merasa penasaran, ia akan membaca laporan penelitian itu
selanjutnya.
Pada
umumnya proporsi paragraf abstrak sebagai berikut.
Nama peneliti, judul, lembaga 1 prf
Latar belakang dan rumusan masalah ½
prf
Tujuan penelitian dalam rangka menjawab masalah ½ prf
Tempat dan responden ½
prf
Variabel dan instrumen ½
prf
Teknik pengumpulan data ½
prf
Teknik analisis, hasil analisis, dan pembahasan ½ prf
Simpulan dan rekomendasi 1 prf
Proporsi paragraf sari dan kehematannya perlu dipertimbangkan
sedemikian rupa agar tidak mengundang kebosanan, dan mengulang-ngulang
penjelasan yang sebenarnya sudah dijelaskan pada setiap bab. Seolah-olah
pembaca dibuat penasaran untuk membaca lebih jauh, Jika pembaca merasa penasaran
dan menilai bahwa penelitian itu bermanfaat baginya, ia akan membaca laporan
penelitian itu selanjutnya.
Contoh Abstrak/Sari
Adinda
Qurotul Aini. 2005. Efek faktor
kesan-kesan dalam mengikuti penataran,
faktor kese-jahteraan keluarga, dan faktor konsentrasi pada
tugas terhadap kinerja guru
mengajar. Tesis, PPs UNNES
Kata
kunci: Efek, faktor kesan mengikuti penataran, faktor kesejahteraan
keluarga, faktor
konsentrasi pada tugas, kinerja
guru mengajar
Penataran
gencar dilakukan, kesejahteraan guru terus ditingkatkan, dan pengawasan dilaku-kan,
namun hasilnya dianggap nihil. Padahal ketiga faktor itu selalu diharapkan
dapat mening-katkan kinerja guru mengajar. Faktor manakah yang sebenarnya
memberi sumbangan efek yang lebih berarti, perlu diketahui, agar dapat lebih
mudah dilakukan pembinaan.
Penelitian
ini dilakukan di PPs Unnes dengan respondens mahasiswa S-2 yang berpengalam-an sebagai guru lebih dari 4 tahun dan
telah mengikuti beberapa kali pelatihan dalam dinas. Yang ingin diketahui
adalah faktor manakah yang lebih kuat efeknya kepada kemampuan guru mengajar di
antara faktor kesan terhadap penataran, faktor kesejahteraan keluarga, atau
faktor konsentrasinya pada tugas mengajar.
Data
faktor-faktor tersebut dijaring dengan instrumen pedoman wawancara dan
dianalisis de-ngan teknik statistika regresi ganda parsil. Hasilnya menunjukkan
bahwa penataran yang se-lama ini dilakukan belum berhasil meningkatkan kualitas
guru mengajar. R2Y1.23 = 0.06 dengan Fsig
= 0,065. Faktor yang paling besar efeknya adalah faktor konsentrasi pada
tugas. R2Y3.12 = 0.25 dengan Fsig = 0,015. Namun faktor ini ternyata perlu didukung faktor
kesejahteraan ke-luarga. Artinya diperlukan ketenteraman keluarga dan komitmen
pada tugas agar kinerja guru menjadi lebih baik.
Berdasarkan
hasil penelitian ini disarankan agar program pelatihan guru diperbaiki dengan
tu-juan mendidik kebiasaan guru yang bukan saja terus menerus meningkatkan
kemahirannya mengajar melainkan menjadikan guru makin kreatif dan bekerja lebih
amanah.
Dengan
demikian disarankan pula agar revitalisasi peran supervisi dan pengawas yang
seha-rusnya membantu kesulitan guru dalam melaksanakan tugasnya.
Singkatan Telaah Tesis
Berikut
disampaikan singkatan laporan penelitian hasil penelitian mahasiswa. Dua-puluh
lima (25) tesis yang ditelaah mahasiswa dalam rangka tugas perkuliahan.
Contoh 1 (Sumber: tesis yang ada di perpustakaan)
Judul Tesis:
Pengembangan Model Inkuiri Moral pada
Pembelajaran Menulis Poster Kon- teks Multikultural dalam Pembentukan Karakter
Peserta Didik
Latar
belakang:
Pembelajaran
menulis merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Tujuannya adalah agar peserta didik (1) mampu menuangkan pengalaman
dan ga-gasan, (2) mampu mengungkapkan perasaan secara tertulis sesuai dengan
konteks dan tuju-an, (3) peka terhadap lingkung an dan mampu mengungkapkan ke
dalam karangan, dan (4) memiliki kegemaran menulis untuk meningkatkan
pengetahuan dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari (Tarigan 1999: 10). Sebagai keterampilan berbahasa secara tidak lang-sung
keterampilan menulis poster membutuhkan kematangan belajar dan berlatih.
Apabila kompetensi ini tercapai maka akan memberi manfaat bagi peserta didik
akan lebih produktif, aktif, mencerdaskan pikiran untuk kreatif, mendorong
pribadi lebih maju, mengatasi tekanan dan meningkatkan mutu hidup agar lebih
menarik dan bermakna.
Rumusan
masalah;
Berdasarkan
latar belakang permasalahan tersebut, rumusan masalah yang menjadi fokus pe-nelitian
pengembangan ini sebagai berikut. Bagaimanakah
pengembangan model inkuiri moral pada pembelajaran menulis poster konteks
multikultural dalam pembentukan karakter peserta didik SMP Kelas VIII.
Landasan
teori;
Dalam penelitian
ini akan dikemukakan teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran baha-sa Indonesia,
kurikulum, kompetensi, komponen pembelajaran bahasa Indonesia multikultural,
proses penulisan, kemampuan menulis, pengajaran menulis poster, model
pembelajaran, pen-didikan multikultural, dan pembinaan karakter.
Model
analisis;
Penelitian
ini mengadopsi desain penelitian pengembangan pendidikan (education research
& development) yang menurut Borg & Gall, melalui tahap-tahap
pendahuluan berupa alur litera-tur, pengumpulan data lapangan, dan deskripsi
serta analisis temuan data lapangan model (model factual).
Teknik
pengumpulan data.
Dilakukan
melalui teknik angket, yaitu angket kebutuhan guru dan angket kebutuhan peserta
didik. Teknik pengumpulan data dengan memberi seperangkat pertanyaan tertulis
kepada res-ponden untuk dijawabnya. Respondens untuk angket kebutuhan guru
bahasa Indonesia jen-jang SMP, meliputi (1) penyusunan kisi-kisi instrumen
angket kebutuhan guru, (2) perumusan item pertanyaan dan alternatif jawabannya,
(3) konsultasi validasi instrumen kepada pembim-bing, dan (4) revisi instrumen.
Instrumen;
Instrumen
penelitian berisi pertanyaan yang berkaitan dengan aspek (1) pemahaman multikul-tural,
(2) analisis kurikulum meliputi pandangan guru terhadap kemampuan menulis
poster, pe-nentuan alokasi waktu dan perumusan indikator, (3) praktek pembelajaran
meliputi: materi, sumber belajar, media, metode, penilaian, apersepsi,
pengorganisasian kelas, penanaman nilai, refleksi dan kendala pembelajaran.
Simpulan:
Produk
penelitian pengembangan berupa model inkuri moral pembelajaran menulis poster
konteks multikultural dalam pembentukan karakter dapat disimpulkan sebagai
berikut.
Guru
membutuhkan panduan pengembangan model inkuiri moral dalam pembentukan ka-rakter
yang meliputi pengembangan (a) materi
ajar menulis poster, (b) silabus, (c) rencana pembelajaran, (d) instrumen evaluasi pembelajaran menulis poster konteks multikulltural
dalam pembentukan karakter.
Karakter
model inkuiri moral berdasarkan prinsip-prinsip (a) materi dikaitkan dengan bu-daya/realitas
kehidupan peserta didik, (b) belajar pada aktivitas peserta didik, (c) sosiali-sasi,
(d) penanaman nilai, (e) tidak diskriminasi, (f) terintegrasi.
Model
inkuiri moral pembelajaran menulis poster terdiri dari tujuh tahap pembelajaran
(a) orientasi, (b) hipotesis, (c) definisi, (d) eksplorasi, (e) pembuktian (f)
generalisasi) dan (g) refleksi.
KOMENTAR MAHASISWA: Tesis ini
Topiknya tidak jelas, apakah
keterampilan menulis atau pengembangan model. Latar belakang dan judul tidak
menyambung, menurut latar belakang keterampilan menulis, menurut judul: pengembangan model
Issunya tidak aktual dan bukan mutakhir, penelitian tentang pengembangan model sudah
banyak dilakukan.
Rumusan masalahnya tidak tidak
jelas, kemudian ternyata tidak terbahas dengan jelas, seperti konsep multikultural,
dan pembentukan karakter. Permasalahannya
“gramyang” model inkuiri moral, menulis poster konteks
multikutural, pembentukan karakter, peserta didik SMP kelas
VIII. Penjelasannya sangat kabur. Padahal
yang sangat perlu dan pen-ting dijelaskan adalah “model inkuiri moral” dan “poster
konteks multikultural” apa.
Teori-teorinya tidak fokus, segala macam
dikutip, padahal tidak digunakan dalam analisis dan merancang instrumen, karena
rupanya peneliti tidak paham apakah teori itu, apakah indikator-indikatornya,
dan gunanya.
Demikian juga simpulannya, tidak jelas. Misalnya apakah hasil penelitian
pengembangan itu, jika demikian saja, apa bedanya dengan eksperimen. Bukankah
pengembangan itu ihwal proses? Seharusnya yang dilaporkan itu adalah prosesnya
bukan buku pedoman-nya, bagaimana setiap tindakannya dan apa hasil tindakannya
itu.
Simpulan hasil pengamatan terhadap
tesis-tesis yang ada di perpustakaan itu mengun-dang berbagai dugaan alasan,
mengapa sepeti itu. Rupanya tesis ini tidak layak
sebagai tesis, diduga:
Tesis yang
diserahkan ke perpustakaan adalah naskah yang belum diperbaiki.
Tesis ini
menunjukkan bahwa mahasiswa tidak mendapat bimbingan yang benar. Substansi
tesis dibiarkan keliru, bahasanya belum diedit.
Tesis
menunjukkan bahwa mahasiswa sangat terpengaruh oleh tesis-tesis lain, bukti-nya
topik-topik tesis tidak berbeda.
Contoh 2 Tesis, Pengamat: Meina
Febriani (2002512025)
Topik: Model Sinektik dan Penemuan Konsep
Judul: Keefektifan Model Sinektik dan Penemuan
Konsep pada Pembelajaran Menulis Puisi Berdasarkan Tingkat Kemandirian Siswa
Kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang (Eskperimen)
Latar
belakang
Kurangnya
minat dan motivasi siswa untuk menulis puisi disebabkan banyak hal, di
antaranya ketidaksesuaian penggunaan model pembelajaran. Pada dasarnya
pembelajaran menulis puisi mempunyai tujuan praktis, yang artinya siswa dapat
menerapkan materi dalam bentuk tulisan bukan sekadar teori yang dihapalkan lalu
dilupakan dengan mudah. Berdasarkan hasil penga-matan, pembelajaran menulis
puisi yang diberikan kepada siswa cenderung bersifat teoretis in-formatif,
bukan apresiatif produktif. Pembelajaran yang bersifat apresiatif produktif
dapat mem-bentuk pribadi yang analitis dan imajinatif. Kemampuan analitis dan imajinatif
setiap siswa itu berbeda-beda karena siswa memiliki kemandirian yang berbeda.
Rumusan
masalah :
Bagaimanakah
keefektifan penggunaan model sinektik pada pembelajaran menulis puisi
berdasarkan tingkat kemandirian siswa kelas VII SMP?
Bagaimanakah
keefektifan penggunaan model penemuan konsep pada pembelajaran me-nulis puisi
berdasarkan tingkat kemandirian siswa kelas VII SMP?
Apakah berbeda
secara signifikan hasil pembelajaran menulis puisi berdasarkan tingkat kemandirian
siswa SMP antara
yang diperlakukan model sinektik dan model penemuan konsep?
Landasan Teori:
Indikator
variabel/konsep yang diteliti atau yang dipengaruhi. Model pembelajaran, Model pem-belajaran
sinektik,
Model pembelajaran penemuan ponsep, Hakikat puisi, Menulis puisi, Haki-kat Pembelajaran, Pembelajaran
Menulis Puisi,
Karakteristik Siswa SMP,
Konsep Dasar Ke-mandirian.
Model Analisis
:
Penelitian
ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen semu (kuasi eksperimen). Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretest posttest only group design. Teknik analisis data meliputi
beberapa tahapan, yakni uji normalitas, uji homogenitas, dan hipotesis
statistik. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas terhadap da-ta yang diperoleh. Untuk mengetahui kenormalan data tes
awal dan tes akhir digunakan Kolmogorov-Smirnov
Test.
Kerangka Berpikir
:
Kemampuan
menulis puisi tidak datang dengan sendirinya. Untuk mengembangkan kemampu-an
siswa dalam menulis puisi diperlukan pembelajaran yang dilakukan secara
bertahap dan kemampuan guru dalam menghadirkan contoh yang mudah dipahami
sehingga siswa akan ter-biasa dalam menulis puisi. Siswa diajak terbiasa kritis
dan peduli dengan tidak mengabaikan hal-hal yang dilihat, dirasakan, dan
dipikirkannya. Tingkat kemandirian siswa dalam melihat hal-hal yang dilihat,
dirasakan, dan dipikirkannya berbeda. Individu dengan tingkat kemandirian rendah
mempunyai kecenderungan dalam merespons suatu stimulus memanfaatkan lingkung-an
sebagai persepsinyam sedangkan anak-anak dengan tingkat kemandirian tinggi mempu-nyai
kecenderungan merespons stimulus menggunakan persepsinya sendiri.
Instrumen
:
Instrumen
dalam penelitian ini adalah instrument tes dan nontes. Instrumen tes berupa tes
ke-mampuan menulis puisi. Aspek yang dinilai meliputi tujuh aspek, yaitu bunyi
dan aspek puitik-nya, diksi, citraan, bahasa kias, wujud visual, retorika, dan
makna. Instrument nontes pada pe-nelitian ini adalah uji skala kemandirian.
Adapun uji coba instrument penelitian ini adalah uji coba validitas isi dan
validitas eksternal. Validitas isi disesuaikan dengan aspek menulis puisi. Validitas eksternal dilakukan dengan
konsultasi dan meminta pendapat kepada ahli kemudian instrumen diujicobakan
pada kelas selain kelas eksperimen.
Pembahasan:
Pembahasan
dalam penelitian ini meliputi: (1) kemampuan menulis puisi siswa dengan keman-dirian
tinggi di kelas eksperimen satu (kelas model sinektik), (2) kemampuan menulis
puisi sis-wa dengan kemandirian rendah di kelas eksperimen satu (kelas model
sinektik), (3) kemampu-an menulis puisi siswa kemandirian tinggi di kelas
eksperimen dua (kelas model penemuan konsep), (4) kemampuan menulis puisi siswa
kemandirian rendah di kelas eksperimen dua (ke-las model penemuan konsep), (5) perbedaan
hasil kemampuan menulis puisi berdasarkan tingkat kemandirian di kelas
eksperimen satu (model sinektik) dan di kelas eksperimen dua (kelas model
penemuan konsep).
Simpulan:
Penggunaan
model sinektik pada pembelajaran menulis puisi berdasarkan tingkat ke-mandirian
siswa lebih efektif untuk siswa kemandirian rendah.
Penggunaan
model penemuan konsep pada pembelajaran menulis puisi berdasarkan tingkat
kemandirian siswa lebih efektif untuk siswa kemandirian tinggi
Ada
perbedaan yang signifikan hasil kemampuan menulis puisi berdasarkan tingkat ke-mandirian
siswa antara yang mendapat perlakuan model sinektik dan model penemuan konsep.
Komentar
Mahasiswa Penelaah:
Dilihat
dari topik, judul, masalah, dan latar belakang masalah, tesis ini bukan penelitian
pendidikan bahasa, melainkan teknologi pendidikan bahasa.
Topik dan
masalahnya tidak penting, tidak mutakhir dan tidak menarik.
Antara
judul dengan latar belakang masalah (“yang bertele-tele”) tidak nyambung
Instrumen
kemandirian tidak dilakukan secara benar, padahal “kemandirian” termasuh ranah
psikologi, jadi selayaknya pengukurannya dilakukan oleh ahlinya.
Kerangka
berpikirnya menyimpang dari permasalahan, argumentasinya tidak jelas.
Analisisnya
menurut judul adalah analisis varians, tetapi yang dilakukan Uji t.
Simpulannya
tidak penting, padahal penelitian ini berpotensi baik.
Rupanya
mahasiswa ini kurang mendapat bimbingan yang efektif.
Rumusan
judul eksperimen perlu diperbaiki terutama kata-kata “Kesatrian
2 Semarang (Eskperimen)” tidak
perlu bahkan melanggar etika..
VARIABEL RESPONS DAN PREDIKTOR
Istilah variabel atau peubah digunakan dalam penelitian yang
mengkaji perubahan suatu konsep. Peubah artinya konsep atau variabel yang dapat
mengubah atau beru- bah. Berikut disampaikan contoh variabel/peubah respons
(terikat) dan variabel/peu-bah prediktor (bebas). Perbedaan akan lebih terlihat
pada analisis regresi ganda. Va-riabel respons yang akan
dijelaskan mengapa mutu kompetensi guru mengajar (Y) itu bervariasi? Bervariasi
karena beberapa variabel (X1-7) yang dapat menjadikan variabel
(Y) berubah, dengan syarat antar variabel X1-7 itu tidak berkaitan. Tujuannya untuk
menguji efek setiap variabel agar dapat dicari upaya bagaimana meningkatkan
mutu kompetensi guru mengajar.
Tujuan analisis regresi ganda, bukan sekadar menguji
ada/tidak ada hubungan efek. Apa-bila suatu faktor/variabel ternyata lemah
atau tidak bermakna, berarti kualitas faktor terse-but perlu diting katkan,
atau faktor tersebut diabaikan sebagai faktor yang lemah.
|
INSTRUMEN PENGUMPUL DATA
|
Sistem evaluasi adalah proses sebelum mengambl keputusan menentukan
kedu-dukan kualitas suatu fenomena, mulai dari persiapan menetapkan masalah,
tujuan, faktor (variabel), indikator, deskriptor sehingga terancang instrumen,
ujicoba instru-men, analisis ujicoba, perbaikan instrumen, pelaksanaan
mengumpulkan data, mere-duksi data, menganalisis, dan mengambil keputusan.
Itulah sistem evaluasi.
Setiap instrumen diperlukan kelengkapan deskriptor dari stiap indikator.
Setiap indi-kator dapat dirancang dua atau beberapa pertanyaan. Setiap
pertanyaan pokok dibu-tuhkan deskripsi alternatif jawaban. Artinya setiap
instrumen diperlukan kelengkapan deskriptor. Dengan demikian analisis dengan
program komputer dapat dilakukan.
Pada
hakikatnya instrumen merupakan daftar pertanyaan yang dapat berupa esei,
pilihan ganda yang tertulis atau lisan, pedoman pengamatan, pedoman wawancara, kriteria
penilaian, dan angket. Beda di antara keempatnya terletak pada pelaksanaan-nya.
Setiap model instrumen dilengkapi indikator dan deskriptornya.
Proposal penelitian perlu dilengkapi instrumen pengumpul data,
agar dalam ujian propsal itu dapat diberikan masukan atau perbaikan. Mahasiswa
yang akan melaku-kan penelitian dan sebelumnya melakukan ujian proposal perlu
mempertanggungja-wabkan bagaimana instrumen pengumpul datanya, apakah memenuhi
persyaratan kesahihan dan keterandalan, serta bagaimana pelaksanaannya. Sebelum
itu marilah kita bahas berbagai jenis instrumen, agar dapat dipilih dan
ditentukan sesuai dengan persyaratan dan tujuannya.
Instrumen
perlu memenuhi persyaratan kesahihan, keterandalan (valid, reliabel), dan
pelaksanaannya benar. Menentukan model
instrumen tidak sesuka hati, apakah akan digunakan kertas dan pensil (paper and
pencil tests), atau (assesment
alternative), dan apakah untuk tujuan mengetes, atau bukan, bergantung pada
tujuan dan varia-belnya. Kenyamanan, teknik, dan etika pelaksanaannya perlu
diperhatikan.
PENDEKATAN DAN TUJUAN INSTRUMEN
Pendekatan
Paper and Pencil Tests artinya sistem
pengumpul datasecara tertulis,
yang biasa dilakukan dalam ujian se-
rempak sedangkan sistem Alternative Assesment, seperti yang dilakukan da-lam ujian
proposal, tesis atau disertasi, bukan tertulis. ngetes artinya menguji
perubahan dengan alat yang berben-tuk pertanyaan untuk mengumpulkan data
hasil perubahan/hasil belajar.
|
Tujuan Misalnya, setelah kurun
waktu satu semester dilakukan ujian, yaitu mengetes prestasi belajar selama
satu semester Untuk diterima menjadi mahasiswa di suatu ju-
|
rusan,
dilakukan tes tertulis misalnya mengetahui potensi yang dimilikinya sebagai
hasil didik di sekolah menengah. Yang perlu diketahui lebih dahulu adalah
penggu-naan jenis instrumen berdasarkan tujuan dan pendekatan yang dipilih.
Perhatikan diagram tersebut.
Instrumen yang bertujuan mengetes diterapkan pendekatan PP, (esei, dan pilih-an
ganda)
Instrumen yang bertujuan mengetes diterapkan pendekatan otentik asesmen,
(pedoman pengamatan kinerja dan pedoman penilaian produk).
Instrumen yang bukan bertujuan mengetes diterapkan pendekatan tertulis,
(daf-tar tanyaan yang diperlakukan sebagai angket)
Instrumen yang bukan bertujuan mengetes diterapkan pendekatan lisan, (tanya-an
yang diperlakukan sebagai pedoman wawancara membuat KTP)
Jenis
Instrumen Tes Bentuk Esei
Uraian bebas: jawaban tidak dibatasi ketentuan apapun. Instrumen yang ideal bila dirancang secara cermat dan
cerdas sesuai dengan kompetensi yang perlu diukur, Instrumen ini dapat mengukur taraf berpikir komprehensif. Akan tetapi un-tuk penyekorannya dibutuhkan kemampuan menata deskriptor alternatif jawaban.
Uraian terbatas: jawaban dibatasi dengan panjang pendeknya kalimat. Terbatas dalam arti
banyaknya kalimat atau syarat substansi jawabannya, misalnya meng-hendaki kata
kunci, baik yang disediakan atau kata kunci yang bebas.
Isian bebas: tes rumpang untuk tujuan menguji konsep dan wawasan. Model ins-trumen yang menuntut jawaban terbatas, mengikat
pikiran terbatas, dan lazim dibutuhkan daya ingat atau kemampuan membaca karena
kebiasaan, tebakan mungkin terjadi namun intuisi bahasa dan logika biasa
berperan.
Isian berketentuan: tes rumpang untuk tujuan
tertentu. Instrumen untuk mengu-kur wawasan kebahasaan seperti kosa
kata, jenis kata, atau frasa. Misalnya lengkapi dengan kata kerja, kata benda,
atau dengan frasa dua kata.
Instrumen Tes Bentuk Pilihan Ganda
Benar salah: menguji daya ingat atau taraf kemampuan dan tingkat
keteran-dalan yang rendah. Seringkali untuk menjawabnya digunakan kecerdasan intui-tif,
dan jika motivasinya rendah digunakan teknik tebakan. Yang dapat diukur dengan teknik
ini sebatas daya ingat (hafalan) dan pemahaman.
Alternatif tunggal: menentukan satu jawaban di
antara option yang ada. Instru-men klasik yang membina cara berpikir konvergen,
tidak mengukur kompetensi kreativitas dan berpikir divergen. Seperti model
benar-salah sering dilakukan teknik tebakan dan intuisi.
Alternatif
Bertaraf: tidak ada jawaban yang keliru, namun taraf ketepatannya
ber-beda. Instrumen model ini menuntut perancangannya mahir berbahasa yang
cermat dan menjawabnya membutuhkan tingkat ketelitian yang cerdas
Mencocokkan: menguji hubungan antar beberapa istilah/konsep. Disajikan sepe-rangkat (beberapa pertanyaan) yang berhubungan
dan alternatif jawaban. Model ini dapat mengukur kemampuan berpikir analisis
divergen terbatas.
Alternatif bersyarat: menentukan jawaban dengan
syarat tertentu, misalnya. “Jika yang terpilih jawaban ya, tidak perlu
menjawab pertanyaan nomor........”
Mengetes bahkan disebut pula menguji adalah tujuan memperoleh informasi
baik secara tertulis atau bukan tertulis. Tujuan mengetes adalah memperoleh
informsi ada atau tidak adanya perubahan setelah adanya perlakuan. Setelah
pembelajaran dila-kukan tes untuk mengetahui apakah pembelajarannya berhasil
atau tidak.
Dalam dunia jual beli emas pembeli perhiasaan emas biasa melakukan uji
karat per-hiasan itu untuk mengetahui apakah selama dipakai ada perubahan karat
emasnya, jangan-jangan diubah sehingga tidak seperti kadar emas asalnya. Untuk
mengetahui karakter psikologis peserta didik atau pegawai baru biasa dilakukan
tes psikologis seperti tingkat inteligensi, motivasi, introversi, minat dan
bakat, kecerdasan emosi, ketahanan mental, dsb. Mengukur tingkat informasi tersebut dinamakan tes atau uji psikologis. Disimpulkan tes atau
uji bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan.
Instrumen nontes, terdiri dari daftar
pertanyaan yang digunakan untuk menjaring
informasi yang bukan hasil perubahan, bukan bertujuan mengetes. Misalnya tujuan-nya
memperoleh informasi tentang keadaan keluarga, alamat, banyaknya anggota
keluarga, jenis kelamin, jenis pekerjaan, penghasilan, dsb. Bentuknya
berupa pilihan ganda, atau isian. Jika daftar pertanyaan itu diberikan langsung
kepada res-pondens untuk menjawabnya dalam waktu yang relatif bebas disebut ANGKET. Jika daftar per-tanyaan itu digunakan peneliti sebagai
pertanyaan pokok yang dikembangkan dalam melakukan wawancara dan alternatif jawabannya disiapkan perancang ibstrumen, ins-trumen
itu disebut Pedoman Wawancara.
Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan pokok yang digunakan oleh
peneliti. Setiap pertanyaan itu dikembangkan sesuai kebutuhannya untuk menggali
informasi langsung. Respondens menjawabnya secara lisan, sampai pewawancara merasa ya-kin atas jawaban respondens. Pewawancara
mencatat jawabannya secara cermat atau menggunakan alat perekam. Penyekoran hasil
wawancara dan pengamatan dilakukan berdasarkan deskriptor yang telah disiapkan.
Pedoman pengamatan
Pedoman pengamatan, seperti halnya pedoman wawancara, berupa daftar pertana-an
yang digunakan oleh peneliti untuk mencatat informasi langsung mengenai perila-ku
respondens yang nyata kasat mata. Pengamat mencatat jawabannya secara cer-mat,
menggunakan alat perekam perilaku.
FAKTOR, INDIKATOR, DAN DESKRIPTOR
Penelitian
pendidikan adalah penelitian tentang karakteristik guru aspek keprofesio-nalan,
yaitu kompetensi mendidik dan segala dimensi yang berkenaan dengan kinerja
mengajar. Apakah mengajar itu bergantung pada: kekayaan sumber belajar, hasil pe-nataran
dan pelatihan, tingkat kesejahteraan keluarga, tingkat pendidikan, pengalaan menjadi
guru, kemampuan berbicara, komitmen terhadap pendidikan, pengelolaan interaksi,
bekal Ilmu kependidikan, dan bekal pelengkap keguruan? Semua dimensi itu
dikenal dengan istilah faktor.
Faktor adalah gambaran mapan sesuatu yang disebut juga konsep yang abstrak, na-mun
dapat diketahui dari gejala-gejalanya. Gejala-gejalanya itu disebut
indikator, se-dangkan indikator tersebut dijelaskan secara terukur. Mutu penjelasan itu beragam secara
kontinum, ada di antara bermutu dan tidak, tinggi atau rendah, baik atau tidak,
bergantung hakikat indikatornya lalu disebut deskriptor. Jika deskripsi
penjelasan itu dinilai sempurna, tinggi, sangat baik, dapat ditetapkan
deskripsi indikator tersebut bernilai atau skor tinggi. Untuk itu peneliti
perlu memiliki kemahiran mengembangkan deskriptor (istilah lain: rubrik), mulai
dari menetapkan faktor atau variabel tertentu un-tuk menjadi instrumen pengumpul data yang
terpercaya.
Berikut
disampaikan contoh, mengurai faktor, indikator dan deskriptor. Misalnya akan
dilakukan penelitian tentang karya tulis guru. Rancangan instrumen sebagai
berikut.
Contoh Indikator
Keprofesionalan Guru, (dimulai dari latar belakang)
Latar
Belakang:
Inspirasinya
dari pertanyaan “what wrong with our classroom”, apa yang salah dalam pendidikan
kita. Kita khawatir dengan bangsa kita yang dilanda berbagai kesulitan dan
malapetaka moral. Pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan kualitas guru
sekarang, apakah mereka sukses sebagai pendidik?
Permasalahan:
Bagaimana
kinerja guru di kelas? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesuksesan mereka
mengajar? Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang dalam bidangnya,
termasuk kesuksesan guru dalam profesinya. Penataran sudah biasa dilakukan,
kesejahteraan telah ditingkatkan, mereka berpendidikan keguruan dari
universitas yang dapat diandalkan. Namun dalam praktek di sekolahnya apakah
mereka telah dapat menerapkan ilmu kependidikannya secara efektif?
Diduga
masih perlu diperhatikan faktor-faktor penting yang belum diberikan dalam proses
pendidikannya di pendidikan keguruan (LPTK), seperti komitmen, kemampuan berbicara dalam proses
pembelajaran, penguasaan bahan ajar, pengalaman dalam organisasi kampus, kemam puan
bagaimana mengembangkan kemampuan dirinya secara mandiri, dan sikap yang amanah
dalam setiap pekerjaan. Bagaimana dengan sarana sebagai bekal melakukan tugas,
seperti buku-buku pelajaran, pedoman-pedoman pelaksanaan tugas, sarana
transportasi, dan jarak antara tempat tinggalnya dengan sekolahnya.
Rumusan
masalah:
Apakah
keprofesionalan guru bergantung pada (a) kekayaan sumber belajar, (b) kesan mengikuti
penataran dan pelatihan, (c) tingkat
kesejahteraan keluarga, (d) tingkat
pendidikan, (e) pengalaman
menjadi guru, (f) kemampuan
merancang persi-apan, (g) komitmen
terhadap pendidikan, (h) kemampuan
mengelola interaksi di kelas, (i) bekal
Ilmu kependidikan, dan (j) bekal pelengkap
keguruan.
Indikator,
dan Deskriptor
Berikut disampaikan contoh faktor yang diurai menjadi
beberapa indikator variabel pre-diktor dan variabel respons, halaman berikut (120). Anda dapat mencoba merancang deskriptornya, seperti
contoh halaman (121).
Indikator
artinya yang menunjukkan atau yang menjadi ciri-ciri suatu faktor, seperti,
Faktor dan
Indikator Variabel Prediktor
B. Kesan mengikuti penataran dan pelatihan
penguasaan kurikulum
pengembangan rancangan
persiapan
pengembangan pembelajaran
pengembangan bahan ajar dan media
merancang instrumen
proses/hasil belajar
|
memiliki buku pelajaran
memiliki buku-buku teori kependidikan
menguasai makalah pelatihan
membaca koran dan sumber lain
membaca
sumber di perpustakaan
D. Tingkat pendidikan
kesan ilmu setingkat pendidikan formal tertentu
keluasan wawasan
kependidikan umum
kedalaman pemahaman
pendidikan tertentu
wawasan pengetahuan di
luar pendidikan
kemahiran mengembangkan ilmu pengetahuan
|
C. Tingkat kesejahteraan
keluarga
kemampuan
menabung
pemenuhan
kebutuhan hidup keseharian
kelengkapan
fasilitas keluarga
memperhatikan
kesejahteraan orang tua
kemampuan
menyantuni yatim piatu
F.
Kemampuan berbicara sebagai guru
tempo ujaran
dan kontur tuturan
penampilan
kinestetika guru
ketepatan
intonasi dan ekspresi
daya empatik
dan simpatik berbicara
respons dan kesan penyimak
|
E. Pengalaman bertugas
sebagai guru
pengalaman jenis tugas dalam pendidikan
kesan mengatasi permasalahan pendidikan
melaksanakan
hasil penataran/pelatihan
partisipasi
dalam mengelola sekolah
mengaplikasikan
pengalaman di masyarakat
H.
Efektivitas interaksi pembelajaran
keberterimaan
penjelasan
memotivasi
partisipasi siswa di kelas
keberhasilan
melalui umpan balik
keceriaan dan
daya humor
dialog dengan
siswa di kelas
|
G. Komitmen
terhadap pendidikan
perhatian
terhadap manajemen kelas
perhatian
terhadap manajemen sekolah
meningkatkan
kemampuan diri
memiliki
motivasi internal belajar terus
berkunjung
kepada orang tua murid
J. Bekal Pelengkap Ekstra Keguruan
ekstra kurikuer masa kuliah
makalah-makalah pelatihan
berlangganan surat kabar
wawasan umum kependidikan
kemampuan bergaul
|
Bekal
ilmu-ilmu kependidikan
kerikulum dan
teori-teorinya
teori
belajar dan pembelajaran
perkembangan
peserta didik
model-model
pembelajaran
merancang
evaluasi pembelajaran
Indikator Variabel
Respons: Keprofesionalan guru adalah
penguasaan
merancang persiapan,
kemahiran
menyiapkan sarana pembelajaran
kemahiran
melaksanakan pembelajaran,
kemampuan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran,
pengabdian
di masyarakat setempat.
Deskriptor
adalah yang menjelaskan taraf-taraf mutu indikator-indikator tersebut.
Penjelasannya tentu bertahap bergantung kepada kenyataan atau kualitas
indikator, penjelasan perilak yang sangat baik, cukup baik, kurang baik, dan yang
tidak baik.
Merancang
Deskriptor
Untuk
menetapkan skor atas suatu indikaror diperlukan kemampuan peneliti meran-cang
taraf kualitas jawaban pertanyaan tentang indikator yang dimaksud sesuai dengan
tujuan pengumplan data yang memenuhi syarat kesahihan dan keterandalan.
Teknik
merancangnya dimulai dari mendeskripsikan sejumlah perilaku yang diangap
paling
sempurna, ideal, dan tuntas. Taraf berikutnya ada beberapa perilaku yang diduga
tidak ditemukan pada taraf lebih rendah. Begitu selanjutnya sampai taraf yang
paling rendah. Berikut disampaikan contoh, mulai dari menetapkan faktor kemudian
indikator dan deskriptor. (berdasarkan contoh faktor dan indikator hal. 163)
Contoh
Teknik Merancang Deskriptor
Tuliskan
salah suatu faktor dari daftar faktor yang ditentukan.
Misalnya Faktor I: Memiliki bekal ilmu-ilmu
kependidikan
Tuliskan
salah satu indikator faktor tersebut, Misalnya
Indikator
I4: Menguasai model-model pembelajaran inovatif
Siapkan borang.Tuliskan dalam kolom TARAF BAIK SEKALI deskripsi perilaku yang lengkap dan menunjukkan taraf kemampuan atau keadaan yang sempurna:
Guru telah
mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan dan da-pat
diandalkan, dapat mengadaptasi dan menerapkannya, serta melakukan eksperimen
men-cobakan rekayasa model lain, mencobakan berbagai model pembelajaran inovatif
untuk setiap kompetensi yang berbeda. Ia juga telah melaksanakan berbagai model
seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan model-model lain yang
dikembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah perancangan model pembelajaran
untuk tingkat pendidikan tertentu, serta disosialisasi-kan dan mendapat
tanggapan positif rekannya, kelas hidup menjadikan siswa berani bertanya dan
komentar. Dalam suatu kontes model yang diselenggarakan dinas pendidikan, ia
menda-pat penghargaan.Model yang dirancangnya memberikan inspirasi bagi
guru-guru lain
Tuliskan
kembali deskripsi taraf baik sekali itu dalam kolom TARAF BAIK, namun de-ngan pengurangan
atau pergantian beberapa perilaku atau predikat (tulisan berwarna meran
aau miring dalam contoh) yang diduga tidak dimiliki oleh guru pada tingkat
baik, seperti menjadi berikut
Guru telah
mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan dan da-pat
diandalkan, dapat mengadaptasi dan menerapkannya, serta melakukan eksperimen
men-cobakan rekayasa model lain, mencobakan berbagai model pembelajaran
inovatif untuk setiap kompetensi yang berbeda. Ia juga telah melaksanakan
berbagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan
model-model lain yang dikembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah perancangan
model pembelajaran untuk tingkat pendidikan tertentu, serta disosialisasi-kan
dan mendapat tanggapan positif rekannya, kelas hidup menjadikan siswa berani
bertanya dan komentar. Dalam suatu kontes model yang diselenggarakan dinas
pendidikan, ia menda-pat penghargaan.Model yang dirancangnya memberikan
inspirasi bagi guru-guru lain
Demikian
seterusnya untuk taraf berikutnya, menghilangkan beberapa perilaku yang hanya
dimiliki pada taraf lebih rendah, misalnya taraf tidak baik. Dalam proses ini
diperlukan kehati-hatian menentukan pengurangan, tidak asal mengurangi.
Diper-lukan uicoba yang teliti tentang perbedaannya.
Contoh:
INDIKATOR
TARAF
|
MENGUASAI
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
|
SKOR
|
BAIK SEKALI
|
Guru
telah mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan yang
tersedia di perpustakaan dan internet, dapat menga-daptasi dan menerapkannya,
serta melakukan eks-perimen mencobakan rekayasa model lain, mencobakan
berbagai model pembelajaran inovatif untuk setiap kompetensi yang berbeda. Ia
juga telah melaksanakan ber-bagai model seperti model tematik, terpadu, terjala,
terkait, dan model lain yang dikembangkannya sendiri sesuai dengan kaidah
perancangan model pembelajaran untuk tingkat pendidikan tertentu, serta
disosialisasikan dan mendapat tanggapan positif rekannya, kelas menjadi hidup
menjadikan siswa berani bertanya dan komentar. Dalam
suatu kontes model yang diselenggarakan dinas pendidikan, ia mendapat penghargaan.
Model yang dirancangnya memberikan inspirasi bagi guru-guru lain
|
5
|
BAIK
|
Guru telah
mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sumber yang mapan dan terdia
di perpustanaan, telah dapat
mengadaptasi dan menerapkannya, mencoba merekayasa model lain untuk beberapa
kom-petensi yang berbeda. Ia juga telah melaksana-kan berbagai model se-perti
model tematik, terpadu, terjala, terkait, dan model-model lain yang di-kembangkannya
sendiri sesuai dengan kaidah perancangan model pem-belajaran untuk tingkat
pendidikan tertentu, serta disosialisasikan dan
mendapat tanggapan positif rekannya, kelas hidup menjadikan siswa berani
bertanya dan komentar.
|
4
|
CUKUP
|
Guru telah siap akan mempelajari
model-model pembelajaran dari ber-bagai sumber yang terdia di perpustanaan, yang
mapan dan dapat dian-dalkan, telah dapat mengadaptasi dan menerapkannya,
mencoba mereka-yasa model lain untuk beberapa kompetensi yang berbeda. Ia
juga telah melaksanakan berbagai model seperti model tematik, terpadu,
terjala, terkait, dan model-model lain yang akan dikembangkannya sendiri sesuai
dengan kaidah perancangan model pembelajaran untuk tingkat pendidik-an
tertentu, Ia juga akan melaksanakan berbagai
model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, dengan batuan
temannya
|
3
|
KURANG
|
Guru berniat mempelajari model-model pembelajaran dari berbagai sum-ber
yang terdia di perpustanaan, yang mapan dan dapat diandalkan, ter-masuk akan
bertanya kepada rekan sejawatnya atas ajuran kepala sekolah, merasa perlu
mengadaptasi dan menerapkan model baru, akan mencoba merekayasa model lain untuk
beberapa kompetensi yang berbeda. Ia berniat
mempelajari berbagai model seperti model tematik, terpadu, terjala, terkait, akan
memina batuan temannya
|
2
|
TIDAK BAIK
|
Belum mendapat informasi tentang
pengembangan model pembelajaran, melihat rekan mempelajari model
pembelajaran, dan baru bertanya bagai-mana merancang dan menerapkan model pemeblajaran
inovatif, baru men-dengar bahwa menurut kurikulum baru perlu dinerapkan model
pembela-jaran mutakhir untuk beberapa kompetensi yang berbeda.
|
1
|
Faktor D : Tingkat Pendidikan
Indikator
D2 : Kedalaman pemahaman tentang
(khusus) pendidikan bahasa Indonesia
INDIKATOR
TARAF
|
KEDALAMAN PEMAHAMAN (KHUSUS) PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
|
SKOR
|
SANGAT BAIK
|
Dapat
menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan dan pembelajaran, pendidikan
bahasa dan pembelajaran bahasa, filsafat pen-didikan, penguasaan perkembangan
psikologis pesera didik, dapat menje-laskan manajemen berbasis sekolah dan
berbasis kelas, model-model pe-ngelolaan kelas, kurikulum lama dan baru, KTSP, taksonomi umum pendi-dikan dan taksonomi khusus pendidikan
bahasa Indonesia (R. Valette), berpengalaman dalam PTK, menguasai bahan ajar buku standar dan buku pelengkap,
menguasai teori dan biasa menulis cerpen/puisi, menjadi tem-pat bertanya guru
yunior, dan mampu mengedit berbagai karya ilmiah.
|
5
|
BAIK
|
Dapat
menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan dan pembelajaran,
pendidikan bahasa dan pembelajaran bahasa, filsafat pen-didikan, penguasaan
perkembangan psikologis pesera didik, dapat menje-laskan manajemen berbasis
sekolah dan berbasis kelas, model-model pengelolaan kelas, kurikulum lama dan
baru, KTSP, taksonomi
pendidikan umum dan taksonomi khusus pendidikan bahasa Indonesia (Rabecca
Valette), berpengalaman dalam PTK, menguasai bahan ajar buku standar
|
4
|
CUKUP
|
Ragu
menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan tetapi belum dapat
membedakan antara pembelajaran, dan pendidikan bahasa, pernah mengikti
perkuliahan filsafat ilmu. Pernah mengikuti prkuliahan per-kembangan
psikologis pesera didik, ragu menjelaskan manajemen berba-sis sekolah dan
berbasis kelas, dapat menjelaskan model-model pengelo-laan kelas, kurikulum
lama dan baru, KTSP,
taksonomi pendidikan umum dan belum mengetahui taksonomi khusus pendidikan bahasa
Indonesia (Rabecca Valette), belum berpengalaman dalam PTK.
|
3
|
KURANG
BAIK
|
Dapat
menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan tetapi belum dapat
membedakan antara pembelajaran, dan pendidikan bahasa, pernah mengikti
perkuliahan filsafat ilmu. Pernah mengikuti prkuliahan per-kembangan
psikologis pesera didik, ragu menjelaskan manajemen ber-basis sekolah dan
berbasis kelas, dapat menjelaskan model-model penge-lolaan kelas, kurikulum
lama dan baru, KTSP,
taksonomi pendidikan umum dan belum mengetahui taksonomi khusus pendidikan bahasa
Indonesia (Rabecca Valette),
|
2
|
TIDAK
BAIK
|
Dapat
menjawab secara tepat tentang perbedaan hakikat pendidikan tetapi belum dapat
membedakan antara pembelajaran, dan pendidikan bahasa, pernah mengikti
perkuliahan filsafat ilmu. Pernah mengikuti prkuliahan per-kembangan
psikologis pesera didik, ragu menjelaskan manajemen berbasis sekolah dan
berbasis kelas, dapat menjelaskan model-model pengelolaan kelas, kurikulum
lama dan baru, KTSP, dapat
memberi contoh taksonomi pendidikan umum dan belum mengetahui taksonomi khusus
pendidikan bahasa Indonesia (Rabecca Valette),
|
1
|
Faktor F : Kemampuan berbicara sebagai guru
Indikator F2 : Penampilan kinestetika
guru
INDIKATOR
TARAF
|
PENAMPILAN
KINESTETIKA GURU BERBICARA MENJELASKAN
|
SKOR
|
SANGAT BAIK
|
Penggunaan
anggota tubuh bervariasi dan luwes kelihatan sudah biasa, variasi duduk,
berdiri, berjalan mendekati peserta didik, arah pandangan tersebar adil,
selalu tersenyum, dan bercanda verbal-nonverbal, meman-cing peserta didik
berkomentar, peserta didik terpukau karena retorikanya
|
5
|
BAIK
|
Penggunaan
anggota tubuh bervariasi dan luwes kelihatan sudah biasa le-bih banyak duduk,
kadang-kadang berdiri dan berjalan mendekati peserta didik, arah pandangan
tersebar adil, selalu tersenyum, dan bercanda ver-bal-nonverbal, memancing
peserta didik bertanya
|
4
|
CUKUP
|
Penggunaan
anggota tubuh bervariasi dan luwes kelihatan sudah biasa lebih banyak duduk,
kadang-kadang berdiri dan jarang berjalan mende-kati peserta didik, sekali-kali
pandangan terbagi, kadang-kadang terse-nyum, dan bercanda verbal-nonverbal
|
3
|
KURANG
BAIK
|
Penggunaan
anggota tubuh agak kaku dan tidak luwes kelihatan belum biasa lebih banyak
duduk, jarang berdiri dan tidak pernah berjalan men-dekati peserta didik, sekali-kali
pandangan ke arah tertentu, mahal terse-nyum, dan serius tidak suka bercanda
|
2
|
TIDAK
BAIK
|
Penggunaan
anggota tubuh kaku kelihatan belum biasa, selalu duduk, atau berdiri, terlalu
banyak atau tidak pernah berjalan mendekati peserta didik, pandangan ke arah tertentu,
mahal tersenyum, dan terlalu serius.
|
1
|
Penentuan berapa
taraf kualitas yang dirancang bergantung pada kemampuan pe-rancang, apakah dua,
tiga, empat, atau lima taraf. Dua taraf dapat disebut baik dan tidak
baik; tiga taraf dapat disebut baik, kurang baik, tidak baik; empat
taraf dapat disebut baik, cukup, kurang baik, tidak baik; dan lima taraf dapat
disebut baik sekali, baik, cukup, kurang baik, tidak baik.
Pedoman Wawancara
Sebelum Wawancara dilakukan peneliti perlu mempersiapkan pedoman wawancara
berupa daftar pertanyaan pokok dilengkapi indikator dan deskriptornya. Pedoman
wa-wancara diperlukan untuk mengukur pendapat dan kecenderungan bertindak,
misal-nya wawasan dan apa yang telah dilakukan. Kriteria penilaian untuk
mengukur hasil karya seperti mengukur karya tulis, karya seni, dan hasil
prakarya. Kuantifikasi adalah penilaian berdasarkan pengukuran. Untuk
kuantifikasi data jawaban wawancara, per-lu ditetapkan indikator setiap
variabel lalu dirancang taraftaraf deskriptornya. (contoh deskriptor Dandan, 1990). Lembar
pertanyaan dan lembar jawabannya tidak diberikan kepada respondens, lembar
pertanyaan tetap dipegang pewawancara. Angket adalah daftar pertanyaan yang jawabannya
dilakukan respondens sendiri secara bebas.
Strategi Wawancara
Pewawancara bertanya berdasarkan pertanyaan pokok yang telah disiapkan,
namun perlu dikembangkan dengan pertanyaan susulan untuk meyakinkan hakikat
jawaban-nya. Wawancara dalam upaya menjaring data untuk penelitian berbeda
dengan wa-wancara penyidik dengan tersangka. Wawancara penyidik serius, tegang,
dan dire-kam, serta tersangka atau saksi merasakan takut salah. Wawancara
penelitian bukan dilakukan seperti itu, melainkan seperti dialog yang sebagai
berikut.
Wawancara dilakukan dengan pendekatan santai, dengan bahasa yang lugas,
akrab, membuat respondens bebas bicara, (mewawancarai bukan interogasi)
Menggunakan pertanyaan pokok sebagai pedoman yang perlu dikembangkan untuk
memperoleh informasi setepat-tepatnya, dan “sepuas-puasnya”.
Penanya lebih banyak mendengarkan dan mengusahakan agar respondens le-bih
banyak bicara, dibantu dengan tanyaan-tanyaan tambahan atau susulan.
Wawancara dilakukan di tempat yang nyaman dan pantas. Segera mencatat ja-waban
lebih baik setelah tanya jawab dan wawancara dilakukan
Penetapan skor (Skoring)
dilakukan pada tahap akhir di tempat tertentu. Dengar-kan kembali rekaman secara cermat sebelum
menetapkan skor.
Teknik wawancara
Pedoman wawancara merupakan daftar tanya pokok beserta
deskriptornya. Pedo-man ini pun dipegang oleh pewawancara, sedangkan respondens
hanya bicara men-jawab pertanyaan. Pewawancara sebaiknya mengembangkan
pertanyaan pendalam-an setiap pertanyaan pokok, agar jawabannya meyakinkan dan
tepat penentuan tingkat deskriptornya.
Contoh Pertanyaan Wawancara
Sebelumnya perlu disampaikan terlebih dahulu dasar
pertanyaan wawancara yang akan dijadikan contoh tersebut. Dalam bab 2 telah dikemukakan berbagai teori yang berkenaan dengan
pemerolehan bahasa anak-anak. Dengan jalinan berpikir argu-mentatif disimpulkan
adanya dugaan menjadi 15 indikator atau semi faktor, dan ter-nyata kelima semi
faktor itu adalah tiga faktor independen (tidak berkorelasi).
Dalam penelitian yang menerapkan analisis faktor konfirmatif
(Dandan, 1990) disim-pulkan adanya 3 faktor laten yang mempengaruhi proses pemerolehan bahasa
anak-anak, yaitu faktor biopsikologis, faktor interaktif, dan faktor instrumental
stuff). Yang dianalisis ada 15 semi faktor, dan setiap semi faktor terdiri dari
5 indikator. Berikut diambil sebagai contoh, faktor laten (A) biopsikologis, semi faktor (1) “Keajeg-an Kesehatan Anak”, dan deskriptor. (1.01) “Anak mendapat imunisasi”, dan
(1,02) “Pengalaman Anak
dalam menderita sakit”.
Pertanyaan dan alternatif jawabannya sebagai berikut.
(1,01) “Anak mendapat imunisasi”
Apakah putra/putri ibu mendapat imunisasi?...... Apakah lengkap dan teratur waktunya dan tepat
urutan pemberiannya, atau kurang, atau tidak, atau bagaimana. Mohon ibu cerita
tentang pengimunisasian putra/putri ibu. Apakah ibu juga selagi mengandung?
Silakan Bu, saya men-dengarkan.
Jawaban/cerita Ibu anak-anak yang menjadi respondens termasuk kategori....
/1/ Anak
saya tidak pernah mendapat imunisasi. Saat ini selama beberapa tahun tidak ada
kegiatan Pos Yandu.
/2/ Anak
saya hanya mendapat imunisasi ketika baru lahir dan setelah anak saya bisa
jalan, tidak sempat pergi ke pos yandu, saya cukup sibuk dengan pekerjaan
kantor.
/3/ Anak
saya mendapat imunisasi lengkap, tapi kadang-kadang terlambat, saya mempunyai
pekerjaan kantor di beberapa kota. Pembantu saya harus disuruh, kalau saya
ingat, saya ingatkan.
/4/ Anak
saya mendapat imunisasi lengkap dan tepat waktu, saya mempunyai waktu untuk
mengantarkannya. Kebetulan pos yandunya dekat, atau di RT sebelah, RT 2.
Ibu-ibu PKK kami rajin dan menyediakan makanan bergizi untuk anak-anak, seperti bubur
kacang dan susu.
/5/ Wah kalau soal imunisasi saya mengerti.
Anak saya lengkap diimunisasi dan teratur, Ibu-ibu PKK di RW saya
bersemangat, bahkan saya juga disuntik imumisasi selagi anak saya dalam kandungan
(1.02) “Pengalaman Anak
dalam Menderita Sakit”
Apakah Putra/putri Ibu pernah sakit, berat atau ringan, masuk rumah sakit
di opname, atau sehat-sehat saja, belum perlu diperiksa dokter? Silakan Ibu
bercerita bagaimana riwayat kesehatan putr/putri Ibu. Saya mendengarkan.
/1/ Anak saya sakit-sakitan setelah jatuh dan
kepalanya terbentur batu, sampai dibawa ke rumah sakit, diopname selama
sebulan. Sampai sekarang rupanya trauma dan pendiam.
/2/ Anak
saya sedikit-sedikit sakit, panas, flu, gigi, sering ke dokter ana-anak, padahal
tidak suka ber-main dengan anak-anak lain.
/3/ Selama ini rasanya hanya beberapa kali saja
ke dokter, tetapi penyakitnya ringan, rupanya hanya kecapaian, cepat cape
rupanya.
/4/
Anak saya hanya
sekali dua kali saja sakit ringan, dan cukup saya atasi, tidak perlu bentuan
dokter. Saya merasa tenang.
/5/ Dapat dikatakan anak saya tidak pernah sakit,
kelihatannya segar bugar saja, Saya senang.
PEDOMAN PENGAMATAN
Pedoman pengamatan juga merupakan daftar tanya yang bertujuan untuk
mengukur dan menilai kinerja. Pengamat menentukan deskripsi kenyataan perilaku
yang tera-mati sesuai dengan taraf deskriptornya dalam instrumen. misalnya
mengamati bagai-mana guru melaksanakan pembelajarannya, apa yang terjadi di
kelas, apakah seperti deskriptor tang dimaksud.
Melalui Instrumen berikut dapat diketahui bagaimana kinerja guru di kelas.
Penye-koran dilakukan berdasarkan catatan pengamat, perhatikan strategi dan tekniknya
Contoh Penyekoran :
/1/ Sangat kurang, unjukkerjanya menyimpang
dari kaidah, prinsip dan teori pembelajaran yang benar
/2/ Kurang,
penampilannya di bawah rata-rata sehingga perlu mendapat masukan yang serius
dan strategis, masih perlu melakukan
magang pengelolaan kelas
/3/ Bukup baik, penampilannya sekitar
rata-rata dan masih perlu mendapat beberapa masukan karena sukar memperbaiki
kebiasaan yang keliru
/4/ Baik, penampilannya menunjukkan
kemampuan di atas rerata, namun perlu masukan karena lupa
/5/ Sangat
baik, tampilannya ditunjukkan tanpa kekurangan, tidak perlu dikomentari,
dan bisa dicontoh
LEMBAR
PENGAMATAN PEMBELAJARAN YANG TERJADI
DI KELAS
Nama
Guru: .................................................Alumni...............................SD/SMP/SMA:
.................................
Kompetensi,
Subpokok bahan
ajar yang dibahas:
...............................................................................
TAHAPAN
|
INDIKATOR
|
YANG
TERJADI
|
SKOR
1-5
|
A
KEMAHIRAN
MEMBUKA
Memotivasi
APAKAH:
|
dikemukakan permasalahan atau apersepsi
yang relevan dengan topik pokok bahasan yang akan dibahas hari ini
|
A 1
|
|
dikemukakan subsubpokok
bahasan/cakupan materi yang akan
dibahas, secara singkat
|
2
|
|
|
dikemukakan lagi secara jelas tujuan atau SK/KD atau indkator
keberhasilan belajar yang perlu dicapai
|
3
|
|
|
dipertanyakan/dibahas bagaimana cara
belajarnya
|
4
|
|
|
Memanfaatkan alokasi waktu ± 5-10%
|
5
|
|
|
|
|
|
|
B
KEMAHIRAN
MENYAJIKAN POKOK BAHASAN
Transaksi
Informasi
APAKAH
GURU DAN SISWA:
|
membahas/memaparkan materi demi materi
(subsub pokok bahasan): fakta/istilah/konsep/teori/kaidah/prinsip/dalil/ prosedur/hukum
|
B 1
|
|
meminta/memberi contoh/peragaan dan
mendiskusikannya antar mahasiswa yang dipandu guru
|
2
|
|
|
memberi tanggapan, umpan balik, dan memantapkan simpulan setiap butir
subpokok bahasan hasil diskusi
|
3
|
|
|
menggunakan alat/media/bahasa secara tepat
efektif dan pemanfaatan lingkungan dalam proses kontektual
|
4
|
|
|
mempertanyakan atau berkomentar atas materi bahasan
|
5
|
|
|
menjelaskan atas pertanyaan atau jawaban
atau komentar mahasiswa
|
6
|
|
|
merespons/memberi umpan balik
verbal-nonverbal yang memotivasi aktivitas mahasiswa lebih aktif
|
7
|
|
|
menyisipkan nilai didik, moral, etika dan
imani sehubungan dengan kegiatan belajar dan bahan ajar
|
8
|
|
|
memperlihatkan sikap ilmiah, demokratik,
toleran, empatik atas kelebihan dan kelemahan peserta didik
|
9
|
|
|
memberi kesempatan menulis refleksi
hakikat materi, manfaat, proses belajar, dan tindak lanjut
|
10
|
|
|
11. Memanfaatkan alokasi waktu ±
80-90%
|
11
|
|
|
|
|
|
|
C KEMAHIRAN
MENUTUP
Pengendapan informasi
Apakah
Guru dan siswa
|
mengulang sari subsubpokok bahasan untuk
memperyakin keterserapan informasi/keberhasilan belajar
|
C 1
|
|
mengundang siswa agar menyimpulkan setiap subpokok bahasan
|
2
|
|
|
mempertanyakan/membahas tindak lanjut
untuk memperluas/ memper-dalam informasi/pelajaran
|
3
|
|
|
memberi umpan balik dan mengecek refleksi
yang ditulis mahasiswa
|
4
|
|
|
Memanfaatkan alokasi waktu ± 5-10%
|
5
|
|
|
SIMPULAN
|
|
|
Pengamatan pertama mencatat kejadian yang dilihat, apa yang dilakukan guru dan siswa di
kelas, pengamatan
kedua dilanjutkan dengan
mempertanyakan
apa yang dilakukan guru dan siswa
itu dengan pertanyaan pokok: “mengapa demikian?” Hasil pengamatan dan
wawancara dapat ditulis pada
kertas bergaris atau direkam.
Angket pun identik dengan daftar tanya pedoman pengamatan atau pedoman wa-wancara
yang juga dilengkapi deskriptornya, namun pelaksanaannya berbeda. Daftar
pertanyaan yang dikerjakan langsung oleh respondens adalah angket. Peneliti me-nunggu
pekerjaan selesai, dipungut/dikumpulkan atau dikirim ke alamat peneliti. Ken-dala
penggunaan angket perlu berbagai pertimbangan, seperti reliabilitas karena ke-siapan
respondens, dan lembar jawaban yang dikerjakan dan dikembalikan. Res-pondens
merasa tidak berkepentingan, maka ia mengabaikannya.
Kriteria penilaian merupakan pedoman penelaahan suatu karya atau benda,
seperti karya imiah, proposal atau hasil penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi.
Sudah sela-yaknya melakukan ujian proposal dan tesis atau disertasi dilakukan
secara profesi-onal terencana pokok-pokok pikiran apa yang selayaknya dikuasai
mahasiswa atau yang seharusnya dapat dipertanggungjawabkan mahasiswa yang
diuji. Oleh karena itu nilai yang dicapai mahasiswa manakala menyelesaikan
program studinya adalah yang terukur kriteria penilaian karyanya dan yang
terukur pedoman wawancara. Artinya nilai ujian akhir mahasiswa terdiri atas
skor karyanya itu sendiri dan skor hasil wawancara pada saat ujian dilakukan.
Pengamatan
terhadap pembelajaran, “Apa yang terjadi di kelas”
Latar
Belakang :
Mutu
lulusan sekolah menengah yang diterima di universitas, sepertinya tidak dapat
menyesuaikan diri untuk aktif dalam perkuliahan. Apa yang terjadi di sekolah mene-ngah itu sebenarnya, bagaimana
guru mengelola pembelajaran? Guru selayaknya menguasai dan terbiasa menerapkan pendekatan CBSA, dalam kegiatan keseharian di sekolah. Guru selayaknya
telah menguasai manajemen mikro, berpengetahuan teori-teori kependidikan,
kemahiran merancang dan menerapkan strategi dan model pem-belajaran yang mengaktifkan peserta
didiknya. Guru selayaknya memperhatikan ka-rakteristik peserta didik:
introversi, peminatan, keberbakatan, berbagai kebiasaan: membaca, bergaul,
menonton TV dan kegiatan
lainnya, serta mengenal lingkungan-nya:
sarana, media, fasilitas keluarga, teman sebaya, dsb. Guru selayaknya menge-tahui
kelemahan peserta didiknya terutama dalam kemampuan berkomunikasinya.
Masalahnya:
Apa yang sebenarnya terjadi di kelas? Bagaimana pembelajarannya? Apakah di
ling-kungan sekolah terjadi pendidikan? Apakah di kelas terjadi proses
pembelajaran seperti yang ditunjukkan dalam instrumen pengamatan berikut?
Apakah misi pendi-dikan kita telah dilakukan? Bagaimana hasilnya?
Berikut
disampaikan contoh dan bahan pelatihan merancang deskriptor mengenai apresiasi
terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah.
Rancangan
deskriptor dalam pedoman pengamatan tentang perilaku apresiatif ter-hadap
bahasa Indonesia di kampus sekolah. Tercapainya tujuan pendidikan bahasa
indonesia ditunjukkan oleh indikator-indikator berikut. Anda dapat merancang
deskrip-tornya. Lakukan seperti cotoh yang telah disampaikan di halaman 120.
Apakah
ia/mereka terbiasa berbicara dalam bahasa Indonesia
/5/
/4/
/3/
/2/
/1/
Apakah
ia/mereka terbiasa menulis dalam buku hariannya
Apakah
ia/mereka terbiasa menulis karya sastra
Apakah
ia/mereka terbiasa membaca karya sastra
Apakah
ia/mereka terbiasa membaca surat kabar atau majalah
Apakah
ia/mereka memiliki buku-buku mengenai kaidah bahasa Indonesia
Apakah
ia/mereka benar-benar ingin menjadi ahli/guru bahasa Indonesia
Apakah
ia/mereka lebih biasa menggunakan bahasa asing
Apakah
ia/mereka terbiasa mengkritisi orang lain yang menggunakan bahasa yang keliru
kaidah
Dst.
Sebagai latihan.
0 komentar:
Post a Comment