BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang dinamis.
Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi,
dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi pada bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik, ekonomi, ilmu
pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa terpengaruh oleh bahasa
yang lain. Proses saling mempengaruhi antara bahasa yang satu dengan bahasa
yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa sebagai bagian integral kebudayaan
tidak dapat lepas dari masalah di atas. Saling mempengaruhi antarbahasa pasti
terjadi, misalnya kosakata bahasa yang bersangkutan, mengingat kosakata itu
memiliki sifat terbuka.
Adanya kedwibahasaan juga akan
menimbulkan adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi dianggap
gejala yang sering terjadi dalam penggunaan bahasa.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan
interferensi?
Apa saja jenis-jenis interferensi?
Apa saja faktor-faktor penyebab
interferensi?
Apa yang dimaksud dengan integrasi?
Apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan integrasi?
BAB II
PEMBAHASAN INTERFERENSI
DAN INTEGRASI
Interferensi
Pengertian Interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian
interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan
(ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi,
tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa
interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang
tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis),
kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi, menurut Nababan
(1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek
kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995:
168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari
salah satu bahasa atau lebih. Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi
pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem
suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.
Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa
dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain
dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai peristiwa
interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998:160)
interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran
bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Jendra (1995:187) menyatakan bahwa interferensi
sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain.
Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem)
bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan atau penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima.
Menurut Bawa (1981: 8), ada tiga ciri pokok perilaku
atau sikap bahasa. Ketiga ciri pokok sikap bahasa itu adalah (1)language
loyality, yaitu sikap loyalitas/ kesetiaan terhadap bahasa,
(2) language pride, yaitu sikap kebanggaan terhadap bahasa, dan
(3) awareness of the norm, yaitu sikap sadar adanya norma bahasa.
Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang
sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersikap kurang positif
terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat
dipandang sebagai latar belakang munculnya interferensi.
Dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat
apa pun (fonologi, morfologi dan sintaksis) merupakan penyakit yang merusak
bahasa, jadi perlu dihindari (Chaer dan Agustina (1998: 165) Jendra (1991:105)
menyatakan bahwa dalam interferensi terdapat tiga unsur pokok, yaitu bahasa
sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau
sistemnya ke dalam bahasa lain; bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu
bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur
bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan. Dalam komunikasi bahasa
yang menjadi sumber serapan pada saat tertentu akan beralih peran menjadi
bahasa penerima pada saat yang lain, dan sebaliknya. Begitu juga dengan bahasa
penerima dapat berperan sebagai bahasa sumber. Dengan demikian interferensi
dapat terjadi secara timbal balik.
Bertolak dari pendapat para ahli mengenai pengertian
interferensi di atas, dapat disimpulkan bahwa.
kontak bahasa menimbulkan gejala interferensi
dalam tuturan dwibahasawan.
Interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu
bahasa ke dalam bahasa lain.
Unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa
yang lain dapat menimbulkan dampak negatif, dan
Interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat
perseorangan, dan ruang geraknya dianggap sempit yang terjadi sebagai
gejala parole (speech).
. Integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang
digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa
tersebut, serta tidak dianggap sebagai unsur pinjaman atau pungutan (Chaer dan
Agustina 1995:168). Senada dengan itu, Jendra (1991:115) menyatakan bahwa dalam
proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah
bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi sifat keasingannya. Dalam hal
ini, jika suatu unsur serapan (interferensi) sudah dicantumkan dalam kamus
bahasa penerima, dapat dikatakan bahwa unsur itu sudah terintegrasi. Jika unsur
tersebut belum tercantum dalam kamus bahasa penerima, berarti bahasa tersebut
belum terintegrasi.
Suwito (1983:54), seperti halnya Jendra juga memandang
bahwa interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech, parole),
hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan.
Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena
unsur-unsur serapan yang sebenarnya telah ada padanannya dalam bahasa penyerap,
sehingga cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap,
diharapkan makin berkurang atau sampai batas yang paling minim.
Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar,
terpenting dan paling dominan dalam bahasa (Hockett dalam Suwito, 1983:54).
Dari pendapat hockett tersebut perlu dicermati bahwa gejala kebahasaan ini
perlu mendapatkan perhatian besar. Hal ini disebabkan interferensi dapat
terjadi di semua komponen kebahasaan, mulai bidang tatabunyi, tatabentuk,
tatakalimat, tatakata, dan tatamakna Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa dalam proses interferensi ada tiga hal yang mengambil peranan, yaitu:
Bahasa sumber atau bahasa donor
Bahasa penyerap atau resipien
Unsur serapan atau importasi
Jenis – Jenis Interferensi
Interferensi dalam bidang fonologi
Contoh : jika penutur bahasa Jawa mengucapkan
kata-kata berupa nama tempat yang berawal bunyi /b/, /d/, /g/, dan /j/,
misalnya pada kata Bandung, Deli, Gombong, dan Jambi. Seringkali orang Jawa
mengucapkannya dengan /mBandung/, /nDeli/,/nJambi/, dan /nGgombong/.
Interferensi dalam bidang morfologi
Interferensi morfologi dipandang oleh para ahli bahasa
sebagai interferensi yang paling banyak terjadi.Interferensi ini terjadi dalam
pembentuka kata dengan menyerap afiks-afiks bahasa lain. Misalnya kalau sering
kali kita mendengar ada kata kepukul, ketabrak, kebesaran, kekecilan,
kemahalan, sungguhan, bubaran, duaan. Bentuk-bentuk tersebut dikatakan sebagai
bentuk interferensi karena bentuk-bentuk tersebut sebenarnya ada bentuk yang
benar, yaitu terpukul, tertabrak, terlalu besar, terlalu kecil, terlalu mahal,
kesungguhan, berpisah (bubar), dan berdua. Berdasarkan data-data di
atas jelas bahwa proses pembentukan kata yang disebut interferensi morfologi
tersebut mempunyai bentuk dasar berupa kosa kata bahasa Indonesia dengan
afiks-sfiks dari bahasa daerah atau bahasa asing.
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini
memang perlu dihindari karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian
sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung
itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh saya, atau Hal itu saya telah katakan
kepadamu kemarin. Bentuk tersebut merupakan bentuk interferensi karena
sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih gramatikal yaitu:
Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu telah saya makan, dan Hal
itu telah saya katakan kepadamu kemarin.Terjadinya penyimpangan tersebut
disebabkan karena ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake
Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku, dan seterusnya.
Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Selain kontak bahasa, menurut Weinrich (1970:64-65)
ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain:
Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal
terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik
dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak
bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat
menimbulkan interferensi.
Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa
penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan
pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur
bahasa sumber yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai
akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang
digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
Tidak cukupnya
kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya
terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam
masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh
karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar,
akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum
mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka
menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja
pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk
mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya
kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa
sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.
Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan
cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang
bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada
konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah
menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu
penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber
Interferensi yang disebabkan oleh
menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti
interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu
unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena
unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang
cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari
pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan
kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai
variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara
berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai
bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman
kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima.
Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya
interferensi.
Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya
interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat
menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa
sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam
berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian
unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang
digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya
penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada
dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun
bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang
kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat
berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah
kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
Integrasi
Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain secara
sistematis seolah-olah merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh
pemakainya (Kridalaksana: 1993:84). Salah satu proses integrasi adalah
peminjaman kata dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Oleh sebagian
sosiolinguis, masalah integrasi merupakan masalah yang sulit dibedakan dari
interferensi. Chair dan Agustina (1995: 168) mengacu pada
pendapat Mackey, menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain
yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari
bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman.
Weinrich (1970: 11) mengemukakan bahwa
jika suatu unsur interferensi terjadi secara berulang-ulang dalam tuturan
seseorang atau sekelompok orang sehingga semakin lama unsur itu semakin diterima
sebagai bagian dari sistem bahasa mereka, maka terjadilah integrasi. Dari
pengertian ini dapat diartikan bahwa interferensi masih dalam proses, sedangkan
integrasi sudah menetap dan diakui sebagai bagian dari bahasa penerima.
Dalam proses integrasi unsur serapan itu telah
disesuaikan dengan sistem atau kaidah bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa
lagi keasingannya. Penyesuaian bentuk unsur integrasi itu tidak selamanya
terjadi begitu cepat, bisa saja berlangsung agak lama. Proses penyesuaian unsur
integrasi akan lebih cepat apabila bahasa sumber dengan bahasa penyerapnya
memiliki banyak persamaan dibandingkan unsur serapan yang berasal dari bahasa
sumber yang sangat berbeda sistem dan kaidah-kaidahnya. Cepat lambatnya unsur
serapan itu menyesuaikan diri terikat pula pada segi kadar kebutuhan bahasa
penyerapnya. Sikap penutur bahasa penyerap merupakan faktor kunci dalam kaitan
penyesuaian bentuk serapan itu. Jangka waktu penyesuaian unsur integrasi ada tiga faktor antara
lain (1) perbedaan dan persamaan sistem bahasa sumber dengan bahasa
penyerapnya, (2) unsur serapan itu sendiri, apakah sangat dibutuhkan atau hanya
sekedarnya sebagai pelengkap, dan (3) sikap bahasa pada penutur bahasa
penyerapnya.
Faktor – Faktor Penyebab Integrasi
Perbedaan dan persamaan sistem bahasa sumber dengan
bahasa penyerapnya.
Unsur serapan itu sendiri, yang sangat dibutuhkan
atau hanya sekedarnya sebagai pelengkap.
Sikap bahasa pada penutur bahasa penyerapnya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Meskipun berbeda, antara interferensi dan integrasi
sebenarnya memiliki sisi yang sama, yaitu bahwa keduanya dapat dilihat dari proses terjadinya. Baik
interferensi maupun integrasi terjadi akibat peristiwa kontak bahasa.
Perbedaan, dapat dilihat dari
gejalanya interferensi, dianggap sebagai gejala tutur (speech) atau parole,
sedangkan integrasi merupakan gejala bahasa (language dan langua) yang tidak
dianggap lagi sebagai gejala kesalahan berbahasa.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan
dikotomi Teori Linguistik. Bandung:
Angkasa.
Ardiana, Leo Idra. 1990. Analisis kesalahan
Berbahasa. FPBS IKIP Surabaya.
Bawa, I Wayan. 1981. “Pemakaian Bahasa Indonesia yang
Baik dan Benar”. Denpasar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Udayana.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina.
1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Huda, Nuril dkk. 1981. Interferensi Bahasa Madura
Terhadap Bahasa Indonesia Tulis Murid Sekolah Dasar Jawa Timur.Jakarta. Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Hayi, Abdul dkk. 1985. Interferensi Gramatika
Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa. Jakarta. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Jendra. I Wayan. 1991. Dasar-Dasar
Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.
Kridalaksana, Harimurti.1998. Introduction to
Word Formation and Word Classes. Jakarta. Universitas Indonesia.
Nababan. P.W.J.
1984. Sosiolingustik. Jakarta: Gramedia.
Suwito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik:
Teori dan Problema. Surakarta: Henary Cipta.
0 komentar:
Post a Comment