(Burgerlijk Wetboek voor
Indonesie)
(Diumumkan
dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.)
B U K
U K E T I G A
P E R I K A T A N
BAB I.
PERIKATAN PADA UMUMNYA
Bagian
1. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal
1233.
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. (KUHPerd. 1313 dst.,
1352; Rv. 102.)
Pasal
1234.
Perikatan
ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat atau untuk tidak berbuat
sesuatu. (KUHPerd. 1236 dst., 1239 dst., 1314.)
Bagian
2. Perikatan Untuk Memberikan Sesuatu.
Pasal
1235.
Dalam
perikatan untuk memberikan Sesuatu, termaktub kewajiban untuk menyerahkan
barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah
tangga yang baik, sampai saat penyerahan.
Luas
tidaknya kewajiban yang terakhir ini tergantung pada persetujuan tertentu;
akibatnya akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan. (KUHPerd. 105, 385,
612 dst., 784, 1033, 1157, 1356, 1444 dst., 1474 dst., 1482, 1550-11, 1560-11,
1706 dst., 1715, 1744, 1801.)
Pasal
1236.
Debitur wajib memberi ganti
biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur bila ia mewanjikan dirinya tidak
mampu untuk menyerahkan barang itu atau tidak merawatnya sebaik-baiknya untuk
menyelamatkannya. (KUHPerd, 1235, 1243 dst., 1264, 1275, 1391, 1444, 1480.)
Pasal
1237.
Pada suatu perikatan untuk
memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak
perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan,
maka barang itu, seme njak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya.
(KUHPerd. 1264, 1275, 1391, 1444, 1460, 1481 dst., 1545, 1553, 1605, 1648,
1708, 1745 dst.)
Pasal
1238.
Debitur dinyatakan lalai dengan
surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari
perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. (KUHPerd. 391, 413, 579,
1243, 1362, 1626, 1805, 1979; Rv. 1 dst.)
Bagian
3. Perikatan Untuk Berbuat Sesuatu Atau Untuk Tidak Berbuat Sesuatu.
Pasal
1239.
Tiap perikatan untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan
penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi
kewajibannya. (KUHPerd. 1241, 1243 dst., 1277, 1365 dst., 1383; Rv. 580 dst.,
606a dst., 765; IR, 222.)
Pasal
1240.
Walaupun demikian, kreditur
berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dilakukan secara bertentangan
dengan perikatan dan ia dapat minta kuasa dari hakim untuk menyuruh
menghapuskan segata sesuatu yang telah dibuat itu atas tanggungan debitur; hal
ini tidak mengurangi hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga,
jika ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1239, 1241, 1243, 1365.)
Pasal
1241.
Bila
perikatan itu tidak dilaksanakan, kreditur juga boleh dikuasakan untuk
melaksanakan sendiri perikatan itu atas biaya debitur. (KUHPerd. 1239 dst.)
Pasal
1242.
Jika
perikatan itu ber-tujuan untuk tidak berbuat sesuatu, maka pihak mana pun yang
berbuat bertentangan dengan perikatan itu, karena pelanggaran itu saja,
diwajibkan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 641, 1243,
1245.)
Bagian
4. Penggantian Biaya, Kerugian Dan Bunga Karena Tidak
Dipenuhinya
Sesuatu Perikatan.
Pasal
1243.
Penggantian
biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai
diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk
memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui
tenggang waktu yang telah ditentukan. (KUHPerd. 1236, 1238, 1239 dst., 1246
dst., 1249 dst., 1304, 1307, 1365 dst., 1480; Rv. 607 dst.)
Pasal
1244.
Debitur harus dihukum untuk
mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak
dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan
perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tak dapat
dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. (KUHPerd.
1444, 1865.)
Pasal
1245.
Tidak ada penggantian biaya,
kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi
secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
Pasal
1246.
Biaya, ganti rugi dan bunga,
yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan
keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan
perubahan yang disebut di bawah ini.(KUHPerd. 58, 1603.)
Pasal
1247.
Debitur
hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharapkan atau
sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak
dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu-daya yang dilakukannya.(KUHPerd.
1328.)
Pasal
1248.
Bahkan
jika tidak terpenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipudaya debitur, maka
penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita
kerugian dan kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat
langsung dari tidak ditaksanakannya perikatan itu.
Pasal
1249 Jika
dalam
suatu perikatan ditentukan, bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar
suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak yang lain
tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah
itu. (KUHPerd. 1307 dst.)
Pasal
1250.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dalam perikatan yang hanya
berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan
bunga, yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas
bunga yang ditentukan oleh undang-undang, tanpa mengurangi berlakunya peraturan
undang- undang kbusus.
Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar,
tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur.
Penggantian
biaya, kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka
pengadilan, kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi
hukum. (KUHPerd. 391, 413, 797 dst., 1098, 1216, 1286, 1362, 1515, 1626, 1805,
1810, 1839; KUHD 147, 680, 721; S. 1848-22 jo. 1849-63.)
Pasal
1251.
Bunga uang pokok yang dapat
ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu pennohonan dimuka
pengadilan, maupun karena suatu persetujuan yang khusus, asal saja permintaan
atau persetujuan tersebut adalah mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu
tahun. (KUHPerd. 1252.)
Pasal
1252.
Walaupun
demikian, penghasilan yang dapat ditagih, seperti uang upah tanah dan uang sewa
lain, bunga abadi atau bunga sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga
mulai hari dilakukan penuntutan atau dibuat persetujuan.
Peraturan
yang sama berlaku terhadap pengembalian hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar
oleh seorang pihak ketiga kepada kreditur untuk Pembebasan(KUHPerd. 502, 1770
dst., 1775.)
Bagian
5. Perikatan Bersyarat.
Pasal
1253.
Suatu
perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin
terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan berlakunya
perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara membatalkan
perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristwa itu. (KUHPerd. 154,
997, 1169, 1263, 1265 dst., 1268, 1463 dst., 1990.)
Pasal
1254.
Semua
syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu
yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh
undang-undang adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan
padanya tak berlaku. AB. 23; KUffPerd.
139, 888, 1334, 1337i 1663.)
Pasal
1255.
Syarat yang bertujuan tidak
melakukan sesuatu yang tak mungkin tidak membuat perikatan yang digantungkan
padanya tak berlaku. (KUHPerd, 1254.)
Pasal
1256.
Semua
perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata terpada kemauan orang
yang terikat. Tetapi jika perikatan
tergantung pada perbuatan yang pelaksanaannya berada dalam kekuasaan orang
tersebut, dan perbuatan itu telah terjadi, maka perikatan itu adalah sah.
(KUHPerd. 171,M, 1668, 1761.)
Pasal
1257.
Semua
syarat harus dipenuhi dengan cara yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. (KUHPerd. 1343.)
Pasal
1258.
Jika
suatu perikatan tergantung pada suatu syarat bahwa suatu peristiwa akan terjadi
dalam waktu tertentu, maka syarat tersebut dianggap tidak ada, bila waktu tersebut
telah lampau sedangkan peristiwa tersebut tidak terjadi.
Jika
waktu tidak ditentukan, maka syarat tersebut setiap waktu dapat dipenuhi, dan
syarat itu tidak dianggap tidak ada sebelum ada kepastian bahwa peristiwa itu
tidak akan terjadi. (KUHPerd. 997, 1263 dst., 1521.)
Pasal
1259.
Jika
suatu perikatan tergantung pada syarat bahwa suatu peritiwa tidak akan terjadi
dalam waktu tertentu, maka syarat tersebut telah terpenum bila waktu tersebut
lampau tanpa terjadinya peristiwa itu.
Begitu pula syarat itu telah terpenuhi, jika sebelum waktu tersebut
lewat telah ada kepastian bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi; tetapi jika
tidak ditetapkan suatu waktu, maka syarat itu tidak terpenuhi sebelum ada
kepastian bahwa peristiwa tersebut tidak akan terjadi.
Pasal
1260.
Syarat
yang bersangkutan dianggap telah terpenuhi, jika debitur yang terikat oleh
syarat itu menghalangi terpenuhinya syarat itu. (KUHPerd. 889.)
Pasal
1261.
Bila
syarat telah terpenuhi, maka syarat itu berlaku surut hingga saat terjadinya perikatan.
Jika
kreditur meninggal sebelum terpenuhi syarat, maka hak-haknya berpindah kepada
para ahli warisnya. (KUHPerd. 958, 998, 1264, 1990.)
Pasal
1262.
Kreditur,
sebelum syarat terpenuhi, boleh melakukan segala usaha yang pertu untuk merdaga
supaya haknyajangan sampai hilang. (KUHPerd. 1215; F125 dst.; Rv. 714 dst)
Pasal
1263.
Suatu
perikatan dengan syarat tunda adalah suatu perikatan yang tergantung pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan belum tentu akan terjadi, atau yang
tergantung pada suatu hal yang sudah terjadi tetapi hal itu tidak diketahui
oleh kedua belah pihak.
Dalam
hal pertama, perikatan tidak dapat dilaksanakan sebelum peristiwanya terjadi;
dalam hal kedua, perikatan mulai bertaku sejak terjadi. (KUHPerd. 998, 1169,
1176, 1253, 1258 dst., 1264, 1463, 1990.)
Pasal
1264.
Jika
suatu perikatan tergantung pada suatu syarat yang ditunda, maka barang yang
menjadi pokok perikatan tetap menjadi tanggungan debitur, yang hanya wajib
menyerahkan barang itu bila syarat dipenuhi.
Jika
barang tersebut musnah seluruhnya di luar kesalahan debitur, maka baik bagi
pihak yang satu maupun bagi pihak yang lain, tidak ada lagi perikatan.
Jika
barang tersebut merosot harganya di luar kesalahan debitur, maka kreditur dapat
memilih: memutuskan perikatan, atau menuntut penyerahan barang itu dalam
keadaan seperti adanya, tanpa pengurangan harga yang telah dijanjikan.
Jika
harga barang itu merosot karena kesalahan debitur, maka kreditur berhak
memutuskan perikatan atau menuntut penyerahan barang itu dalam keadaan seperti
apa adanya dengan penggantian kerugian. (KUHPerd. 1237, 1243 dst.,1261, 1444.)
Pasal
1265.
Suatu
syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapus. kan perikatan dan
membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pemah ada
suatu perikatan.
Syarat
ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur
mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan
terjadi. (KUHPerd. 997, 1169, 1258 dst., 1266 dst., 1381, 1519 dst.)
Pasal
1266.
Syarat
batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal-balik,
andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam
hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus
dimintakan kepada pengadilan.
Permintaan
ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya
kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan.
Jika
syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka hakim dengan melihat
keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka. waktu untuk
memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dari satu bulan.
(KUHPerd. 1480, 1517, 1589, 1781 dst.)
Pasal
1267.
Pihak
yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih memaksa pihak yang
lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau
menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
(KUHPerd. 1243 dst., 1480, 1517.)
Bagian
6. Perikatan-perikatan Dengan Waktu yang Ditetapkan.
Pasal
1268.
Waktu
yang ditetapkan tidaklah menunda perikatan, melainkan hanya pelaksanaannya.
(KUHPerd. 1253, 1266, 1308, 1750, 1759, 1763, 1990.)
Pasal
1269.
Apa yang
harus dibayar pada waktu yang ditentukan itu, tidak dapat ditagih sebelum waktu
itu tiba; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu, tak dapat diminta
kembali. (KUHPerd. 1338, 1359, 1427 dst., 1759; KUHD 139, 176.)
Pasal
1270.
Waktu
yang ditetapkan selalu ditentukan untuk kepentingan debitur, jika dari sifat
perikatan sendiri atau dari keadaan temyata bahwa waktu itu ditentukan untuk
kepentingan kreditur. (KUHPerd. 1405, 1428, 1771; KUHD 139,,476.),
Pasal
1271.
Debitur
tidak dapat lagi menarik manfaat dari suatu ketetapan waktu, Jika ia telah
dinyatakan pailit, atau jika jaminan yang diberikannya kepada kreditur telah
merosot karena kesalahannya sendiri. (KUHPerd. 1217, 1772, 1781, l843; F130.)
Bagian
7. Perikatan Dengan Pilihan Atau Perikatan yang
Boleh
Dipilih Oleh Salah Satu Pihak.
Pasal
1272.
Dalam perikatan dengan pilihan,
debitur dibebaskanjika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebut
dalam penkatan, tetapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima sebagian
dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lain. (KUHPerd. 1389.)
Pasal
1273.
Hak
memilih ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kreditur.
(KUHPerd. 767 969, 1277, 1349, 1392, 1473.)
Pasal
1274
Suatu
perikatan adalah mumi dan sederhana, walaupun perikatan itu disusun boleh pilih
atau secara mana suka, jika salah satu dari kedua barang itu tidak dapat
menjadi pokok perikatan. (KUHPerd. 1277, 1332)
Pasal
1275.
Suatu perkatan denngan pilihan
adalah mumi dan sederhana, jika salah dari barang yang dijanjikan hilang, atau
karena kesalahan debitur tidak diserahkan lagi. Harga dari barang itu tidak
dapat ditawarkan sebagai gantinya. Jika kedua barang telah hilang dan debitur
bersalah tentang lenyapnya salah satu barang, dia harus membayar harga barang
yang paling akhir hilang. (KURPerd. 1236, t 1273, 1444 dst.)
Pasal
1276.
Jika dalam hal-hal yang
disebutkan dalam pasal lalu pilihan diserahkan kepada kreditur dan hanya salah
satu barang saja yang hilang, maka jika hal itu terjadi diluar kesalahan
debitur, kreditur harus memperoleh barang yang masih ada; jika hilangnya salah
satu barang terjadi terjadi karena
salahnya debitur, maka kreditur dapat menuntut penyerahan barang yang masih ada
atau harga yang telah hilang.
Jika
kedua barang lenyap, maka bila hilangnya barang itu, salah satu saja pun,
terjadi karena kesalahan debitur,
kreditur boleh menuntut pembayaran harga salah satu barang itu menurut
pilihannya. (KUHPerd. 1236, 1273, 1444.)
Pasal
1277.
Prinsip yang sama juga berlaku,
baik jika ada lebih dari dua barang termaktub dalam perikatan maupun jika
perikatan itu adalah mengenai berbuat ataupun tidak berbuat sesuatu. (KUHPerd.
1239 dst.)
Bagian
8. Perikatan Tanggung-renteng Atau Perikatan Tanggung-menanggung.
Pasal
1278.
Suatu perikatan
tanggung-menanggung atau perikatan tanggungrenteng antara beberapa kreditur,
jika dalam bukti persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak
utituk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedangkan pembayaran yang dilakukan
kepada salah seorang di antara mereka, membebaskan debitur, meskipun perikatan
itu menurut sifatnya dapat dipecah dan
dibagi aiitara para kreditur tadi. (KUHPerd. 1292, 1296 dst., 1301, 1303.)
Pasal
1279.
Selama
belum digugat oleh salah satu kreditur, debitur bebas memilih, apakah ia akan
membayar utang kepada yang satu atau kepada yang lain di antara para kreditur.
Meskipun
demikian, Pembebasan yang diberikan oleh salah seorang kreditur dalam suatu
perikatan tanggung-menanggung, tak dapat membebaskan debitur lebih dari bagian
kreditur tersebut. (KUHPerd. 1439, 1857, 1917, 1938, 1985.)
Pasal
1280.
Di pihak
para debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, manakala mereka
seniua wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian rupa, sehingga salah
satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh salah satu membebaskan
debitur lainnya terbadap kreditur. (KUHPerd. 1288, 1424, 1430, 1439 dst., 1938
dst., 1983.)
Pasal
1281.
Suatu
perikatan dapat bersifat tanggung-menanggung, meskipun salah satu debitur itu
diwajibkan memenuhi hal yang sama dengan cara berlainan dengan teman-temannya
sepenanggungan, misalnya yang satu terikat dengan bersyarat, sedangkan yang
lain terikat secara mumi dan sederhana, atau terhadap yang satu telah diberikan
ketetapan waktu dengan persetujuan, sedang terhadap yang lain tidak diberikan.
(KUHPerd. 1253 dst., 1268 dst., 1287.)
Pasal
1282.
Tiada
perikatan yang dianggap sebagai perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika
dinyatakan dengan tegas.
Ketentuan
ini hanya dikecualikan dalam hal suatu perikatan dianggap sebagai perikatan
tanggung-menanggung karena kekuatan penetapan undang-undang. (KUHPerd. 130, 350
dst., 563, 1016, 1019, 1301, 1749, 1811, 1836; KUHD 18, 21, 146, 176, 221; Sv.
354; IR. 333.)
Pasal
1283.
Kreditur
dalam suatu perikatan tanggung-menanggung dapat menagih piutangnya dari salah
satu debitur yang dipilihnya, dan debitur ini tidak dapat meminta agar utangnya
dipecah. (KUHPerd. 1279, 1832-21, 1836 dst.; KUHD 146, 176, 221; F. 132; Rv.
70.)
Pasal
1284.
Penuntutan
yang ditujukan kepada salah satu debitur tidak menjadi halangan bagi kreditur
itu untuk melaksanakan haknya terhadap debitur lainnya. (KUHPerd. 1280.)
Pasal
1285.
Jika
barang yang harus diberikan musnah karena kesalahan seorang debitur
tanggung-renteng atau lebih, atau setelah debitur itu dinyatakan lalai, maka
para debitur lainnya tidak bebas dari kewajiban untuk membayar harga barang
itu, tetapi mereka tidak wajib untuk membayar penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Kreditur
hanya dapat menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, baik dari debitur
yang menyebabkan lenyapnya barang itu, maupun dari mereka yang lalai memenuhi
perikatan. (KUHPerd. 1243, 1246, 1310, 1444.)
1286. Tuntutan pembayaran bunga yang diajukan
terhadap salah satu di antara para debitur tanggung renteng, mengakibatkan
bunga itu juga berlaku terhadap semua orang lain yang turut berutang. (KUHPerd.
1250, 1983.)
Pasal
1287.
Seorang
debitur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung yang dituntut oleh kreditur,
dapat memajukan semua bantaban (eksepsi-eksepsi) yang timbul dari sifat
perikatan dan yang mengenai dirinya senditi, pula semua bantahan yang mengenai
diri semua debitur lain.
la tidak
dapat memakai bantahan yang hanya mengenai beberapa debitur saja. (KUHPerd.
1281, 1423 dst., 1430, 1441, 1847, 1938, 1983.)
Pasal
1288.
Jika
salah satu debitur menjadi satu-satunya ahli waris kreditur, atau jika kreditur
merupakan satu-satunya ahli waris salah satu debitur, maka percampuran utang
ini tidak niengakibatkan tidak berlakunya perikatan tanggung-menanggung,
kecuali untuk bagian dari debitur atau kreditur yang bersangkutan. (KUHPerd.
1436 dst.)
Pasal
1289.
Kreditur
yang telah menyetujui pembagian piutangnya terhadap salah satu debitur, tetap
memiliki piutang terhadap para debitur yang lain, tetapi dikurangi bagian
debitur yang telah dibebaskan dari perikatan tanggung-menanggung. (KUHPerd.
1303.)
Pasal
1290.
Kreditur
yang menerima bagian salah satu debitur tanpa melepaskan haknya yang
berdasarkan utang tanggung-renteng sendiri atau hak-haknya pada umumnya, tidak
menghapuskan haknya secara tanggung-renteng, melainkan hanya terhadap debitur
tadi.
Kreditur
tidak dianggap membebaskan debitur dari perikatan tanggung-menanggung, jika dia
menerima suatu jumlah sebesar bagian debitur itu dalam seluruh utang, sedangkan
surat bukti pembayaran tidak secara tegas menyatakan bahwa apa yang diterimanya
adalah untuk bagian orang tersebut,
Hal yang
sama berlaku terhadap tuntutan yang ditujukan kepada salah satu debitur, selama
orang ini belum membenarkan tuntutan tersebut, atau selama perkara belum
diputus oleh hakim. (KUHPerd. 1289.)
Pasal
1291.
Kreditur
yang menerima secara tersendiri dan tanpa syarat bagian dari salah satu debitur
dalam pembayaran bunga tunggakan dari suatu utang, hanya kehilangan haknya
sendiri terhadap bunga yang telah harus dibayar, dan tidak terhadap bunga yang
belum tiba waktunya untuk ditagih atau utang pokok, kecuali bila pembayaran
tersendiri itu telah terjadi selama sepuluh tahun berturut-turut. (KUHPerd.
1394, 1983 dst.)
Pasal
1292.
Suatu
perikatan, meskipun menjadi tanggungjawab kreditur sendiri, menurut hukum dapat
dihadapi para debitur secara terbagi-bagi, masing-masing untuk bagiannya
sendiri-sendiri. (KUHPerd. 1100, 1283, 1298, 1983.)
Pasal
1293.
Seorang
debitur yang telah melunasi utangnya dalam suatu perikatan tanggung-menanggung,
tidak dapat menuntut kembali dari para debitur lainnya lebih daripada bagian
mereka masing-masing.
Jika
salah satu di antara mereka tidak mampu untuk membayar, maka kerugian yang
disebabkan oleh ketidakmampuan itu harus dipikul bersama-sama oleh para debitur
lainnya dan debitur yang telah melunasi utangnya, menurut besamya bagian
masing-masing. (KUHPerd. 1103, 1292, 1402-31, 1841, 1844.)
Pasal
1294.
Jika
kreditur telah membebaskan salah satu debitur dari perikatan
tanggung-menanggung, dan seorang atau lebih debitur lainnya menjadi tak mampu,
maka bagian dari yang tak mampu itu harus dipikul bersama-sama oleh debitur
lainnya, juga oleh mereka yang telah dibebaskan dari perikatan
tanggungmenanggung. (KUHPerd. 1289 dst., 1293 dst.)
Pasal
I295.
Jika
barang yang untuknya orang-orang mengikatkan diri secara tanggung-renteng itu
hanya menyangkut salah satu di antara mereka, maka mereka masing-masing terikat
seluruhnya kepada kreditur, tetapi di antara mereka sendiri mereka dianggap
sebagai orang penjamin bagi orang yang berhutang dengan barang itu, dan karena
itu harus diberi ganti-rugi. (KUHPerd. 1292, 1836, 1839 dst.)
Bagian 9.
Perikatan-perikatan yang Dapat Dibagi-bagi Dan Perikatan-perikatan
yang
Tidak Dapat Dibagi-bagi.
Pasal
1296.
Suatu
perikatan dapat dibagi-bagi atau tak dapat dibagi-bagi sekedar pokok perikatan
tersebut adalah suatu barang yang penyerahannya atau suatu perbuatan yang
pelaksanaannya dapat dibagi-bagi atau tak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata
maupun tak nyata. (KUHPerd. 728, 739, 892, 1160, 1299 dst., 1721.)
Pasal
1297.
Suatu
perikatan tak dapat dibagi-bagi, meskipun barang atau perbuatan yang menjadi
pokok perikatan itu, karena sifatnya, dapat dibagi-bagi, jika barang atau
perbuatan itu, menurut maksudnya, tidak boleh diserahkan atau dilaksanakan
sebagian demi sebagian saja. (KUHPerd. 1160, 1300 dst.)
Pasal
1298.
Bahwa
suatu perikatan merupakan perikatan tanggung-menanggung, itu tidak berarti
bahwa perikatan itu adalah suatu perikatan yang tak dapat dibagi-bagi.
(KUHPerd. 1283, 1292, 1301 dst., 1983.)
Pasal
1299.
Suatu
perikatan yang dapat dibagi-bagi, harus dilaksanakan antara debitur dan
kreditur, seolah-olah perikatan itu tak dapat dibagi-bagi; hal dapatnya
dibagi-bagi suatu perikatan, itu hanya dapat diterapkan terhadap ahli waris
yang tidak dapat menagih piutangnya atau tidak wajib membayar utangnya selain
uiituk bagian masing-masing sebagai ahli waris atau orang yang harus mewakili
kreditur atau debitur. (KUHPerd. I 100
dst., 1311 dst., 1390, 1527 dst., 172 1.)
Pasal
1300.
Asas
yang ditentukan dalam pasal yang lalu, dikecualikan terhadap ahli waris
debitur:
10. jika utang itu berkenaan
dengan suatu hipotek; (KUHPerd. I 101
dst., 1105, 1163, 1198.)
20. jika utang
itu terdiri atas suatu barang tertentu; (KUHPerd. 1083, 1391.)
30. jika utang itu mengenai
berbagai barang yang dapat dipilih, terserah kepada kreditur, sedang salah satu
dari barang-barang itu tak dapat dibagi. (KUHPerd. 1272 dst.)
40. jika menurut persetujuan
hanya salah satu ahli waris saja yang diwajibkan melaksanakan perikatan itu;
(KUHPerd. 800, 959, 965, 967.)
50. jika temyata dengan jelas,
baik karena sifat perikatan, maupun karena
sifat barang yang menjadi pokok perikatan, atau karena maksud yang
terkandung dalam persetujuan itu, bahwa
maksud kedua belah pihak adalah bahwa utangnya tidak dapat diangsur. (KUHPerd.
1297.)
Dalam
ketiga hal yang pertama, si ahli waris yang menguasai barang yang harus
diserahkan atau barang yang dijadikan tanggungan hipotek, dapat dituntut untuk
membayar seluruh utangnya, pembayaran mana dapat dilaksanakan atas barang yang
harus discrahkan itu atau atas barang yang d@adikan tanggungan hipotek
tersebut, tanpa mengurangi haknya tintuk menuntut penggantian kepada ahli waris
lainnya.
Ahli
waris yang dibebani dengan utang dalam hal yang keempat, dan tiap ahli waris
dalam hal yang kelima, dapat pula dituntut untuk seluruh utang, tanpa
mengurangi hak mereka untuk minta ganti rugi dari ahli waris yang lain.
Pasal
1301.
Tiap
orang yang bersama-sama wajib memikul suatu utang yang dapat dibagi,
bertanggungjawab untuk seluruhnya, meskipun perikatan tidak dibuat secara
tanggung-menanggung. (KUHPerd. 1160, 1163, 1278 dst., 1297, 1310.)
Pasal
1302.
Hal yang
samajuga berlaku bagi para ahli waris orang yang diwajibkan memenuhi perikatan
seperti itu. (KUHPerd. 1102 dst., 1310, 1721.)
Pasal
1303.
Tiap
ahli waris kreditur dapat menuntut pelaksanaan suatu perikatan yang tak dapat
dibagi-bagi secara keseluruhan.
Tiada
seorang pun dari antara mereka diperbolehkan sendirian memberi Pembebasan dari
seluruh utang maupun menerima harganya sebagai ganti barang.
Jika
hanya salah satu ahli waris memberi Pembebasan dari utang yang bersangkutan,
atau menerima harga barang yang bersangkutan, maka para ahb waris lainnya tidak
dapat menuntut barang yang tak dapat dibagi-bagi itu, kecuaft dengan
memperhitungkan bagian dari ahli waris yang telah memberikan Pembebasan dari
utang atau yang telah menerima harga barang itu. (KUHPerd. 1278, 1289, 1385,
1438, 1721.)
Bagian 10.
Perikatan Dengan Perjanjian Hukuman.
Pasal
1304.
Perjanjian
hukuman adalah suatu perjanjian yang menempatkan seseorang sebagai jaminan
pelaksanaan suatu perikatan yang mewajibkannya melakukan sesiiatu, jika dia
tidak melaksanakan hal itu. (KUHPerd. 1243, 1249.)
Pasal
1305.
Batalnya
perikatan pokok mengakibatkan batalnya perjanjian hukuman. tidak berlakunya
perjanjian hukuman, sama sekati tidak mengakibatkan batalnya perikatan pokok.
(KUHPerd. 1315, 1317.)
Pasal
1306.
Kreditur
dapat juga menuntut pemenuhan perikatan pokok sebagai pengganti pelaksanaan hukuman
terhadap debitur.
Pasal
1307.
Penetapan
hukuman dimaksudkan sebagai ganti penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang
diderita kreditur karena tidak dipenuhi perikatan pokok.
Ia tidak
dapat menuntut utang pokok dan hukumannya bersama-sama, kecuali jika hukuman
itu ditetapkan hanya untuk terlambatnya pemenuhan. (KUHPerd. 1243, 1249, 1312.)
Pasal
1308.
Entah perikatan pokok itu memuat
ketentuan waktu untuk pelaksanaannya entah tidak, hukuman tidak dikenakan,
kecuali jika orang yang terikat untuk memberikan sesuatu atau untuk mengerjakan
sesuatu itu tidak melaksanakan hal itu. (KUHPerd. 1235, 1238, 1243, 1245, 1250,
1268.)
Pasal
1309.
Hukuman
dapat diubah oleh hakim, jika sebagian perikatan pokok telah dilaksanakan.
(KUHPerd. 1249.)
Pasal
1310.
Jika
perikatan pokok yang memuat penetapan hukuman adalah mengenai suatu barang yang
tak dapat dibagi-bagi, maka hukuman harus dibayar kalau terjadi pelaziggaran
oleh salah satu ahli waris debitur; dan hukuman ini dapat dituntut, baik untuk
seluruhnya dari siapa yang melakukan pelanggaran terhadap perikatan maupun dari
masing-masing ahli waris untuk bagiannya, tetapi tanpa mengurangi hak mereka
untuk menuntut kembali siapa yang menyebabkan hukuman harus dibayar; segala
sesuatu tidak mengurangi hak-hak kreditur hipotek. (KUHPerd. 1163, 1285, 1301.)
Pasal
1311.
Jika perikatan pokok dengan
penetapan hukuman itu adalah mengenai suatu barang yang dapat dibagi-bagi, maka
hukuman hanya harus dibayar oleh ahli waris debitur yang melanggar perikatan,
dan hanya untuk jumlah yang tidak melebihi bagiannya dalam perikatan pokok,
tanpa ada tuntutan terhadap mereka yang telah memenuhi perikatan.
Peraturan
ini dikecualikan, jika perjanjian hukuman ditambah dengan maksud supaya
pemenuhan tidak terjadi untuk sebagian, dan salah satu ahli waris telah
menghalangi pelaksanaan perikatan untuk seluruhnya; dalam hal ini, hukuman
dapat dituntut dari yang terakhir ini untuk seluruhnya dan dari para ahli waris
yang lain hanya untuk bagian mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut
ahli waris yang melanggar perikatan- (KUHPerd. 1299, 1306.)
Pasal
1312.
Jika suatu perikatan pokok yang
dapat dibagi-bagi dan memakai penetapan hukuman yang tak dapat dibagi-bagi hanya
dipenuhi untuk sebagian, maka hukuman terhadap ahli waris debitur diganti
dengan pembayaran penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1296, 1299,
1306 dst.)
BAB II.
PERIKATAN YANG LAHIR DARI KONTRAK ATAU PERSETUJUAN
Bagian
1. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal
1313.
Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih. (KUHPerd. 1233 dst.)
Pasal
1314.
Suatu
persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan.
Suatu
persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan
memberikan suatu keuntijngan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan.
Suatu
persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak
untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
(KUHPerd. 1234, 1666.)
Pasal
1315.
Pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri. (KUHPerd. 1316, 1340, 1357, 1382 dst., 1645, 1655, 1792, 1820.)
Pasal
1316.
Seseorang boleh menanggung seorang pihak
ketiga dan menjanjikan bahwa pihak ketiga ini akan berbuat sesuatu; tetapi hal
ini tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang yang
berjanji itu jika pihak ketiga tersebut menolak untuk memenuhi perjajian itu.
(KUHPerd. 1338, 1645, 1823, 1873.)
Pasal
1317.
Dapat
pula diadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, bila ituatu perjanjian
yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,
mengandung syarat semacam itu.
Siapa
pun yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh menariknya kembali, jika
pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu. (KUHPerd. 1323,
1338, 1669 dst., 1688, 1778, 1823.)
Pasal
1318.
Orang
dianggap memperoleh sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk ahli
warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas
ditetapkan atau telah nyata dari sifat persetujuan itu bahwa bukan itu
maksudnya. (KUHPerd. 175, 178, 807-11, 833, 955, 1575, 1612, 1743, 1784, 1813,
1826.)
Pasal
1319.
Semua
persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan
bab yang lalu.
Alinea
kedua tidak berlaku berdasarkan S. 1938-276.
Bagian
2. Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah.
Pasal
1320.
Supaya
terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
10. kesepakatan mereka yang
mengikatkan dirinya; (KUHPerd. 28, 1312 dst.)
20. kecakapan untuk membuat
suatu perikatan; (KUHPerd. 1329 dst.)
30. suatu pokok persoalan
tertentu; (KUHPerd. 1332 dst.)
40. suatu sebab yang tidak
terlarang. (KUHPerd. 1335 dst.)
Pasal
1321.
Tiada
suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan. (KUHPerd. 893, 1449, 1452, 1454, 1456,
1859, 1926.)
Pasal
1322.
Kekhilafan
tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu
terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan.
Kekhilafan
tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri
orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali
jika persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan.
(KUHPerd. 1618, 1666, 1851 dst.)
Pasal
1323.
Paksaan
yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu peersetujuan mengakibatkan
batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh
pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.
(KUHPerd. 893, 1053, 1065, 1325.)
Pasal
1324.
Paksaan
terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat
menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya,
orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat.
Dalam
mempertimbangkan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan
kedudukan orang yang bersangkutan.
Pasal
1325.
Paksaan
menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah
satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap
suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.
(KUHPerd. 290 dst., 1323, 1449.)
Pasal
1326.
Rasa
takut karena hormat terhadap ayah, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas,
tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan. (KUHPerd.
298.)
Pasal
1327.
Pembatalan
suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lain, bila setelah
paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara
diam-diam, atau jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh
undang-undang untuk dapat dipulihkan seluruhnya ke keadaan sebelumnya. (KUHPerd.
11 15, 1449 dst., 1454, 1456, 1892.)
Pasal
1328.
Penipuan
merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang
dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa
pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu
muslihat.
Penipuan
tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktian. (KUHPerd. 1053, 1065,
1449, 1865, 1922.)
Pasal
1329.
Tiap
orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap
untuk hal itu. (KUHPerd. 1330, 1467, 1640.)
Pasal
1330.
Yang tak
cakap untuk membuat persetujuan adalah:
10. anak yang belum dewasa;
(KUHPerd. 330, 419 dst., 1006, 1446 dst.)
20. orang yang ditaruh di
bawah pengampuan; (KUHPerd. 433 dst., 446 dst., 452, 1446 dst.)
30. perempuan yang telah kawin
dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang
oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu. (KUHPerd. 399,
1446 dst., 1451, 1465 dst., 1640; F. 22.)
Pasal
1331.
Oleh
karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk
membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat
dalam hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang.
Orang-orang
yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan
sangkalan atas dasar ketidakcakapan anak-anak yang belum dewasa, orang-orang
yang ditaruh di bawah pengampuan, dan perempuan-perempuan yang bersuami.
(KUHPerd. 109, 113, 116 dst., 151, 1447, 1456, 1701 dst., 1798, 1892.)
Pasal
1332.
Hanya
barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.
(KUHPerd. 519 dst., 537, 1953; KUHD 599.)
Pasal
1333.
Suatu
persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya
ditentukan jenisnya.
Jumlah
barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan
atau dihitung. (KUHPerd. 968 dst., 1272 dst., 1392, 1461, 1465.)
Pasal
1334.
Barang
yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu
persetujuan.
Akan
tetapi seseorang tidak diperkenankan untuk metepaskan suatu warisan yang belum
terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat dalam perjanjian mengenai
warisan itu, sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan
yang menjadi pokok persetujuan itu; hal ini tidak mengurangi ketentuan
pasal-pasal 169, 176, dan 178. (KUHPerd. 141, 1063, 1254, 1667, 1774;
Oogstverb. 3; Credverb. 3-51.)
Pasal
1335.
Suatu
persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau
yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. (KUHPerd. 890 dst.)
Pasal
1336.
Jika
tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang,
atauj ika ada sebab lain yang tidak terlarang selain dari yang dinyatakan itu,
persetujuan itu adalah sah. (KUHPerd. 1878.)
Pasal
1337.
Suatu sebab adalah terlarang,
jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan
dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. (AB., 23; KUHPerd. 139, 891,
1254, 1619.)
Bagian
3. Akibat Persetujuan.
Pasal
1338.
Semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan
itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,
atau. karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan
harus dilaksanakan dengan itikad baik. (KUHPerd. 751, 1066, 1243 dst ' , 1266
dst., 1335 dst., 1363, 1603, 1611, 1646-31, 1688, 1813.)
Pasal
1339.
Persetujuan
tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan
juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan
keadilan, kebiasaan, atau undang-undang. (AB. 15; KUHPerd. 1347 dst., 1482,
1492, 1800 dst., 1817, 1819.)
Pasal
1340.
Persetujuan
hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat
merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak
ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317. (KUHPerd. 1178, 1523,
1815, 1818, 1857; F. 152.)
Pasal
1341.
Meskipun
demikian, tiap kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang
tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga, yang
merugikan kreditur, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan,
debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak,
mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur.
Hak-hak
yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi
obyek dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati.
Untuk
mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah
kreditur menunukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui,
bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak perduli apakah
orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak. (KUHPerd, 192, 920,
977, 1061, 1067, 1166, 1185, 1454, 1922, 1952; Credverb. 5; F. 30, 41 dst.)
Bagian
4. Penafsiran Persetujuan.
Pasal
1342.
Jika
kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya
dengan jalan penafsiran. (KUHPerd. 855.)
Pasal
1343.
Jika
kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai tafsiran, maka lebih baik
diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada
dipegang teguh arti kata menurut huruf. (KUHPerd. 886, 1257, 1473, 1855.)
Pasal
1344.
Jika
suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti menurut arti
yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak
memungkinkan janji itu dilaksanakan. (KUHPerd. 887.)
Pasal
1345.
Jika
perkataan dapat diberi dua arti, maka harus dipilih arti yang paling sesuai
dengan sifat persetujuan. (KUHPerd. 887.)
Pasal
1346.
Perkataan
yang mempunyai dua arti harus diterangkan menurut kebiasaan di dalam negeri
atau di tempat persetujuan dibuat. (AB. 15.)
Pasal
1347.
Syarat-syarat
yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk
dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan.
(KUHPerd. 1339, 1492.)
Pasal
1348.
Semua janji yang diberikan dalam
satu persetujuan harus diartikan dalam hubungannya satu sama lain; tiap-tiap
janji harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan seluruh persetujuan.
Pasal
1349.
Jika ada keragu-raguan, suatu
persetujuan harus ditafsirkan atas kerugian orang yang minta diadakan
perjanjian dan atas keuntungan orang yang inengikatkan dirinya dalam perjanjian
itu. (KUHPerd. 1273, 1473, 1509, 1865, 1879.)
Pasal
1350.
Betapa
luas pun pengertian kata-kata yang digunakan untuk menyusun suatu persetujuan,
persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan kedua pihak
sewaktu membuat persetujuan. (KUHPerd. 1854.)
Pasal
1351.
Jika dalam suatu persetujuan dinyatakan
suatu hal untuk mewelaskan perikatan, hal itu tidak dianggap mengurangi atau
membatasi kekuatan persetujuan itu menurut hukum dalam hal-hal yang tidak
disebut dalam persetujuan.
BAB III.
PERIKATAN YANG LAHIR KARENA UNDANG-UNDANG
Pasal
1352.
Perikatan
yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang sebagai
undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. (KUHPerd.
307 dst., 320 dst', 383, 385, 452, 625 dst., 1005, 1233, 1353, 1903-11; KUHD
321.)
Pasal
1353.
Perikatan
yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, muncul dari suatu
perbuatan yang sah atau daii perbuatan yang
melanggar hukum. (KUHPerd. 1354 dst., 1365 dst.)
Pasal
1354.
Jika
seseorang dengan sukarela, tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain, dengan
atau tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili
kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. (KUHD 154, 264.)
Ia harus
membebani diri dengan segala sesuatu yang termasuk urusan itu. ia juga harus
menjalankan segala kewajiban yang harus ia pikul jika ia menerima kekuasaan
yang dinyatakan secara tegas. (KUHPerd. 374, 1645, 1792, 1800 dst., 1817.)
Pasal
1355.
Ia
diwajibkan meneruskan pengurusan itu, itieskipun orang yang kepentingannya
diurus olehnya meninggal sebelum urusan diselesaikan, sampai para ahli waris
orang itu dapat itiengambil alih pengurusan itu. (KUHPerd. 1800.)
Pasal
1356.
Dalam melakukan pengurusan itu,
ia wajib bertindak sebagai seorang kepala rumah tangga yang terlaksana.
Meskipun
demikian, hakim berkuasa meringankan penggantian biaya, kerugian dan bunga,
yang disebabkan oleh kesalahan atau kelakuan orang yang mewakili pengurusan,
tergantung pada keadaan yang nienyebabkan ia melakukan pengurusan itu.
(KUHPerd. 1235, 1243.)
Pasal
1357.
Pihak
yang kepentingannya diwakili oleh orang lain dengan baik, diwajibkan memenuhi
perikatan-perikatan yang dilakukan oleh wakil itu alas namanya, memberi ganti
rugi dan bunga yang disebabkan oleh segala perikatan yang secara perseorangan
dibuat olehnya, dan mengganti segala pengeluaran yang berfaedah dan perlu.
(KUHPerd. 1807 dst.)
Pasal
1358.
Orang
yang mewakili urusan orang lain tanpa mendapat perintah, tidak berhak atas suatu
upah. (KUHPerd. 1794.)
Pasal
1359.
Tiap pembayaran mengandaikan
adanya suatu utang; apa yang telah dibayar tanpa diwajibkan untuk itu, dapat
dituntut kembali.
Terhadap
perikatan bebas (natuurwke verbindterds), yang secara sukarela telah dipenuhi,
tak dapat dilakukan penuntutan kembali. (KUHPerd. 1269, 1382 dst., 1766, 1791.)
Pasal
1360.
Barangsiapa,
secara sadar atau tidak, menerima sesuatu yang tak harus dibayar kepadanya,
wajib mengembalikannya kepada orang yang memberikannya. (KUHPerd. 531, 1321,
1364.)
Pasal
1361.
Jika seseorang, karena khilaf
mengira dirinya berutang, membayar suatu utang, maka ia berhak menuntut kembali
apa yang telah dibayar kepada kreditur.
Walaupun
demikian, hak itu hilangjika akibat pembayaran tersebut kreditur telah
memusnahkan surat-surat pengakuan utang, tanpa mengurangi hak orang yang telah
membayar itu untuk menuntutnya kembali dari debitur yang sesungguhnya.
(KUHPerd. 1359, 1382, 1766, 1791.)
Pasal
1362.
Barangsiapa
dengan itikad buruk menerima suatu barang yang tidak harus dibayarkan
kepadanya, wajib mengembalikannya dengan harga dan hasilhasil, terhitung dari
hari pembayaran, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika
barang itu telah menderita penyusutan.
Jika
barang itu musnah, meskipun hal ini terjadi di luar kesalahannya, ia wajib
membayar harganya dan mengganti biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika ia
dapat membuktikan, bahwa barang itu akan musnah juga seandainya berada pada
orang yang seharusnya meneiimanya. (KUHPerd. 532, 549, 575, 1364, 1444, 1967.)
Pasal
1363.
Barangsiapa
menjual suatu barang yang diterimanya dengan itikad baik sebagai pembayaran
yang tak diwajibkan, cukup memberikan kembali harganya.
Jika ia
dengan itikad baik telah memberikan barang itu dengan cuma-cuma kepada orang
lain, maka ia tak usah mengembalikan sesuatu apa pun. (KUHPerd. 531, 548, 1348,
1717.)
Pasal
1364.
Orang
yang kepadanya barang yang bersangkutan dikembalikan, diwajibkan, bahkan juga
kepada orang yang dengan itikad buruk telah memiliki barang itu, mengganti
segala pengeluaran yang perlu dan telah dilakukan guna keselamatan barang itu.
Orang
yang menguasai barang itu berhak memegangnya dalam penguasaannya hingga
pengeluaran-pengeluaran tersebut diganti. (KUHPerd. 548 dst., 567, 574 dst.,
579, 1139-41, 1148, 1149.)
Pasal
1365.
Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
mengganti kerugian tersebut. (KUHPerd. 568, 602, 1246, 1447, 1918 dst; Rv.
580-71, 582; Aut. 27; Octr. 43 dst.; KUHP 1382 bis.)
Pasal
1366.
Setiap
orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan
perbuatan-perbuatan, melainkan juga alas kerugian yang disebabkan kelalaian
atau kesembronoannya. (KUHPerd. 654, 802, 1207, 1753; Rv. 582.)
Pasal
1367.
Seseorang
tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang
yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barangbarang yang berada di bawah
pengawasannya.
(s.d. u.
dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua
dan wati bertanggung jawab alas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang
betum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan
kekuasaan orang tua atau wali.
Majikan
dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka,
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan
mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orangorang itu.
Guru
sekolah atau kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh
murid muridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orangorang itu berada di
bawah pengawasannya.
(s.d.u.
dg. S. 1.927-31jis 390, 421.) Tanggungjawab
yang disebutkan di atas berakhir, jika orang tua, wali, guru sekolah atau
kepala tukang itu, membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah
perbuatan atas nama mereka seharusnya bertanggungjawab. (KUHPerd. 299, 802,
1368 dst., 1566, 1613, 1710, 1803; KUHD 321 dst, 331 dst., 358a 3 , 373, 534
dst.; WVO. 28.)
Pasal
1368.
Pemilik
binatang, atau siapa yang memakainya, selama binatang itu dipakainya,
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh binatang tersebut, baik
binatang itu ada di bawah pengawasannya maupun binatang tersebut tersesat atau
terlepas dari pengawasannya. (KUHP 490.)
Pasal 1369.
Pemilik
sebuah gedung bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan oleh ambruknya
gedung itu seluruhnya atau sebagian, jika ini terjadi karena kelalaian dalam
pemeliharaan atau karena kekurangan dalam pembangunan ataupun dalam
penataannya. (KUHPerd. 654, 1366, 1609.)
Pasal
1370.
Dalam
hal pembunuhan dengan sengaja atau kematian seseorang karena kurang
hati-hatinya orang lain, suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orang
tua si korban, yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, berhak
menuntut ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua
belah pihak, serta menurut keadaan. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 1365, 1380, 1918
dst.)
Pasal
1371.
Menyebabkan
luka atau cacat anggota badan seseorang dengan sengaja atau karena kurang
hati-hati, memberikan hak kepada si korban, selain untuk menuntut penggantian
biaya pengobatan, juga untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh
luka atau cacat tersebut.
Juga
penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah
pihak, dan menurut keadaan.
Ketentuan
terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilai kerugian yang ditimbulkan
oleh suatu kejahatan terhadap pribadi seseorang. (AB. 28; KUHPerd. 1365 dst.,
1918 dst.)
Pasal
1372.
(s.d.u.
dg. S. 1917-497.) Tuntutan perdata
tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta
pemulihan kehormatan dan nama baik.
Dalam
menilai satu sama lain, hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya
penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan
keadaan. (AB. 28; KUHPerd. 1374 dst., 1379 dst., 1853, 1918; Sv. 163; KUHP 310;
ISR@ 66 7.)
Pasal
1373.
(s.d.u.
dg. S. 1917-497.) Selain itu, orang yang
dihina dapat menuntut pula supaya dalam putusan juga dinyatakan bahwa perbuatan
yang telah dilakukan adalah perbuatan memfitnah.
(s.d.t.
dg. S. 1917-497.) Jika ia menuntut
supaya dinyatakan bahwa perbuatan itu adalah fitnah, maka berlakulah
ketentuan-ketentuan dalam pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang
penuntutan perbuatan memfitnah.
Jika
diminta oleh pihak yang dihina, putusan akan ditempelkan di tempat umum, dalam
jumlah sekian lembar dan tempat, sebagaimana diperintahkan oleh hakim, atas
biaya si terhukum.
Pasal
1374.
Tanpa
mengurangi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi, tergugat dapat mencegah
pengabulan tuntutan yang disebutkan dalam pasal yang lain dengan menawarkan dan
sungguh-sungguh melakukan di muka umum di hadapan hakim suatu pemyataan yang
berbunyi bahwa ia menyesaii perbuatan yang telah ia lakukan, bahwa ia meminta
maaf karenanya, dan menganggap orang yang dihina itu sebagai orang yang
terhormat. (KUHPerd. 1378.)
Pasal
1375.
(s.d.u.
dg. S. 1917-497.) Tuntutan-tuntutan yang
disebutkan dalam ketiga pasal yang lain dapat juga diajukan oleh suami atau
istri, orang tua, kakek nenek, anak dan cucu, karena penghinaan yang dilakukan
terhadap istri atau suami, anak, cucu, orang tua dan kakek-nenek mereka,
setelah orang-orang yang bersangkutan meninggal.
Pasal
1376.
(s.d.u.
dg, S. 1917-497.) Tuntutan perdata tentang penghinaan tidak dapat dikabulkan,
jika tidak temyata adanya maksud untuk menghina. Maksud untuk menghina tidak
dianggap ada, jika perbuatan termaksud nyata-nyata dilakukan untuk kepentingan
umum atau untuk pembelaan diri secara terpaksa. (KUHPerd. 1918; Rv. 171; Sv. 9
dst., 131 dst.)
Pasal
1377
(s.d.a.
dg. S. 1917-497.) Begitu pula tuntutan
perdata itu tidak dapat dikabulkan, jika orang yang dihina itu, dengan suatu
putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, telah
dipersalahkan melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
Akan
tetapi jika seseorang terus-menerus melancarkan penghinaan terhadap seseorang
yang lain, dengan maksud semata-mata untuk inengbina, juga setelah kebenaran
tuduhan temyata dari suatu putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti
atau dari sepucuk akta otentik, maka ia diwajibkan memberikan kepada orang yang
dihina tersebut penggantian kerugian yang dideritanya. (KUHPerd. 1918 dst.;
KUHP 312 dst.)
Pasal
1378.
Segala
tuntutan, yang diatur dalam keenam pasal yang lain, gugur dengan Pembebasan
yang dinyatakan secara tegas atau secara diam-diam, jika setelah penghinaan
terjadi dan diketahui oleh orang yang dihina, ia melakukan perbuatan-perbuatan
yang menyatakan adanya perdamaian atau pengampunan, yang bertentangan dengan
maksud untuk menuntut penggantian kerugian atau pemulihan kehormatan. (AB. 30;
KUHPerd. 1374, 1853; Sv. 10.)
Pasal
1379.
Hak
untuk menuntut ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam pasal 1372, tidak hilang
dengan meninggalnya orang yang mengbina ataupun orang yang dihina. (KUHPerd.
1375; Sv. 163.)
Pasal
1380.
(s.d. u.
dg. S. 191 7-497; S. 1938-276.) Tuntutan
dalam perkara penggugur dengan lewatnya waktu satu tahun, terhitung mulai hari
perbuatan termaksud dilakukan oleh si tergugat dan diketahui oleh si penggugat.
(KUHPerd. 1372 dst., 1375.)
BAB IV.
HAPUSNYA PERIKATAN
Pasal
1381.
Perikatan
hapus:
karena
pembayaran; (KUHPerd. 1382 dst.)
karena
penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
(KUHPerd. 1404 dst.)
karena
pembaharuan utang; (KUHPerd. 1413 dst.)
karena
perjumpaan utang atau kompensasi; (KUHPerd: 1425 dst.)
karena
pencampuran utang; (KUHPerd. 1436 dst.)
karena
Pembebasan utang; (KUHPerd. 1438 dst.)
karena
musnahnya barang yang terutang; (KUHPerd. 1444 dst.)
karena
kebatalan atau pembatalan; (KUHPerd. 1446 dst.)
karena
berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; (KUHPerd.
1265 dst.) dan karena kedaluwarsa, yang akan diatur dalam suatu bab tersendiri.
(KUHPerd. 1265, 1268 dst., 1338, 1646, 1963, 1967.)
Bagian
1. Pembayaran.
Pasal 1382.
Tiap
perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang
turut berutang atau penanggung utang.
Suatu
perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan,
asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur,
atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia
bertindak atas namanya sendiri. (KUHPerd. 109, 1280 dst., 1315 dst., 1354 dst.,
1383, 1400 dst., 1405-2', 1792, 1820 dst., 1823; KUHD 158 dst.; Rv. 591-21.)
Pasal
1383.
Suatu
perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi seorang pihak ketiga jika
hal itu berlawanan dengan kehendak kreditur, yang mempunyai kepentingan supaya
perbuatannya dilakukan sendiri oleh debitur (KUHPerd. 1239, 1612.)
Pasal
1384.
Agar
suatu pembayaran untuk melunasi suatu utang berlaku sah, orang yang
melakukannya haruslah pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan pula harus
berkuasa untuk memindahtangankan barang itu.
Meskipun
demikian, pembayaran sejumlah uang atau suatu barang lain yang dapat
dihabiskan, tak dapat diminta kembali dari seseorang yang dengan itikad baik
telah menghabiskan barang yang telah dibayarkan itu, sekalipun pembayaran itu
dilakukan oleh orang yang bukan pemiliknya atau orang yang tak cakap memindahtangankan
barang itu. (KUHPerd. 505, 1239 dst., 1363, 1386, 1471.)
Pasal
1385.
Pembayaran
harus dilakukan kepada kreditur atau kepada orang yang dikuasakan olehnya, atau
juga kepada orang yang dikuasakan oleh hakiin atau oleh undang-undang untuk
menerima pembayaran bagi kreditur.
Pembayaran
yang dilakukan kepada seseorang yang tidak mempunyai kuasa menerima bagi
kreditur, sah sejauh hal itu disetujui kreditur atau nyata-nyata bermanfaat
baginya. (KUHPerd. 105, 108, 307, 385, 430, 452, 464 dst., 1005 dst., 1126
dst., 1279, 1354, 1387, 1602f, 1636, 1655, 1719, 1796, 1892; KUHD 17, 20 dst.,
44 dst., 331; F. 22, 226; Rv. 744.)
Pasal
1386.
Pembayaran
yang dengan itikad baik dilakukan kepada seseorang yang memegang surat piutang
adalah sah, juga bila surat piutang tersebut, karena suatu hukuman untuk
menyerahkannya kepada orang lain, diambil dari penguasaan orang itu. (KUHPerd.
1361 dst.)
Pasal
1387.
Pembayaran
yang dilakukan kepada kreditur yang tidak cakap untuk menerimanya adalah tidak
sah, kecuali jika debitur membuktikan bahwa kreditur sungguh-sungguh mendapat
manfaat dari pembayaran itu. (KUHPerd. 108, 116, 452, 1330, 1451, 1702, 1798.)
Pasal
1388.
Pembayaran
yang dilakukan oleh seorang debitur kepada seorang kreditur, meskipun telah
dilakukan penyitaan atau suatu perlawanan, adalah tak sah bagi para kreditur
yang telah melakukan penyitaan atau perlawanan; mereka ini, berdasarkan hak
mereka, dapat memaksa debitur untuk membayar sekali tagi, tanpa mengurangi hak
debitur dalam hal yang demikian untuk menagih kembali dari kreditur yang
bersangkutan. (KUHPerd. 1434; Rv. 729 dst.)
Pasal
1389.
Pada
seorang kreditur pun dapat dipaksa menerima sebagai pembayaran suatu barang
lain dari barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama
harganya dengan barang yang terutang, bahkan lebih tinggi. (KUHPerd. 1740, 1756
dst.; KUHD 140.)
Pasal
1390.
Seorang
debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran utang dengan
angsuran, meskipun utang itu dapat dibagi-bagi. (KUHPerd. 1299; KUHD 138.)
Pasal
1391.
Seorang
yang berutang barang tertentu, dibebaskanjika ia menyerahkan kembali barang
tersebut dalam keadaan seperti pada waktu penyerahan, asal
kekurangan-kekurangan yang mungkin terdapat pada barang tersebut tidak
disebabkan oleh kesalahan atau kelalaiannya atau oleh kelalaian orang-orang
yang menjadi tanggungannya, atau timbul setelah ia terlambat menyerahkan barang
itu. (KUHPerd. 782, 963, 1157, 1237, 1301, 1444, 1481, 1715, 1747.)
Pasal
1392.
Jika
barang yang terutang itu hanya ditentukan jenisnya, maka untuk membebaskan diri
dari utangnya, debitur tidak wajib memberikan barang dari jenis yang terbaik,
tetapi tak cukuplah ia memberikan barang dari jenis yang terburuk. (KUHPerd.
969.)
Pasal
1393.
Pembayaran
harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan, jika dalam
persetujuan tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran mengenai suatu
barang yang sudah ditentukan, harus terjadi di tempat barang itu berada sewaktu
perjanjian dibuat.
Di luar
kedua hal tersebut, pembayaran harus dilakukan di tempat tinggal kreditur,
selama orang ini terus-menerus berdiam dalam karesidenan tempat tinggalnya
sewaktu persetujuan dibuat, dan di dalam hal-hal lain di tempat tinggal
debitur. (KUHPerd. 24, 1405-61, 1412, 1432, 1477, 1514, 1724, 1764; KUHD 143a,
176, 218a; Rv. :310.)
Pasal
1394.
Mengenai
pembayaran sewa rumah, sewa tanah, tunjangan tahunan untuk nafkah, bungaabadi
atau bunga cagak hidup, bunga uang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu
yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu ymg lebih pendek, maka dengan
adanya tiga surat tanda pembayaran tiga bulan berturut-turut, timbul suatu
persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang lebih dahulu telah dibayar lunas,
kecuali jika dibuktikan sebaliknya. (KURPerd. 1291, 1769, 1916, 1921.)
Pasal
1395,
Biaya
yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran, oleh debitur.
(KUHPerd. 1407, 1466, 1476, 1724; Rv. 58.)
Pasal
1396.
Seorang
yang mempunyai berbagai utang, pada waktu melakukan pembayaran berhak
menyatakan utang mana yang hendak dibayamya. (KUHPerd. 1398, 1628.)
Pasal
1397.
Seorang yang mempunyai suatu
utang dengan bunga tanpa izin kreditur, tak dapat melakukan peinbayaran untuk
pelunasan uang pokok lebih dahulu dengan menunda pembayaran bunganya.
Pembayaran
yang dilakukan untuk uang pokok dan bunga, tetapi tidak cukup untuk melunasi
seluruh utang, digunakan terlebih dahulu untuk melunasi bunga. (KUHPerd. 1769.)
Pasal
1398.
Jika seseorang, yang mempunyai
berbagai utang uang, menerima suatu tanda pembayaran, sedangkan kreditur telah
menyatakan bahwa apa yang diterimanya itu adalah khusus untuk melunasi salah
satu di antara utang-utang tersebut, maka tak dapat lagi debitur menuntut
supaya pembayaran itu dianggap sebagai pelunasan suatu utang yang lain, kecuali
jika oleh pihak kreditur telah dilakukan penipuan, atau debitur dengan sengaja
tidak diberitahu tentang adanya pemyataan tersebut. (KUHPerd. 1321, 1396.)
Pasal
1399.
Jika tanda pembayaran tidak
menyebutkan untuk utang mana pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu harus
dianggap sebagai pelunas utang yang pada waktu itu paling perlu dilunasi
debitur di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih; tetapi jika tidak
semua piutang dapat ditagih, maka pembayaran harus dianggap sebagai pelunasan
utang yang dapat ditagjh lebih dahulu daripada utang-utang lainnya, meskipun
utang yang terdahulu tadi kurang penting sifatnya daripada utang-utang lainnya
itu.
jika
utang-utang itu sama sifatnya, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk
utang yang paling lama; tetapi jika
utang-utang itu dalam segala-galanya sama, maka pelunasan harus dianggap
berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah masing-masing.
Jika
tidak ada satu pun yang sudah dapat ditagih, maka penentuan pelusanan harus
dilakukan seperti dalam hal utang-utang yang sudah dapat ditagih.(KUHPerd.
1433; Rv. 580 dst)
Pasal
1400.
Subrograsi atau perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak
ketiga yang membayar kepada kreditur,
dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang. (KUHPerd. 1401
dst.)
Pasal
1401.
Perpindahan
ini terjadi karena persetujuan:
10. bila kreditur, dengan
menerima pembayaran dari pihak ketiga, menetapkan bahwa orang ini akan menggantikannya
dalam menggunakan hak-haknya, gugatannya, hak-hak istimewa dan
hipotek-hipoteknya terhadap debitur.
Subrogasi ini harus dinyatakan
dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan waktu pembayaran.
20. bila debitur meminjam
sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan menetapkan bahwa orang yang
meminjamkan uang itu akan menggambil-alih hak-hak kreditur; agar subrogasi ini
sah, baik perjanjian pinjam uang maupun pelunasan, harus dibuat dengan akta
otentik, dan dalam surat perjanjian yang harus diterangkan bahwa uang itu
dipinjam guna melunasi utang tersebut; sedangkan dalam surat tanda pelunasan
harus diterangkan bahwa uang yang dipinjamkan oleh kreditur baru.
Subrograsi ini dilaksanakan
tanpa bantuan kreditur baru (KUHPerd. 400, 613,1382,1403,1848)
Pasal
1402.
Subrogasi terjadi karena
undang-undang:
10 untuk seorang kreditur yang
melunasi utang seorang debitur kepada kreditur lain , yang berdasarkan hak
istimewa atau hipoteknya mempunyai suatu hak punyai suatu hak yang lebih tinggi
daripada kreditur tersebut pertama; (KUHPerd. 11;3;3, 1382.)
20 untuk seorang pembeli
suatu barang tak bergerak, yang memakai uang harga barang tersebut untuk
melunasi para kreditur, kepada siapa barang itu diperikatkan dalam hipotek;
(KUHPerd. 1198 dst.)
30 untuk seseorang yang
terikat untuk melunasi suatu utang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk
orang lain, dan berkepentingan untuk membayar utang itu; (KUHPerd. 1106, 1202,
1204, 1280 dst., 1293, 1301 dst., 1840, 1848; KUHD 146, 148, 162, 284.)
40 untuk seorang ahli waris
yang telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri, sedang ia
menerima warisan itu dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan tentang
keadaan harla peninggalan. (KUHPerd. 1032-11.)
Pasal
1403.
Subrogasi
yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang lalu terjadi, baik terliadap orang-orang
penanggung utang maupun terhadap para debitur; subrogasi tersebut tidak dapat
mengurangi hak-hak kreditur jika ia hanya menerima pembayaran sebagian; dalam
hal ini, ia dapat melaksanakan hak-haknya, mengenai apa yang masih harus
dibayar kepadanya, lebih dahulu daripada orang yang memberinya suatu pembayaran
sebagian. (KUHPerd. 1401-11, 1840.)
Bagian
2. Penawaran Pembayaran Tunai, yang Diikuti Oleh
Penyimpanan
Atau Penitipan.
Pasal
1404.
Jika
kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran
tunai atas apa yang harus dibayamya; danjika kreditur juga menolaknya, maka
debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan.
Penawaran
demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku
baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang;
sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
(KUHPerd. 1237, 1408, 1766; Rv. 809 dst.)
Pasal
1405.
Agar
penawaran yang demikian sah, perlu:
10. bahwa penawaran itu
dilakukan kepada seorang kreditur atau kepada seorang yang berkuasa menerimanya
untuk dia; (KUHPerd. 1385, 1387.)
20. bahwa penawaran itu
dilakukan oleh orang yang berkuasa untuk membayar; (KUHPerd. 1382, 1384.)
30. bahwa penawaran itu
mengenai seluruh uang pokok yang dapat dituntut dan bunga yang dapat ditagih
serta biaya yang telah ditetapkan, dan mengenai sejumlah uang untuk biaya yang
belum ditetapkan, tanpa mengurangi penetapan kemudian; (KUHPerd. 1390,
1406-21.)
40. bahwa ketetapan waktu
telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan kreditur; (KUHPerd. 1270 dst.,
KUHD 139.)
50. bahwa syarat yang menjadi
beban utang telah terpenuhi; (KUHPerd. 1263 dst.)
60. bahwa penawaran itu
dilakukan di tempat yang menurut persetujuan pembayaran harus dilakukan, dan
jika tiada suatu persetujuan khusus mengenai itu, kepada kreditur pribadi atau
di tempat tinggal yang sebenarnya atau tempat tinggal yang telah dipilihnya;
(KUHPerd. 17, 24 dst., 1393, 1421; Rv. 433, 809.)
70. bahwa penawaran itu
dilakukan oleh seorang notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang
saksi. (Rv. 809 dst., Not. 22.)
Pasal
1406.
Agar
suatu penyimpanan sah, tidak perlu adanya kuasa dari hakim cukuplah: (Rv. 810.)
10. bahwa sebelum penyimpanan
itu, kepada kreditur disampaikan suatu keterangan yang memuat penunjukan hari,
jam dan tempat penyimpanan barang yang ditawarkan; (Rv. 809.)
20. bahwa debitur telah
melepaskan barang yang ditawarkan itu, dengan menitipkannya pada kas
penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pada pengadilan yang akan
mengadilinya jika ada perselisihan, beserta bunga sampai pada saat penitipan;
(KUHPerd. 1405-31; Rv. 530-30.)
30. bahwa oleh notaris atau
jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi, dibuat berita acara yang
menerangkan jenis mata uang yang disampaikan, penolakan kreditur atau
ketidakdatangannya untuk menerima uang itu, dan akhimya pelaksanaan penyimpanan
itu sendiri; (KUHPerd. 1405-70.)
40. bahwa, jika kreditur tidak
datang untuk menerimanya, berita acara tentang penitipan diberitahukan
kepadanya, dengan peringatan untuk mengambil apa yang dititipkan itu. (Rv.
810.)
Pasal
1407.
Biaya
yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan
penyimpanan harus dipikul oleh kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan
undang-undang. (KUHPerd. 1395, 1412.)
Pasal
1408.
Selama
apa yang dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur, debitur dapat mengambilnya
kembali; dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung
utang tidak dibebaskan. (KUHPerd. 1409 dst., 1845 dst.)
Pasal
1409.
Bila
debitur sendiri sudah memperoleh suatu putusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukannya
telah dinyatakan sah, maka ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang
dititipkan untuk kerugian orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung
utang, meskipun dengan izin kreditur. (KUHPerd. 1404; Rv. 811.)
Pasal
1410.
Orang-orang
yang ikut berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika kreditur,
semenjak hari pemberitahuan penyimpanan, telah melewatkan waktu satu tahun,
tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu. (KUHPerd. 1404.)
Pasal
1411.
Kreditur
yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh debitur
setelah penitipan itu dikuatkan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti, tidak dapat lagi menggunakan hak-hak sewanya atau hipotek
yang melekat pada piutang tersebut untuk menuntut pembayaran piutangnya.
(KUHPerd. 1408 dst., 1413, 1421.)
Pasal
1412.
Jika apa
yang harus dibayar berupa suatu barang yang harus diserahkan di tempat barang
itu berada, maka debitur harus memperingatkan kreditur dengan perantaraan
pengadilan supaya mengambilnya, dengan suatu akta yang harus diberitahukan
kepada kreditur sendiri atau ke alamat tempat tinggalnya, atau ke alamat tempat tingg;tl yang dipilih
untuk pelaksanaan persetujuan. Jika
perirtptan ini telah dijalankan dan kreditur tidak mengambil barangnya, maka debitur dapat diizinkan oleh hakim untuk
menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain (KUHPerd. 24, 1393, 1405-6',
1477, 1738-30.)
Bagian
3. Pembaharuan Utang.
Pasal
1413.
Ada tiga
macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang:
10. bila seorang debitur
membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan
utang lama, yang dihapuskan karenanya;
20. bila seorang debitur baru
ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur dibebaskan dari
perikatannya;
30. bila sebagai akibat suatu
persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur
lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dari perikatannya. (KUHPerd. 1400,
1417, 1421, 1790; KUHD 236.)
Pasal
1414.
Pembaharuan
utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan
perikatan. (KUHPerd. 1329 dst.)
Pasal
1415.
Pembaharuan
utang tidak dapat hanya dikira-kira; kehendak seorang untuk mengadakannya harus terbukti dari isi akta. (KUHPerd. 1417,
1420, 1438.)
Pasal
1416.
Pembaharuan
utang dengan penunjukan seorang debitur baru untuk yang lama, dapat dijalankan
tanpa bantuan debitur pertama. (KUHPerd.1382.)
Pasal
1417.
Pemberian kuasa atau pemindahan,
dengan mana seorang debitur memberikan kepada seorang kreditur seorang debitur
baru yang mengikatkan dirinya kepada kreditur, tidak menimbulkan suatu
pembaharuan utang, jika kreditur tidak secara tegas mengatakan bahwa ia
bermaksud membebaskan debitur yang melakukan pemindahan itu dari perikatannya.
(KUHPerd. 1400 dst., 1415, 1418, 1420, 1431.)
Pasal
1418..
Kreditur yang membebaskan
debitur yang melakukan pemindahan, tak dapat menuntut orang tersebut, jika
orang yang ditunjuk untuk menggantikan itu jatuh pailit atau nyata-nyata tak
mampu, kecuali jika hak itu dengan tegas dipertahankan dalam persetujuan, atau
jika debitur yang telah ditunjuk sebagai pengganti itu pada saat pemindahan
telah nyata-nyata bangkrut, atau kekayaannya telah berada dalam keadaan
terus-menerus merosot. (KUHPerd. 1417, 1536; F. I dst)
Pasal
1419.
Debitur
yang dengan pemindahan telah mengikatkan dirinya kepada seorang kreditur baru
dan dengan demikian telah dibebaskan dari kreditur lama, tak dapat mengajukan
terhadap kreditur baru itu tangkisan-tangkisan yang sebenarnya dapat ia ajukan
terhadap kreditur lama, meskipun ini tidak dikatakannya sewaktu membuat
perikatan baru; namun dalam hal yang terakhir ini, tidaklah berkurang haknya
untuk menuntut kreditur lama. (KUHPerd. 1417 dst.)
Pasal
1420.
Jika
debitur hanya menunjuk seseorang yang harus membayar untuk dia, maka tidak
terjadi suatu pembaharuan utang.
Hal yang
sama berlaku jika kreditur hanya menunjuk seseorang yang diwajibkan menerima
pembayaran utang untuknya. (KUHPerd. 1415, 1417, 1792 dst.)
Pasal
1421.
Hak hak istimewa dan hipotek
yang melekat pada piutang lama, tidak berpindah pada piutang baru yang
menggantikannya, kecuali jika hal itu secara tegas dipertahankan oleh debitur.
(KUHPerd. 1134, 1209-l', 1411, 1435.)
Pasal
1422.
Bila
pembaharuan utang diadakan dengan penunjukan seorang debitur baru yang
menggantikan debitur lama, maka hak-hak istimewa dan hipotek-hipotek yang dari
semula melekat pada piutang, tidak berpindah ke barang-barang debitur baru.
(KUHPerd. 1421.)
Pasal
1423.
Bila
pembaharuan utang diadakan antara kreditur dan salah seorang dari para debitur
yang berutang secara tanggung-menanggung, maka hak-hak istimewa dan hipotek
tidak dapat dipertahankan selain atas barang-barang orang yang membuat
perikatan baru itu. (KUHPerd. 1280 dst., 1287, 1424.)
Pasal
1424.
Karena
adanya suatu pembaharuan utang antara kreditur dan salah seorang dari para
debitur yang berutang secara tanggung-menanggung, maka para debitur lainnya
dibebaskan dari perikatan.
Pembaharuan
utang yang dilakukan terhadap debitur utama membebaskan para penanggung utang.
Meskipun
demikian, jika dalam hal yang pertama si kreditur telah menuntut para debitur
lain itu, atau dalam hal yang kedua ia telah menuntut para penanggung utang
supaya turut serta pada perjanjian baru, tetapi orang-orang itu menolak, maka
perikatan utang lama tetap berlaku. (KUHPerd. 1280 dst., 1287 dst., 1430, 1437,
1442 dst., 1845 dst., 1938.)
Bagian
4. Kompensasi Atau Perjumpaan Utang.
Pasal
1425.
Jika dua
orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang,
yang menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut dengan cara dan dalam
hal-hal berikut. (KUHPerd. 971, 1429 dst., 1602 r.)
Pasal
1426.
Perjumpaan terjadi demi hukum,
bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat
utang itu bersama-sama ada, bertimbal-balik untuk jumlah yang sama.
Pasal
1427.
Perjumpaan
hanya terjadi antara dua utang yang dua-duanya berpokok sejumlah utang, atau
sejumlah barang yang dapat dihabiskan dan dari jenis yang sama, dan yang
dua-duanya dapat diselesaikan dan ditagih seketika.
Bahan
makanan, gandum dan hasil-hasil pertanian yang penyerahannya tidak dibantah dan
harganya dapat ditetapkan menurut catatan harga atau keterangan lain yang biasa
dipakai di Indonesia, dapat diperjumpakan dengan sejumlah uang yang telah
diselesaikan dan seketika dapat ditagih. (KUHPerd. 505, 1263, 1269, 1271; F. 52
dst.)
Pasal
1428.
Semua
penundaan pembayaran kepada seseorang tidak menghalangi suatu perjumpaan utang.
(KUHPerd. 1266, 1268 dst., 1760.)
Pasal
1429.
Perjumpaan
terjadi tanpa membedakan sumber piutang kedua belah pihak itu, kecuali:
10. bila dituntut pengembalian
suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas dari pemiliknya.
20. bila apa yang dituntut
adalah pengembalian suatu barang yang dititipkan atau dipinjamkan; (KUHPerd.
1694 dst., 1714 dst., 1740 dst.)
30. terhadap suatu utang yang
bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita. (Rv.
749-20 dan 30.)
Pasal
1430.
Seorang
penanggung utang boleh memperjumpakan apa yang wajib dibayar kepada debitur
utama, tetapi debitur utama tak diperkenankan memperjumpakan apa yang harus
dibayar kreditur kepada si penanggung utang.
Debitur
dalam perikatan tanggung-menanggung, juga tidak boleh memperjumpakan apa yang
harus dibayar kreditur kepada para debitur lain. (KUHPerd. 1287, 1410, 1424,
1437, 1442, 1846 dst., 1938 dst.)
Pasal
1431.
Seorang debitur yang secara
murni dan sederhana telah menyetujui permindahan hak-hak yang dilakukan oleh
kreditur kepada seorang pihak ketiga, tak boleh lagi menggunakan terhadap pihak
ketiga ini suatu perjumpaan utang yang sedianya dapat diajukan kepada kreditur
sebelum pemindahan hak-hak tersebut.
Pemindahan
hak-hak yang tidak disetujui oleh debitur, tetapi telah diberitahukan
kepadanya, hanyalah menghalangi perjumpaan utang-utang yang lahir sesudah
pemberitahuan tersebut. (KUHPerd. 613, 1417, 1420, 1435, 1533.)
Pasal
1432.
Jika
utang-utang kedua belah pihak tidak dapat dibayar di tempat yang sama, maka
utang-utang itu tidak dapat diperjumpakan tanpa mengganti biaya pengiriman.
(KUHPerd. 1393, 1395, 1405, 1412.)
Pasal
1433.
Jika ada
berbagai utang yang dapat diperjumpakan dan harus ditagih dari satu orang, maka
dalam memperjumpakan utang harus dituruti peraturanperaturan yang tercantum
dalam pasal 1399. (KUHPerd. 1397.)
Pasal
1434.
Perjumpaan
tidak dapat terjadi atas kerugian hak yang diperoleh seorang pihak ketiga.
Dengan demikian,
seorang debitur yang kemudian menjadi kreditur pula, setelah pihak ketiga
menyita barang yang harus dil)ayarkan, tak dapat menggunakan perjumpaan utang
atas kerugian si penyita. (KUHPerd. 1388; Rv. 728 dst., 744.)
Pasal
1435.
Seseorang
yang telah membayar suatu utang yang telah dihapuskan demi hukum karena
perjumpaan, pada waktu menagih suatu piutang yang tidak diperjumpakan, tak
dapat lagi menggunakan hak-hak istimewa dan hipotekhipotek yang melekat pada
piutang itu untuk kerugian pihak ketiga, kecuali jika ada suatu alasan sah yang
menyebabkan ia tidak tahu tentang adanya piutang tersebut yang seharusnya
diperjumpakan dengan utangnya. (KUHPerd. 1426.)
Bagian
5. Percampuran Utang.
Pasal
1436.
Bila
kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka
terjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dan oleh sebab itu piutang
dihapuskan. (KUHPerd. 706, 718-11, 736, 754-11, 807-31, 818, 1032, 1539, 1727.)
Pasal
1437.
Percampuran
utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para
penanggung utangnya.
Percampuran
yang terjadi pada diri si penanggung utang, sekali-kali tidak mengakibatkan
hapusnya utang pokok.
Percampuran
yang terjadi pada diri salah satu dari para debitur tanggungmenanggung, tidak
berlaku untuk keuntungan para debitur ng-menanggung lain hingga melebihi
bagiannya dalam utang tanggung-menanggung. (KUHPerd. 1288, 1293, 1410, 1424,
1430, 1442, 1821, 1846, 1938 dst.)
Bagian
6. Pembebasan Utang.
Pasal
1438.
Pembebasan
suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan.
(KUHPerd. 1415, 1441, 1865.)
Pasal
1439.
Pengembalian
sepucuk surat piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur
kepada debitur, merupakan suatu bukti tentang Pembebasan utangnya, bahkan juga
tehadap orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung.
(KUHPerd. 1279 dst., 1321, 1857, 1874 dst., 1878, 1916.)
Pasal
1440.
Pembebasan
suatu utang atau pelepasan menurut persetujuan untuk kepentingan salah seorang
debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, membebaskan semua debitur yang
lain, kecuali jika kreditur dengan tegas menyatakan hendak mempertahankan
hak-haknya terhadap orang-orang tersebut terakhir; dalam hal itu, ia tidak
dapat menagih piutangnya sebelum dikurangkan bagian dari debitur yang telah
dibebaskan olehnya. (KUHPerd. 1279 dst., 1287, 1289, 1442, 1857.)
Pasal
1441.
Pengambilan
barang yang diberikan dalam gadai tidaklah cukup untuk dijadikan alasan dugaan
tentang Pembebasan utang. (KUHPerd. 1150 dst., 1438.)
Pasal
1442.
Pembebasan
suatu utang atau pelepasan menurut persetujuan yang diberikan kepada debitur
utama, membebaskan para penanggung utang.
Pembebasan
yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama.
Pembebasan
yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan para
penanggung lainnya. (KUHPerd. 1410, 1424, 1430, 1437, 1821, 1838, 1846 dst.,
1938.)
Pasal
1443.
Apa yang
telah diterima kreditur dari scorang penanggung utang sebagai pelunasan
tanggungannya, harus dianggap telah dibayar untuk mengurangi utang yang
bersangkutan, dan harus digunakan untuk melunasi utang debitur utama dan
tanggungan para penanggung lainnya. (F. 131.)
Bagian
7. Musnahnya Barang yang Terutang.
Pasal
1444.
Jika
barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat
diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu
masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau
hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Bahkan
meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak
ditanggung terhadap kejadian-keiadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus
jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang saina di tangan kreditur,
seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya.
Debitur
diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya.
(s. d. u.
dg. S. 191 7-497.) Dengan cara
bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang itu
sekali-kali tidak bebas dari kewajiban untuk mengganti harga. (KUHPerd. 579-30, 718-2', 736, 754-50, 795, 807-6', 818, 923, 999,
1099, 1157, 1235 dst., 1244, 1264, 1275, 1285, 1327, 1332 dst, 1362, 1472,
1510, 1553, 1605, 1607, 1646-2-, 1648, 1708, 1744 dst.)
Pasal
1445.
Jika
barang yang terutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang di luar
kesalahan debitur, maka debitur, jika ia mempunyai hak atau tuntutan ganti rugi
mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak dan tuntutan tersebut
kepada kreditur. (KUHPerd. 1716.)
Bagian
8. Kebatalan Dan Pembatalan Perikatan.
Pasal
1446.
Semua
perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang
berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang
diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas
dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.
Perikatan
yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa
yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh
perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka. (KUHPerd. 108 dst.,
113, 116, 282, 330 dst., 419, 425, 429 dst., 452, 1330 dst., 1453.)
Pasal
1447.
Ketentuan
pasal yang lalu tidak berlaku untuk perikatan yang timbul dari suatu kejahatan
atau pelanggaran atau dari suatu perbuatan yang telah menimbulkan kerugian bagi
orang lain.
(s.d. u.
dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S.
1927-108.) Begitu juga kebelumdewasaan tidak dapat diajukan sebagai alasan
untuk melawan perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa dalam
perjanjian perkawinan dengan mengindahkan ketentuan pasal 151, atau dalam
persetujuan perburuhan dengan t ketentuan pasal 1601g, atau persetujuan
perburuhan yang tunduk pada ketentuan pasal 1601h. (KUHPerd. 1365 dst.)
Pasal
1448.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika tata cara
yang ditentukan untuk sahnya perbuatan yang menguntungkan anak-anak yang belum
dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan telah terpenuhi, atau
jika yang mewalankan kekuasaan orang tua, wali, atau pengampu telah
meperbuatan-perbuatan yang tidak melampaui batas-batas kekuasaannya, maka
anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah Pengampuan itu
dianggap telah melakukan sendiri perbuatan-perbuatan itu setelah mereka menjadi
dewasa atau tidak lagi berada di bawah pengampuan, tanpa mengurangi hak mereka
untuk menuntut orang yang melakukan kekuasaan orang tua, wali atau pengampu itu
bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 309, 330, 393 dst., 401, 403, 407, 430,
452.)
Pasal
1449.
Perikatan
yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan, menimbulkan tuntutan
untuk membatalkannya. (KUHPerd. 1053, 1121, 1321 dst., 1452 dst., 1858.)
Pasal
1450.
Dengan alasan telah dirugikan, orang-orang dewasa,
dan juga anak-anak yang belum dewasa bila mereka dapat dianggap sebagai orang
dewasa, hanyalah dapat menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat
dalam hal-hal khusus yang ditetapkan dengan undang-undang. (Ov. 79; KUHPerd.
429, 1063, 1112-30, 1113 dst., 1124, 1858; F. 41 dst.)
Pasal
1451.
Pemyataan
batalnya perikatan-perikatan berdasarkan ketidakcakapan orang-orang tersebut
dalam pasal 1330, mengakibatkan pulihnya barang-barang dan orang yang
bersangkutan dalam keadaan seperti sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian
bahwa segala sesuatu yang telah diberikan atau dibayarkan kepada orang yang tak
berwenang, akibat perikatan itu, hanya dapat dituntut kembah, bila barang yang
bersangkutan masih berada di tangan orang yang tidak berwenang itu, atau bila
temyata bahwa orang ini telah mendapat keuntungan dari apa yang telah diberikan
atau dibayar itu, atau bila apa yang dinikmati telah dipakai bagi
kepentingannya. (KUHPerd. 116, 1387, 1446, 1702.)
Pasal
1452.
Pernyataan batal yang
berdasarkan adanya paksaan, penyesatan atau penipuan, juga mengakibatkan barang
dan orang yang bersangkutan pulih dalam keadaan seperti sebelum perikatan
dibuat. (KUHPerd. 1451.)
Pasal
1453.
Dalam hal-hal tersebut dalam
pasal 1446 dan 1449, orang yang terhadapnya untuk Pemyataan batalnya suatu
perikatan dikabulkan, wajib juga mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada
alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243 dst)
Pasal
1454.
(s.du. dg. s. 1906-348.) Bila
suatu tuntutan untuk pemyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi dengan
suatu ketentuan undang-undang khusus mengenai waktu yang lebih pendek, maka
waktu itu adalah lima tahun. (KUHPerd. 1489, 1243 dst.)
Waktu
tersebut mulai berlaku
dalam
hal kebelumdewasaan, sejak hari kedewasaan;
dalam
hal pengampuan, sejak hari pencabutan
pengampuan;
dalam
hal paksaan, sejak hari paksaan itu berhenti;
dalam
hal penyesatan atau penipuan, sejak hari diketahuinya penyesatan atau penipuan
itu;
dalam
hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan tanpa kuasa si
suami, sejak hari pembubaran perkawinan;
dalam
hal batalnya suatu perikatan termaksud dalam pasal 1341, sejak hari
diketahuinya bahwa kesadaran yang diperlukan untuk kebatalan itu ada.
Waktu
tersebut diatas, yaitu waktu yang ditetapkan untuk mengajukan tuntutan, tidak
berlaku terhadap kebatalan yang diajukan sebagai pembelaan atau tangkisan, yang
selalu dapat dikemukakan. (KUHPerd. 108, 115 dst., 414, 1511, 1690; F. 49.)
Pasal
1455.
Barangsiapa mengira bahwa ia
dapat menuntut pembatalan suatu perikatan atas dasar berbagai alasan, wajib
mengajukan alasan-alasan itu sekaligus, atas ancaman akan ditolak alasan-alasan
yang diajukan kemudian, kecuali bila alasan-alasan yang diajukan kemudian
karena kesalahan pihak lawan, tidak dapat diketahui lebih dahulu. (Rv. 41,
136.)
Pasal
1456.
Tuntutan
untuk pemyataan batalnya suatu perikatan, gugur jika perikatan itu dikuatkan
secara tegas atau secara diam-diam, sebagai berikut: oleh anak yang belum
dewasa, setelah ia menjadi dewasa; oleh orang di bawah pengampuan, setelah
pengampuannya dihapuskan; oleh perempuan bersuami yang bertindak tanpa bantuan
suaminya, setelah perkawinannya bubar; oleh orang yang mengajukan alasan adanya
paksaan, penyesatan atau penipuan, setelah paksaan itu berhenti atau setelah
penyesatan atau penipuan itu diketahuinya.
BAB V.
JUAL-BELI
Bagian
1. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal
1457.
Jual-beli
adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
dijanjikan - (KUHPerd. 499, 1235 dst., 1332 dst., 1465, 1533 dst.)
Pasal
1458.
Jual-beli
dianggap telah terjadi antara kedua belab pihak, segera setelah orang-orang itu
mencapai kesepakatan tentang harang tersebut beserta harganya, meskipun barang
itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. (KUHPerd, 1340, 1474, 1513;
Rv. 102.)
Pasal
1459.
Hak
milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu
belum diserahkan menurut pasal 612, 613 dan 616. (Ov. 26; KUHPerd. 584, 1475,
1686; Rv. 526.)
Pasal
1460.
Jika
barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat
pembelian, barang itu menjadi tanggungan Si pembeli, meskipun penyerahannya
belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. (KUHPerd. 1237, 1266,
1444, 1462, 1481, 1513.)
Pasal
1461.
Jika
barang dijual bukan menurut tumpukan melainkan menurut berat, jumlah atau
ukuran, maka barang itu tetap menjadi tanggungan si penjual sampai ditimbang,
dihitung atau diukur.
Pasal
1462.
Sebaliknya
jika barang itu dijual menurut tumpukan, maka barang itu menjadi tanggungan si
pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur. (KUHPerd. 1460.)
Pasal
1463.
Jual-beli
yang dilakukan dengan percobaan atau atas barang yang biasanya dicoba terlebih
dahulu, selalu dianggap telah dilakukan dengan syarat tangguh. (KUHPerd. 1263
dst.)
Pasal
1464.
Jika
pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat
membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memibki atau mengembalikan uang
panjamya. (KUHPerd. 1338, 1488.)
Pasal
1465.
Harga
beli harus ditetapkan oleh kedua belah pihak.
Namun
penaksirannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga.
Jika
pihak ketiga itu tidak suka atau tidak mampu membuat taksiran, maka tidaklah
terjadi suatu pembelian. (KUHPerd. 1458, 1634.)
Pasal
1466.
Biaya
akta jual-beli dan biaya tambahan lain dipikul oich pembeli kecuali kalau
diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1395, 1476; Overschr. 10; Rv. Ov. 13.)
Pasal
1467.
Antara
suami-istri tidak dapat terjadi jual-beli, kecuali dalam tiga hal berikut:
10. jika seorang suami atau
istri menyerahkan barang-barang kepada istri atau suaminya, yang telah
dipisahkan daripadanya oleh pengadilan, untuk memenuhi hak istri atau suaminya
itu menurut hukum; (KUHPerd. 186 dst., 243.)
20. jika penyerahan dilakukan
oleh seorang suami kepada istrinya berdasarkan alasan yang sah, misalnya untuk
mengembalikan barang si istri yang telah dijualatau uang si istri, sekedar
barang atau uang tersebut dikecualikan dari persatuan; (KUHPerd. 105, 124, 139
dst., 153, 195.)
30. jika si istri menyerahkan
barang kepadasuaminya untuk melunasi jumlah uang yang telah ia janjikan kepada
suaminya itu sebagai harta perkawinan, sekedar barang itu dikecualikan dari
persatuan. (KUHPerd. 139.)
Namun
ketiga hal ini tidak mengurangi hak para ahli waris pihak-pihak yang melakukan
perbuatan, bila salah satu pihak telah memperoleh keuntungan secara tidak
langsung. (KUHPerd. 105, 140, 183, 309, 393, 425, 452 , 481, 985, 1678; Rv.
507.)
Pasal
1468.
Para
hakim, jaksa, panitera, advokat, pengacara, juru sita dan notaris tidak boleh
atas dasar penyerahan menjadi pemilik hak dan tuntutan yang menjadi pokok
perkara yang sedang ditangani oleh pengadilan negeri yang dalam wilayahnya
mereka melakukan pekerjaan, atag ancaman kebatalan serta penggantian biaya,
kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1243 dst., 1554.)
Pasal
1469.
Atas
ancaman yang sama, para pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak boleh
membeli barang-barang yang dijual oleh atau di hadapan mereka, untuk dirinya
sendiii atau untuk orang lain. (KUHPerd. 184, 911 dst., 1454.)
Sekedar
mengenai benda bergerak, jika dianggap perlu untuk kepentingan umum, pemerintah
berkuasa membebaskan pegawai-pegawai tersebut dari larangan tersebut.
Demikian
pula, dalam hal-hal luar biasa, tetapi hanya untuk kepentingan para penjual,
pemerintah boleh memberikan izin kepada pegawai-pegawai termaksud dalam pasal
ini, untuk membeli barang-barang tak bergerak yang dijual di hadapan niereka.
(Wsk. 3.)
Pasal
1470.
Begitu
pula, atas ancaman yang sama, tidaklah boleh menjadi pembeli pada penjualan di
bawah tangan, baik pembelian itu dilakukan oleh mereka sendiri maupun melalui
perantara:
para
kuasa, sejauh mengenai barang-barang yang dikuasakan kepada mereka untuk
dijual;
para
pengurus, sejauh mengenai benda milik negara dan milik badan-badan umum yang
dipercayakan kepada pemeliharaan dan pengurusan mereka.
Namun
pemerintah leluasa untuk membezikan kebebasan dari larangan itu kepada para
pengurus umum.
Semua
wali dapat membeli barang-barang tak bergerak kepunyaan anak-anak yang berada
di bawah perwalian mereka, dengan cara yang ditentukan dalam pasal 399.
(KUHPerd. 351, 400, 452, 1243, 1454', 1792 dst., 1800; Wsk. 7.)
Pasal
1471.
Jual-beli
atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli
untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, Jika ia tidak mengetahui
bahwa barang itu kepunyaan orang lain. (KUHPerd. 582, 966, 1180, 4316, 1363, 1384, 1493 dst.,
1496 dst., 1499, 1523, 1717, 1961,
Pasal
1472.
Jika
pada saat penjualan, barang yang dijual telah musnah sama sekali, maka
pembelian adalah batal
Jika
yang ini hanya sebahagian saja, maka pembeli leluasa untuk membatalkan
pembelian atau menuntut bagian yang masih ada, serta menyuruh menetapkan
harganya menurut penilaian yang seimbang. (KUHPerd. 1275, 1320-30-, 1338, 1444.)
Bagian
2. Kewajiban-kewajiban Penjual.
Pasal
1473.
Penjual
wajib menyatakan dengan jelas, untuk apa ia mengikatkan diri; janji yang tidak
jelas dan dapat diartikan dalam berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk
kerugiannya. (KUHPerd. 1342 dst., 1349.)
Pasal
1474.
Penjual
mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
(KUHPerd. 1235, 1475 dst., 1491.)
Pasal
1475.
Penyerahan
ialah pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kedalam kekuasaan dan hak
milik si pembeli. (KUHPerd. 612 dst., 1459.)
Pasal
1476.
Biaya
penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh
pembeli, kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1466, 1495.)
Pasal
1477.
Penyerahan
harus dilakukan di tempat barang yang dijual itu berada pada waktu penjualan,
jika tentang hal itu tidak diadakan persetujuan lain. (KUHPerd. 1338, 1393,
1412.)
Pasal
1478.
Penjual tidak wajib menyerahkan
barang yang bersangkutan, jika pembell belum membayar harganya sedangkan
penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya. (KUHPerd. 1139-31,
1144, 1182, 1390, 1514.)
1479. Dicabut dg.
S. 1906-348.
Pasal
1480.
Jika
penyerahan tidak dapat dilaksanakan karena kelalaian Penjual, maka pembeli
dapat menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan
1267. (KUHPerd. 1236, 1243, 1517.)
Pasal
1481.
Barang
yang bersangkutan harus diserahkan dalam keadaan seperti pada waktu penjualan.
Sejak
saat penyerahan, segala hasil menjadi kepunyaan si pembeli. (KUHPerd. 500 dst.,
571, 963, 1235, 1237, 1243, 1391, 1460.)
Pasal
1482.
Kewajiban
menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya
dan dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat bukti milik jika
ada. (KUHPerd. 507, 584, 588, 612 dst., 1235 dst., 1338 dst., 1481, 1533.)
Pasal
1483.
Penjual
wajib menyerahkan barang yang dijual dalam keadaan utuh, sebagaimana dinyatakan
dalam persetujuan, dengan perubahan-perubahan sebagai berikut.
Pasal
1484.
Jika
penjualan sebuah barang tak bergerak dilakukan dengan menyebutkan luas atau
isinya, dan harganya ditentukan menurut ukurannya, maka penjual wajib
menyerahkanjumlah yang dinyatakan dalam persetujuan; danjika ia tak mampu
melakukannya, atau pembeli tidak menuntutnya, maka penjual harus bersedia
menerima pengurangan harga menunit perimbangan. (KUHPerd. t489, 1501, 1588.)
Pasal
1485.
Sebaliknya,
jika dalam hal yang disebutkan dalam pasal yang lalu barang tak bergerak itu
ternyata lebih luas daripada yang dinyatakan dalam persetujuan, maka pembeli
boleh memilih untuk menambah harganya menurut perbandingan atau untuk
membatalkan pembelian itu, bila kelebihannya itu mencapai seperdua puluh dari
luas yang dinyatakan dalam persetujuan. (KUHPerd. 1489.)
Pasal 1486.
Dalam
hal lain, baik jika yang dijual itu adalah barang tertentu, maupun jika
penjualan itu adalah mengenai pekarangan yang terbatas dan terpisah satu sama
lain, ataupun jika penjualan itu mengenai suatu barang yang dari semula telah
disebutkan ukurannya, atau yang keterangan tentang ukurannya akan menyusul,
maka penyebutan ukuran itu tidak dapat menjadi alasan bagi penjual untuk
menambah harga untuk apa yang melebihi ukuran itu, pula tidak dapat menjadi
ala.san bagi pembeli untuk mengurangi harga untuk apa yang kurang dari ukuran
itu, kecuali bila selisih antara ukuran yang sebenarnya dan ukuran yang
dinyatakan dalam persetujuan ada seperdua puluh, dihitung menurut harga seluruh
barang yang dijual, kecuali kalau duardikan sebaliknya. (KUHPerd. 1484 dst.)
Pasal
1487.
Jika
menurut pasal yang lalu ada alasan untuk menaikkan harga untuk kelebihan dari
ukuran, maka pembeli boleh memilih untuk membatalkan pembelian, atau untuk
membayar harga yang telah dinaikkan, serta bunga bila ia telah memegang barang
tak bergerak itu. (KUHPerd. 1481, 1515.)
Pasal
1488.
Dalam
hal pembeli membatalkan pembelian, Penjual wajib mengembalikan harga barang,
jika itu telah diterima olehnya, danjuga biaya yang telah dikeluarkan untuk
melakukan pembelian dan penyerahan sejauh pembeli telah membayamya menurut
persetujuan. (KUHPerd. 1464, 1466, 1473, 1476, 1480, 1485 dst.)
Pasal
1489.
Tuntutan
dari pihak penjual untuk memperoleh penambahan uang harga penjualan dan
tuntutan dari pihak pembeli untuk memperoleh pengurangan uang harga pembelian
atau pembatalan pembelian, harus diajukan dalam waktu satu tahun, terhitung
mulai dari hari dilakukannya penyerahan; jika tidak, maka tuntutan itu gugur.
(KUHPerd. 1454, 1484 dst., 1490.)
Pasal
1490.
Jika dua
bidang pekarangan dijual bersama-sama dalam satu persetujuan dengan suatu
harga, dan luas masing-masing disebut tetapi yang satu temyata lebih luas
daripada yang lain, maka selisih ini dihapus dengan cara memperjumpakan
keduanya sampai jumlah yang diperlukan, dan tuntutan untuk penambahan atau
untuk pengurangan tidak boleh diajukan selain menurut aturan-aturan yang
ditentukan di atas. (KUHPerd. 1484 dst.)
Pasal
1491.
Penanggungan
yang menjadi kewajiban Penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal,
yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram;
kedua, tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang
sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian itu.
(KUHPerd. 1084, 1208, 1474 dst., 1492 dst, 1504 dst., 1534 dst., 1990; Rv. 70
dst.)
Pasal
1492.
Meskipun
pada waktu penjualan dilakukan tidak dibuat janji tentang penanggungan,
penjual, demi hukum, wajib menanggung pembeli terhadap tuntutan hak melalui
hukum untuk menyerahkan seluruh atau sebagian barang yang dijual itu kepada
pihak ketiga, atau terhadap beban yang menurut keterangan pihak ketiga atas
dimiliknya barang tersebut tetapi tidak diberitahukan sewaktu pembelian
dilakukan. (KUHPerd. 1208, 1339, 1474, 1496 dst., 1500 dst., 1544; Rv 580-10; KUHP 266.)
Pasal
1493.
Kedua
belah pihak, dengan persetujuan-persetujuan istimewa, boleh memperluas atau
mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini; bahkan mereka
boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib me ng sesuatu apa pun.
(KUHPerd. 1249, 1338, 1473, 1506, 1534.)
Pasal
1494.
Meskipun
telah diperjanjikan bahwa penjual tidak akan menanggung sesuatu apa pun, ia
tetap bertanggungjawab atas akibat dari suatu perbuatan yang dilakukannya;
segala persetujuan yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd.
1534; KUHP. 266.)
Pasal
1495.
Dalam
hal ada janji yang sama, jika terjadi penuntutan hak melalui hukum (uitwinning)
untuk menyerahkan barang yang dijual kepada seseorang, maka penjual wajib
mengembajikan uang harga pembelian, kecuali bila pembeli, pada waktu pembelian,
mengetahui adanya penghukuman untuk menyerahkan barang yang diberinya itu, atau
membeli barang itu dengan menyatakan akan memikul sendiri untung-ruginya.
(KUHPerd. 1493, 1496-11, 1505, 1774.)
Pasal
1496.
Jika
dijanjikan penanggungan atau jika tidak dijanjikan apa-apa, maka pembeli, dalam
hal adanya tuntutan hak melalui hukum untuk menyerahkan barang yang dibehnya
kepada seseorang, berhak menuntut kembali dari penjual:
10. pengembalian uang harga
pembelian; (KUHPerd. 1495, 1497.)
20. pengembalian hasil, jika
ia wajib nienyerahkan hasil itu kepada pemilik yang melakukan tuntutan itu;
(KUHPerd. 575 dst.)
30. biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan gugatan pembeli untuk ditanggung; begitu pula biaya yang
telah dikeluarkan oleh penggugat asal; (KUHPerd. 1503; Rv. 58.)
40. penggantian biaya,
kerugian dan bunga, serta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahan,
sekadar itu telah dibayar oleh pembeli. (KUHPerd. 1208, I@ IM, 1466, 1476, 1488
dst., 1498 dst., 1508 dst.; Rv. 70 dst.)
Pasal
1497.
Jika ternyata, bahwa pada waktu
diadakan penuntutan hak melalui hukum (uitwining), barang itu telah merosot
harganya, atau sangat rusak, baik karena ke pembeli maupun karena keadaan
memaksa, maka pernjual wajib mengembalikan uang harga pembelian seluruhnya.
Tetapi
jika pembeli telah mendapat keuntungan karena kerugian yang disebabkan olehnya,
maka si penjual berhak mengurangi harga barang tersebut dengan suatu jumlah
yang sama dengan keuntungan tersebut. (KUHPerd. 1207.)
Pasal
1498.
Jika
temyata bahwa pada waktu diadakan penuntutan hak metalui hukum (uitwining),
barang itu telah bertambah harganya, meskipun tanpa perbuatan pembeli, maka
penjual wajib membayar kepada pembeli itu apa yang melebihi uang harga
pembelian itu. (KUHPerd. 1207; 1496-41; 1497.)
Pasal
1499.
Penjual
wajib mengembalikan kepada pembeli, atau menyuruh orang yang mengadakan
penuntutan hak melalui hukum (uitwinning) untuk mengembalikan segala sesuatu
yang telah dikeluarkan oleh pembeli untuk pembetulan dan perbaikan yang perlu
pada barang yang bersangkutan.
Jika
penjual telah menjual barang orang lain dengan itikad baik, maka ia wajib
mengembalikan segala biaya yang telah dikeluarkan pembeli, bahkan juga biaya
yang dikeluarkannya semata-mata untuk memperindah atau mengubah bentuk
barangnya. (KUHPerd. 575, 579, 581, 1207, 1364,@ 1471, 1608.)
Pasal
1500.
Jika hanya sebagian dari barang
itu yang dituntut, sedangkan bagian itu, dalam hubungan dengan keseluruhannya,
adalah sedemikian penting, sehingga pembeli takkan membeli barang itu,
seandainya bagian itu tidak ada, maka ia dapat meminta pembatalan pembeliannya,
asal ia memajukan tuntutan untuk itu satu tahun setelah hari putusan atas
penuntutan hak melalui hukum memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd.
1454, 1511.)
Pasal
1501.
Dalam.
hal adanya hukuman untuk menyerahkan sebagian barang yang dijual itu, bila
jual-beli tidak dibatalkan, pembeu harus diberi ganti rugi untuk bagian yang
harus diserahkan, menurut harga taksiran sewaktu ia diharuskan menyerahkan
sebagian dari barangnya itu, tetapi tidak menurut perimbangan dengan seluruh
harga pembelian, entah barang yang dijual itu telah naik atau telah turun
harganya. (KUHPerd. 1584, 1496, 1500.)
Pasal
1502.
Jika
temyata, bahwa barang yang dijual itu dibebani dengan pengabdian-pengabdian
pekarangan (erfdienstbaarheden), tetapi hal itu tidak diberitahukan kepada
pembeli, sedangkan pengabdian-pengabdian pekarangan itu sedemikian panting,
sehingga dapat diduga bahwa pembeli tidak akan melakukan pem. belian jika hal
itu diketahuinya, maka ia dapat menuntut pembatalan pembelian, kecuali jika ia
memilih menerima ganti rugi. (KUHPerd. 1266, 1492, 1496,1505.)
Pasal
1503.
Jaminan
terhadap suatu penuntutan hak menurut hukum (uitwinning) berakhir, jika pembeli
membiarkan diri dihukum oleh hakim dengan suatu putusan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti tanpa memanggil penjual, dan penjual itu membuktikan
bahwa ada alasan untuk menolak gugatan tersebut. (KUHPerd. 1496, 1865; Rv.
70c.)
Pasal
1504.
Penjual
harus menanggung barang itu terhadap cacat tersembunyi, yang sedemikian rupa
sehingga barang itu tidak dapat digunakan untuk tujuan yang dimaksud, atau yang
demikian mengurangi pemakaian, sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat
itu, ia sama sekali tidak akan membelinya, atau tidak akan membelinya selain
dengan harga yang kurang. (KUHPerd. 1322, 1491, 1507, 1511 dst., 1522, 1733.)
Pasal
1505.
Penjual
tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui
sendiri oleh si pembeli. (KUHPerd. 1495, 1502.)
Pasal
1506.
Ia harus menjamin barang
terhadap eacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya
cacat itu, kecuali jika dalam hal demikian ia telah meminta diperjanjikan bahwa
ia tidak wajib menanggung sesuatu apa pun. (KUHPerd. 1493 dst., 1507, 1552.)
Pasal
1507.
Dalam hal-hal yang disebut dalam
pasal 1504 dan 1506, pembeli dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil
menuntut kembali uang harga pembelian, atau akan tetap memiliki barang itu
sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian, sebagaimana
ditentukan oleh hakim setelah mendengar ahli tentang hal itu. (Rv. 136.)
Pasal
1508.
Jika Penjual telah mengetahui
cacat-eacat barang itu, maka selain wajb mengembalikan uang harga pembelian
yang telah diterimanya, ia juga wajib mengganti segala biaya, kerugian dan
bunga. (KUHPerd. 1243, 1248, 1496, 1499, 1552, 1753.)
Pasal
1509.
Jika
penjual tidak mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka ia hanya wajib
mengembalikan uang harga pembelian dan mengganti biaya untuk penyelenggaraan
pembelian dan penyerahan, sekadar itu dibayar oleh pembeli. (KUHPerd. 1496.)
Pasal
1510.
Jika
barang yang mengandung cacat-cacat tersembunyi itu musnah karena cacat-cacat
itu, maka kerugian dipikul oleh penjual yang terhadap pembeli wajib
mengembalikan uang harga pembelian dan mengganti segala kerugian lain yang
disebut dalam kedua pasal yang lalu; tetapi kerugian yang disebabkan kejadian
yang tak disengaja, harus dipikul oleh pembeli. (KUHPerd. 1444 dst., 1496.)
Pasal
1511.
Tuntutan yang didasarkan atas
cacat yang dapat menyebabkan pembatalan pembelian, harus diajukan oleh pembeli
dalam waktu yang pendek, menurut sifat cacat itu, dan dengan mengindahkan
kebiasaan-kebiasaan di tempat persetujuan vembelian dibuat. (AB. 15; KUHPerd.
1454, 1500, 1507.)
Pasal
1512.
Tuntutan itu tidak dapat
diajukan dalam hal penjualan-penjualan yang dilakukan atas kuasa hakim. (Rv.
472, 521.)
Bagian
3. Kewajiban Pembeli
Pasal
1513.
Kewajiban
utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang
ditetapkan dalam persetujuan. (KUHPerd. 1139, 1182, 1382 dst., 1460, 1478,
1516; KUHD. 98.)
Pasal
1514.
Jika
pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus
membayar di tempat dan pada waktu penyerahan. (KUHPerd.1393, 1477.)
Pasal
1515.
Pembeli,
biarpun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bunga dari harga
pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan membeli hasil atau pendapatan
lain. (KUHPerd. 1250.)
Pasal
1516.
Jika
dalam menguasai barang itu pembeli diganggu olch suatu tuntutan hukum yang
berdasarkan hipotek atau suatu tuntutan untuk memperoleh kemtersebut, atau jika
pembeli mempunyai suatu alasan yang patut untuk khawatir akan diganggu dalam
pengusaannya , maka ia dapat menangguhkan harga pembelian sampai penjual menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika
penjual memilih memberikan jaminan, atau jika telah diperjanjikan mendapat
jaminan atas segala gangguan. (KUHPerd. 1198, 1479, 1492 dst; 1543,; KUHD 23)
Pasal
1517.
Jika
pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan
jual-beli itu menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan 1267. (KUHPerd. 1139-30, 1141, 1144dst, 1182, 1481; KUHD230 dst; F 36 dst)
Pasal
1518.
Meskipun
demikian, dalam hal penjualan barang-barang dagangan dan perabot rumah,
pembatalan pembelian untuk kepentingan penjual terjadi demi hukum dan tanpa
peringatan, setelah lewat waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang
dijual. (KUHPerd. 515, 1266, 1427.)
Bagian
4. Hak Membeli Kembali.
(Bdk.
dg. S. 1937-585, Ord. Atas Klausula Emas 1937.)
Pasal
1519.
Kekuasaan
untuk membeli kembali barang yang telah dijual, timbul karena suatu
pernjanjian, yang tetap memberi hak kepada Penjual untuk mengambil kembali
barang yang dijual dengan mengembalikan uang harga pembeli yang disebut dalam
pasal 1532. (KUHPerd.1169, 1265, 1524)
Pasal
1520.
Hak untuk membeli kembali tidak
boleh diperjanjikan untuk waktu yang lebih lama dari lima tahun..
Jika hak
tersebut diperjanjikan untuk waktu yang lebih lama, maka waktu ini diperpendek
sampai menjadi lima tahun.
Pasal
1521.
Jangka waktu yang ditentukan
harus diartikan secara mutlak dan tidak boleh di perpanjang oleh hakim; bila
Penjual lalai memajukan tuntutan untuk membeli kembali dalam tenggang waktu
yang telah ditentukan, maka pembeli tetap menjadi hak pemilik baru yang telah
dibelinya. (KUHPerd. 1258, 1577.)
Pasal
1522.
Jangka
waktu ini berlaku untuk kerugian tiap orang, bahkan untuk kerugian anak-anak
yang belum dewasa, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut penggantian
kepada orang yang bersangkutan, jika ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 307, 385,
1987.)
Pasal
1523.
Penjual
suatu barang tak bergerak yang telah meminta diperjanjikan hak untuk membeli
kembali barang yang dijualnya, boleh menggunakan haknya terhgaap seorang
pembeli kedua, meskipun dalam persetujuan kedua tidak disebutkan janji
tersebut. (KUHPerd. 1340, 1342, 1471, 1577, 1977 .)
Pasal
1524.
Barangsiapa membeli dengan
perjanjian membeli kembali, memperoleh segala hak sebagai penggantinya, Ia
dapat menggunakan hak kedaluwarsa baik terhadap pemilik sejati maupun siapa
saja yang mengira punya hak hipotek atau hak lain atas barang yang dijual itu.
(KUHPerd. 1577, 1952.)
Pasal
1525.
Terhadap para kreditur kepada
penjual ia dapat menggunakan hak istimewa untuk melaksanakan tuntutan hak
melalui hukum (KUH Perd. 1200, 1893)1
Pasal
1526.
Jika
seseorang, yang dengan perjanjian membeli kembali telah membeli suatu bagian
dari suatu barang tak bergerak yang belum terbagi, setelah terhadapnya diajukan
suatu gugatan untuk pemisahan dan pembagian, menjadi membeli dari seluruh
barang tersebut, maka ia dapat mewajibkan si penjual untuk mengoper seluruh
barang tersebut, bila orang ini hendak menggunakan hak membeli kembali.
(KUHPerd. 573.)
Pasal
1527.
Jika
berbagai orang secara bersama-sama dan dalam satu persetujuan menjual suatu
barang yang menjadi hak mereka bersama, maka masing-masing hanya dapat
menggunakan haknya untuk membeli kembali sekedar mengenai bagiannya. (KUHPerd.
1296, 1529.)
Pasal
1528.
Hak yang
sama terjadi bila seseorang yang sendirian menjual suatu barang, meninggalkan
beberapa ahli waris.
Masing-masing
di antara para ahli waris itu hanya boleh menggunakan hak membeli kembali atas
jumlah sebesar bagiannya. (KUHPerd. 1083, 1299, 1529.)
Pasal
1529.
Tetapi,
dalam hal termaksud dalam kedua pasal yang lalu, pembeli dapat menuntut supaya
semua orang yang turut menjual atau yang turut menjadi ahli waris dipanggil
untuk bermupakat tentang pembelian kembali barang yang bersangkutan seluruhnya;
dan jika mereka tidak mencapai kesepakatan, maka tuntutan membeli kembali harus
ditolak.
Pasal
1530.
Jika penjualan suatu barang
kepunyaan berbagai orang tidak dilakukan oleh mereka bersama-sama untuk
seluruhnya, melainkan masing-masing menjual sendiri-sendiri bagiannya, maka
masing-masing dapat sendiri-sendiri menggunakan haknya untuk membeli kembali
bagian yang menjadi haknya; dan pembeli tidak boleh memaksa siapa pun yang
menggunakan haknya secara demikian untuk mengoper barang yang bersangkutan
seluruhnya.
Pasal
1531.
Jika
pembeli meninggalkan beberapa orang ahli waris, maka hak membeli kembali tidak
dapat dipergunakan terhadap masing-masing dari mereka selain untuk jumlah
sebesar bagiannya, baik dalam hal harta pertinggalan yang belum dibagi maupun
dalam hal harta peninggalan yang sudah dibagi di antara para ahli waris.
Namun
jika harta peninggalan itu sudah dibagi dan barang yang dijual itu jatuh ke
tangan salah seorang dari para ahli waris itu, maka tuntutan untuk membeli
kembah dapat diajukan terhadap ahli waris ini untuk seluruhnya. (KUHPerd.1296
dst.)
Pasal
1532.
Penjual
yang menggunakan perjanjian membeli kembali tidak saja wajib mengembalikan
seluruh uang harga pembelian semula, melainkan juga mengganti semua biaya menurut
hukum, yang telah dikeluarkan waktu menyelenggarakan pembelian serta
penyerahannya, begitu pula biaya yang perlu untuk pembetulanpembetulan, dan
biaya yang menyebabkan barang yang dijual bertambah harganya, yaitu sejumlah
tambahannya itu.
Ia tidak
dapat memperoleh penguasaan atas barang yang dibelinya kembali, selain setelah
memenuhi segala kewajiban ini.
Bila
penjual memperoleh barangnya kembali akibat perjanjian membeli kembali, maka
barang itu harus diserahkan kepadanya bebas dari semua beban dan hipotek yang
diletakkan atasnya oleh pembeli; namun ia wajib menepati
persetujuan-persetujuan sewa yang dengan itikad baik telah dibuat oleh pembeli.
(KUHPerd. 500, 576, 762, 772, 780, 793, 817, 1265, 1577.)
Bagian
5. Ketentuan-ketentuan Khusus Mengenai Jual beli Piutang Dan
Hak
hak Tak Berwujud yang Lain.
Pasal
1533.
Penjualan
suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, seperti
penanggungan, hak istimewa dan hipotek. (KUHPerd. 501, 613, 963, 1481 dst.,
1538; KUHD 113, 176, 194.)
Pasal 1534.
Barangsiapa
menjual suatu piutang atau suatu hak yang tak berwujud lainnya, harus
menanggung bahwa hak-hak itu benar ada pada waktu diserahkan, biarpun Penjualan
dilakukan tanpa janji penanggungan. (KUHPerd. 1491 dst., 1495 dst., 1537; KUHD
70.)
Pasal
1535.
Ia tidak
bertanggung jawab atas kemampuan debitur, kecuali jika ia mengikatkan dirinya
untuk itu; tetapi dalam hal demikian pun ia hanya bertanggung jawab untuk
jumlah harga pembelian yang telah diterimanya.
Pasal
1536.
Jika ia
telah berjanji iintuk menanggung cukup mampunya debitur, maka janji ini harus
diartikan sebagai janji mengenai kemampuannya pada waktu itu, dan bukan
mengenai keadaan di kemudian hari, kecuali jika dengan tegas djjanjikan
sebaliknya. (KUHPerd. 1535.)
Pasal
1537.
Barangsiapa
menjual suatu warisan tanpa memberi keterangan tentang barang demi barang,
tidaklah diwajibkan menanggung apa-apa selain kedudukannya sebagai ahli waris.
(KUHPerd. 1084, 1118, 1334.)
Pasal
1538.
Jika ia
menikmati hasil suatu barang atau telah menerima suatu jumlah sebesar suatu
piutang yang termasuk warisan tersebut, ataupun telah mehual beberapa barang
dari harta peninggalan itu, maka ia diwajibkan menggantinya, jika tidak dengan
tegas diperjanjikan lain. (KUHPerd. 1482, 1533.)
Pasal
1539.
Sebaliknya,
pembeli diwajibkan mengganti kepada si penjual itu segala sesuatu yang oleh
orang itu telah dikeluarkan untuk membayar utang-utang dan beban warisan, pula
untuk melunasi apa yang dapat ditagih si penjual itu selaku orang yang memegang
suatu piutang terhadap warisan itu, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya.
(KUHPerd. 1100, 1338, 1436.)
Pasal
1540.
Bila
sebelum penyerahan suatu piutang yang telab dijual, debitur membayar utangnya
kepada penjual, maka hal itu cukup untuk membebaskan debitur. (KUHPerd. 613,
1459.)
BAB VI.
TUKAR-MENUKAR
Pasal
1541.
Tukar-menukar ialah suatu
persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling
memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.
(KUHPerd. 1080, 1457 dst.)
Pasal
1542.
Segala
sesuatu yang dapat dijual, dapat pula jadi pokok persetujuan tukar-menukar.
(KUHPerd. 1471, 1546.)
Pasal
1543.
Jika
pihak yang satu telah menerima barang yang ditukarkan kepadanya, dan kemudian
ia membukttkan bahwa pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut, maka ia
tidak dapat dipaksa untuk menyerahkan barang yang telah ia dari pihaknya
sendiri, melainkan hanya untuk mengembalikan barang yang telah diterimanya.
(KUHPerd. 1471,'1478, 1516.)
Pasal
1544.
Barangsiapa karena suatu tuntutan
hak melalui hukum (uitwinning) terpaksa melepaskan barang yang diterimanya
dalam suatu tukar-menukar, dapat memilih akan menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga dari pihak lawamya, atau akan menuntut pengembalian barang
yang telah ia berikan. (KUHPerd. 1234, 1266 dst., 1474, 1480, 1492 dst.,
1496-10, 1500 dst., 1517.)
Pasal
1545.
Jika barang tertentu, yang telah
dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka persetujuan
dianggap gugur, dan pihak yang telah memenuhi persetujuan dapat menuntut
kembali barang yang telah ia berikan dalam tukar-menukar. (KUHPerd. 1237,
1460.)
Pasal
1546
Untuk
lain-lainnya, aturan-aturan tentang persetujuan jual-beli berlaku terhadap
persetujuan tukar-menukar. (KUHPerd. 1457 dst.)
BAB
VII. SEWA-MENYEWA
Bagian
1. Ketentuan Umum.
1547. Dihapus
dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S.
1927-108.
Pasal
1548.
(s.d.u.
dg. S. 1926-335jo. 458.) Sewa-menyewa
adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk
memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu
tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut
terakhir itu.
Orang
dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.
(KUHPerd. 400, 556, 772 dst., 823, 827, 1185, 1332, 1532, 1585, 1597, 1959
dst.; Zeg. 74 dst.)
1549. Dihapus dg. S. 1926-335jo. 458.
Bagian
2. Aturan-aturan yang Sama-sama Berlaku Terhadap
Penyewaan
Rumah Dan Penyewaan Tanah.
Pasal
1550.
Pihak
yang menyewakan karena sifat persetujuan dan tanpa perlu adanya suatu janji,
wajib untuk:
10. menyerahkan barang yang
disewakan kepada penyewa;
20. memelihara barang itu
sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud;
30. memberikan hak kepada
penyewa untuk menikmati barang yang disewakan itu dengan tenteram selama
berlangsungnya sewa. (KUHPerd. 507, 1475 dst., 1551 dst., 1556 dst.)
Pasal
1551.
Pihak
yang menyewakan diwajibkan untuk menyerahkan barang yang disewakan dalam
keadaan terpelihara segala-galanya.
Selama
waktu sewa, ia harus menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan yang perlu
dilakukan pada barang yang disewakan, kecuali pembetulan yang menjadi kewajiban
penyewa. (KUHPerd. 1241, 1266, 1548, 1555, 1583; Rv. 55-2-.)
Pasal
1552.
Pihak
yang menyewakan harus menanggung penyewa terhadap semua cacat barang sewa yang
merintangi pemakaian barang itu, meskipun pihak yang menyewakan itu sendiri tidak
mengetahuinya pada waktu dibuat persetujuan sewa.
Jika
cacat-cacat itu telah mengakibatkan suatu kerugian bagi penyewa, maka pihak
yang menyewakan wajib memberikan ganti rugi. (KUHPerd. 1504,1508, 1550, 1555,
1753.)
Pasal
1553.
Jika
barang yang disewakan musnah sama sekali dalam masa sewa karena suatu kejadian
yang tak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum. Jika barang yang bersangkutan hanya sebagian
musnah, maka penyewa dapat memilih, menurut keadaan, akan meminta pengurangan
harga sewa, atau akan meminta pembatalan persetujuan sewa; tetapi dalam kedua
hal itu ia tidak berhak atas ganti rugi. (KUHPerd. 1237, 1444; KUHD 478.)
Pasal
1554.
Pihak
yang menyewakan tidak diperkenankan selama waktu sewa mengubah bentuk atau
susunan barang yang disewakan. (KUHPerd. 1550.)
Pasal
1555.
Jika dalam masa sewa pada barang
yang disewakan itu terpaksa diadakan pembetulan-pembetulan yang tidak dapat
ditunda sampai Berakhirnya masa sewa, maka penyewa harus menerimanya, betapa
pun beratnya kesusahan yang disebabkannya, dan mesidpun selama dilakukarinya
pembetulan-pembetulan itu ia terpaksa kehilangan sebagian dari barang yang
disewakan.
Tetapi,
jika pembetulan-pembetulan itu beriangsung lebih lama dari empat puluh hari,
maka harga sewa harus dikurangi menurut banyaknya waktu yang tersita dan bagian
barang sewa yang tidak dapat dipakai oleh si penyewa.
Jika
pembetulan-pembetulan sedemikian rupa sifatnya, sehingga barang sewa yang perlu
ditempati oleh si penyewa dan keluarganya tak dapat didiami, make penyewa dapat
memutuskan sewanya. (KUHPerd. 1551, 1583.)
Pasal
1556.
Pihak
yang menyewakan tidak wajib menamin penyewa terhadap rintangan dalam menikmati
barang sewa yang dilakukan oleh pihak ketiga tanpa berdasarkan suatu hak atas
barang sewa itu; hal ini tidak mengurangi hak penyewa untuk menuntut sendiri
orang itu. (KUHPerd. 556, 1365.)
Pasal
1557.
Jika
sebaliknya penyewa diganggu dalam kenikmatannya karena suatu tuntutan hukum
mengenai hak milik atas barang yang bersangkutan, maka ia berhak menuntut
pengurangan harga sewa menunit perimbangan, asal gangguan atau rintangan itu
telah diberitahukan secara sah kepada pemilik. (KUHPerd. 1550-3-, 1591.)
Pasal
1558.
Jika
orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut menyatakan, bahwa
mereka mempunyai suatu hak atas barang yang disewakan atau jika penyewa sendiri
digugat untuk mengosongkan seluruh atau sebagian dari barang yang disewa atau
untuk menerima pelaksanaan pengabdian pekarangan, maka ia wajib memberitahukan
hal itu kepada pihak yang menyewakan, dan dapat memanggil pihak tersebut
sebagai penanggung.
Bahkan
ia dapat menuntut supaya ia dikeluarkan dari perkara, asal ia menunjuk untuk
siapa ia menguasai barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 802, 1591; Rv. 7t,)
dst.)
Pasal
1559.
Penyewa,
jika tidak diizinkan, tidak boleh mengulangsewakan barang yang disewanya atau
melepaskan sewanya kepada orang lain, atas ancaman pembatalan persetujuan sewa
dan penggantian biaya:, kerugian dan bunga; sedangkan pihak yang menyewakan,
setelah pembatalan itu, tidak wajib menaati persetujuan ulang sewa itu.
Jika
yang disewa itu berupa sebuah rumah yang didiami sendiri oleh penyewa, maka
dapatlah ia atas tanggung jawab sendiri menyewakan sebagian kepada orang lain,
jika hak itu tidak dilarang dalam persetujuan. (KUHPerd. 1140, 1582; Rv. 752.)
Pasal
1560.
Penyewa
harus menepati dua kewajiban utama:
10. memakai barang sewa
sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sesuai dengan tujuan barang itu
menurut persetujuan sewa, atau jika tidak ada persetujuan mengenai hal itu,
sesuai dengan tujuan barang itu menurut persangkaan menyangkut keadaan;
(KUHPerd. 1235, 1554, 1561, 1567, 1589.)
20. membayar harga sewa pada
waktu yang telah ditentukan. (KUHPerd. Ll39-20, 1140 dst., 1266 dst., 1394,
1581, 1589 dst., 1975.)
Pasal
1561.
Jika
penyewa memakai barang yang disewa untuk suatu keperluan lain dari yang menjadi
tujannya, atau untuk suatu keperluan yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi
pihak yang menyewakan, maka pihak ini, menurut keadaan, dapat meminta
pembatalan sewa. (KUHPerd. 1266, 1581, 1589.)
Pasal
1562.
Jika
antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa telah dibuat suatu pertelaan
tentang barang yang disewakan, maka pihak yang belakangan ini
wajib-mengembalikan barang itu dalam keadaan seperti waktu barang itu diterima
menurut pertelaan tersebut, kecuali yang telah musiiah atau berkurang harganya
sebagai akibat dari tuanya barang atau sebagai akibat dari kejadian-kejadian
yang tak disengaja dan tidak dapat dihindarkan. (KUHPerd.1444, 1553, 1583.)
Pasal
1563.
Jika
tidak dibuat suatu pertelaan, maka penyewa,
mengenai pemeliharaan yang menjadi beban para penyewa, dianggap telah
menerima barang yang disewakan itu dalam keadaan baik, kecuali jika dibuktikan
sebaliknya, dan ia harus mengembalikan barang itu dalam keadaan yang sama.
(KUHPerd. 1551, 1583.)
Pasal
1564.
Penyewa
bertanggungjawab atas segala kerusakan yang ditimbulkan atas barang yang disewa selama waktu sewa, kecuali jika
ia membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi di luar kesalahannya. (KUHPerd.
1139-20, 1239, 1245, 1583.)
Pasal
1565.
Akan tetapi ia tidak bertanggung
jawab atas kebakaran, kecuali jika pihak yang menyewakan membuktikan bahwa
kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan penyewa. (KUHPerd. 1245, 1365.)
Pasal
1566.
penyewa
bertanggungjawab atas segala kerusakan atau kerugian yang sewa oleh
teman-temarmya serumah, atau oleh mereka yang mengambil alih sewanya. (KUHPerd.
802, 1367, 1564, 1709.)
Pasal
1567.
Pada waktu mengosorkgkan barang
yang disewa, penyewa boleh membongkar dan membawa segala sesuatu yang dengan
biaya sendiri telah dibuat pada barang
yang disewa, asal pembongkaran dan pembawaan itu dilakukan tanpa merusak
barang yang disewa. (KUHPerd. 725, 779, 1560.)
1568. Dihapus
dg. S. 1925-525.
Pasal
1569.
Jika
terjadi perselisihan tentang harga sewa, yang dibuat secara lisan dan sudah
dijalankan, sedangkan tanda bukti pembayaran tidak ada, maka pihak yg
menyewakan harus dipercaya atas sumpahnya, kecuali bila penyewa memilih untuk
menyuruh para ahli menaksir harga sewa. (KUHPerd. 1568, 1602, 1929 dst.; Rv.
215 dst.)
Pasal
1570.
Jika
sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum bila waktu yang
ditentukan telah lampau, tanpa diperlukan suatu pemberhentian untuk itu.
(KUHPerd. 1573; F. 38; Rv. 55-3'.)
Pasal
1571.
jika sewa
tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang
ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang
lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang waktu
yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 1570; Rv. 55-30.)
Pasal
1572.
Jika pihak yang satu telah
memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ja hendak menghentikan sewanya,
maka penyewa , meskipun ia tetap menikmati barang yang bersangkutan, tidak
dapat mengemukakan adanya suatu penyewaan ulang secara diam-diam. (KUHPerd.
1570 dst., 1573.)
Pasal
1573.
Jika
setelah berakhir suatu penyewaan yang dibuat secara tertulis, Si penyewa tetap
menguasai barang yang disewa dan dibiarkan menguasainya, maka terjadilah suatu
sewa baru, yang akibat-akibatnya diatur dalam pasal-pasal mengenai penyewaan
secara lisan. (KUHPerd. 732, 1571 dst., 1587, 1598.)
Pasal
1574.
Dalam
hal kedua pasal tersebut di atas, penanggungan utang yang dibuat untuk
penyewaan tidak meliputi kewajban yang terjadi akibat perpanjangan sewa.
(KUHPerd. 1587, 1598, I821, 1824.)
Pasal
1575.
Persetujuan
sewa sekali-kali tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan ataupun
pihak yang menyewa. (KUHPerd.. 1318, 1612, 1743, 1826.)
Pasal
1576.
Dengan
dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan,
kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang,
Jika ada
suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak
ada suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka is
tidak wajib mengosongkan barang yang disewa, selama ganti rugi yang terutang
belum dilunasi. (KUHPerd. 772 dst., 817, 1185, 1578 dst; Rv. 507.)
Pasal
1577.
Pembeli
dengan perjanjian membeli kembali, tidak dapat menggunakan wewenangnya untuk
memaksa penyewa mengosongkan barang yang disewa, sebelum ia menjadi pemilik
mutlak dengan lewatnya tenggang waktu yang ditentukan untuk pembelian kembali.
(KUHPerd. 1521, 1524, 1532.)
Pasal
1578.
Seorang
pembeli yang hendak menggunakan wewenangnya, yang diperjanjikan dalam
persetujuan sewa, untuk memaksa penyewa mengosongkan barang sewa jika barangnya
dijual, wajib memperingatkan penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana
diharuskan oleh adat setempat mengenai penghentian sewa.
Dalam
hal sewa tanah, peringatan tersebut harus disampaikan sedikitnya satu tahun
sebelum pengosongan. (AB. 15; KUHPerd. 1576.)
Pasal
1579.
Pihak
yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai
sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya.
(KUHPerd. 1751.)
Pasal
1580.
Jika
dalam persetujuan sewa telah disetujui bahwa pihak yang menyewakan akan berhak
memakai sendiri rumah atau tanah yang disewakan, maka ia wajib memberitahukan
kehendaknya untuk menghentikan sewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 1578.
Bagian
3. Aturan-aturan yang Khusus Berlaku Bagi Sewa Rumah Dan Perabot Rumah.
Pasal
1581.
Penyewa
yang tidak melengkapi sebuah rumah sewa dengan perabot rumah secukupnya, dapat
dipaksa untuk mengosongkan rumah itu, kecuali bila ia memberikan cukup jaminan
untuk pembayaran uang sewa. (KUHPerd. 1139-40, 1140, 1142 dst., 1146, 1589.)
Pasal
1582.
Seorang
penyewa kedua tidak wajib membayar kepada pemilik lebih dari jumlah harga sewa
kedua yang masih terutang kepada penyewa pertama pada waktu dilakukan suatu
penyitaan, dan ia tak boleh mengajukan pembayaran yang dilakukan sebelumnya
kecuali jika pembayaran dilakukan menurut suatu perjanjian yang dinyatakan
dalam persetujuan sewa atau menurut kebiasaan setempat. (KUHPerd. 1140, 1559;
Rv. 752.)
Pasal
1583.
Pembetulan-pembetulan
kecil sehari-hari, dipikul oleh penyewa.
Jika
tidak ada persetujuan mengenai hal itu, maka dianggap demikianlah pembetulan
pada lemari toko, daun jendela, kunci dalam, kaca jendela, baik di dalam maupun
di luar rumah, dan segala sesuatu yang
dianggap termasuk itu, menurut dalam, kebiasaan setempat.
Meskipun
demikian, pembetulan-pembetulan itu harus dipikul oleh pihak yang menyewakan
bila pembetulan itu terpaksa dilakukan karena kerusakan barang yang disewa atau
karena keadaan yang memaksa. (AB. 15; KUHPerd. 1139-20, 1551, 1555, 1562.)
Pasal
1584.
Menjaga
kebersihan sumur, kolam air hujan, dan tempat buang air besar, dibebankan
kepada pihak yang menyewakan, jika tidak diperjanjikan sebaliknya.
Menjaga
kebersihan cerobong asap, jika tidak ada perjanjian dibebankan pada pihak yang
menyewa. (KUHPerd. 656 dst.)
Pasal
1585.
Sewa
mebel untuk melengkapi sebuah rumah, tempat kediaman, toko, ruangan lainnya,
harus dianggap telah dibuat untuk jangka waktu penyewaan rumah, tempat
kediaman, toko atau ruangan menurut kebiasaan setempat. (AB. 15.)
Pasal
1586.
Penyewaan kamar yang dilengkapi
dengan mebel harus dianggap telah dilakukan untuk tahunan, bila dibuat atas
pembayaran sejumlah uang tiap tahun;
untuk
bulanan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap bulan;
untuk
harian, bila dibuat atas permbayaran sejumlah uang tiap hari.
Jika
tidak ternyata bahwa penyewaan dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun,
tiap bulan atau tiap hari, maka penyewaan dianggap telah dibuat menurut
kebiasaan setempat.
Pasal
1587.
Jika
penyewa sebuah rumah atau ruangan, setelah berakhirnya waktu yang ditentukan
dalam suatu persetujuan tertulis, tetap menguasai barang sewa, pihak yang
menyewakan tidak melawannya, maka dianggaplah bahwa penyewa tetap menguasai
barang yang disewanya atas dasar syarat-syarat yang sama untuk waktu yang
ditentukan oleh kebiasaan setempat, dan
ia tidak dapat meninggalkan barang sewa atau dikeluarkan dari situ,
kecuali sesudah ada pemberitahuan tentang penghentian sewa, yang dilakukan
menurut kebiasaan setempat. (AB. 5; KUHPerd. 1571, 1573, 1598.)
Bagian
4. Aturan-aturan yang Khusus Berlaku Bagi Sewa Tanah.
Pasal
1588.
Jika
dalam suatu persetujuan sewa-menyewa tanah disebut suatu ukuran luas yang
kurang atau lebih dari luas yang sesungguhnya, maka hal itu tidak menjadi
alasan untuk menambah atau mengurangi harga sewa, kecuali dalam hal-hal dan
menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab V buku ini. (KUHPerd.
1484, 1489.)
Pasal
1589.
Jika
penyewa tanah tidak melengkapi tanah itu dengan ternak atau peralatan pertanian
yang diperlukan untuk penggembalaan atau penanaman; jika ia melakukan
pengembalaan atau penanaman, atau dalam hal itu tidak berlaku sebagai seorang
kepala rumah tangga yang baik; jika ia memakai barang yang disewa untuk suatu
tujuan yang lain dari tujuan yang dimaksudkan atau, pada umumnya, jika ia tidak
memenuhi janji-janji yang dibuat dalam persetujuan sewa dan karena itu timbul
suatu kerugian bagi pihak yang menyewakan, maka pihak itu berhak untuk menuntut
pembatalan sewa menurut keadaan, penggantian biaya, kerugian dan bunga.
(KUHPerd. 139-20; 114 dst, 1146, 1243 dst., 1266
dst., 1560 dst., 1581; F. 38.)
Pasal
1590.
Semua
penyewa tanah diwajibkan menyimpan hasil-hasil tanah di tempat penyim yang
telah disediakan untuk itu. (KUHPerd. 1139-20, 1140 dst.)
Pasal
1591.
Penyewa
tanah diwajibkan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga, untttk
melaporkan kepada pemilik tanah itu segala peristiwa yang dilakukan dalam
mengerjakan tanah yang disewa.
Pemberitahuan
itu harus dilakukan dalam jangka waktu yang sama seperti yang ditentukan antara
waktu gugatan dan hari menghadap di muka sidang pengadilan menurutjarak
tempat-tempat. (KUHPerd. 556, 802, 1366, 1557 dst.; Rv. 10 dst.)
Pasal
1592.
Jika
dalam suatu sewa untuk beberapa tahun, selama waktu sewa, seluruh atau separuh
penghasilan setahun hilang karena kejadian-kejadian yang tak dapat dihindarkan,
maka penyewa dapat menuntut suatu pengurangan uang sewa, kecuali jika ia telah
memperoleh penggantian kerugian karena penghasilan tahun-tahun sebelumnya.
Jika ia
tidak mendapat ganti rugi, maka perkiraan tentang pengurangan uang sewa tidak
dapat dibuat selain pada waktu Berakhirnya sewa, bila kenikmatan dari semua
tahun telah diperjumpakan satu sama lain.
Walaupun
demikian hakim dapat mengizinkan penyewa menahan sebagian dari uang sewa untuk
sementara waktu, menurut kerugian yang telah diderita. (KUHPerd. 500, 729,
1553.)
Pasal
1593.
Jika
sewa hanya dilakukan untuk satu tahun, sedangkan penghasilan telah hilang
seluruhnya atau separuhnya, maka penyewa dibebaskan dari pembayaran seluruh
harga sewa atau sebagian harga sewa menurut imbangan.
Bila
kerugian kurang dari separuh, maka ia tidak berhak atas suatu pengurangan.
(KUHPerd. 729, 1592.)
Pasal
1594.
Penyewa
tidak dapat menuntut pengurangan bila kerugian itu diderita setelah penghasilan
dipisahkan dari tanah, kecuali jika dalam persetujuan sewa ditentukan bahwa
pemilik harus memikul bagiannya dalam kerugian, asal penyewa tidak lalai
menyerahkan kepada si pemilik itu bagiannya dari penghasitan.
Begitu
pula si penyewa tidak dapat menuntut suatu pengurangan, jika hal yang
menyebabkan kerugian sudah ada dan sudah diketahui sewaktu persetujuan sewa
dibuat. (KUHPerd. 762, 1593.)
Pasal
1595.
Dengan
suatu perjanjian yang dinyatakan dengan tegas, penyewa dapat
dipertangguni6awabkan atas kejadian-keiadian yang tak dapat diduga. (KUH Perd.
1592 dst., 1596.)
Pasal
1596.
Perjanjian
demikian hanya dianggap dibuat untuk kejadian -kejadian biasa yang tak terduga,
seperti: letusan gunung, gempa bumi, kemarau yang panjang, serangan hama-hama
yang merusak penghasilan, petir, atau rontoknya bunga pohon sebelum waktunya.
Perjanjian
tersebut di atas tidak meliputi kejadian luar biasa, seperti:
kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh peperangan atau banjir yang tidak
biasa menimpa daerah yang bersangkutan, kecuali jika penyewa telah menyanggupi
untuk memikul akibat dari semua kejadian, baik yang dapat diduga maupun yang
tak dapat diduga. (KUHPerd. 1369, 1592, 1595.)
Pasal
1597.
Sewa
tanah yang dibuat secara tidak tertulis, dianggap telah dibuat untuk sekian
lama, sebagaimana dibutuhkan oleh si penyewa untuk mengumpul kan semua hasil
dari tanah yang disewa.
Demikianlah,
maka sewa sebidang padang rumput, sebidang kebun buah-buahan, dan semua tanah
lain yang hasilnya dikumpulkan seluruhnya dalam waktu satu tahun, dianggap
telah dibuat untuk satu tahun.
Sewa
tanah pertanian yang ditanam dengan bermacam-macam tanaman secara berganti-ganti
dianggap telah dibuat untuk sekian tahun, menurut macam tanaman. (KUHPerd. 1570
dst., 1585.)
Pasal
1598.
Jika
setelah Berakhirnya suatu sewa yang dibuat tertulis, penyewa tetap menguasai
barang sewa dan dibiarkan menguasainya, maka akibat-akibat sewa yang baru
diatur menurut ketentuan pasal yang lalu. (KUHPerd. 1573, 1587.)
Pasal
1599.
Penyewa
yang sewanya berakhir dan penggantinya, wajib saling membantu sedemikian rupa
sehingga memudahkan keluarnya yang satu dan masuknya yang lain, baik mengenai
penanaman untuk tahun yang akan datang, maupun mengenai pemungutan hasil-hasil
yang masih berada di ladang, ataupun mengenai hal-hal lain; segala sesuatunya
menurut kebiasaan setempat. (AB. 15.)
Pasal
1600.
Begitu
pula, penyewa, pada waktu berangkat, harus meninggalkanjerami dan pupuk dari
tahun sebelumnya, jika ia menerimanya pada waktu penyewaan mulai; bahkan
meskipun ia tidak menerimanya, pemilik dapat meminta supaya jerami dan pupuk
ditinggalkan, menurut suatu perkiraan yang akan dibuat. (KUHPerd. 507-31.)
Bagian 5
1601
lama. Dihapus dg. s. 1926-335.
1602
lama. Dihapus dg. s. 1926-335.
1603
lama. Dihapus cig. s. 1926-335.
BAB VII
A. PERJANJIAN KERJA
(s.d. t.
dg. S. 1926-335 jis. 458, 565,
1927-108)(')
Dengan
S. 1926-335 pasal 1, Bagian 5 yang lama dalam Bab VII Kitab Undang-undang Hukum
Perdata ini diganti dengan Bab VIIA Buku Ketiga. Selain itu dengan S. 1926-335 tersebut
diadakan pembahan dalam Beberapa pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini,
yaitu pasal 22, 109, 1149-40, 1447,1548, 1604-1608, 1610,
1612, 1616, 1903,1914,1968 dan 1969, pembahan-pembahan mana sudah kami sisipkan
dalam masing-masing pasal itu, sedang pasal 1547, pasal 1549 dan pasal-pasal
1601-1603 lama dihapuskan.
Bagian
1. Ketentuan Umum. (KUHPerd. 1603x.)
Pasal 1601.
Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang
diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang
diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat ini tidak ada,
persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan
mana pihak kesatu kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan
bagi borongan kerja. (KUHPerd. 1338, 1601a, 1604; AB. 15.)
Pasal 1601a.
Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu,
yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain,
yaitu, majikan dengan upah selama waktu yang tertentu. (KUHPerd. 1603e, 1603y.)
Pasal
1601b.
Perjanjian
pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong,
mengikat diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu
pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan. (KUHPerd. 1604)
Pasal
1601C.
Jika
suatu persetujuan mengandung sifat-sifat suatu perjanjian kerja dan persetujuan
lain, maka baik ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian kerja, maupun
ketentuan-ketentuan mengenai persetujuan lain yang sifat-sifatnya terkandung di
dalamnya, keduanya berlaku; jika ada pertentangan antara kedua jenis ketentuan
tersebut, maka yang,berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian
kerja.
Jika
pemborongan kerja diikuti oleh beberapa persetujuan sejenis itu, meskipun
temyata maksud kedua belah pihak membuat beberapa persetujuan secara demikian
ialah pemboronga-pemborongan itu dapat dipandang sebagai suatu pernjanjian
kerja, maka peraturan perjanjian kerja harus berlaku bagi semua persetujuan
ini, baik bagi persetujan itu secara
serentak maupun bagi masing-masing persetujuan secara sendiri-sendiri, kecuali
ketentuan-ketentuan dalam bagian 6 bab ini. Akan tetapi bila dalam hal demikian
persetujuan yang pertama hanya diadakan dalam percobaan saja maka persetujuan
demikian harus mengandung dianggap mengandung sifat pemborongan kerja dan
segala ketentuan dalam bab 6 itu berlaku baginya (KUHPerd. 1603x,1604dst)
Bagian
2. Perjanjian Kerja Pada Umumnya.
Pasal
1601d.
Bila perjanjian kerja diadakan
secara tertulis, maka biaya aktanya dan perongkosan lainnya harus ditanggung
majikan. (KUHPerd. 1466, 1601y.)
Pasal
1601e.
Jika pada waktu membuat
perjanjian diberikan dan diterima uang panjar maka kedua belah pihak tidak
boleh membatalkan perjanjian itu dengan membiarkan uang panjar itu di tangan
buruh (penerima panjar) atau dengan mengembalikan uang panjar itu kepada
majikan (pemberi panjar).
Uang
panjar hanya dapat dikurangkan dari upah, jika perjanjian kerja diadakan untuk
waktu lebih dan tiga bulan atau untuk waktu yang tak ditentukan dan temyat
a berjalan selama tidak lebih dari tiga
bulan.
Pasal
1601f.
Mengenai
perjanjian kerja yang diadakan oleh seorang perempuan yarkg bersuanii sebagai
buruh, undang-undang menganggap perempuan itu telah memperoleh izin dari
suaminya.
Tanpa
bantuan suaminya ia boleh melakukan segala perbuatan perjanjian itu, termasuk
membayar segala penagihan dan menghadap hakim. ia berhak menerima atau menuntut
apa saja yang disebut dalam perjanjian kerja untuk kepentingan keluarganya.
(KUHPerd. 108 dst., 11 1, 1916; F. 20-20.)
Pasal 1601g.
Anak yang belum dewasa mampu membuat perjanjian kerja sebagai
burukk, jika ia dikuasakan untuk itu oleh walinya menurut undang-undang, baik
dengan lisan maupun dengan tulisan.
Suatu
kuasa lisan hanya dapat berlaku untuk membuat suatu perjanjian kerja
tertentu. Jika anak yang belum dewasa
belum berusia 18 tahun, maka kuasa itu harus diberikan di hadapan majikan atau
orang yang mewakilinya. Kuasa tersebut
tak dapat diberikan dengan bersyarat.
Jika
kuasa diberikan secara tertulis, maka anak yang belum dewasa itu wajib
menyerahkan surat kuasanya kepada majikan, yang harus segera menyampaikan suatu
sahnan yang ditandatangarti kepada anak yang belum dewasa itu, dan pada waktu
Berakhirnya hubungan kerja, mengembalikan surat kuasa tersebut kepada anak yang
belum dewasa tersebut atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya.
Sekedar
tidak secara tegas dikecualikan dengan syarat-syarat tertentu dalam kuasa yang
telah diberikan itu, anak yang belum dewasa disamakan dengan orang dewasa,
tanpa mengurangi ketentuan alinea ketiga pasal 1603f. Namun demikian, ia tidak dapat menghadap
pengadilan tanpa dibantu oleh walinya menurut undang-undang, kecuali jika bagi
pengadilan temyata bahwa wali tersebut tidak mampu menyatakan kehendaknya.
(KUHPerd. 1446, 1603m; Rv. 944.)
Pasal
1601h.
Jika
anak yang belum dewasa, yang belum mampu membuat suatu perjanjian kerja, telah
membuat suatu perjanjian kerja dan karena itu selama enam minggu telah
melakukan pekerjaan pada majikan tanpa rintangan dan' walinya menurut
undang-undang, maka ia dianggap telah diberi kuasa dengan lisan oleh walinya
untuk membuat perjanjian kerja tersebut. (KUHPerd. 1446, 1454, 1916; S.
1926-335 pasal V.)
Pasal
1601i.
Suatu
perjanjian kerja antara suami-istri adalah batal. (KUHPerd. 106dst., 1467,
1679.)
Pasal
1601j.
(s.d.u. dg. S. 1939-546; S. 1947-208.) Suatu
reglemen (peraturan perusahaan) yang
ditetapkan oleh majikan hanya mengikat buruh, jika si buruh telah menyatakan
setuju dengan reglemen itu dan juga telah memenuhi syarat. syarat berikut:
(KUHPerd. 1601m, 16OIx.)
10. bahwa satu eksemplar
lengkap reglemen itu telah diberikan kepada bunih dengan cuma-cuma oleh atau
atas nama majikan;
20. bahwa oleh atau atas nama
majikan telah diserahkan ke Departemen Tenaga Kerja (Afdeling Arbeid v.h.
Departement van Sociale Zaken) satu eksemplar lengkap reglemen tersebut yang
ditandatangani oleh majikan, supaya dapat dibaca oleh umum;
30. bahwa satu eksemplar
lengkap reglemen itu ditempelkan dan tetap ada di suatu tempat yang dapat
didatangi buruh dengan mudah, sedapat-dapatnya dalam ruang kerja sehingga dapat
dibaca dengan baik.
Penyerahan
dan pembacaan reglemen itu di Departemen Tenaga Kerja diselenggarakan dengan
cuma-cuma. Setiap orang yang
berkepentingan dapat memperoleh salinan reglemen itu dengan cuma-cuma.
Tiap
perjanjian yang bertentangan dengan suatu ketentuan pasal ini, adalah batal.
(AB. 23; KUHPerd. 1320-l', 1601y; KUHD 402, 428.)
Pasal
1601k.
Jika
selama hubungan kerja ditetapkan suatu reglemen baru atau diubah reglemen yang
telah ada, maka reglemen baru atau reglemen yang telah diubah itu hanya
mengikat buruh, bila satu eksemplar lengkap rancangannya, sebelum ditetapkan,
disediakan selama suatu waktu dengan cuma-cuma untuk dibaca oleh buruh,
sehingga ia dapat mempertimbangkan isinya dengan seksama.
Jika
buruh, setelah reglemen baru atau reglemen yang diubah itu ditetapkan, tidak
dapat menyetujuinya, maka dalam waktu empat minggu sesudah mengetahui penetapan
itu, ia dapat menuntut di muka pengadilan, supaya perjanjian kerja
dibatalkan. Setelah mendengar pihak
lawan atau memanggilnya secara sah, pengadilan memutus pada tingkatan terakhir
dan mengabulkan tuntutan buruh, kecuali jika ia berpendapat, bahwa buruh tidak
begitu dirugikan oleh reglemen baru atau reglemen yang diubah itu. Dalam menunggu putusan pengadilan dan bila tuntutan
ditolak, hubungan kerja berlangsung terus, sedangkan reglemen baru atau
reglemen yang diubah itu sah sejak berlaku.
Dalam hal tuntutan dikabulkan, pengadilan akan menetapkan pada saat mana
hubungan keda akan berakhir, dan buruh berhak atas suatu ganti rugi sebagaimana
ditentukan pada pasal 1693q dalam pemutusan hubungan kerja oleh majikan.
Tiap
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. (AB. 23;
KUHPerd. 1603h dan i; KUHD 402, 428.)
Pasal
1601l.
Suatu
pemyataan dari pihak buruh, bahwa ia mengikatkan diri untuk menyetujui tiap
reglemen yang akan ditetapkan oleh majikan di kemudian hari atau tiap perubahan
dalam suatu reglemen yang telah ada, adalah batal. (AB. 23; KUHD 402, 428.)
Pasal
1601m.
Dari
ketentuan-ketentuan dalam reglemen itu, orang hanya boleh menyimpang, bila ada
peija4ian khusus yang tertulis mengenai hal itu. (KUHPerd. 1601d; KUHD 402,
428.)
Pasal
1601n.
Setiap
perjanjian antara majikan dan buruh, yang bertentangan dengan suatu perjanjian
perburuhan kolektif yang mengikat kedua pihak satu sama lain, dapat dibatalkan
atas tuntutan masing-masing dari mereka yang bersama-sama menjadi pihak dalam
perjanjian perburuhan kolektif itu, kecuali pihak majikan.
Yang
dimaksud dengan perjanjian perburuhan kolektif
adalah suatu peraturan, yang dibuat oleh seorang majikan atau lebih,
atau suatu perkumpulan majikan atau lebih yang merupakan badan hukum di satu
pihak, dan suatu serikat buruh atau lebih yang merupakan suatu badan hukum di
lain pihak, tentang syarat-syarat kerja yang harus diindahkan sewaktu membuat
suatu perjanjian kerja. (RO. 116g.)
Catatan:
mengenai perjanjian perburuhan, lihat UU No. 21/1954 tentang Perjanjian
Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (LN. 1954-69.)
Pasal
1601 o.
Untuk
menghitung upah sehari yang ditetapkan dalam bentuk uang, maka dalam bab ini,
satu hari ditetapkan 10 jam, satu minggu 6 hari, satu bulan 26 hari, dan satu
tahun 300 hari. Jika upah seluruhnya
atau sebagian ditetapkan dengan cara lain dari cara menurut jangka waktu, maka
sebagai upah harian yang ditetapkan dalam jumlah uang harus diambil upah
rata-rata dari buruh, dildtung sekm 30 hari kerja yang telah lalu. Jika tidak dapat digunakan ukuran seperti
itu, maka sebagai upah harus diambil upah yang biasa untuk pekefjaan yang paling
mirip dalam hal sifat, tempat dan waktu. (KUHPerd. 1603 q2.)
Pasal
1601p.
Upah
buruh yang tidak tinggal di rumah majikan, tidak boleh ditetapkan sewa dalam
bentuk:
10. uang;
20 makanan,
bahan makanan, penerangan dan bahan bakar yang harus dipakai di tempat
penyerahannya;
30. pakaian yang harus dipakai
dalam melakukan pekerjaan;
40. jumlah tertentu hasil
perusahaan, atau bahan dasar atau bahan pembantu yang dipakai dalam perusahaan
itu, bila hasil atau bahan dasar atau bahan peinbantu itu, mengingat sifat dan
banyaknya, termasuk dalam kebutuhan hidup utama bagi si buruh dan keluarganya,
atau dipakai dalam perusahaan si buruh, sebagai bahan dasar , sebagai bahan
pembantu, alat-alat atau perkakas, dengan pengecualian minuman keras dan candu;
50. hak pakai untuk sebidang
tanah atau padang rumput atau kandang untuk hewan, yang ditentukan banyaknya
serta jenisnya, kepunyaan buruh atau salah seorang anggota keluarganya; hak
pakai alat-alat kerja atau perkakas-perkakas serta perawatannya;
60. pekerjaan atau jasa
tertentu yang dilakukan oleh majikan atau atas tanggungan majikan untuk buruh
itu;
70. hak pakai rumah atau
sebagian rumah tertentu, perawatan kesehatan bagi buruh serta keluarganya
dengan cuma-cuma, pemakaian seorang pelayan atau lebih dengan cuma-cuma,
pemakaian sebuah mobil atau kendaraan lain atau seekor kuda atau lebih dengan
cuma-cuma, atau tunjangan-tunjangan lain dalam pembiayaan rumah tangga semacam
itu, sekedar belum termasuk dalam nomomomor tersebut di atas;
80. gaji selama waktu cuti,
setelah bekerja selama beberapa tahun tertentu, atau hak atas pengangkutan
dengan cuma-cuma ke tempat asal atau cuti pulang pergi. (KUHPerd. 1601r; KUHD
429.)
Pasal
1601q.
Jika
dalam perjanjian atau reglemen tidak ditetapkan jumlah upah oleh kedua belah
pihak, maka buruh berhak untuk memperoleh upah sebanyak upah yang biasa di
tempat itu bagi pekerjaan yang serupa dengan pekerjaannya.
Jikalau
kebiasaan seperti ini tidak ada di tempat itu, maka upah itu harus ditentukan
dengan mengingat keadaan, menurut keadilan. (KUHD 402.)
Pasal
1601r.
Jika
jumlah upah telah ditetapkan tetapi berlainan dari yang diperkenankan menurut
pasal 1601p, maka upah itu harus dianggap telah ditetapkan dalam bentuk uang
dengan jumlah lima kali jumlah tersebut.
Seluruh
upah yang ditetapkan berupa uang itu hendaklah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan di atas tentang hal memperhitungkan uang upah itu, sehingga
tidak boleh melebihi sepertiga kati jumlah upah yang biasanya atau menurut
kepatutan harus diberikan pada pekerjaan yang semacam.
Setiap
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. (KUHPerd.
1602i; KUHD 429; AB 23.)
Pasal
1601s.
Tiap
perjanjian antara majikan atau seorang pegawainya atau kuasanya dan seorang
buruh yang bekerja di bawah salah seorang dari mereka itu, yang mengikatkan
diri buruh itu untuk menggunakan upah atau pendapatannya yang lain seluruhnya
atau sebagian menurut Cara tertentu atau untuk membeli barang-barang
keperluannya di tempat tertentu atau dari orang tertentu, tidak diperbolehkan
dan adalah batal. (KUHPerd. 1601p dan t; AB. 23.)
Dari
ketentuan-ketentuan tersebut, dikecualikan perjanjian yang mengikutsertakan si
buruh dalam suatu dana, asal dana tersebut memenum syarat-syarat yang
ditetapkan dalam undang-undang. (KUHPerd. 1602r; S. 1926-377.)
Pasal
1601t.
Jika
buruh telah membuat suatu janji dalam suatu perjanjian dengan majikan, sedang
perjanjian itu menurut pasal di atas tidak diperbolehkan dan batal, maka
perbuatan itu tidak mertimbulkan suatu perikatan. Buruh itu berhak menuntut kembali dari
majikan tersebut pembayaran yang dipotong dari upahnya atau yang ia keluarkan
sendiri dari sakunya sehubungan dengan perjanjian tersebut, sedang uang yang
telah ia terima dari majikan tidak wajib dikembalikan.
Meskipun
demikian, dalam hal mengabulkan tuntutan si buruh, pengadilan berkuasa untuk
membatasi hukuman sampai pada suatu jumlah yang dianggapnya adil menurut
keadaan, tetapi paling sedikit sebesar kerugian yang diderita oleh buruh itu
menurut taksiran pengadilan.
Jika
buruh telah mengadakan suatu perjanjian dengan orang lain daripada majikan,
sedang perjanjian tersebut tidak diperbolehkan, maka buruh berhak meminta
kembali dari majikan apa yang telah dibayar atau yang masih terutang kepada
orang lain itu. Ketentuan alinea kedua
juga berlaku dalam hal ini.
Tiap hak
buruh untuk mengajukan tuntutan yang berdasarkan pasal ini, gugur setelah lewat
enam bulan. (KUHPerd. 1602j alinea 3, 1603t.)
Pasal
1601u.
Majikan
hanya dapat mengenakan denda atas pelanggaran terhadap ketentuan dari
perjanjian tertulis atau reglemen, jika ketentuan itu ditunjuk secara tegas dan
dendanya disebut pula dalam perjanjian atau reglemen itu. (KUHPerd. 1601j.)
Perjanjian
atau reglemen yang memperjanjikan denda harus menyebutkan dengan seksama kegunaan
denda itu. Uang denda, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, sekali-kali tidak boleh digunakan untuk
keuntungan pribadi majikan atau orang lain, yang dikuasakan olehnya untuk
mengenakan denda kepada buruhnya.
Tiap
denda yang diperjanjikan dalam suatu reglemen atau dalam suatu perjanjian,
harus ditetapkan pada jumlah tertentu yang dinyatakan dalam mata uang untuk
upah yang ditetapkan itu. (KUHPerd. 1602h.)
Dalam
satu minggu, kepada seorang buruh tidak boleh dikenakan denda-denda yang jumlahnya
melebihi upahnya dalam sehari. Tidak
satu denda pun boleh dijatuhkan lebih dari jumlah ini. (KUHPerd. 160le, 1601o.)
Tiap
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. Dengan perjanjian tertulis atau dengan
reglemen boleh diadakan penyimpangan dari ketentuan alinea kedua, ketiga dan
keempat, tetapi hanya mengenai buruh yang upahnya ditetapkan berupa uang yang
jumlahnya lebih dari delapan gulden sehari.
Jika terjadi demikian, pengadilan senantiasa berkuasa mengurangi jumlah
denda yang telah ditetapkan, sekedar jumlah itu menurut pendapatnya lebih dari
sepantasnya. (AB. 23; KUHPerd. 1309.)
Memperjanjikan
hukuman, sebagaimana dimaksudkan dalam Bagian 10 dari Bab I dalam buku ini,
adalah termasuk menetapkan dan memperjanjikan denda menurut pengertian pasal
ini. (KUHPerd. 1306, 16OIx, 1602r; KUHD 410.)
Pasal
1601v.
Untuk
satu perbuatan, majikan tidak boleh mengenakan denda sambil menuntut pula ganti
rugi. (KUHPerd. 1307.)
Tiap
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal. (AB. 23.)
Pasal 1601w.
Jika salah satu pihak, dengan sengaja atau karena
kesalahannya, berbuat bercentangan dengan salah satu kewajibannya, dan kerugian
yang diderita oleh pihak lawan tidak dapat dinilai dengan uang, maka pengadilan
akan menetapkan suatu jumlah uang menurut keadilan sebagai ganti rugi -
(KUHPerd. 1241.)
Pasal
16OIx.
Suatu
perjanjian yang mengurangi hak buruh, bahwa setelah mengakhiri hubungan kerja,
ia tidak diperbolehkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, hanya sah jika
dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau suatu reglemen dengan buruh yang
telah dewasa. (KUHPerd. 1601j.)
Baik
atas tuntutan buruh, maupun atas permintaannya yang diajukan pada pembelaannya
dalam suatu perkara, pengadilan boleh membatalkan perjanjian seperti itu,
seluruhnya atau sebagian, dengan alasan bahwa dibandingkan dengan kepentingan
majikan yang dilindungi itu, buruh dirugikan secara tidak adil oleh perjanjian
tersebut.
Dari
suatu perjanjian termaksud dalam alinea pertama, majikan tidak dapat mengambil
hak-hakjika ia memutuskan hubungan kerja secara melanggar hukum atau jika buruh
memutuskannya karena desakan sesuatu yang ditimbulkan majikan itu secara
sengaia atau dengan kesalahannya. Juga
tidak boleh majikan berbuat demikian, jika pengadilan, atas permintaan atau
tuntutan buruh, telah menyatakan bubamya perjanjian itu berdasarkan suatu
alasan mendesak, yang diberikan kepada buruh karena kesengajaan atau kesalahan
majikan. (KUHPerd. 1603e, 1603n dan 1603p.)
Jika
buruh berjanji akan memberikan kepada majikan suatu ganti rugi bila ia
melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan suatu perjanjian
sebagaimana dimaksudkan pada alinea pertama, maka pengadilan senantiasa
berwenang mengurangi jumlah ganti rugi yang telah ditetapkan, sekedar jumlah
itu menurut pendapatnya lebih dari yang sepantasnya. (KUHPerd. 1309, 161 I u;
KUHD 404.)
1601y. Dihapus
dg. S. 1928-533jo. S. 1929-261.
Bagian
3. Kewajiban-kewajiban Majikan.
Pasal
1602.
Majikan
wajib membayar upah buruh pada waktu yang ditentukan. (KUHPerd. 160lo-r, 1603p
nomor 30; F. 232.)
Pasal
1602a.
Upah
yang ditetapkan menurut jangka waktu, harus dibayar sejak saat buruh mulai
bekerja sampai saat Berakhirnya hubungan kerja. (KUHPerd. 1601o.)
Pasal
1602b.
Tidak
ada upah yang harus dibayar untuk waktu buruh tidak melakukan pekerjaan yang diperjanjikan.
Pasal
1602c.
Akan
tetapi buruh berhak untuk meminta dan menerima upah, yang ditetapkan menurut
lamanya buruh bekerja, untuk waktu yang tidak begitu lama, bila ia berhalangan
melakukan pekerjaan karena sakit atau mengalami kecelakaan, kecuali bila
sakitnya atau kecelakaan itu disebabkan oleh kesen.gajaan atau kebejatannya
atau oleh cacat badan yang dengan sengaia diberi keterangan palsu pada waktu
membuat perjanjian kepada majikan.
(KUHPerd. 1244 dst.)
(s.d.u.
dg. S. 1939-256, 292.) Bila dalam hal
demikian buruh berhak memperoleh suatu ganti rugi berdasarkan suatu peraturan
undang-undang tentang hal sakit atau kecelakaan, atau menurut aturan
pertanggungan, atau dari suatu dana yang telah djanjikan atau lahir dari perjanjian
kerja, maka jumlah uang upah itu haru s dikurangi dengan jumlah uang ganti rugi
termaksud. (KUHPerd. 1601s; S. 1939-255, 256 dan 693jo. Undang-undang Kecelakaan No. 3/1951 dan PP
No. 3/1915.)
Buruh
berhak menuntut jangka waktu pendek, yang ditetapkan menurut keadilan, bila ia,
baik karena memenuhi kewajiban yang diletakkan padanya oleh undang-undang atau
pemerintah tanpa penggantian berupa uang, dan tidak dapat dilakukan di luar
waktu kerja, maupun karena mengalami kejadian-kejadian luar biasa di luar
kesalahannya, terhalang melakukan pekerjaannya.(KUHPerd. 1602u.)
Dalam
pengertian kejadian luar biasa, untuk pasal melahirkan anak; pula meninggalnya
dan penguburan salah seorang teman serumah atau salah seorang anggota keluarga
dalam garis tak terbatas dan dalam garis ke samping derajat kedua. Sedangkan dalam pengertian memenuhi kewajiban
yang diletakkan oleh undang-undang atau Pemerintah, termasuk hal melakukan hak
pilih. (KUHPerd. 290 dst.)
Jika
upah berupa uang ditetapkan secara lain inenurut jangka waktu, maka
ketentuan-ketentuan pasal ini berlaku juga, dengan pengertian, bahwa sebagai
upah harus diambil upah rata-rata yang seharusnya dapat diperoleh buruh
seandainya ia tidak berhalangan melakukan pekerjaan.
Tetapi
upah itu harus dikurangi dengan jumlah biaya yang telah dapat dihemat selama
buruh tidak mengerjakan pekerjaan.
Dari
ketentuan-ketentuan pasal ini, orang hanya boleh menyimpang dengan perjanjian
tertulis atau suatu peraturan. (KUHPerd. 1601i; KUHD 412, 416h.)
Pasal 1602d.
Juga buruh tidak kehilangan haknya atas upah yang ditentukan
menurut jangka waktu, jika ia telah bersedia melakukan pekerjaan yang
dijanjikan, tetapi majikan tidak menggunakannya, baik karena salahnya sendiri,
maupun karena halangan yang kebetulan terjadi mengenai dirinya pribadi.
Ketentuan-ketentuan
alinea kedua, kelima, keenam dan ketujuh dalam pasal i6O2c, berlaku juga dalam
hal ini.
Pasal
1602e.
Bila
banyaknya uang untuk membayar semua atau sebagian upah itu tergantung pada
suatu pertelaan dari pembukuan majikan, maka buruh berhak meminta majikan
memberitahukan surat-surat bukti, yang dianggap perlu untuk mengetahui jumlah
upah buruhnya.
Dalam
surat perjanjian atau dalam reglemen boleh ditetapkan, bahwa pemberitahuan
tentang surat-surat bukti yang seharusnya dibejikan kepada tiap buruh, akan
diberikan kepada sejumlah tertentu buruh yang bekerja pada majikan itu atau
kepada seorang atau beberapa ahli pembukuan, yang ditunjuk oleh para buruh
secara tertulis.
Pemberitahuan
surat surat bukti oleh atau atas kuasa majikan, jika dikehendaki, dapat
dilakukan dengan meletakkan kewajiban yang dinyatakan secara tegas, Bahwa buruh
atau orang yang menurut alinea yang lalu mewakilinya, harus merahasiakaniiya;
orang tersebut belakangan ini tidak dapat diwajibkan merahasiakannya terhadap
buruh.
Kewajiban
merahasiakan dihapuskan sekedar perlu, jika hal itu dibantah di muka
pengadilan.
(s.d.t.
dg. S. 1931-367jo. 368.) Sekedar
pertelaan termaksud dalam alinea pertama di atas adalah mengenai keuntungan
yang diperoleh perusahaan atau sebagian perusahaan majikan itu, maka dengan
surat perjanjian atau dengan reglemen, begitu pula dengan cars lain daripada
spa yang disebut dalam alinea kedua, dapat diadakan penyimpangan dari
ketentuan-ketentuan dalam alinea pertama, tetapi dengan pengertian bahwa dengan
memperhatikan ketentuan alinea kedua, senantiasa harus diberikan kepada buruh
suatu surat pemberitahuan terang dan jelas yang menggambarkan pertelaan
termasuk pada alinea pertama.
(s.d. t.
dg. S. 1931-368.) Tanpa mengurangi
berlakunya alinea keempat, pemberitahuan tentang pertelaan dalam alinea yang
lalu, bila dikehendaki, harus dilakukan dengan mewajibkan si buruh
merahasiakannya, sebagaimana telah disebut dalam alinea ketiga. (KUHPerd.
1601j, 1602n; KUHP 323.)
Pasal
1602f.
Untuk
pembayaran upah yang menjadi hak buruh, kuasa termaksud dalam alinea pertama
pasal 1385, haruslah suatu kuasa tertulis.
Jika
dalam kuasa tertulis termaksud pada pasal 1601g dimuat syarat, bahwa upah yang
ditetapkan berupa uang seluruhnya atau sebagian, tidak akan dibayar kepada
buruh di bawah umur, tetapi harus dibayar kepada wakilnya yang sah, maka orang
ini, dalam hal pembayaran upah atau bagian yang harus dibayar kepadanya,
dianggap sebagai buruh.
Pun jika
tidak dimuat syarat seperti itu dalam surat kuasa dan bahkan dalam hal adanya
kuasa lisan, upah yang ditetapkan berupa uang, yang harus dibayar kepada buruh
yang belum dewasa, harus dibayar kepada wakilnya yang sah bila wakil ini
mengajukan surat perlawanan atas pembayaran yang dilakukan kepada si buruh di
bawah umur.
Dalam
hal-hal lain dari yang dimaksudkan pada alinea kedua dan alinea ketiga pasal
ini, majikan yang membayar kepada buruh di bawah umur dianggap telah
melunasinya dengan sah.
(s,d.u. S.
1938-622.) Pembayaran kepada pihak ketiga, yang berlawanan dengan
ketentuan-ketentuan pasal ini atau pasal berikut, adalah batal.
Pasal
1602g.
Penyitaan
upah yang menjadi hak buruh dari majikan, hanya boleh dilakukan atas jumlah
yang tidak lebih dari seperlima dari upah yang ditetapkan berupa uang, bila
upah berupa uang itu sehari delapan gulden atau kurang. Jika upah berupa uang itu lebih dari delapan
gulden sehari, maka juga penyitaan hanya sah atas jumlah yang tidak melebihi
seperlima bagian, sedang beberapa penyitaan tidak dibatasi. tidak ada pembatasan, jika penyitaan itu
dijalankan untuk pembayaran nafkah, yang menurut undang-undang menjadi hak
orang yang melakukan penyitaan. (KUHPerd. 1601o; Rv. 461 dst., 749 dst.)
Penyerahan,
penggadaian atau perbuatan lain, dengan mana si buruh memberikan suatu hak atas
upahnya kepada pihak ketiga, hanya berlaku sepanjang penyitaan atas upahnya
diperkenankan. (KUHPerd. 613, 1153.)
Kuasa
untuk menagih upah, dalam bentuk dan dengan nama apa pun, yang oleh buruh telah
diberikan, senantiasa bisa ditarik kembali. (KUHPerd. 1792 dst.,1814.)
Tiap
perjanjian yang berlawanan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. (AB.23;
KUHD 433, 466; F. 2o-20.)
Pasal
1602h.
Pembayaran
upah yang ditetapkan berupa uang, harus dilakukan dengan uang yang berlaku di
Indonesia, dengan pengertian, bahwa upah yang ditetapkan berupa uang asing
harus dihitung menurut kurs pada hari dan tempat pembayaran terjadi, atau kalau
di tempat itu tidak ada kurs, menurut kurs di kota dagang terdekat yang ada
kurs. (KUHD 433, 445; LN. 1953-40 pasal 8.)
Akan
tetapi untuk daerah atau bagian daerah tertentu, dengan undang-undang dapat
diadakan penyimpangan dari ketentuan alinea pertama itu. (LN. 1952-72jo. LN. 1955-3.)
Pasal
1602i.
Pembayaran
upah yang ditetapkan dalam bentuk lain dari uang, dilakukan menurut apa yang
dijanjikan pada perjanjian atau reglemen, atau dalam hal termaksud pada pasal
1601r, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan di situ.
Pasal
1602J.
Pembayaran
upah yang dilakukan secara lain daripada yang ditentukan dalam kedua pasal di
atas adalah batal. Buruh tetap berhak
menuntut upah yang belum dibayar dari majikan, tanpa wajib mengembalikan spa
yang sudah diterimanya dari pembayaran yang batal itu.
Walaupun
demikian, pengadilan, dalam mengabulkan tuntutan buruh, berwenang untuk
membatasi hukuman sampai pada suatu jumlah uang yang menurut perhitungannya
seimbang dengan kerugian yang diderita buruh.
Tiap hak
buruh untuk menuntut sesuatu berdasarkan pasal irii, gugur dengan lewatnya
waktu enam bulan. (KUHPerd. 1601t alinea keempat, 1603t.)
Pasal
1602k.
Jika
tempat pembayaran upah tidak ditentukan dalam surat perjanjian atau reglemen
atau oleh kebiasaan, maka pembayaran itu harus dilakukan di tempat pilihan majikan
saja, yaitu di tempat kerja biasa, atau di kantor majikan kalau kantor itu
terletak di tempat tinggal kebanyakan buruh, atau di rumah buruh. (KUHPerd.
1393.)
Pasal
1602l.
Pembayaran
upah yang ditetapkan dengan uang menurut lamanya ketja, harus dilakukan sebagai
berikut: (KUHPerd. 1602o; KUHD 452d.)
jika
ditetapkan untuk tiap minggu atau waktu yang lebih pendek dari seminggu,
dibayar setiap kali lewat seminggu;
jika
ditetapkan untuk waktu lebih dari seminggu tetapi kurang dari sebulan, dibayar
setiap kali lewat waktu itu;
jika
ditetapkan untuk tiap bulan, dibayar setiap kali lewat sebulan;
jika
ditetapkan untuk waktu yang lebih lama dari satu bulan, dibayar tiaptiap kali
lewat satu triwulan.
Dari
aturan ini hanya boleh diadakan penyimpangan dengan perjanjian tertulis atau
reglemen, bahwa pembayaran upah untuk waktu yang kurang dari setengah bulan,
dilakukan tiap-tiap setengah bulan, dan pembayaran upah bulanan dilakukan
tiap-tiap triwulan sekati.
Pembayaran
upah bagi buruh yang tinggal serumah dengan majikan, dilakukan dengan
menyimpang dari ketentuan di atas ini, yaitu tiap-tiap kali lewat waktu yang
ditetapkan menurut kebiasaan setempat, kecuali kalau dalam surat perjanjian
atau reglemen telah dijanjikan, bahwa pembayaran itu akan dilakukan menurut ketentuan-ketentuan
dalam alinea pertama. (KUHPerd. 1601j; AB. 15.) Tenggang waktu pembayaran yang
ditetapkan pada atau berdasarkan pasal ini, senantiasa boleh diperpendek oleh
kedua belah pihak dengan kata sepakat.
Pasal
1602m.
Pembayaran
upah yang berupa uang, tetapi tidak menurut jangka waktu, harus dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pasal yang lalu, dengan pengertian
bahwa jipah ini dianggap telah ditetapkan menurut waktu yang lazim dipakai
dalam menentukan upah untuk pekerjaan, yang menurut sifat, tempat dan waktu
paling mirip dengan pekerjaan yang upahnya akan dibayar itu. (KUHPerd. 1601q;
KUHD 452d.)
Pasal
1602n.
Jika
upah berupa uang terdiri atas suatu jumlah, yang untuk penetapannya diperlukan
surat keterangan yang terdapat dalam pembukuan majikan, maka pembayaran harus
dilakukan tiap kali jumlah itu dapat ditetapkan, dengan pengertian bahwa
pembayaran harus dilakukan paling sedikit sekali setahun.
Jika
keterangan termaksud pada alinea pertama mengenai keuntungan yang diperoleh
daiam perusahaan majikan atau dalam sebagian dari perusahaan itu, sedangkan
menurut sifat perusahaan atau kebiasaan keuntungan tersebut baru ditetapkan
setelah lewatnya waktu lebih dari satu tahun, maka dengan perjanjian tertulis
atau dengan reglemen dapat dijanjikan bahwa pembayaran akan dilakukan tiap kali
setelah diadakan penctapan itu. (KUHPerd. 16OIj dan 1602e.)
Pasal
1602o.
jika
upah berupa uang sebagian ditetapkan menurut lamanya waktu, sedangkan sebagian
lagi ditetapkan secara lain, atau jika upah ditetapkan sebagian demi sebagian
menurut lama waktu yang berbeda-beda, maka untuk masing-masing bagian itu
berlaku ketentuan-ketentuan pada pasal 16021 sampai dengan 1602n.
Pasal
1602p.
Pada
tiap pembayaran, seluruh jumlah upah yang terutang harus dilunasi.
Mengenai
upah yang ditetapkan berupa uang, tetapi tergantung pada hasil pekerjaan yang
dilakukan, dengan perjanjian tertulis atau dengan reglemen dapat diperjanjikan,
bahwa tiap kali, tanpa mengurangi perhitungan yang tetap, pada hari pembayaran
pertama akan dibayar suatu bagian tertentu dari upahnya, yang berjumlah paling
sedikit tiga perempat dari upah yang biasanya dibayar untuk pekerjaan yang
menurut sifat, tempat dan waktu paling mirip dengan pekerjaan yang
bersangkutan. (KUHPerd. 1390; KUHD 444.)
Pasal
1602q.
Jika
upah yang ditetapkan berupa uang atau sebagian yang tersisa setelah upah itu
dipotong dengan jumlah yang tidak perlu dibayar oleh majikan dan jumlah yang
dituntut oleh pihak-pihak ketiga menurut ketentuan bab ini, tidak dibayar
paling lambat pada hari kerja ketiga setelah hari pembayaran menurut
pasal-pasal 16021, 1602m dan 1602o, maka buruh, bila pembayaran tidak dilakukan
karena kesalahan majikan, berhak atas tambahan upah untuk hari kerja keempat
sampai hari kedelapan sebanyak lima persen sehari dan untuk hari-hari
seterusnya satu persen sehari, dengan pengertian, bahwa tambahan karena
kelambatan itu tidak boleh melebihi separuh dari jumlah yang harus dibayarkan. Dalam pada itu, pengadilan berwenang
membatasi tambahan upah itu sampai suatu jumlah yang dianggap adil, mengingat
keadaan-keadaan. (KUHD 430, 452c.)
Suatu
janji yang menyimpang dari ketentuan pasal ini, hanya sah terhadap buruh-buruh
yang upahnya berjumlah lebih dari delapan gulden sehaii. (KUHPerd. 1250; AB.
23.)
Pasal
1602r.
Kecuali
pada waktu Berakhirnya hubungan kerja, terhadap tuntutan pembayaran upah, hanya
boleh diadakan perjumpaan utang dengan utang buruh berikut: (KUHPerd. 1425
dst., 1968 dst.)
10. ganti rugi yang belum ia
bayar kepada majikan; (KUHPerd. 16OIx.)
20. denda-denda yang belum ia
bayar kepada majikan menurut pasal 1601u, asal majikan ini memberikan sepucuk
surat bukti, yang menerangkan jumlah tiap denda serta waktu dan alasan denda
itu dikenakan, dengan menyebutkan ketentuan reglemen atau surat perjanjian yang
telah dilanggar;
30. iuran untuk suatu dana
yang menurut alinea kedua pasal 1601s telah dibayarkan oleh majikan untuk
kepentingan buruh;
40. harga sewa rumah, ruangan,
sebidang tanah, atau alat atau perkakas yang, dipakai buruh dalam perusahaannya
sendiri, yang dengan suatu surat perjanjian telah disewakan oleh majikan kepada
buruh; (KUHPerd. 1560-21, 1601-50.)
50. harga pembelian
barang-barang keperluan rumah tangga biasa dan sehari-hari di luar minuman
keras dan candu, serta bahan-bahan pokok dan bahan-bahan pembantu yang dipakai
buruh dalam perusahaannya sendiri: semuanya elah diserahkan majikan kepada
buruh, asal penyerahan itu dapat dibuktikan dengan surat keterangan dari buruh,
yang menyebutkan alasan dan jumlah utang, dan majikan tidak meminta harga untuk
barang-barang itu lebih dari harga pembelian, sedang harga ini tidak melebihi
harga barang-barang keperluan rumah tangga, bahan-bahan pokok dan bahan-bahan
pembantu tersebut di lain tempat; (KUHPerd. 1601p-40.)
60. persekot-persekot atas
upah, yang diberikan oleh majikan berupa uang kepada buruh, asal hal irti
temyata dari suatu keterangan seperti yang disebutkan pada nomor 50 di atas;
70. kelebihan upah yang telah
dibayar; (KUHPerd. 1359.)
80. biaya perawatan dan
pengobatan yang menurut pasal 1601x menjadi tanggungan buruh.
Mengenai
utang-utang yang sedianya dapat ditagih oleh majikan berdasarkan ketentuan
nomor 20, 30 dan 50, pada tiap pembayaran upah ia
tidak boleh memperhitungkan lebih dari seperlima dari upah berupa uang, yang
sedianya harus dibayar; mengenai utang-utang yang seluruhnya dapat ditagih
berdasarkan ketentuan-ketentuan pasal ini, majikan tidak boleh memperjumpakan
lebih daii dua perlima jumlah upah tersebut.
Tiap
perjanjian yang memberikan suatu wewenang yang lebih luas kepada majikan untuk
memperiumpakan utang, adalah batal. (AB. 23.)
Pasal
1602s.
Bila
upah buruh, seluruhnya atau sebagian, ditetapkan berupa pemondokan, pangan atau
keperluan hidup lain, maka majikan wajib memenuhinya menurut kebiasaan
setempat, asal sesuai dengan syarat-syarat kesehatan dan kesusilaan.
Tiap
perjanjian yang dapat menghapus atau membatasi kewajiban majikan ini, adalah
batal. (AB. 15, 23; KUHPerd. 1601p-20 dan 30, 1603p-40.)
Pasal
1602t.
Majikan
yang untuk sementara waktu berhalangan memenuhi upah berupa pemondokan, pangan
dan keperluan hidup lain, sedangkan halangan ini tidak disebabkan oleh
perbuatan buruh sendiri, wajib memberikan suatu ganti rugi, yang jumlahnya
ditetapkan dengan persetujuan, atau jika tidak ada suatu perjanjian, menurut
kebiasaan setempat. (KUHPerd. 1239; AB. 15.)
Pasal
1602v.
Majikan
wajib memberi kesempatan kepada buruh-buruh yang tinggal padanya, tanpa
memotong upahnya, untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, begitu pula untuk
menikmati istirahat dari pekerjaannya, dengan cara yang ditetapkan dalam
perjanjian, atau jika perjanjian tidak ada, menurut kebiasaan setempat.
(KUHPerd. 1602c; AB. 15.)
Pasal
1602v.
(s.d.u.
dg. S. 1936-481 jo. S. 1938-137.) Majikan wajib mengatur
pekerjaan sedemikian rupa, sehingga buruh tidak bekerja pada hari Minggu dan
pada hari-hari yang menurut kebiasaan setempat, sekedar mengenai pekerjaan yang
diperjanjikan, disamakan dengan hari Minggu. (KUHD 441.)
Catatan: Untuk selanjutnya lihat LN.
1954-37 pada Hukum Perburuhan.
Pasal
1602w.
Majikan
wajib mengatur dan memelihara ruangan-ruangan, alat-alat dan perkakas yang
dipakai buruh untuk melakukan pekerjaan, dan pula wajib mengenal cara melakukan
pekerjaan, mengadakan aturan-aturan serta memberi petunjuk-petunjuk sedemikian
rupa, sehingga buruh terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan
harta bendanya, sebagaimana dapat dituntut mengingat sifat pekerjaan.
Jika
kewajiban-kewajiban itu tidak dipenuhi, maka majikan wajib mengganti kerugian
yang karenanya menimpa buruh dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali bila ia
dapat membuktikan, bahwa tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban itu, disebabkan
oleh keadaan memaksa, atau bahwa kerugian tersebut sebagian besar disebabkan
oleh kesalahan buruh sendiri. (KUHPerd. 1245 dst.)
Jika
kewajiban-kewajiban itu tidak dipenuhi oleh majikan, dan karenanya buruh
mendapat luka dalam melakukan pekerjaannya sehingga meninggal dunia, maka
majikan wajib memberi ganti rugi kepada suami atau istri si buruh, anak-anaknya
atau orang tuanya yang biasanya memperoleh nafkahnya dari pekerjaan buruh itu,
kecuali jika majikan itu dapat membuktikan, bahwa tidak dipenuhinya
kewajiban-kewajiban itu disebabkan oleh keadaan memaksa, atau bahwa
meninggalnya buruh itu sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dari buruh itu
sendiri. (KUHPerd. 1245, 1370; Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947, LN.
1951-3.)
Tiap
perjanjian yang dapat menghapuskan atau membatasi kewajiban-kewajiban majikan
ini, adalah batal. (AB. 23.)
Dengan
undang-undang dapat diadakan aturan-aturan yang menetapkan, bahwa kewajiban
mengganti kerugian termaksud pada alinea kedua dan ketiga, dapat dilimpahkan
oleh majikan kepada orang-orang lain.
Pasal
1602x.
Jika
scorang buruh yang tinggal padanya sakit atau mendapat kecelakaan semasa
berlangsungnya hubungan kerja, tetapi paling lama dalam waktu enam minggu, maka
si majikan wajib mengurus perawatan dan pengobatan si buruh sepantasnya, bila
hal ini belum diberikan berdasarkan peraturan lain. ia berhak menuntut kembali
biaya untuk itu dari si buruh, tetapi biaya selama empat minggu pertama, hanya
dapat dituntut kembali bila sakit atau kecelakaan itu disebabkan oleh perbuatan
sengaja atau perbuatan cabul buruh atau sebagai akibat dari suatu cacat
badannya yang pada waktu membuat perjanjian dengan sengaja telah diberi
keterangan palsu oleh si buruh.
Tiap
perjanjian yang mungkin akan mengakibatkan kewajiban-kewajiban majikan itu
dikecualikan atau dibatasi, adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1602r-80, 1602s,
1603c; KUHD 412, 416h.)
Pasal
1602y.
Pada
umumnya seorang majikan wajib untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
dalam keadaan yang sama wajib dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang
majikan yang baik. (KUHPerd. 1339, 1603d.)
Pasal
1602z.
Majikan,
pada waktu Berakhirnya hubungan kerja, atas permintaan buruh wajib memberikan
kepadanya sepucuk surat keterangan yang dibubuhi tanggal dan tanda tangan
olehnya.
Surat
keterangan itu harus memuat suatu keterangan sesungguhnya tentang sifat
pekerjaan yang telah dilakukan dan lamanya hubungan kerja, dan atas permintaan
khusus dari buruh yang bersangkutan, harus memuat pula keterangan tentang cara
buruh menunaikan kewajiban-kewajibannya dan alasan-alasan hubungan kerja itu
berakhir. Jika majikan memutuskan
hubungan kerja tanpa memajukan suatu alasan, maka ia hanya wajib menyebutkan
hal itu, tanpa wajib menyebutkan alasan-alasannya. Jika buruh memutuskan hubungan kerja secara
bertentangan dengan hukum, majikan berhak menyebutkan hal itu dalam surat
keterangan.
Majikan
yang menolak memberikan surat keterangan yang diminta, atau sengaja menuliskan
keterangan yang tidak benar, atau memberikan suatu tanda pada surat keterangan
yang dimaksud untuk memberikan suatu keterangan tentang buruh yang tidak
termuat dalam kata-kata surat keterangan itu, atau memberikan kepada pihak
ketiga keterangan-keterangan yang bertentangan dengan surat keterangan,
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi, baik terhadap buruh maupun
terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 1239.)
Tiap
perjanjian yang dapat menghapuskan atau membatasi kewajiban-kewajiban majikan
ini, adalah batal. (AB. 23.)
Bagian
4. Kewajiban Buruh.
Pasal
1603.
Buruh
wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuannya dengan
sebaik-baiknya. Jika sifat dan luasnya
pekerjaan yang harus ditakukannya tidak dirumuskan dalam perjanjian atau
reglemen, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan. (KUHPerd. 1339; AB. 15.)
Pasal
1603a.
Buruh
wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan izin majikan ia dapat
menyuruh orang lain menggantikannya. (KUHPerd. 1383; F. 36-2.)
Pasal
1603b.
Buruh
wajib menaati aturan-aturan pelaksanaan pekerjaan dan aturan-aturan yang
dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan, yang diberikan oleh
atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian
atau reglemen, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan. (KUHPerd.
1339, 16OIj dst.; AB. 15.)
Pasal
1603C.
Buruh
yang tinggal menumpang di rumah majikan wajib berkelakuan menurut tata tertib
rumah tangga majikan. (KUHPerd. 1602s, 1602x.)
Pasal
1603d.
Pada
umumnya buruh wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam
keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh
yang baik. (KUHPerd. 1339, 1602y.)
Bagian
5. Berbagai Cara Berakhirnya Hubungan Kerja yang Terjadi
Karena
Perjanjian Kerja.
Catatan: Dengan UU No. 12/1964 tentang
pemutusan hubungan kerja di per usahaan swasta dicabut Regeling ontsiagrecht
voor bepaalde niet Europese Arbeiders (S. 1941-396) dan peraturan-peraturan
lain mengenai pemutusan hubungan kerja seperti tersebut dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata pasal 1601 s.d. 1603 lama dan pasal 1601 s.d. 1603 yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tersebut dalam undang-undang ini.
Pasal
1603e.
Hubungan
kerja berakhir demi hukum, jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian
atau dalam peraturan undang-undang atau, jika semuanya itu tidak ada, menurut
kebiasaan.
Pemberitahuan
tentang pemutusan hubungan kerja dalam hal ini hanya diperlukan:
1o. jika hal itu dijanjikan
dalam surat perjanjian atau dalam reglemen;
2 o. jika menurut peraturan
undang-undang atau menurut kebiasaan, juga dalam hal lamanya hubungan kerja
ditetapkan sebelumnya, diharuskan adanya dalam hal yang pemberitahuan tentang
pemutusan itu, dan kedua belah pihak, diperbolehkan, tidak mengadakan
penyimpangan dengan perjanjian tertulis atau dengan reglemen. (AB. 15; KUHPerd.
1339, 160lj dst., 1603q, 1603u; KUHD 433, 448 dst.) 1603f. (s. d. u. dg. S. 1939-546.) Jika hubungan kerja, setelah
waktunya habis sebagaimana diuraikan pada alinea pertama pasal 1603e diteruskan
oleh kedua belah pihak tanpa bantahan, maka hubungan kerja itu dianggap
diadakan lagi untuk waktu yang sama, tetapi paling lama untuk satu tahun, dan
dengan syaratsyarat yang sama. Dalam hal
hubungan kerja yang diperpanang itu akan berlangsung untuk waktu kurang dari
enam bukan, maka hubungan kerja tersebut dianggap diadakan untuk waktu tidak
tentu, hanya dengan syarat-syarat yang sama.
Ketentuan
di atas berlaku pula, jika dalam hal-hal tersebut pada alinea kedua pasal
1603e, pemberitahuan pemutusan hubungan kerja tidak dilakukan pada waktu yang
tepat. Dalam surat perjanjian atau dalam
reglemen, akibat-akibat dari pemberitahuan pemutusan hubungan kerja yang tidak
dilakukan tepat pada waktunya dapat diatur dengan cara lain, asal hubungan
kerja diperpanjang untuk waktu sedikit-dikitnya enam bulan. (KUHPerd. 732,
1573, 1587, 1598, 1603q.)
Pasal
1603g.
Jika
lamanya hubungan kerja tidak ditentukan, baik dalam perjanjian atau reglemen,
maupun dalam peraturan undang-undang atau menurut kebiasa an, maka hubungan
kerja itu dipandang diadakan untuk waktu tidak tentu. (AB. 15; KUHPerd. 1339.)
Jika
hubungan kerja diadakan untuk waktu yang tidak tentu atau sampai dinyatakan
putus, tiap pihak berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan hubungan
kerja, asal diindahkan ketentuan kedua pasal berikut.
Pasal
1603h.
(s. d.
u. dg. S. 1939-546.) Pemberitahuan
pemutusan hubungan kerja hanya boleh dilakukan merdelang hari Berakhirnya suatu
bulan takwim.
Tiap
perjanjian yang memungkinkan pemberitahuan pemutusan hubungan kerja itu
diadakan menjelang hari lain dari hari terakhir suatu bulan takwim, adalah
batal. (KUHPerd. 1339; KUHD 433, 450; F. 39.)
Pasal
1603i.
(s.d.u. dg. S, 1939-546.) Kecuali dalam hal termaksud
pada kedua alinea berikut pasal ini, dalam memutuskan bubungan kerja harus
diindahkan suatu tenggang waktu selama satu bulan.
Dalam
suatu perjanjian atau dalam reglemen dapat ditetapkan, bahwa tenggang waktu
termaksud pada alinea yang lalu, bagi buruh dapat diperpanjang untuk waktu
paling lama satu bulan jika hubungan kerja pada waktu pemberitahuan pemutusan
hubungan kerja itu telah berlangsung sedikit-dikitnya dua tahun terus-menerus.
Tenggang
waktu termaksud pada alinea pertama, bagi mailkan diperpanjang berturut-turut
dengan satu bulan, dua bulan atau tiga bulan, jika pada waktu pemberitahuan
pemutusan itu hubungan kerja telah berlangsung sedikit-dikitnya satu tahun
tetapi kurang dari dua tahun, sedikit-dikitnya dua tahun tetapi kurang dari
tiga tahun, atau sedikit-dikitnya tiga tahun terus-menerus.
Tiap
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini, adalah batal.
(KUHPerd. 1601i dst., 1603i bis, 1603i ter; KUHD 433, 450; F. 39.)
Pasal
1603i bis
(s.d.t. dg. S. 1939-546.) Suatu perjanjian kerja baru
yang diadakan seorang buruh dalam waktu empat minggu setelah berakhirnya
hubungan kerja sebelumnya, tidak perduli apakah hubungan kerja yang lalu itu
diadakan untuk waktu tertentu atau waktu tidak tentu, dengan majikan yang sama
dan untuk waktu tertentu yang kurang dari enam bulan, dipandang diadakan untuk
waktu tidak tentu. (KUHPerd. 1916, 1921.).
Pasal
1603i ter
(s.d.t. dg.
S. 1939-546.) Hubungan kerja dengan majikan yang sama, yang terputus
dalam waktu kurang dari empat minggu, atau yang segera bersambung dengan cara
termaksud pada pasal 1603f, sepanjang mengenai tenggang waktu pemyataan
pemutusan termaksud pada pasal 1603i, dipandang sebagai hubungan kerja yang
terus-menerus. (KUHPerd. 1916, 1921.)
Pasal
1603j.
Hubungan
kerja berakhir dengan meninggalnya buruh. (KUHPerd. 1575, 1603k, 1612.)
Pasal
1603k.
Hubungan
kerja berakhir dengan meninggalnya majikan, kecuali jika dari perjanjian dapat
disimpulkan sebaliknya. Akan tetapi,
baik ahli waris majikan, maupun buruh, berwenang memutuskan hubungan kerja yang
diadakan untuk waktu tertentu, dengan memberitahukan pemutusan sesuai dengan
ketentuan pasal 1603h dan 1603i, seolah-olah hubungan kerja tersebut diadakan
untuk waktu tidak tentu. (KUHPerd. 1575, 1603j; KUHD 433, 450; F. 39.)
Pasal
16031.
Jika
diperjanjikan suatu masa percobaan, maka selama waktu itu tiap pihak berwenang
memutuskan hubungan kerja dengan pemyataan pemutusan.
Tiap
perjanjian yang menetapkan masa percobaan yang tidak sama lamanya bagi kedua
belah pihak atau lebih lama dari tiga bulan, dan juga tiap janji yang
mengadakan suatu masa percobaan baru bagi pihak-pihak yang sama, adalah batal.
(KUHPerd. 1499.)
Pasal
1603m.
Jika
wali dari anak yang masih di bawah umur berpendapat, bahwa perjanjian kerja
yang diadakan oleh anak yang masih di bawah umur itu akan atau telah mempunyai
akibat yang merugikan baginya, atau bahwa syarat-syarat yang tercantum dalam
pasal 160lg tidak terpenuhi, maka ia boleh mengajukan surat permohonan kepada
pengadilan di tempat kediaman sebenarnya anak yang masih di bawah umur itu,
agar perjanjian itu dinyatakan putus.
Pengadilan
tidak boleh meluluskan permohonan itu sebelum mendengar atau memanggil dengan
sah anak yang masih di bawah umur itu, si majikan, dan juga balai harta
peninggalan dalam hal anak yang masih di bawah umur itu berada di bawah
perwalian dan balai harta peninggalan itu ditugaskan sebagai waii pengawas.
Jika
pengadilan meluluskan permohonan, ia harus menetapkan saat hubungan kerja itu
akan berakhir.
Tidak
ada jalan untuk melawan penetapan tersebut tanpa mengurangi wewenang jaksa
agung pada Mahkamah Agung, untuk mengajukan pemrntaan kasasi terhadap penetapan
tersebut demi kepentingan undang-undang. (KUHPerd. 366, 1603v, RO. 170.)
Pasal
1603n.
Masing-masing
pihak dapat memutuskan hubungan kerja tanpa pemberitahuan pemutusan hubungan
kerja atau tanpa mengindahkan aturan-aturan yang berlaku bagi pemberitahuan
pemutusan hubungan kerja; tetapi pihak yang berbuat demikian tanpa persetujuan
pihak lain, bertindak secara bertentangan dengan hukum, kecuali bila ia
sekaligus membayar ganti rugi kepada pihak lain atas dasar ketentuan pasal
1603q, atau ia memutuskan hubungan kerja secara demikian dengan alasan mendesak
yang seketika itu diberitahukan kepada pihak lain. (KUHPerd. 1603w; KUHD. 433,
451.)
Pasal
1603o.
Bagi
majikan, yang dipandang sebagai alasan-alasan mendesak dalam arti pasal yang
lalu adalah perbuatan-perbuatan, sifat-sifat atau sikap buruh yang sedemikian
rupa, sehingga mengakibatkan, bahwa tidak pantas lah si majikan diharapkan
untuk meneruskan hubungan kerja. (KUHPerd. 1339. 1602y, 1603d, 1603 dst.)
Alasan-alasan
mendesak dapat dianggap ada, antara lain:
1o. jika buruh, waktu
mengadakan perjanjian, mengelabui majikan dengan memperlihatkan surat-surat
yang palsu atau dipalsukan, atau sengaja memberikan penjelasan-penjelasan palsu
kepada majikan mengenai cara Berakhirnya hubungan kerja yang lama;
2o. jika ia temyata tidak
mempunyai kemampuan atau kesanggupan sedikit pun untuk pekerjaan yang telah
dijanjikannya;
3o. jika ia, meskipun telah
diperingatkan, masih mengikuti kesukaannya minum sampai mabuk, mengisap madat
di luar atau suka melakukan perbuatan buruk lain;
4o. jika ia melakukan
pencurian, penggelapan, penipuan atau kejahatan lainnya yang mengakibatkan ia
tidak patut lagi mendapat kepercayaan dari majikan; (KUHP 362, 372, 378.)
5o. jika ia menganiaya,
menghina secara kasar atau melakukan ancaman yang membahayakan majikan, anggota
keluarga atau anggota rumah tangga majikan, atau teman sekerjanya; (KUHPerd.
1365 dst.)
6o. jika ia membujuk atau
mencoba membujuk majikan, anggota keluarga atau anggota rumah tangga majikan,
atau teman sekerjanya, untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan undang-undang atau kesusilaan;
7o. jika ia dengan sengaja
atau, meskipun telah diperingatkan, dengan sembrono merusak milik majikan atau
menimbulkan bahaya yang sungguh-sungguh mengancam milik majikan itu;
8o. jika ia dengan sengaia
atau, meskipun telah diperingatkan, dengan sembrono menempatkan dirinya sendiri
atau orang lain dalam keadaan terancam bahaya besar;
9o. jika mengumumkan
seluk-beluk rumah tangga atau perusahaan majikan, yang seharusnya ia rahasiakan;
10o jika ia bersikeras menolak
memenuhi perintah-perintah wajar yang diberikan oleh atau atas nama majikan;
11o jika la. dengan cara lain
terlalu melalaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh
perjanjian;
12o Jika ia, karena sengaja atau sembrono, menjadi tidak mampu melakukan
pekerjaan yang dijanjikan. (KUHD 411, 418.)
Janji-janji
yang menyerahkan keputusan ke tangan majikan mengenai adanya memaksa dalam arti
pasal 1603n, adalah batal. (AB. 23.)
Pasal 1603p.
Bagi buruh, yang dipandang sebagai alasan-alasan mendesak
dalam arti pasal 1603n adalah keadaan yang sedemikian rupa, sehingga
mengakibatkan bahwa tidak pantaslah si buruh diharapkan untuk meneruskan
hubungan kerja (KUHPerd. 1339, 1602y, 1603d dan v.)
Alasan-alasan
mendesak dapat dianggap ada, antara lain:
10. jika majikan menganiaya,
menghina secara kasar atau melakukan ancaman yang membahayakan buruh, anggota
keluarga atau anggota rumah tangga buruh, atau membiarkan perbuatan semacam itu
dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh lain bawahannya; (KUHPerd. 1365
dst.; KUHP 310, 336, 351 .)
20. jika ia membujuk atau
mencoba membuiuk buruh, anggota keluarga atau anggota rumah tangga buruh untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan atau
membiarkan pembujukan atau percobaan pembujukan semacam itu dilakukan oleh
anggota rumah tangga atau buruh lain bawahannya; (KUHP 293 dst.)
30. jika ia tidak membayar
upah pada waktunya; (KUHPerd. 1602.)
40. jika, dalam hal makan dan
pemondokan dijanjikan, ia tidak memenuhinya layak; (KUHPerd. 1602t.)
50. jika ia tidak memberikan
cukup pekerjaan kepada buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjan
yang dilakukan; (KUHPerd. 1602P.)
60. jika ia tidak memberikan
atau tidak cukup memberikan bantuan, yang dijanjikan kepada buruh yang upahnya
ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan,;
70. jika ia dengan jalan lain
terlalu melalaikan kewajiban-kewajiban yang di. bebankan kepadanya oleh perjanjian;
80. jika ia, dalam hal yang
tidak diwajibkan oleh sifat hubungan kerja, menyuruh buruh, meskipun si buruh
menolak, untuk melakukan pekerjaan di perusahaan seorang majikan lain;
90. jika berlangsungiya
hubungan kerja dapat mertimbulkan bahaya besar yang mengancam jiwa, kesehatan,
kesusilaan atau nama baik si buruh, yang tidak terlihat pada waktu pembuatan
perjanjian;
100 jika buruh, karena sakit
atau karena alasan-alasan lain di luar salahnya, menjadi tidak mampu melakukan
pekerjaan yang dijanjikan. (S. 1939-545; KUHD 412, 419.)
Perjanjian
yang menyerahkan keputusan ke tangan buruh mengenai adanya alasan mendesak
dalam arti pasal 1603n, adalah batal. (AB. 23.)
Pasal
1603q
(s.d.u.
dg. S. 1931-367,368; S. 1939-546.) Ganti rugi termaksud pada pasal 1601k dan
1603n, dalam hal suatu hubungan kerja diadakan atau dianggap diadakan untuk
waktu tidak tentu, adalah sama dengan jumlah upah yang harus dibayar sampai
pada hari berikut sesudah hari putusnya hubungan kerja dengan pernyataan
pemutusan tersebut. Dalam hal hubungan
kerja diadakan untuk waktu tertentu, ganti rugi itu adalah sama dengan jumlah
upah untuk jangka waktu hubungan kerja yang menurut pasal-pasal 1603e dan 1603f
seharusnya berlangsung terus. Yang dimaksud
dengan upah di sini adalah bagian-bagian upah tersebut pada pasal 1601p nomor 10 dan 70.
Jika
upah buruh, baik seluruhnya maupun sebagian, tidak ditetapkan menurut jangka
waktu, maka berlaku ukuran termaksud pada pasal 1601o.
Tiap
perjanjian yang menetapkan suatu ganti rugi yang lebih rendah bagi buruh,
adalah batal. (AB. 23.)
Dalam
surat perjanjian atau reglemen dapat ditetapkan suatu ganti rugi yang lebih
besarjumlahnya. (KUHPerd. 1601d dan 1601j.)
Pengadilan
berwenang untuk menetapkan ganti rugi termaksud pada alinea pertama dan keempat
pasal ini dalam jumlah yang lebih rendah, jika menurut pendapatnya ganti rugi
itu terlalu tinggi.
Atas
ganti rugi yang harus dibayar itu, dikenakan bunga sebesar enam persen setahun,
terhitung sejak hari hubungan kerja diakhiri. (KUHPerd. 1250.)
Pasal
1603r.
Jika salah satu pihak memutuskan
hubungan kerja tanpa pemyataan pemutusan hubungan kerja atau tanpa mengindahkan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pemyataan pemutusan hubungan kerja, sambil
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya menurut ketentuan alinea pertama pasal
yang lain, maka pihak lain tersebut, jika hal itu terjadi dalam keadaan yang
sedemikian rupa sehingga kerugian yang diderita tidak dapat dianggap cukup
diganti dengan ganti rugi yang diterima itu, berhak menuntut ganti rugi lagi di
muka pengadilan. (KUHPerd. 1309.)
Pasal
1603S.
Dalam hal salah satu pihak
memutuskan hubungan kerja dengan melawan hukum, pihak lainnya berhak menuntut
jumlah termaksud pada pasal 1603q atau ganti rugi sepenuhnya.
Ketentuan
ini berlaku juga, jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena salahnya memberi
alasan mendesak kepada pihak lainnya untuk memutuskan hubungan kerja tanpa
pemyataan pemutusan hubungan kerja atau tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi pemyataan pemutusan hubungan kerja dan pihak lain itu
menggunakan haknya itu. (KUHPerd. 1239, 1603n, 1603o, 1603p dan 1603t.)
Pasal
1603s bis
(s.d.t. dg. S. 1931-367 jo.
368.)Jika majikan memutuskanhubungan kerja dengan maksud menghindari
kewajibannya untuk memberi cuti setelah suatu masa kerja tertentu yang teiah
diperjanjikan dalam atau berhubung dengan perjanjian, maka buruh berhak, di
samping menuntut apa yang dapat ia terima berhubung dengan pemberhentiannya
berdasarkan aturan-aturan lain, juga menuntut suatu ganti rugi sebesar gaji
yang menurut perjanjian, seharusnya diterimanya selama waktu cuti, dan jika
dalam perjanjian diperjanjikan suatu pedalanan dengan cuma-cuma, sejumlah uang
yang diperlukan untuk perjalanan cuma-cuma menurut perjanjian ke tempat asal
atau ke tempat cuti, pada saat pemutusan hubungan kerja. (KUHPerd. 1603t; S.
1939-545.)
Jika di
luar hal termaksud pada alinea yang lalu, sesudah lewat separuh dari masa kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian untuk memberikan cuti, majikan secara sepihak
memutuskan hubungan kerja tanpa alasan mendesak, maka ia wajib, di samping
membayar apa yang harus ia bayar kepada buruh berdasarkan aturan-aturan lain,
juga membayar sejumlah uang, yang perbandingannya dengan jumlah ganti rugi
termaksud pada alinea pertama adalah sama dengan perbandingan antara masa kerja
yang diperuntukan untuk memperoleh cuti yang telah lampau pada waktu pemutusan
hubungan kerja dan masa kerja yang diperlukan untuk mendapatkan cuti
penuh. Dalam menghitung masa kerja,
bulan pemutusan hubungan kerja dihitung sebagai satu bulan penuh.
Ketentuan
di atas berlaku juga jika buruh, setelah lewat bagian dari masa kerja tersebut
pada alinea yang lalu, memutuskan hubungan kerja dengan alasan mendesak yang
disebabkan oleh majikan, atau jika pengadilan menyatakan putusnya perjanjian
berdasarkan alasan penting yang tak mendesak sebagaimana termaksud dalam pasal
1603v, atau berdasarkan alasan mendesak yang disebabkan oleh majikan, atau
berdasarkan pasal 1267, karena majikan tidak memenuhi
kewajiban-kewajibannya. Jika pengadilan
menyatakan putusnya perjanjian berdasarkan alasan lain dari alasan mendesak,
maka ia berwenang mengurangi jumlah uang termaksud pada alinea kedua, sampai
pada suatu jumlah yang menurut hal-ihwal kejadian dipandangnya adil.
Pasal
1603t.
(s.d. u. dg. S. 1931-366jo. 368.) Tiap hak untuk menuntut
berdasarkan kedua pasal yang lain, batal setelah lewat waktu satu tahun.
(KUHPerd. 160it alinea 4, 1602i alinea 3.)
Pasal
1603u.
Bila hubungan kerja dibuat untuk
waktu lebih lama dari lima tahun atau untuk selama hidup seseorang, maka buruh
yang bersangkutan, setelah lampau waktu lima tahun terhitung dari saat hubungan
kerja mulai berlaku, berhak memutuskan hubungan kerja itu dengan memberitahukan
pemutusan hubungan kerja, dengan mengindahkan tenggang waktu enam bulan.
Tiap
perjanjian yang menghilangkan atau memperkecil kemungkinan pemutusan hubungan
kerja itu, adalah batal demi hukum. (AB. 23; KUHPerd. 1603e, h; KUHD 433, 449.)
Pasal
1603v.
Masing-masing pihak, setiap
waktu, juga sebelum pekerjaan dimulai, berhak berdasarkan alasan-alasan penting
untuk mengajukan surat permintaan kepada pengadilan di tempat kediamannya yang
sebenarnya, supaya perjanjian kerja
dinyatakan putus. Tiap janji yang dapat
menghapuskan atau membatasi hak ini, adalah batal. (KUHPerd. 1603s bis, S.
1939-545.)
Selain
alasan-alasan mendesak termaksud pada pasal 1603n, perubahan-perubahan keadaan
pribadi atau kekayaan pemohon atau pihak lainnya, atau perubahan-perubahan
keadaan dalam mana pekerjaan dilakukan, yang sedemikian rupa sifatnya, sehingga
adalah layak segera diputuskannya hubungan kerja itu, juga dianggap sebagai
alasan-alasan penting.
Pengadilan
tak boleh meluluskan permohonan sebelum mendengar atau memanggil secara sah
pihak lainnya.
Kedua
alinea terakhir dari pasal 1603m berlaku di sini. (KUHD 412, 420.)
Pasal
1603w.
Wewenang para pihak untuk
menuntut pemutusan hubungan kerja berdasarkan pasal 1267 serta penggantian
biaya, kerugian dan bunga, tidak hapus karena ketentuan-ketentuan dalam bagian
ini. (KUHPerd. 1603m, 1603o dan 1603u.)
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
1603x.
Perjanjian
kerja yang diadakan antara seorang majikan yang tunduk dan seorang buruh yang
tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan yang lalu dalam bab ini, dikuasai oleh
ketentuan-ketentuan ini, apa pun maksud kedua pihak, jika perjanjian itu
mengenai pekerjaan yang sama atau hampir sama dengan pekerjaan yang biasanya
dilakukan oleh buruh-buruh yang tunduk kepada ketentuan-ketentuan dalam bab
ini.
Perjanjian
kerja yang diadakan antara seorang majikan yang tidak tunduk dan seorang buruh
yang tunduk pada ketentuan-ketentuan yang lalu dalam bab ini, apa pun maksud
kedua pihak, dikuasai oleh ketentuan-ketentuan ini. (KUHPerd. 1601c, 1603y; S.
1926-335, pasal V dan VI.)
Catatan: Dalam menggunakan Bab VIIA ini sebagai
pedoman bagi semua buruh dan bagi semua majikan, pasal 1603x ini dipandang
sebagai tidak ada.
Pasal
1603y.
(s.d.u.
dg. S. 1934-214jo. S. 1938-2.) Ketentuan-ketentuan dalam bab ini
tidak berlaku bagi orang-orang yang bekerja untuk negara, daerah atau bagian
daerah, kotapraja, subak atau badan resmi lainnya, kecuali jika dinyatakan
berlaku sebelum atau pada waktu hubungan kerja dimulai oleh atau atas nama
kedua pihak, atau oleh ketentuan perundang-undangan.
Pasal
1603z.
Dengan
undang-undang dapat diadakan aturan-aturan khusus bagi perjanjian-perjanjian untuk
melakukan pekerjaan di perusahaan perkebunan atau kerajinan, perusahaan kereta
api dan trem, perusahaan pengangkutan, dan perusahaan lainnya.
Catatan: Mengenai buruh kereta api dan trem, lihat S.
1927-258 pasal 2, S. 1927-259 pasal 22, S. 1927-260 pasal 22, S. 1927-261 pasal
16; buruh pertambangan, S. 1930-341 Bab X; pelaut, KUHD Buku Kedua Bab IV;
buruh pengangkutan, Bijblad 14136 pasal 64-66; buruh perkebunan, S. 1938-98.
Bagian
6. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan.
Pasal
1604.
(s.d.u.
dg. S. 1926-335jo. 458 Dalam
perjanjian pemborongan pekerjaan dapat
diperjanjikan, bahwa pemborong hanya akan melakukan pekerjaan atau bahwa ia
juga akan menyediakan bahan-bahannya. (KUHPerd. 1457, 1971.)
Pasal
1605.
(s.d.u.
dg. S. 1926-335jo. 458.) Dalam hal pemborong
harus menyediakan bahan-bahannya, dan hasil pekerjaannya, karena apa pun juga,
musnah sebelum diserahkan, maka kerugian itu dipikul oleh pemborong, kecuali
jika pemberi tugas itu lalai untuk menerima hasil pekerjaan tersebut. (KUHPerd.
1237, 1243 dst., 1444 dst., 1460 dst.)
Pasal
1606.
Dalam
hal pemborong hanya harus melakukan pekerjaan dan hasil pekerjaannya itu
musnah, maka ia hanya bertanggungjawab atas kemusnahan itu sepanjang hal itu
terjadi karena kesalahannya. (KUHPerd. 1365,1444.)
Pasal
1607.
(s.d.u.
dg. S. 1926-335 jo. 458.) Jika musnahnya
hasil pekerjaan tersebut dalam pasal yang lain terjadi di luar kelalaian
pemborong sebelum penyerahan dilakukan, sedangkan pemberi tugas pun tidak lalai
untuk memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan itu, maka pemborong tidak berhak
atas harga yang dijanjikan, kecuali jika barang itu musnah karena
bahan-bahannya cacat. (KUHPerd. 1444, 1609.)
Pasal
1608.
(s. d.
u. dg. S. 1,926-335jo. S. 1926-458.) Jika pekerjaan yang diborongkan
itu dilakukan sebagian demi sebagian atau menurut ukuran, maka hasil pekerjaan
dapat diperiksa sebagian demi sebagian; pemeriksaan itu dianggap telah
dilakukan terhadap semua bagian yang telah dibayar, jika pemberi tugas itu
membayar pemborongan tiap kali menurut ukuran dari apa yang telah diselesaikan.
(KUHPerd. 1605, 1609.)
Pasal
1609.
Jika
sebuah bangunan yang diborongkan dan dibuat dengan suatu harga tertentu,
seluruhnya atau sebagian, musnah karena suatu cacat dalam penyusunannya atau
karena tanahnya tidak layak, maka para arsitek dan para pemborongnya
bertanggungjawab untuk itu selama sepuluh tahun. (KUHPerd. 654, 1369, 1967.)
Pasal
1610.
(s.d.u.
dg. S. 1926-335jo. 458.) Jika seorang
arsitek atau pemborong telah menyanggupi untuk membuat suatu bangunan secara
borongan, menurut suatu rencana yang telah dirundingkan dan ditetapkan bersama
dengan pemilik lahan, maka ia tidak dapat menuntut tambahan harga, baik dengan
dalih bertambahnya upah buruh atau bahan-bahan bangunan, maupun dengan dalih
telah dibuatnya perubahan-perubahan atau tambahan-tambahan yang tidak termasuk
dalam rencana tersebut, jika perubahan-perubahan atau tambahan-tambahan itu
tidak disetujui secara tertulis dan mengenai harganya tidak diadakan
persetujuan dengan pemiliknya. (KUHPerd. 1139-81.)
Pasal
1611.
Pemberi
tugas, bila menghendakinya, dapat memutuskan perjanjian pemborongan itu,
walaupun pekerjaan itu telah dimulai, asal ia memberikan ganti-rugi sepenuhnya
kepada pemborong atas semua biaya yang telah dikeluarkannya untuk pekerjaan itu
dan atas hilangnya keuntungan. (KUHPerd. 1338.)
Pasal
1612.
(s.d. u.
dg. S. 1926-335jo. 458.) Perjanjian
pemborongan berakhir dengan meninggalnya pemborong.
Tetapi
pemberi tugas itu wajib membayar kepada ahli waris pemborong itu harga hasil
pekerjaan yang telah selesai dan harga bahan-bahan bangunan yang telah
disiapkan, menurut perbandingan dengan harga yang diperjanjikan dalam
perjanjian, asal hasil pekerjaan atau bahan-bahan bangunan tersebut ada
manfaatnya bagi pemberi tugas. (KUHPerd. 1383, 1575.)
Pasal
1613.
Pemborong
bertanggungjawab atas tindakan orang-orang yang ia pekerjakan. (KUHPerd. 1367.)
Pasal
1614.
Para
tukang batu, tukang kayu, tukang besi dan tukang-tukang lainnya, yang
dipekerjakan untuk mendirikan sebuah bangunan atau membuat suatu barang lain
yang diborongkan, dapat mengajukan tuntutan terhadap orang yang mempekerjakan
mereka membuat barang itu, tetapi hanya atas sejumlah uang yang harus dibayar
kepada pemborong pada saat mereka mengajukan tuntutan. (KUHPerd. 1139-80, 1147, 1971; Rv. 728 dst.)
Pasal
1615.
Para
tukang batu, tukang kayu, dan
tukang-tukang lainnya, yang dengan suatu harga tertentu menyanggupi pembuatan
sesuatu atas tanggungjawab sendiri secara langsung, terikat pada aturan-aturan
yang ditetapkan dalam bagian ini.
Mereka
adalah pemborong dalam bidang yang mereka kerjakan. (KUHPerd. 1604 dst.)
Pasal
1616.
(s.d.u.
dg. S. 1926-335jo. 458.) Para buruh yang
memegang suatu barang milik orang lain untuk mengerjakan sesuatu pada barang
itu, berhak menahan barang itu sampai upah dan biaya untuk itu dilunasi,
kecuali bila untuk upah dan biaya buruh tersebut pemberi tugas itu telah
menyediakan tanggungan secukupnya. (KUHPerd. 1139-5-, 1147, 1968.)
Pasal
1617.
Hak-hak
dan kewajiban-kewajiban para pelaut dan nakhoda diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang. (KUHD 91 dst., 394 dst.)
BAB
VIII. PERSEROAN PERDATA (PERSEKUTUAN PERDATA)
Bagian
1. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal
1618.
Perseroan
perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih yang berjanji
untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan
yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka. (KUHPerd. 1621,
1624, 1633, 1635; KUHD 15 dst., 286, 320 dst.)
Pasal
1619.
Semua
perseroan perdata harus ditujukan pada sesuatu yang halal dan diadakan untuk
kepentingan bersama para anggotanya.
Masing-masing
anggota wajib memasukkan uang, barang atau usaha ke dalam perseroan itu.
(KUHPerd. 1322 dst., 1335, 1631, 1633, 1648.)
Pasal
1620.
Ada
perseroan perdata yang tak terbatas dan ada yang terbatas. (KUHPerd. 1621,
1623.)
Pasal
1621.
Undang-undang
hanya mengenal perseroan mengenai seluruh keuntungan. Dengan adanya perseroan yang meliputi semua
barang kekayaan dari peserta atau sebagian dari barang-barang itu dengan suatu
alas hak umum, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan Bab VI dan Bab VII Buku
Pertama dalam kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 119 dst,, 139 dst., 1066.)
Pasal
1622.
Perseroan
perdata tak terbatas itu meliputi apa saja yang akan diperoleh para peserta
sebagai hasil usaha mereka selama perseroan itu berdiri.
Pasal
1623.
Perseroan
perdata yang terbatas hanya menyangkut barang-barang tertentu, pemakaiannya
atau hasil-hasil yang akan diperoleh dari barang-barang itu, atau mengenai
usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
Bagian
2. Persetujuan-persetujuan Antara Para Peserta Satu Sama l,ain.
Pasal
1624.
Perseroan
perdata mulai berjalan pada saat persetujuan diadakan, kecuali jika ditentukan
waktu lain dalam persetujuan itu. (KUHPerd. 1253, 1268.)
Pasal
1625.
Tiap
peserta wajib memasukkan ke dalam perseroan itu segala sesuatu yang sudah ia
jadikan untuk dimasukkan, dan jika pemasukan ini terdiri dari suatu barang
tertentu, maka peserta wajib memberikan pertanggungan menurut cara yang sama
dengan cara jual beli. (KUHPerd. 1237, 1264, 1491 dst., 1631, 1648.)
Pasal
1626.
Peserta
yang harus memasukkan uang ke dalam perseroan itu dan kemudian tidak memberikan
uang itu, dengan sendirinya karena hukum dan tanpa perlu ditegur lagi, menjadi
debitur atas bunga uang itu, terhitung dari hari ketika ia sehabisnya
memasukkan uang itu.
Demikian
pula, pembayaran bunga wajib dilakukan oleh peserta yang mengambil uang dari
kas bersama untuk keperluan pribadi, terhitung dari hari ketika ia mengambilnya
untuk kepentingan dirinya.
Bila ada
alasan, ia wajib pula mengganti biaya tambahan serta kerugian dan bunga.
(KUHPerd. 1243, 1250, 1481, 1805.)
Pasal
1627.
Para
peserta yang sudah berjanji akan menyumbangkan tenaga dan usahanya kepada
perseroan mereka, wajib memberi perhitungan tanggungjawab kepada perseroan itu
atas hasil dari kegiatan mereka masing-masing. (KUHPerd. 1622, 1633.)
Pasal
1628.
Jika
salah seorang dari para peserta menagih piutang dari seseorang yang juga
berutang pada perseroan, kemudian peserta itu menerima pembayaran piutangnya
dari orang tersebut, maka pembayaran yang ia terima harus dibagi antara
perseroan dan peserta itu sendiri menurut perbandingan antara kedua piutang
itu, walaupun dalam kuitansi ia mengaku menerima pembayaran itu untuk pelunasan
piutangnya sendiri; tetapi jika pada waktu pembayaran itu ia menetapkan bahwa
semua uang termaksud adalah pelunasan piutang perseroan, maka ketetapan itu
yang harus diikuti. (KUHPerd. 1396, 1399, 1426.)
Pasal
1629.
Jika
salah seorang peserta sudah menerima bagiannya dari piutang perseroan, dan
kemudian debitur jatuh miskin, maka peserta tersebut harus memasukkan uang yang
sudah ia terima itu ke dalam kas bersama, meskipun ia sudah memberi kuitansi
untuk bagiannya sendiri. (KUHPerd. 1628.)
Pasal
1630.
Tiap
peserta wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh perseroan
karena kesalahannya, sedang kerugian itu tidak boleh ia perhitungkan dengan
keuntungan yang sudah ia masukkan ke dalam perseroan berkat usaha dan
kegiatannya. (KUHPerd. 779, 1243 dst., 1365 dst., 1426 dst.)
Pasal
1631.
Jika
yang dimasukkan ke dalam perseroan hanya suatu kenikmatan barang tertentu yang
pemakaiannya tidak mengakibatkan habisnya barang itu, maka barang tersebut
tetap menjadi tanggungan peserta yang menjadi pemilik mutlak.
Jika
barang itu susut karena dipakai, turun harganya karena ditahan, dimaksudkan
untuk dijual, atau dimasukkan ke dalam perseroan menurut suatu anggaran yang
ditentukan dalam pertelaan atau dalam inventaris, maka barang tersebut menjadi
tanggungan perseroan.
Jika
barang itu telah ditaksir, maka peserta yang memasukkan barang itu tidak boleh
meminta pembayaran yang melebihi harga taksiran. (KUHPerd. 757, 1237 dst., 1444
dst., 1625, 1746.)
Pasal
1632.
Peserta berhak
terhadap perseroan, bukan hanya atas uang yang telah ia keluarkan untuk
perseroan, melainkan juga atas semua persetujuan yang ia adakan sendiri dengan
itikad baik untuk perseroan itu, dan atas kerugian-kerugian yang terjadi pada
waktu pengurusannya tanpa dapat dielakkan. (KUHPerd. 1626, 1636, 1639, 1641,
1644, 1810.)
Pasal
1633.
Jika
dalam perjanjian perseroan tidak ditetapkan bagian masing-masing peserta dari
keuntungan dan kerugian perseroan, maka bagian tiap peserta itu dihitung
menurut perbandingan besamya sumbangan modal yang dimasukkan oleh
masing-masing.
Bagi
peserta yang kegiatannya saja yang dimasukkan ke dalam perseroan, bagiannya
dalam laba dan rugi harus dihitung sama banyak dengan bagian peserta yang
memasukkan uang atau bar-ang paling sedikit. (KUHPerd. 1618, 1831, 1635, 1643.)
Pasal
1634.
Para
peserta tidak boleh berjanji, bahwajumlah bagian mereka masing-masing dalam
perseroan dapat ditetapkan oleh salah seorang dari mereka atau orang lain.
Perjanjian
demikian harus dianggap dari semula sebagai tidak tertulis dan dalam hal ini
harus diperhatikan ketentuan-ketentuan pasal 1633. (KUHPerd. 1254, 1465.)
Pasal
1635.
Perjanjian
yang memberikan keuntungan saja kepada salah seorang daripada peserta adalah
batal. (KUHPerd. 1254.)
Akan
tetapi diperbolehkan diperjanjikan, bahwa semua kerugian hanya akan ditanggung
oleh salah seorang peserta atau lebih. (KUHPerd. 1335, 1618, 1634.)
Pasal
1636.
Bila
diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian, bahwa hanya kepada seorang
peserta saja diserahkan urusan perseroan, maka peserta itu, walaupun ada
perlawanan dari para peserta lainnya, dapat melakukan segala tindakan yang
berkenaan dengan urusan perseroan, asal saja ia melakukan segala urusan dengan
jujur. (KUHD 44.)
Selama
perseroan berdiri, kekuasaan tersebut tidak dapat dicabut tanpa alasan yang
sah; tetapi bila kekuasaan demikian tidak diberikan dalam surat perjanjian
perseroan, melainkan dalam suatu akta kemudian, maka kekuasaan itu dapat
dicabut menurut cara yang sama dengan cara mencabut pemberian kuasa biasa.
(KUHPerd. 1338, 1630, 1639, 1642, 1645, 1800, 1813, 1817.)
Pasal
1637.
Jika
beberapa peserta ditugaskan melakukan urusan perseroan, tanpa adanya pekerjaan
tertentu bagi masing-masing atau tanpa adanya perjanjian, bahwa salah seorang
tidak boleh melakukan suatu tindakan apa pun jika tidak bersama-sama dengan
para pengurus lain, maka masing-masing berwenang untuk bertindak sendiri dalam
urusan perseroan itu. (KUHPerd. 1804.)
Pasal
1638.
Jika
diperjanjikan, bahwa salah seorang daripada anggota pengurus tidak boleh
bertindak kalau tidak bersama-sama dengan para pengurus lain, maka tanpa
perjanjian baru, seorang pengurus tidak boleh berbuat apa pun tanpa bantuan
dari rekan-rekannya, walaupun mereka ini pada waktu itu tidak mampu untuk ikut
mengurus perseroan itu.
Pasal
1639.
Bila
pada waktu perseroan dibentuk tidak dibuat perjanjian-perjanjian tertentu
mengenai cara mengurus perseroan itu, maka wajib diindahkan aturan-aturan
berikut:
10. para peserta dianggap
telah memberi kuasa satu sama lain untuk mengurus perseroan itu.
Apa yang dibuat oleh
masing-masing peserta, sekalipun tanpa izin para peserta lain, mengikat mereka,
tanpa mengurangi hak mereka atau salah seorang dari mereka untuk melawan
perbuatan tersebut selama perbuatan itu belum ditutup; (KUHPerd. 1636, 1642,
1645.)
20. setiap peserta boleh
menggunakan barang-barang kepunyaan perseroan, asal untuk keperluan biasa, dan
tidak dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan perseroan atau dengan cara
sedemikian rupa, sehingga para peserta lain mendapat halangan untuk
menggunakannya berdasarkan haknya; (KUHPerd. 1626, 1630.)
30. setiap peserta berhak
mewajibkan para rekannya untuk ikut memikul biaya-biaya yang perlu untuk
pemeliharaan barang-barang kekayaan perseroan; (KUHPerd. 575, 579-1)
40. tanpa izin peserta lain,
tidak seorang peserta pun boleh mengadakan pembaruan-pembaruan pada barang tak
bergerak kepunyaan perseroan dengan alasan bahwa pembaruan-pembaruan itu
bermanfaat bagi perseroan. (KUHPerd. 581.)
Pasal
1640.
Semua
peserta bukan pengurus perseroan tidak boleh memindahtangankan barang kekayaan
perseroan, sekalipun barang bergerak, dan tidak boleh menggadaikannya atau
meletakkan beban di atasnya. (KUHPerd. 1320, 1330-3-, 1636, 1639.)
Pasal 1641.
Setiap
peserta, walaupun tanpa izin para peserta lain, boleh menerima orang lain
sebagai teman penerima bagian kepunyaan peserta dari perseroan itu; tetapi
tanpa izin para peserta lain, ia tidak boleh memasukkan temannya itu ke dalam
perseroan sebagai peserta, meskipun ia ditugaskan mengurus barang-barang
kekayaan perseroan. (KUHPerd. 1636, 1639.)
Bagian
3. Ikatan Para Peserta Terhadap Orang Lain.
Pasal
1642.
Masing-masing
peserta tidak terikat untuk seluruh utang perseroan dan tidak boleh mengikatkan
para peserta lain, jika mereka ini tidak memberi kuasa untuk itu kepadanya.
(KUHPerd. 1639, 1644, 1655; KUHD 17 dst.)
Pasal
1643.
Para
peserta boleh ditagih oleh kreditur, yang berhubungan dagang dengan mereka,
masing-masing untuk jumlah dan bagian yang sama, walaupun andil seorang peserta
dalam perseroan itu lebih kecil daripada andil peserta lain, kecuali jika pada
waktu membuat utang itu ditentukan dengan tegas, bahwa para peserta wajib
memikul utang itu bersama-sama menurut perbandingan saham masing-masing dalam
perseroan. (KUHPerd. 1633, 1644.)
Pasal
1644.
Perjanjian
yang mengikatkan suatu perbuatan atas tanggungan perseroan, hanya mengikat
peserta yang mengadakan perjanjian demikian, dan tidak mengikat peserta lain,
kecuali jika mereka ini telah memberi kuasa untuk itu kepada peserta yang
membuat perjanjian tersebut, atau bila dengan tindakan termaksud temyata
perseroan memperoleh untung. (KUHPerd. 1636, 1639; KUHD 58.)
Pasal
1645.
Jika
salah seorang peserta mengadakan suatu perjajian atas nama perseroan, maka
perseroan itu dapat menuntut supaya perjanjian itu dilaksanakan. (KUHPerd.
1317, 1354, 1639, 1644, 1799.)
Bagian
4. Pelbagai Cara Bubarnya Perseroan Perdata.
Pasal
1646.
Perseroan
bubar:
10. karena waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian telah habis;
(KUHPerd. 1647, 1649.)
20. karena musnahnya barang
yang dipergunakan untuk tujuan perseroan atau karena tercapainya tujuan itu;
(KUHPerd. 1444 dst., 1623, 1648.)
30. karena kehendak beberapa
peserta atau salah seorang peserta; (KUHPerd. 1649 dst.)
40. karena salah seorang dari
peserta meninggal dunia, ditempatkan di bawah pengampuan atau bangkrut atau
dinyatakan sebagai orang yang tidak mampu, (KUHPerd. 3, 433 dst., 1651; F. 22,
55.)
Pasal
1647.
Pembubaran
perseroan yang didirikan untuk suatu waktu tertentu, tidak boleh dituntut oleh
seorang peserta sebelum lewat waktunya itu, kecuali jika ada alasan yang sah,
seperti jika seorang peserta tidak memenuhi kewajibannya atau sakit-sakitan
sehingga tidak dapat mengurus perseroan itu, atau alasan lain semacam itu, yang
pertimbangan tentang sah dan beratnya diserahkan kepada pengadilan. (KUHPerd.
1266, 1646.)
Pasal
1648.
Jika
salah seorang peserta sudah berjanji akan memasukkan hak milik atas barangnya
ke dalam perseroan, tetapi kemudian barang ini musnah sebelum dimasukkan, maka
perseroan menjadi bubar terhadap para peserta,
Demikian
pula, dalam semua hal, perseroan bubar karena musnahnya barang, bila hanya
pemanfaatan barang itu saja yang diperoleh perseroan, sedangkan barangnya tetap
menjadi milik peserta itu.
Akan
tetapi perseroan tidak perlu bubar karena musnahnya barang itu, bila hak milik
atas barang itu telah dimasukkan ke dalam perseroan. (KUHPerd. 1237, 1444 dst.,
1624 dst., 1631, 1646-20.)
Pasal
1649.
Perseroan
boleh dibubarkan atas kehendak beberapa peserta atau hanya atas kehendak satu
orang peserta, jika perseroan itu didirikan untuk waktu yang tak tentu.
Pembubaran
demikian baru terjadi jika pemberitahuan pembubaran disampaikan kepada semua
peserta dengan itikad baik dan tepat pada waktunya. (KUHPerd. 1338, 1646-3-,
1647.)
Pasal
1650.
Pemberitahuan
pembubaran itu dianggap telah dilakukan dengan itikad buruk bila seorang
peserta membubarkan perseroan itu dengan maksud untuk menikmati sendiri suatu
keuntungan yang oleh semua peserta diharapkan
akan dinikmati bersama.
Pemberitahuan
pembubaran itu dianggap telah dilakukan pada waktu yang tidak tepat, bila
barang-barang kekayaan perseroan berkurang, sedang kepentingan perseroan
menuntut pembubaran itu ditangguhkan. (KUHPerd. 1338, 1618.)
Pasal
1651.
Jika
telah diperjanjikan, bahwa bila salah seorang peserta meninggal dunia,
perseroan akan diteruskan dengan ahli warisnya, atau perseroan akan diteruskan
di antara para peserta yang masih hidup saja, maka perjanjian demikian wajib
ditaati.
Dalam
hal perjanjian yang kedua ini, ahli waris peserta yang telah meninggal dunia
itu tidak mempunyai hak selain untuk menuntut pembagian perseroan itu menurut
keadaan pada waktu meninggalnya peserta tersebut; ia harus mendapat bagian dari
keuntungan, tetapi harus pula memikul kerugian perseroan yang sudah terjadi
sebelum meninggalnya peserta yang meninggalkan ahli waris itu. (KUHPerd. 833,
955, 1646-31; KUHD 30.)
Pasal
1652.
Semua
aturan tentang pembagian warisan, tentang cara pembagian itu, begitu pula
tentang kewajiban-kewajiban yang timbul dari aturan-aturan itu, berlaku juga
untuk pembagian harta benda perseroan di antara para peserta. (KUHPerd. 1066
dst.; KUHD 32 dst.; F. 55; Rv. 102.)
BAB IX.
BADAN HUKUM
Pasal
1653.
Selain
perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga
diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau
diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang
diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak
bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. (AB. 23; KUHPerd. 1245,
1337, 1618 dst.)
Pasal
1654.
Semua
badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa
untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi ketentuan
perundang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau
menundukkannya kepada tata-cara tertentu. (KUHPerd. 526, 808, 810, 899 dst., 1046,
1137, 1680, 1852, 1954; S. 1870-64 pasal 9 dan 10.)
Pasal
1655.
Para
pengurus badan hukum, bila tidak ditentukan lain dalam akta pendiriannya, dalam
surat perjanjian atau dalam reglemen, berkuasa untuk bertindak demi dan atas
nama badan hukum itu, untuk mengikatkan badan hukum itu kepada pihak ketiga
atau sebaliknya, dan untuk bertindak dalam sidang pengadilan, baik sebagai
penggugat maupun sebagai tergugat. (KUHPerd. 1636, 1656 dst., 1792 dst; Rv. 6-20 dan 3o, 236.)
Pasal
1656.
Perbuatan
yang dilakukan oleh pengurus yang tidak berkuasa melakukan perbuatan itu, hanya
mengikat badan hukum bila ada manfaatnya bagi badan hukum itu atau bila
perbuatan itu kemudian diterima dengan sah. (KUHPerd. 1644, 1657 dst.; S.
1870-64 pasal 1 dst.)
Pasal
1657.
Jika
dalam akta pendirian, surat perjanjian atau reglemen tidak ditentukan sesuatu
mengenai pengurus badan hukum, maka tidak seorang anggota pun berkuasa untuk
bertindak atas nama badan hukum itu atau untuk mengikatkan badan hukum itu
dengan cara lain dari yang telah ditentukan pada akhir pasal yang lalu.
(KUHPerd. 1639-l0.)
Pasal
1658.
Selama
tidak diatur secara lain dalam akta pendirian, surat perjanjian dan reglemen,
para pengurus wajib menyerahkan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada semua
anggota badan hukum, dan untuk itu tiap anggota berkuasa menggugat mereka di
hadapan pengadilan. (Rv. 764 dst.)
Pasal
1659.
Jika
dalam akta pendirian, surat perjanjian dan reglemen tidak diatur hak suara,
maka tiap anggota badan hukum itu mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan
suara, dan keputusan diambil menurut suara terbanyak. (KUHD 54.)
Pasal
1660.
Hak-hak
dan kewajiban-kewajiban tiap anggota badan hukum demikian, ditetapkan menurut
peraturan-peraturan yang,menjadikan badan hukum atau perkumpulan itu didirikan
atau diakui, atau menurut akta pendirian sendiri, surat perjanjian sendiri atau
reglemen sendiri, dan bila peraturan-peraturan demikian tidak dibuat, maka
wajiblah dituruti ketentuan-ketentuan bab ini. (KUHPerd. 1644; S. 1870-64 pasal
2.)
Pasal
1661.
Para
anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas
perjanjian-perjanjian perkumpulannya.
Semua
utang perkumpulan itu, hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan itu.
(KUHPerd. 1655, 1665.)
Pasal
1662.
Badan
hukum yang didirikan atas kuasa umum, tidak dihapuskan bila semua anggotanya
meninggal dunia atau mengundurkan diri dari keanggotaan, melainkan tetap
berdiri sampai dibubarkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Jika
semua anggota tersebut di atas tidak ada lagi, maka pengadilan negeri yang
dalam daerah hukumnya badan hukum itu berkedudukan, atas permintaan orang yang
berkepentingan dan setelah mendengar pendapat.jawatan kejaksaan, bahkan atas
tuntutan kejaksaan itu, berhak menetapkan tindakan-tindakan yang dianggap perlu
dilakitkan demi kepentingan badan hukum itu. (KUHPerd. 1664.)
Pasal
1663.
Badan
hukum lain tetap berdiri sampai pada saat dibubarkan secara tegas menurut akta
pendirian, reglemen atau perjanjiannya, atau sampai pada saat berhentinya
pengejaran tujuan badan hukum itu. (KUHPerd. 808; 1653; S. 1870-64 pasal 6
dst., 9.)
Pasal
1664.
Jika
akta pendirian, reglemen atau perjanjian itu tidak menentukan cara lain, maka
hak para anggota bersifat perorangan dan tidak beralih kepada para ahli waris.
(KUHPerd. 1651, 1662; S. 1870-64 pasal 9.)
Pasal
1665.
Bila
terjadi pembubaran badan hukum demikian, maka para anggota yang masih ada atau
anggota yang tinggal satu-satunya wajib membayar utangutang badan hukum dengan
kekayaan badan hukum itu, dan hanya sisa kekayaan itu yang boleh mereka bagi
antara mereka dan mereka serahkan kepada ahli waris mereka.
Dalam
hal memanggil para kreditur, menyelesaikan perhitungan dan pertanggungjawaban
dan membayar semua utang badan hukum, mereka harus tunduk pada semua kewajiban
seperti yang dipikul oleh para ahli waris yang menerima warisan dengan hak
istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta benda.
Bila
tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban termaksud, maka masing-masing anggota
sebagai perseorangan wajib menanggung seluruh utang badan hukum yang bubar itu,
dan tanggungan itu dapat jatuh kepada ahli waris mereka. (KUHPerd. 1033 dst.;
S. 1870-64 pasal 6 dst.)
BAB X.
PENGHIBAHAN
Bagian
1. Ketentuan ketentuan Umum.
Pasal
1666.
Penghibahan
adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu
barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan
seseorang yang menerima penyerahan barang itu.
Undang-undang
hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orangorang yang masih hidup. (KUHPerd.
170, 172 dst., 179, 913, 1314, 1675, 1683, 1688.)
Pasal
1667.
Penghibahan
hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat
penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu
meneakup barangbarang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar mengenai
barang-barang yang belum ada. (KUHPerd. 169, 178, 966 dst., 1157, 1471.)
Pasal
1668.
Penghibah
tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya
atas barang yang dihibahkan itu; penghibahan demikian, sekedar mengenai barang
itu, dipandang sebagai tidak sah. (KUHPerd. 171, 1256, 1666, 1671.)
Pasal
1669.
Penghibah
boleh memperjanjikan, bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil
barang bergerak atau barang tak bergerak yang dihibahkan, atau menggunakan hak
itu untuk keperluan orang lain; dalam hal demikian, harus diperhatikan
ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua kitab undangundang ini. (KUHPerd. 124, 756
dst., 785, 883, 922.)
Pasal
1670.
Suatu
penghibahan adalah batal, jika dilakukan dengan membuat syarat bahwa penerima
hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang dinyatakan
dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar yang dilampirkan. (KUHPerd.
1256, 1688-lo.)
Pasal
1671.
Penghibah
boleh memperjanjikan bahwa ia akan tetap menguasai penggunaan sejumlah uang
yang ada di antara barang yang dihibahkan.
Jika ia
meninggal dunia sebelum menggunakan uang itu, maka barang dan uang itu tetap
menjadi milik penerima hibah. (KUHPerd. 1668.)
Pasal
1672
Penghibah
boleh memberi syarat, bahwa barang yang dihibahkannya itu akan kembali
kepadanya bila orang yang diberi hibah atau abli warisnya meninggal dunia lebih
dahulu dan penghibah, tetapi syarat demikian hanya boleh untuk kepentingan
penghibah sendiri. (KUHPerd. 174, 178, 879, 1675.)
Pasal
1673.
Akibat
dari hak mendapatkan kembali barang-barang yang dihibahkan ialah bahwa
pemindahan barang barang itu ke tangan orang lain, sekiranya telah terjadi,
harus dibatalkan, dan pengembalian barang-barang itu kepada penghibah harus
bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan pada barang itu
sewaktu ada di tangan orang yang diberi hibah. (KUHPerd. 948, 1093, 1169,
1209.)
Pasal
1674.
Penghibah
tidak wajib menjamin orang bebas dari gugatan pengadilan bila kemudian barang
yang dihibahkan itu menjadi milik orang lain berdasarkan keputusan pengadilan.
(KUHPerd. 1491 dst.)
Pasal
1675.
Ketentuan-ketentuan
pasal 879, 880, 881, 882, 884, 894 dan akhimya juga Bagian 7 dan 8 dari Bab
XIII Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini berlaku pula terhadap
hibah. (KUHPerd. 1679.)
Bagian
2. Kemampuan Untuk Memberikan dan Menerima Hibah.
Pasal
1676.
Semua
orang boleh memberikan dan menerima hibah, kecuali mereka yang oleh
undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu. (KUHPerd. 108, 124, 896, 1320,
1330, 1677 dst.)
Pasal
1677.
Anak-anak
di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu, kecuali dalam hal yang
ditetapkan pada Bab VIl Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
(KUHPerd. 139, 151, 897, 904 dst., 1330-10, 1676, 1681.)
Pasal
1678.
(1) Penghibahan antara suami-istri,
selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang.
Tetapi
ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang
bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan
besamya kekayaan penghibah. (KUHPerd. 119, 149, 168 dst., 1467, 1601, 1687.)
(1)
Berlaku juga bagi golongan Tionghoa, tetapi tidak bagi golongan Timur Asing
lainnya. (Bagi golongan terakhir ini berlaku S. 1924-556 pasal 2 alinea keenam dan ketujuh.)
Pasal
1679.
Supaya
dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang dihibahkan, orang yang diberi
hibah harus sudah ada di dunia atau, dengan memperhatikan aturan dalam pasal 2,
sudah ada dalam kandurgan ibunya pada saat penghibahan dilakukan. (KUHPerd.
174, 178, 836, 899, 1675.)
Pasal
1680.
(s.d.u.
dg. S. 1937-572.) Hibah-hibah kepada lembaga
umum atau lembaga keagamaan tidak berakibat hukum, kecuali jika Presiden atau
pembesar yang ditunjuknya telah memberikan kuasa kepada para pengurus
lembaga-lembaga tersebut untuk menerimanya. (KUHPerd. 900, 1653 dst.)
Pasal
1681.
(s.d.u.
dg. S. 1872-11.) Ketentuan-ketentuan
ayat (2) dan terakhirpada pasal 904, begitu pula pasal 906, 907, 908, 909 dan
91 1, berlaku terhadap penghibahan. (KUHPerd. 973 dst., 1679.)
Bagian
3. Cara Menghibahkan Sesuatu.
Pasal
1682.
Tiada
suatu penghibahan pun, kecuali penghibahan termaksud dalam pasal 1687, dapat
dilakukan tanpa akta notaris, yang minut
(naskah aslinya) harus disimpan pada notaris, dan
bila tidak dilakukan demikian, maka penghibahan itu tidak sah. (KUHPerd. 1893
dst.; Not. 39.)
Pasal
1683.
Tiada
suatu penghibahan pun mengikat penghibah atau mengakibatkan sesuatu sebelum
penghibahan diterima dengan kata-kata tegas oleh orang yang diberi hibah atau
oleh wakunya yang telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah
atau akan dihibahkan itu.
Jika
penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta hibah itu, maka penerimaan itu dapat
dilakukan dengan suatu akta otentik kemudian, yang naskah aslinya harus
disimpan oleh notaris, asal saja hal itu terjadi waktu penghibah masih hidup;
dalam hal demikian, bagi penghibah, hibah tersebut hanya sah sejak penerimaan
hibah itu diberitahukan dengan resmi kepadanya. (KUHPerd. 170, 177, 1666, 1796;
Not. 30 dst., 35.)
Pasal
1684.
Hibah
yang diberikan kepada seorang wanita yang masih bersuami tidak dapat diterima
selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum
Perdata ini. (KUHPerd. 108, 167, 1330-30, 1678.)
Pasal
1685.
(s.d. u.
dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Hibah
kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah kekuasaan orang tua, harus
diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orang tua itu.
Hibah
kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang
yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang
telah diberi kuasa oleh pengadilan negeri.
Jika
pengadilan itu memberi kuasa termaksud, maka hibah itu tetap sah, meskipun
penghibab telah meninggal dunia sebelum
terjadi pmaberian kuasa itu. (KUHPerd. 300, 307, 330 dst., 370, 385, 402, 452,
1330, 1448.)
Pasal
1686.
Hak
milik atas barang-barang yang dihibahkan, meskipun diterima dengan sah, tidak
beralih kepada orang yang diberi hibah, sebelum diserahkan dengan cara
penyerahan menurut pasal 612, 613, 616 dst. (Ov. 26; KUHPerd. 1459, 1475, 1666)
Pasal
1687.
Hadiah
dari tangan ke tangan berupa barang bergerak yang berwujud atau surat piutang
yang akan dibayar atas tunjuk, tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah,
bila hadiah demikian diserahkan begitu saja kepada orang yang diberi hibah
sendiri atau kepada orang lain yang menerima hadiah itu untuk diteruskan kepada
yang diberi hibah. (KUHPerd. 613, 1354 dst., 1682, 1792.)
Bagian
4. Pencabutan dan Pembatalan Hibah.
Pasal
1688.
Suatu
penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan,
kecuali dalam hal,-hal berikut: (KUHPerd. 172, 179, 920, 924, 1666, 1692; F. 43
dst.)
10. jika syarat-syarat
penghibahan itu tidak dipenuhi oleh pencrima hibah; (KUHPerd. 1317, 1689.)
20. jika orang yang diberi
hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau
suatu kejahatan lain atas diri penghibah; (KUHPerd. 1690.)
30. jika penghibah jatuh
miskin, sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.
(KUHPerd. 324, 1690.)
Pasal
1689.
Dalam
hal yang pertama, barang yang dihibahkan tetap tinggal pada penghibah; atau, ia
boleh meminta kembali barang itu, bebas dari semua beban dan hipotek yang
mungkin diletakkan atas barang itu oleh penerima hibah, serta hasil dan buah
yang telah dirdkmati oleh penerima hibah sejak ia alpa dalam memenuhi
syarat-syarat penghibahan itu.
Dalam
hal demikian, penghibah boleh menjalankan hak-haknya terhadap pihak ketiga yang
memegang barang tak bergerak yang telah dihibahkan, sebagaimana terhadap
penerima hibah sendiri. (KUHPerd. 928, 1093, 1209, 1236, 1673, 1797.)
Pasal
1690.
Dalam
kedua hal terakhir yang disebut pada pasal 1688, barang yang telah dihibahkan
tidak boleh diganggu gugat jika barang itu hendak atau telah dipindahtangankan,
dihipotekkan atau dibebani dengan hak kebendaan lain oleh penerima hibah,
kecuali kalau gugatan untuk membatalkan penghibahan itu sudah diajukan kepada
dan didaftarkan di pengadilan dan dimasukkan dalam penghibahan tersebutt dalam
pasal 616. Semua pemindahtanganan,
pengwpotekan atau Pembebanan lain yang dilakukan oleh penerima hibah sesudah
pendaftaran tersebut adalah batal, bila gugatan itu kemudian dimenangkan. (Ov.
26; KUHPerd. 1454.)
Pasal
1691.
Dalam
hal tersebut pada pasal 1690, peneriina hibah wajib mengembaukan apa yang
dihibahkan itu bersama dengan buah dan hasilnya, terhitung sejak hari gugatan
diajukan kepada pengadilan; sekiranya barang itu telah dipindahtangankan, maka
wajiblah dikembalikan harganya pada saat gugatan diajukan, bersama buah dan
hasil sejak saat itu.
Selain
itu, ia wajib membayar ganti rugi kepada penghibah atas hipotek dan beban lain
yang telah diletakkan olehnya di atas barang tak bergerak yang dihibahkan itu,
termasuk yang diletakkan sebelum gugatan diajukan. (KUHPerd. 1236, 1391 dst.,
1444.)
Pasal
1692.
Gugatan
yang disebut dalam pasal 1691, gugur setelah lewat satu tahun, terhitung dari
hari peristiwa yang menjadi alasan gugatan itu terjadi dan dapat diketahui oleh
penghibah.
Gugatan
itu tidak dapat diajukan oleh penghibah terhadap ahli waris orang yang diberi
hibah itu; demikian juga, ahli waris si penghibah tidak dapat mengajukan
gugatan terhadap orang yang mendapat hibah, kecuali kalau gugatan itu telah
mulai diajukan oleh penghibah atau penghibah ini meninggal dunia dalam tenggang
waktu satu tahun sejak terjadinya peristiwa yang dituduhkan itu. (KUHPerd.
1688-20 dan 30.)
Pasal
1693.
Ketentuan-ketentuan
bab irli tidak mengurangi apa yang sudah ditetapkan pada Bab VII dari Buku
Pertama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 139 dst., 168
dst., 176 dst.)
BAB XI.
PENITIPAN BARANG
Bagian
1. Penitipan Barang Pada Umumnya Dan Berbagai Jenisnya.
Pasal
1694.
Penitipan
barang terjadi, bila orang menerima barang orang lain dengan janji untuk
menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam keadaan yang sama. (KUHPerd.
1697, 1700, 1714, 1949.)
Pasal
1695.
Ada dua
jenis penitipan barang, yaitu: penitipan mumi (sejati) dan sekuestrasi
(penitipan dalam perselisihan). (KUHPerd. 1696 dst., 1730 dst.)
Bagian
2. Penitipan Mumi.
Pasal
1696.
Penitipan
mumi dianggap dilakukan dengan cuma-cuma, bila tidak diperjanjikan sebaliknya.
Penitipan
dengan hanya mengenai barang-barang bergerak. (KUHPerd. 1697, 1707-20, 1713,
1718, 1732, 1734, 1794.)
Pasal
1697.
Perjanjian
penitipan belum terlaksana sebelum barang yang bersangkutan diserahkan
betul-betul atau dianggap sudah diserahkan. (KUHPerd. 612, 1237, 1720, 1728.)
Pasal
1698.
Penitipan
barang terjadi secara sukarela atau secara terpaksa. (KUHPerd. 1699 dst., 1703
dst.)
Pasal
1699.
Penitipan
barang dengan sukarela terjadi karena ada pedawian timbalbalik antara pemberi
titipan dan penerima titipan. (KUHPerd. 1313 dst., 1320 dst., 1697.)
1700. Dihapus dg.
S. 1925-525.
Pasal
1701.
Penitipan barang dengan sukarela
hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan
perjanjian.
Akan
tetapi jika orang yang eakap untuk mengadakan perjanjian menerima titipan
barang dari seseorang yang tidak cakap untuk itu, maka ia harus memenuhi semua
kewajiban seorang penerima titipan mumi. (KUHPerd. 1329 dst., 1446.)
Pasal
1702.
Jika
penitipan barang dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang belum
cakap untuk membuat perjanjian, maka pemberi titipan, selama barang itu masih
di tangan penerima titipan, dapat menuntut pengembalian barang itu; tetapi jika
barang itu tidak ada lagi di tangan penerima titipan, maka pemberi titipan
dapat menuntut ganti rugi, sejauh penerima titipan mendapat manfaat dari barang
titipan tersebut. (KUHPerd. 574, 1330 dst., 1387, 1451.)
Pasal
1703.
Penitipan
karena terpaksa ialah penitipan yang terpaksa dilakukan oleh karena terjadinya
suatu malapetaka, seperti kebakaran, runtuhnya bangunan, perampokan, karamnya
kapal, banjir atau peristiwa lain yang tak terduga datangnya. (KUHPerd. 1705,
1709 dst.; Rv. 580-21; KUHP 375.)
1704. Dihapus
dg. S. 1925-525.
Pasal
1705.
(s.d. u.
dg. S. 1925-525.) Penitipan karena
terpaksa, diatur menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi penitipan dengan
sukarela. (KUHPerd. 1701 dst.)
Pasal
1706.
Penerima
titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaikbaiknya seperti
memelihara barang-barang kepunyaan sendiri. (KUHPerd. 1235 dst., 1707 dst.,
1745.)
Pasal
l707.
Ketentuan
dalam pasal di atas ini wajib diterapkan secara lebih teliti:
10. jika penerima titipan itu
yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang itu;
20. jika ia meminta dijanjikan
suatu upah untuk penitipan itu;
30. jika penitipan itu terjadi
terutama untuk kepentingan penerima titipan;
40. jika diperjanjikan dengan
tegas, bahwa penerima titipan bertanggungjawab atas semua kelalaian dalam
menyimpan barang titipan itu. (KUHPerd. 1235, 1696, 1801.)
Pasal
1708.
Penerima
titipan sekali-kati tidak harus bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang
tidak terelakkan datangnya, kecuali kalau ia telah lalai mengembalikan barang
titipan itu.
Dalam
hal terakhir ini, ia tidak bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang
itu, jika barang itu akan musnah juga sekiranya berada di tangan pemberi
titipan itu. (KUHPerd. 1235, 1238, 1243, 1245, 1444, 1716.)
Pasal
1709.
Pengelola
rumah penginapan dan losmen, sebagai orang yang menerima titipan barang,
bertanggung jawab atas barang-barang yang dibawa tamu yang menginap di
situ. Penitipan demikian dianggap
sebagai penitipan karena terpaksa. (KUHPerd. 1703 dst., 1968; Rv. 580-20; KUHP 375.)
Pasal
1710.
(s.d.u.
dg. S. 1917-497.) Mereka
bertanggungjawab atas hilangnya atau rusaknya barang-barang tamu, yang dicuri
atau dirusak, baik oleh pelayan dalam rumah penginapan itu atau buruh lain,
maupun oleh orang luar. (KUHPerd. 802, 1367, 1556, 1613, 1803.)
Pasal
1711.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Mereka tidak bertanggungjawab
atas perampokan atau pencurian yang diperbuat oleh orang yang oleh pelancong
diizinkan datang kepadanya.
Pasal
1712.
Penerima
titipan tidak boleh memakai barang titipan tanpa izin yang diberikan secara
tegas oleh pemberi titipan atau dapat disimpulkan adanya, dengan ancaman
mengganti biaya kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243
dst., 1718; Rv. 458 dst.)
Pasal
1713.
Bila
barang yang dititipkan itu tersimpan dalam sebuah peti terkunci atau terbungkus
dengan segel, penerima titipan tidak boleh menyelidiki isinya. (KUHPerd. 1712.)
Pasal
1714.
Penerima
titipan wajib mengembalikan barang yang sama dengan yang diterimanya.
Dengan
demikian, kalau titipan itu berupa uang tunai, maka wajib dikembahkan uang
tunai dalam jumlah dan jenis mata uang seperti semula, biarpun mata uang itu
sudah naik atau turun nilainya. (KUHPerd. 1429-21, 1700, 1756, 1959.)
Pasal
1715.
Penerima
titipan hanya wajib mengembalikan barang titipan itu dalam keadaan sebagaimana
adanya pada saat pengembalian.
Kekurangan
yang timbul pada barang itu di luar kesalahan penerima titipan, harus menjadi
tanggungan pemberi titipan. (KUHPerd. 782, 963, 1391, 1444.)
Pasal
1716.
Jika
barang titipan dirampas dari kekuasaan penerima titipan, tetapi kemudian ia
menerima penggantian berupa uang harganya atau barang lain, maka ia wajib
mengembalikan apa yang diterimanya itu kepada pemberi titipan. (KUHPerd. 1445.)
Pasal
1717.
Bila
seorang ahli waris penerima titipan menjual barang titipan itu dengan itikad
baik, tanpa mengetahui bahwa barang yang dijualnya itu adalah barang titipan,
maka ia hanya wajib mengembalikan uang harga pembelian yang telah diterimanya,
atau jika ia belum menerima uang itu, menyerahkan hak untuk menuntut pembeli
barang. (KUHPerd. 1034 dst., 1236, 1363, 1471, 1977; Rv. 677 dst.)
Pasal
1718.
Jika
barang titipan itu mendatangkan hasil, dan hasil ini telah dipungut atau
diterima oleh penerima titipan, maka wajiblah ia mengembahkah hasil itu. ia
tidak harus membayar bunga atas uang yang dititipkan kepadanya; tetapi jika ia
telah lalai mengembalikan uang itu, maka terhitung dari hari penagihan ia wajib
membayar bunga. (KUHPerd. 391, 949, 1158, 1238, 1243, 1250, 1696, 1712, 1767,
1805; Rv. 459.)
Pasal
1719.
Penerima
titipan tidak boleh mengembalikan barang titipan itu selain kepada orang yang
menitipkan sendiri barang itu, atau kepada orang yang atas namanya menitipkan
barang itu, atau kepada wakil yang ditunjuknya untuk Menerima kembali barang
termaksud. (KUHPerd. 1358.)
Pasal
1720.
(s.d.u.
dg. S. 1917-497.) ia tidak dapat
menuntut orang yang menitipkan barang untuk membuktikan dirinya sebagai pemilik
yang sesungguhnya.
Bila ia
mengetahui bahwa barang itu adalah barang curian, dan mengetahui pula siapa
pemilik yang sebenarnya, maka ia wajib memberitahukan kepada pemilik itu, bahwa
barang itu telah dititipkan kepadanya, serta mengingatkan agar ia memintanya
kembali dalam waktu tertentu yang pantas.
Bila orang itu lalai untuk meminta barang titipan itu, maka penyimpan
itu menurut undang-undaig tidak dapat dituntut, jika ia menyerahkan barang itu kembali
kepada orang yang menitipkan barang itu. (KUHPerd. 582, 1719, 1977.)
Pasal
1721.
Bila pemberi titipan meninggal
dunia, maka barang titipatmya itu hanya dapat dikembalikan kepada ahliwarisnya.
Jika ada
lebih dari seorang ahli waris, maka barang itu harus dikembalikan kepada semua
ahli waris, atau kepada masing-masing menurut ukuran bagian masing-masing.
Jika
barang titipan tidak dapat dibagi-bagi, maka para ahli waris harus bermupakat
tentang siapa yang menerima kembab barang itu. (KUHPerd. 833, 955, 1297, 1299,
1303, 1529, 1713, 1719, 1813.)
Pasal
1722.
Jika
pemberi titipan berganti kedudukan hukum, misalnya bila seorang perempuan yang
belum menikah kemudian menikah, sehingga ia menjadi berada di bawah kekuasaan
suaminya, atau bila seorang dewasa ditempatkan di bawah pengampuan, barang titipan
itu tidak boleh dikembahkan selain kepada orang yang ditugaskan mengurus
hak-hak dan harta benda pemberi titipan itu, kecuali kalau penyimpan barang
mempunyaj alasan yang sah untuk membuktikan bahwa ia tidak mengetahui perubahan
kedudukan hukum pemberi titipan itu. (KUHPerd. 108, 433 dst.; F. 22.)
Pasal
1723.
Jika
penitipan barang dilakukan oleh seorang wali, pengampu, suami, atau pengurus,
dan kemudian kekuasaan mereka berakhir, maka barang itu hanya boleh
dikembalikan kepada pemilik sah barang itu, yaitu orang yang diwakili oleh
wali, pengampu, suami atau pengurus itu. (KUHPerd. 1722.)
Pasal
1724.
Pengembalian
barang yang dititipkan harus dilakukan di tempat yang ditentukan dalam
perjanjian.
Jika
tempat itu tidak ditentukan dalam perjanjian, maka pengembalian harus dilakukan
di tempat penitipan barang itu.
Semua
biaya yang perlu dikeluarkan untuk penyerahan kembali itu, harus ditanggung
oleh pemberi titipan. (KUHPerd. 1393, 1395, 1729.)
Pasal
1725.
Bila
pemberi titipan menuntut barang titipan itu, maka barang itu harus dikembalikan
seketika itu, biarpun dalam perjanjian ditetapkan waktu tertentu untuk
pengembatian itu, kecuah kalau barang itu telah disita dari tangan penerima
titipan. (KUHPerd. 1269 dst., 1716, 1718, 1735; Rv. 477 dst., 728 dst., 812,
1001.)
Pasal
1726.
Bila
penerima titipan mempunyai alasan yang sah untuk dibebaskan dari barang yang
dititipkan padanya, maka ia dapat juga mengembalikan barang titipan itu sebelum
tiba waktu pengembalian yang ditentukan dalam perjanjian; jika pemberi titipan
menolaknya, penerima titipan boleh minta izin kepada pengadilan untuk
menitipkan barang itu pada orang lain. (KUHPerd. 1735 dst.)
Pasal
1727.
Semua
kewajiban penerima titipan berhenti, bila ia mengetahui dan dapat membuktikan
bahwa ia sendiri pemilik sah barang yang dititipkan kepadanya itu. (KUHPerd.
1436.)
Pasal
1728.
Pemberi
titipan wajib mengganti semua biaya yang dikeluarkan penyimpan guna
menyelamatkan barang titipan itu, serta segala kerugian yang dideritanya karena
penitipan itu. (KUHPerd. 1139-41, 1147 dst., 1157, 1235 dst., 1243 dst., 1357,
1364 dst., 1724, 1752.)
Pasal
1729.
Penerima
titipan berhak menahan barang titipan selama belum diganti semua ongkos dan
kerugian yang wajib dibayar kepadanya karena penitipan itu. (KUHPerd. 575 dst.,
715, 725, 1150, 1159, 1364, 1616, 1812; F. 59.)
Bagian
3. Sekuestrasi Dan Pelbagai Jenisnya.
Pasal
1730.
Sekuestrasi
ialah penitipan barang yang berada dalam persengketaan kepada orang lain yang
mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu dengan semua hasilnya kepada
yang berhak atasnya setelah perselisihan diputus oleh pengadilan.
Penitipan
demikian terjadi karena perjanjian atau karena perintah hakim. (KUHPerd. 478,
833, 956, 1697, 1731 dst., 1736 dst.; Rv. 580-41.)
Pasal
1731.
Sekuestrasi
terjadi karena suatu perjanjian, bila barang yang dipersengketakan itu
diserahkan kepada orang lain oleh seseorang atau lebih dengan sukarela.
Pasal
1732.
Tidak
diharuskan bahwa sekuestrasi berlaku dengan cuma-cuma. (KUHPerd. 1696, 1707-21,
1733.)
Pasal
1733.
Sekuestrasi
tunduk pada semua aturan yang berlaku bagi penitipan mumi, kecuali mengenai
hal-hal di bawah.ini. (KUHPerd. 1696 dst., 1737.)
Pasal
1734.
Sektiestrasi
dapat mengenai barang-barang tak bergerak dan barang-barang bergerak. (KUHPerd.
1696 dst., 1738-21.)
Pasal
1735.
Si
penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekuestrasi tidak dapat dibebaskan
dari kewajiban menyimpan barang titipan itu sebelum sengketa diselesaikan,
kecuali bila orang-orang yang berkepentingan telah memberi izin untuk itu, atau
bila ada alasan yang sah. (KUHPerd. 1725 dst., 1728 dst., 1732.)
Pasal
1736.
Sekuestrasi
atas perintah pengadilan terjadi bila pengadilan memerintahkan supaya suatu
barang dititipkan kepada orang lain selama sengketa tentang barang itu belum
dapat diselesaikan. (KUHPerd. 561, 1726, 1730 dst., 1737, 1885.)
Pasal
1737.
Sekuestrasi
dari pengadilan ditugaskan kepada seorang yang ditunjuk atas mupakat kedua
belah pihak yang berperkara, atau kepada orang lain yang diangkat oleh
pengadilan karena jabatan.
Dalam
kedua hal tersebut, orang yang telah diserahi urusan itu harus memenuhi semua
kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian tentang sekuestrasi itu, dan atas
tuntutan kejaksaan, ia wajib menyerahkan suatu perhitungan ringkas setiap tahun
kepada hakim tentang urusan penitipan barang itu, dengan menunjukkan
barang-barang yang dipercayakan kepadanya; tetapi jika perhitungan itu kemudian
tidak disetujui oleh orang-orang yang berkepentingan, penyimpan tidak dapat
menyanggah dengan mengatakan, bahwa perhitungan itu sudah disetujui oleh
pengadilan. (KUHPerd. 1733 dst.; KUHD 94; Rv. 55-41.)
Pasal
1738.
Pengadilan
dapat memerintahkan supaya dilakukan sekuestrasi: (KUHPerd. 473, 1885; KUHD 94;
Rv. 508.)
10. atas barang-barang
bergerak yang telah disita dari tangan seorang debitur; (Rv. 454, 718, 723,
753.)
20. atas suatu barang bergerak
atau barang tak bergerak, yang hak milik mutlak (eigendom) atau besit atas
barang itu menjadi sengketa antara dua orang atau lebih; (KUHPerd. 561, 833,
956.)
30. atas barang-barang yang
ditawarkan oleh seorang debitur untuk membayar utangnya. (KUHPerd. 1412; Rv.
809 dst.)
Pasal
1739.
Pengangkatan
seorang penyimpan oleh pengadilan, menimbulkan kewajiban-kewajiban timbal-balik
antara penyita dan penyimpan.
Penyimpan
wajib memelihara barang yang disita itu sebagai seorang kepala rumah tangga
yang baik.
la wajib
menyerahkan barang itu, baik untuk dijual guna melunasi piutang si penyita,
maupun untuk dikembalikan kepada orang yang barangnya kena sita, jika penyitaan
atas barangnya itu telah dicabut.
Kewajiban
penyita ialah membayar upah penyimpan yang ditentukan dalam undang-undang.
(KUHPerd. 1706 dst., S. 1851-27 pasal 48.)
BAB XII.
PINJAM-PAKAI
Bagian
1. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal
1740.
Pinjam-pakai adalah suatu
perjanjian, dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai
dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat, bahwa pihak yang mencrima
barang itu, setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan
mengembalikan barang itu. (KUHPerd. 1389, 1429-2', 1697, 1714.)
Pasal
1741.
Orang yang meminjamkan itu tetap
menjadi pemilik mutlak barang yang dipinjamkannya itu. (KUHPerd. 1746, 1748,
1752, 1755.)
Pasal
1742.
Segala
sesuatu yang dipergunakan orang dan tidak dapat musnah karena pemakaiannya,
dapat menjadi pokok perjanjian ini. (KUHPerd. 505, 537, 1332, 1740, 1744.)
Pasal
1743.
Semua
perjanjian yang lahir dari perjanjian pinjam-pakai, beralih kepada ahli waris
orang yang meminjamkan dan ahli waris peminjam.
Akan
tetapi jika pemberian pinjaman dilakukan hanya kepada orang yang menerimanya
dan khusus kepada orang itu sendiri, maka seniua ahli waris peminjam tidak
dapat tetap menikmati barang pinjaman itu. (KUHPerd. 833, 955, 1318, 1717,
1721, 1826.)
Bagian
2. Kewajiban-kewajiban Orang yang Menerima Barang Pinjam Pakai.
Pasal
1744.
Barangsiapa
menerima suatu barang yang dipinamnya, wajib memelihara barang itu sebagai
seorang kepala keluarga yang baik.
Ia tidak
boleh menggunakan barang itu selain untuk maksud pemakaian yang sesuai dengan
sifatnya, atau untuk keperluan yang telah ditentukan dalam perjanjian. Bila menyimpang dari larangan ini, peminjam
dapat dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, kalau ada alasan untuk itu.
Jika
peminjam memakai barang itu untuk suatu tujuan lain atau lebih lama dari yang
semestinya, maka wajiblah ia bertanggung jawab atas musnahnya barang itu,
sekalipun musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak
disengaja. (KUHPerd. 1235, 1245 dst., 1391, 1444, 1708, 1740, 1746.)
Pasal
1745.
Jika
barang pinjaman itu musnah karena suatu peristiwa yang tidak disengaja, sedang
hal itu dapat dihindarkan oleh peminjam dengan jalan memakai barang kepunyaan
sendiri, atau jika peminjam tidak memperdulikan barang pinjaman sewaktu
terjadinya peristiwa termaksud, sedang barang kepunyaannya sendiri diselamatkannya,
maka peminjam wajib bertanggung jawab atas musnahnya barang itu. (KUHPerd. 1235
dst., 1245, 1444, 1707 dst.)
Pasal
1746.
Jika
barang itu telab ditaksir harganya pada waktu dipinjamkan, maka musnahnya
barang itu, meskipun hal ini terjadi karena peristiwa yang tak disengaja,
adalah atas tanggungan peminjam, kecuali kalau telah dijanjikan sebaliknya.
(KUHPerd. 1245, 1631.)
Pasal
1747.
Jika barang itu menjadi
berkurang harganya semata-mata karena pemakaian yang sesuai dengan maksud
peminjaman barang itu, dan bukan karena kesalahan si peminjam, maka ia tidak
bertanggungjawab atas berkurangnya harga itu. (KUHPerd. 1391.)
Pasal
1748.
Jika
pemakai telah mengeluarkan biaya untuk dapat memakai barang yang dipinjamnya
itu, maka ia tidak dapat menuntut biaya tersebut diganti. (KUHPerd. 1752.)
Pasal
1749.
Jika
beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka mereka masing-masing
wajib bertanggungjawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman. (KUHPerd.
1282, 1301 dst.)
Bagian
3. Kewajiban kewajiban Pemberi Pinjaman.
Pasal
1750.
Pemberi pinjaman tidak dapat
meminta kembali barang yang dipinjamkannya, kecuali bila sudah lewat waktu yang
ditentukan, atau dalam hal tidak ada ketentuan tentang waktu peminjaman itu,
bila barang yang dipinjamkan itu telah selesai atau telah dianggap telah
selesai digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan. (KUHPerd. 1269, 1725, 1740, 1759.)
Pasal 1751.
Akan
tetapi bila dalam jangka waktu itu atau sebelum berakhirnya keperluan untuk
memakai barang itu, pemberi pinjaman sangat membutuhkan barangnya itu dengan
alasan yang mendesak dan tidak terduga, maka dengan memperhatikan keadaan,
pengadilan dapat memaksa peminjam untuk mengembalikan barang pinjaman itu
kepada pemberi pinjaman. (KUHPerd. 1269, 1579.)
Pasal 1752.
Jika
dalam jangka waktu pemakaian barang pinjaman itu si pemakai terpaksa
mengeluarkan biaya yang sangat perlu guna menyelamatkan barang pinjaman itu,
dan begitu mendesak sehingga oleh pemakai tidak sempat diberitahukan terlebih
dahulu kepada pemberi pinjaman, inaka pemberi pinjaman ini wajib mengganti
biaya itu. (KUHPerd. 1139-40, 1147 dst.,
1157, 1357, 1364, 1728, 1748.)
Pasal 1753.
Jika
barang yang dipinamkan itu mempunyai cacat-cacat sedemikian rupa, sehingga
pemakai barang itu bisa mendapat rugi, sedang pemberi pinjaman telah mengetahui
adanya cacat-cacat itu, tetapi tidak memberitahukannya kepada si pemakai, maka
pemberi pinjaman harus bertanggungjawab atas semua akibat pemakaian barang itu.
(KUHPerd.
1365 dst., 1504, 1762.)
BAB
XIII. PINJAM PAKAI HABIS (VERBRUIKLENING)
Bagian
1. Ketentuan ketentuan Umum.
Pasal
1754.
Pinjam pakai habis adalah suatu
perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang
dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat, bahwa pihak kedua itu
akart mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan
keadaan yang sama. (KUHPerd. 505,1392, 1740, 1763.)
Pasal
1755.
Berdasarkan perjanjian tersebut,
orang yang menerima pinjaman menjadi pemilik mutlak barang pinjaman itu; dan
bila barang ini musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kerugian itu menjadi
tanggungan peminjaman. (KUHPerd. 1237, 1741.)
Pasal
1756.
Utang
yang timbul karena peminjaman uang, hanya terdiri dari sejumlah uang yang
ditegaskan dalam perjanjian.
Jika
sebelum utang dilunasi nilai mata uang naik atau turun, atau terjadi perubahan
dalam peredaran uang yang laku, maka pengembalian uang yang dipinjam itu harus
dilakukan dengan uang yang laku pada waktu pelunasannya, sebanyak uang yang
telah dipinjam, dihitung menurut nilai resmi pada waktu pelunasan itu.
(KUHPerd. 1250, 1389; bdk. S. 1937-585
Ordonansi atas Klausula Emas 1937.)
Pasal
1757.
Ketentuan pasal di atas tidak
berlaku, jika kedua belah pihak menyepakati dengan tegas, bahwa uang pinjaman
harus dikembalikan dengan uang logam dari jenis dan dalam jumlah yang sama
seperti semula. Dalam hal demikian,
pihak yang menerima pinjaman harus mengembalikan uang logam dari jenis dan
dalam jumlah yang sama, tidak lebih dan tidak kurang.
Jika
uang logam sejenis sudah tidak cukup lagi dalam peredaran, maka kekurangannya
harus diganti dengan uang dari logam yang sama dan sedapat mungkin mendekati
kadar logam uang pinjaman itu, sehingga semuanya mengandung logam asb yang sama
beratnya dengan yang terdapat dalam uang logam pinjaman semula. (KUHPerd.
1389.)
Pasal
1758.
Jika yang dipinjamkan itu berupa
batang-batang emas atau perak, atau barang-barang lain, maka peminjam harus
mengembalikan logam yang sama beratnya dan mutunya dengan yang ia terima dahulu
itu, tanpa kewajiban memberikan lebih, walaupun harga logam itu sudah naik atau
turun. (KUHPerd. 1754, 1763.)
Bagian
2. Kewajiban-kewajiban Orang Yang meminjamkan.
Pasal
1759.
Pemberi pinjaman tidak dapat
meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah
ditentukan di dalam perjanjian. (KUHPerd. 1269 dst., 1725, 1750 dst., 1763.)
Pasal
1760.
Jika jangka waktu peminjamanan
tidak ditentukan, maka bila pemberi pinjaman menuntut pengembalian barang
pinjaman itu, pengadilan boleh memberikan sekedar kelonggaran kepada peminam
sesudah mempertimbangkan keadaan. (KUHPerd. 1390.)
Pasal
1761.
Jika telah dijanjikan, bahwa
peminjam barang atau uang akan mengembalikannya bila ia mampu untuk itu, maka
kalau pemberi pinjaman menuntut pengembalian uang atau barang pinjaman itu,
pengadilan boleh menentukan waktu pengembalian itu sesudah mempertimbangkan
keadaan. (KUHPerd. 1256, 1268.)
Pasal
1762.
Ketentuan pasal 1753 berlaku
juga dalam perjanjian pinjam pakai habis. (KUHPerd. 1365 dst., 1504.)
Bagian
3. Kewajiban-kewajiban Pemiroam.
Pasal
1763.
Barangsiapa
meminjam suatu barang wajib mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama
dan pada waktu yang diperjardikan. (KUHPerd. 1269 dst., 1392, 1754, 1756, 1759;
bdk. S. 1937-585 Ordonansi atas Klausula
Emas.)
Pasal
1764.
Jika ia tidak mungkin memenuhi
kewajiban itu, maka ia wajib membayar harga barang yang dipinjamnya itu, dengan
memperhatikan waktu dan tempat pengembalian barang itu menurut perjanjian.
Jika waktu dan tempat tidak
diperjanjikan, maka pengembalian harus dilakukan menurut nilai barang pinjaman
tersebut pada waktu dan tempat peminjamanan. (KUHPerd. 1243 dst., 1250, 1393.)
Bagian
4. Peminjaman Dengan Bunga.
Pasal
1765.
Untuk peminjaman uang atau
barang yang habis dalam pemakaian, diperbolehkan membuat syarat bahwa atas
pinjaman itu akan dibayar bunga. (KUHPerd. 505, 1250, 1754, 1768, 1975; Rv
344.)
Pasal
1766.
Barangsiapa sudah menerima suatu
pinjaman dan telah membayar bunga yang tidak diperjanjikan dahulu, tidak dapat
meminta kembali bunga itu dan juga tidak dapat mengurangkannya dari pinjaman
pokok, kecuali jika bunga yang telah dibayar itu melampaui jumlah bunga yang
ditetapkan dalam undang-undang; dalam hal ini uang kelebihan itu dapat diminta
kembali atau dikurangkan dari pinjaman pokok.
Pembayaran bunga yang tidak
diperjanjikan tidak mewajibkan debitur untuk membayar bunga terus; tetapi bunga
yang diperjardikan wajib dibayar sampai pada saat pengembalian atau periitipan
(konsinyasi) uang pinjaman pokok semuanya, walaupun pengembalian atau
perlitipan uang pirdaman itu dilakukan tatkala sudah lewat waktu pelunasan
menurut perjanjian. (KUHPerd. 1359, 1397 1404 dst., 1768.)
Pasal
1767.
Ada bunga menurut penetapan,
undang-undang, ada pula yang ditetapkan dalam perjanjian. Bunga menurut undang-undang ialah bunga yang
ditentukan oleh undang-undang. Bunga
yang ditetapkan dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang
dalam segala hal yang tidak dilarang undang-undang. (S. 1848-22 jo. S. 1849-63;
KUHD 147.)
Besannya bunga yang ditetapkan
dalam perjanjian harus dinyatakan secara tertulis. (KUHPerd. 391, 413, 797
dst., 1098, 1250, 1286, 1768, 1780, 1805, 1839, 1975.)
Pasal
1768.
Jika pemberi pinjaman
memperjanjikan bunga tanpa menentukan besarnya, maka penerima pinjaman wajib
membayar bunga menurut undang-undang. (KUHPerd. 1767.)
Pasal
1769.
Bukti yang menyatakan pembayaran
uang pinjaman pokok tanpa menyebutkan sesuatu tentang pembayaran bunga, memberi
dugaan bahwa bunganya telah dilunasi, dan peminjaman dibebaskan dari kewajiban
untuk membayarnya. (KUHPerd. 1394, 1397, 1438, 1916, 1921.)
Pasal
1770.
Perjanjian
bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang
akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan
dimintanya kembali. (KUHPerd. 511-21, 1252, 1394, 1975.)
Pasal
1771.
Bunga
ini pada hakikatnya dapat diangsur.
Hanya
kedua belah pihak dapat mengadakan persetujuan bahwa pengangsuran itu tidak
boleh dilakukan sebelum lewat waktu tertentu, yang tidak boleh dite. tapkan
lebih lama daii sepuluh tahun, atau tidak boleh dilakukan sebelum diberitahukan
kepada kreditur dengan suatu tenggang waktu, yang sebelumnya telah ditetapkan
oleh mereka, tetapi tidak boleh lebih lama dari satu tahun. (KUHPerd. 751 dst.,
1269 dst., 1520; Onteig. 404.)
Pasal
1772.
Seseorang
yang berutang bunga abadi dapat dipaksa mengembalikan uang pokok:
10. jika ia tidak membayar apa
pun dari bunga yang harus dibayamya selama dua tahun berturut-turut; (KUHPerd.
1782.)
20. jika ia lalai memberikan
jaminan yang dijanjikan kepada kreditur; (KUHPerd. 1781.)
:30. jika ia dinyatakan pailit
atau dalam keadaan benar-benar tidak mampu untuk membayar. (KUHPerd. 1271,
1782, 1843-21; F. 127.)
Pasal
1773.
Dalam
kedua hal pertama yang disebut dalam pasal yang lain, debitur dapat membebaskan
diri dari kewajiban mengembalikan uang pokok, jika dalam waktu dua puluh hari,
terhitung mulai ia diperingatkan dengan perantaraan hakim, ia membayar
angsuran-angsuran yang sudah harus dibayamya atau memberikan jaminan yang
dijanjikan. (KUHPerd. 1238.)
BAB XV.
PERSETUJUAN UNTUNG-UNTUNGAN
Bagian
1. Ketentuan Umum.
Pasal
1774.
(s.d. u.
dg. S. 1933-4 7. jo. S. 1938-2.) Suatu persetujuan untung-untungan
ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung-ruginya, baik bagi
semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang
belum pasti.
Demikianlah:
persetujuan
pertanggungan; (KUHD 246 dst., 287 dst., 592 dst., 686 dst.)
bunga
cagak-hidup-, (KUHPerd. 1775 dst.)
perjudian
dan pertaruhan. (KUHPerd. 1788 dst.)
Persetujuan
yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. (KUHPerd. 1253
dst.)
Bagian
2. Persetujuan Bunga Cagak-Hidup Dan Akibat-akibatnya.
Pasal
1775.
Bunga
cagak-hidup dapat diadakan dengan suatu persetujuan atas beban, atau dengan
suatu akta hibah.
Bunga
cagak-hidup juga dapat diadakan dengan suatu wasiat. (KUHPerd. 511-21-, 764,
918, 922, 960-20, 1252, 1780, 1975.)
Pasal
1776.
Bunga
cagak-hidup dapat diadakan atas diri orang yang memberikan pinjaman, atau atas
diri orang yang diberi manfaat dari bunga tersebut, atau pula atas diri seorang
pihak ketiga, meskipun orang ini tidak mendapat manfaat daripadanya. (KUHPerd.
1777 dst.)
Pasal
1777.
Bunga
cagak-hidup dapat diadakan atas diri satu orang atau lebih. (KUHPerd. 1776
dst.)
Pasal
1778.
Bunga
cagak-hidup dapat diadakan untuk seorang pihak ketiga, meskipun uangnya
diberikan oleh orang lain.
Akan
tetapi, dalam hal tersebut, bunga cagak-hidup tidak tunduk 6ada tata cara
penghibahan. (KUHPerd. 1317, 1682.)
Pasal
1779.
Bunga
cagak-hidup yang diadakan atas diri seseorang yang meninggal pada hari
persetujuan, tidak mempunyai kekuatan hukum. (KUHPerd. 1335, 1774.)
Pasal
1780.
Bunga
cagak-hidup dapat diadakan dengan peiiawian sampai sedemikian tinggi menurut
kehendak kedua pihak. (KUHPerd. 1767.)
Pasal
1781.
Orang
yang atas dirinya diadakan bunga cagak-hidup dengan beban, dapat menuntut
pembatalan persetujuan itu, jika debitur tidak memberikan jaminan yang telah
dijanjikan.
Jika
persetujuan dibatalkan, debitur wajib membayar tunggakan bunga yang telah
diperjanjikan, sampai pada hari dikembalikannya uang pokok. (KUHPerd. 1266
dst., 1772-21, 1773.)
Pasal
1782.
Penunggakan
pembayaran bunga cagak-hidup tidak memberikan hak kepada penerima bunga untuk
meminta kembali uang pokok atau barang yang telah diberikannya untuk dapat
menerima bunga itu; ia hanya berhak menuntut debitur membayar bunga yang wajib
dibayamya, menyita kekayaannya untuk melunasi utangnya, dan meminta jaminan
untuk bunga yang sudah dapat ditagih. (KUHPerd. 1266 dst., 1394, 1722- 1 1.)
1783. Dihapus
dg. S. 1906-348.
Pasal
1784.
Debitur
tidak dapat membebaskan diri dari pembayaran bunga cagak hidup dengan
menawarkan pengembahan uang pokok dan dengan berjanji tidak akan menuntut
pengembahan bunga yang telah dibayamya; ia wajib terus membayar bunga
cagak-hidup selama hidup orang atau orang-orang yang atas diri mereka telah
(Wa4ikan bunga cagak-hidup itu, betapa pun beratnya pembayaran bunga itu bagi
dirinya. (KUHPerd. 1771.)
Pasal
1785.
Pemilik
bunga cagak-hidup hanya berhak atas bunga itu menurut jumlah hari seumur hidup
orang yang atas dirinya telah diadakan bunga cagak-hidup itu.
Akan
tetapi jika menurut persetujuan harus dibayar terlebih dahulu bunganya, maka
hak atas angsuran yang sedianya sudah harus terbayar, baru diperoleh mulai hari
pembayaran itu seharusnya dilakukan. (KUHPerd. 502, 763 dst.)
Pasal
1786.
Mengadakan
perjanjian bahwa suatu bunga cagak-hidup takkan tunduk pada suatu penyitaan,
tidak diperbolehkan kecuali bila bunga cagak-hidup itu diadakan dengan
cuma-cuma. (KUHPerd. 1131 dst., 1429-3'; Rv 749.)
Pasal
1787.
Penerima
bunga tidak dapat menagih bunga yang sudah harus dibayar, sewa dengan
menyatakan bahwa orang yang atas dirinya telah diperjanjikan bunga cagak-hidup
itu masih hidup. (KUHPerd. 1975.)
Bagian
3. Perjudian Dan Pertaruhan.
Pasal
1788.
Undang-undang
tidak memberikan hak untuk menuntut secara hukum dalam hal suatu utang yang
terjadi karena perjudiaan atau pertaruhan. (KUHP 303, 542 dst.)
Pasal
1789.
Akan
tetapi dalam ketentuan tersebut di atas itu tidak termasuk permainan-permainan
yang dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti anggar, lari cepat, dan sebagainya.
Meskipun
demikian, hakim dapat menolak atau mengurangi tuntutan bila menurut pendapatnya
uang taruhan lebih dari yang sepantasnya.
Pasal
1790.
Ketentuan-ketentuan
dalam dua pasal yang lain tidak boleh digunakan untuk menghindari utang dengan
cara pembaharuan utang. (KUHPerd. 1413 dst.)
Pasal
1791.
Seorang
yang secara sukarela membayar kekalahannya dengan uang, sekali-kali tak boleh
menuntut kembali uangnya, kecuali bila pihak yang menang itu telah melakukan
kecurangan atau penipuan. (KUHPerd. 1328, 1359; KUHP. 378.)
BAB XVI.
PEMBERIAN KUASA
Bagian
1. Sifat Pemberian Kuasa.
Pasal
1792.
Pemberian
kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang
lain yang menerimanya untuk nielaksanakan sesuatu atas nama orang yang
memberikan kuasa. (KUHPerd. 78 dst., 1354 dst., 1549, 1945; KUHD 79 dst.)
Pasal
1793.
Kuasa
dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di
bawah tatigan, bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Penerimaan
suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dari disimpulkan dari
pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa itu. (KUHPerd. 79, 109, 1171,
1683, 1796, 1874, 1895 dst., 1945; BS. 12, 4 1; F. 116; Rv. 38, 150, 256, 439,
860.)
Pasal 1794.
Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika
diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1021, 1358, 1549, 1801, 1808.)
Jika
dalam hal yang terakhir upahnya tidak ditentukan dengan tegas, maka penerima
kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih daripada yang ditentukan dalam pasal
411 untuk wali. (Ov. 80.)
Pasal
1795.
Pemberian
kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan
tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan
pemberi kuasa. (KUHPerd. 79, 334, 1683, 1925, 1934, 1945; BS. 12, 41; KUHD 331,
360, 362; F. 116; Rv. 38, 150, 272, 439, 860.)
Pasal
1796.
Pemberian
kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang
menyangkut pengurusan.
Untuk
memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat
suatu perdamaian, ataupun melakukan tindahkan lain yang hanya dapat dilakukan
oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang
tegas. (KUHPerd 115, 1171, 1385, 1405-11, 1683, 1934; KUHD 362, 365; Rv. 256.)
Pasal
1797.
Penerima
kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui kuasanya; kekuasaan yang
diberikan untuk menyelesaikan suatu perkara secara damai, tidak mengandung hak
untuk menggantungkan penyetesajan perkara pada keputusan wasit. (KUHPerd. 1316,
1806, 1851 dst.; Rv. 615 dst.)
Pasal
1798.
Orang-orang
perempuan dan anak yang belum dewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa; tetapi
pemberi kuasa tidaklah berwenang untuk mengajukan suatu tuntutan hukum terhadap
anak yang belum dewasa, selain menurut ketentuan-ketentuan umum mengenai
perikatan-perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, dan terhadap
orang-orang perempuan bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan suami pun ia
tidak ber-wenang untuk mengadakan tuntutan hukum, selain menurut
ketentuan-ketentuan Bab V dan VII Buku Kesatu dari Kitab Undang-undang Hukum
Perdata ini. (KUHPerd. 108 dst., 114 dst., 330, 333, 385 dst., 1006, 1330 dst.,
1446, 1813; KUHD 20; Rv. 617.)
Pasal
1799.
Pemberi
kuasa dapat menggugat secara langsung orang yang dengannya si penerima kuasa
telah melakukan perbuatan hukum dalam kedudukannya dan pula dapat mengajukan
tuntutan kepadanya untuk memenuhi persetujuan yitng telah dibuat. (KUHPerd.
1792, 1803; KUHD 78.)
Bagian
2. Kewajiban Penerima Kuasa.
Pasal
1800.
Penerima
kuasa, selama kuasanya belum dicabut, wajib melaksanakan kuasanya, dan
bertanggung-jawab atas segala biaya, kerugian dan bunga, yang timbul karena
tidak dilaksanakannya kuasa itu.
Begitu
pula, ia wajib menyelesaikan urusan yang telaii mulai dikerjakannya pada waktu
pemberi kuasa meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera
diselesaikannya. (KUHPerd. 1243, 1245, 1338, 1354 dst., 1470, 1813, 1817,
1819.)
Pasal
1801.
Penerima
kuasa tidak hanya bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja, melainkanjuga atas kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam
mejalankan kuasanya.
Akan
tetapi tanggung-jawab atas kelalaian-kelalaian orang yang dengan cuma-cuma
menerima kuasa, tidaktah seberat tanggungjawab yang di"nta dari orang yang
menerima kuasa dengan mendapatkan upah. (KUHPerd. 1235, 1328, 1356, 1707 dst.,
1794.)
Pasal
1802.
Penerima
kuasa wajib memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah
dilakukan, serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya
berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayar
kepada pemberi kuasa. (KUHPerd. 1805, 1807; Rv. 764 dst.)
Pasal
1803.
Penerima
kuasa bertanggungjawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya
dalam melaksanakan kuasanya:
10. bila tidak diberikan kuasa
untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;
20. bila kuasa itu diberikan
tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya temyata orang
yang tidak cakap atau tidak mampu.
Pemberi
kuasa senantiasa dianggap telah memberi kuasa kepada penerima kuasanya untuk
menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk mengurus barang-barang yang
berada di luar wilayah Indonesia atau di luar pulau tempat tinggal pemberi
kuasa.
Pemberi
kuasa, dalam segala hal, dapat secara langsung mengajukan tuntutan kepada orang
yang telah ditunjuk oleh penerima kuasa sebagai penggantinya. (KUHPerd. 802,
1367, 1710, 1799; KUHD 89.)
Pasal
1804.
Bila
dalam satu akta diangkat beberapa penerima kuasa untuk suatu urusan, maka
terhadap mereka tidak terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika
hal itu ditentukan dengan tegas dalam akta. (KUHPerd. 1016, 1280, 1282, 1637,
1759, 1793, 1811.)
Pasal
1805.
Penerima
kuasa harus membayar bunga atas uang pokok yang dipakainya untuk keperluannya
sendiri, terhitung dari saat ia mulai memakai uang itu, begitu pula bunga atas
uang yang harus diserahkan pada penutupan perhitungan, terhitung dari saat ia
dinyatakan lalai melakukan kuasa. (KUHPerd. 391, 1238, 1243, 1250, 1626, 1718,
1767, 1801, 1810.)
Pasal
1806.
Penerima
kuasa yang telah memberitahukan secara sah hal kuasanya kepada orang yang
dengannya ia mengadakan suatu persetujuan dalam kedudukan sebagai penerima
kuasa, tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di luar batas kuasa itu,
kecuali jika ia secara pribadi mengikatkan diri untuk itu. (KUHPerd. 1796.)
Bagian
3. Kewajiban-kewajiban Pemberi Kuasa.
Pasal
1807.
Pemberi
kuasa wajib memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa
menurut kekuasaan yang telah ia berikan kepadanya.
Ia tidak
terikat pada apa yang telah dilakuan di luar kekuasaan itu, kecuali jika ia
telah menyetujui hal itu secara tegas atau secara diam-diam. (KUHPerd. 1338,
1357, 1792, 1892; KUHD 656.)
Pasal
1808.
Pemberi
kuasa wajib mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan oleh
penerima kuasa untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula membayar upahnya bila
tentang hal ini telah diadakan perjanjian.
Jika
penerima kuasa tidak melakukan suatu kelalaian, maka pemberi kuasa tidak dapat
menghindarkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot dan biaya serta
membayar upah tersebut di atas, sekalipun penerima kuasa tidak berhasil dalam
urusannya itu. (KUHPerd. 1357, 1794.)
Pasal
1809.
Begitu
pula, pemberi kuasa harus memberikan ganti-rugi kepada penerima kuasa atas
kerugian-kerugian yang dideritanya sewaktu mewalankan kuasanya, asal dalam hal
itu penerima kuasa tidak bertindak kurang hati-hati. (KUHPerd. 1728.)
Pasal
1810.
Pemberi
kuasa harus membayar bunga atas persekot yang telah dikeluarkan oleh penerima
kuasa, terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot itu. (KUHPerd. 1250, 1805.)
Pasal
1811.
Jika
seorang penerima kuasa diangkat oleh berbagai orang untuk menyelenggarakan
suatu urusan yang harus mereka selesaikan secara bersama, maka masing-masing
dari mereka bertanggungjawab untuk seluruhnya terhadap penerima kuasa mengenai
segala akibat dari pembqrian kuasa itu. (KUHPerd. 1280, 1282, 1804, 1808 dst.;
KUHD 18.)
Pasal
1812.
Penerima
kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya,
hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat
pemberian kuasa. (KUHPerd. 575 dst., 715, 725, 113f)5', 1147, 1159, 1729; KUHD
79, 82, 84 dst.; F. 59.)
Bagian
4. Bermacam-macam Cara Berakhirnya Pemberian Kuasa.
Pasal
1813.
Pemberian
kuasa berakhir: (KUHPerd. 470) :
dengan
penarikan kembali kuasa penerima kuasa; (KUHPerd. 1338 dst., 1814)
dengan
pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa; (KUHPerd. 1636, 1800,
1817.)
dengan
meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa manpun penerima
kuasa; (KUHPerd. 452, 1355, 1818 dst.; F. 1 dst., 22.)
dengan
kawinnya perempuan yang memberikan atau menerima kuasa. (KUHPerd. 79, 105 dst.,
463, 470, 1798.)
Pasal
1814.
Pemberi
kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila hal itu dikehendakinya, dan dapat
memaksa pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu.
(KUHPerd. 1187, 1636.)
Pasal
1815.
Penarikan
kuasa yang hanya diberitahukan kepada penerima kuasa, tidak dapat diajukan
kepada pihak ketiga yang telah mengadakan persetujuan dengan pihak penerima
kuasa karena tidak mengetahui penarikan kuasa itu; hal ini tidak mengurangi
tuntutan hukum dari pemberi kuasa terhadap penerima kuasa. (KUHPerd 1340.)
Pasal
1816.
Pengangkatan
seorang penerima kuasa baru untuk merdalankan suatu urusan yang sama,
menyebabkan ditariknya kembali kuasa peneriyna kuasa yang pertama, terhitung
mulai hari diberitahukannya pengangkatan itu kepada orang yang disebut
belakangan. (Rv. 110.)
Pasal
1817.
Pemegang
kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya-dengan memberitahukan penghentiannya
kepada pemberi kuasa.
Akan
tetapi bila pemberitahuan penghentian ini, baik karena ia tidak mengindahkan
waktu maupun karena sesuatu hal lain akibat kesalahan pemegang kuasa sendiri,
membawa kerugian bagi pemberi kuasa, maka pemberi kuasa ini harus diberikan
ganti rugi oleh pemegang kuasa itu, kecuali bila pemegang kuasa itu tak mampu
untuk meneruskan kuasanya tanpa mendatangkan kerugian yang berarti bagi dirinya
sendiri. (KUHPerd. 1243 dst., 1354 dst., 1800.)
Pasal
1818.
Jika
pemegang kuasa tidak tahu tentang meninggalnya pemberi kuasa atau tentang suatu
sebab lain yang menyebabkan Berakhirnya kuasa itu, maka perbuatan yang
dilakukan dalam keadaan tidak tahu itu adalah sah.
Dalam
hal demikian, segala perikatan yang dilakukan oleh penerima kuasa dengan pihak
ketiga yang beritikad baik, harus dipenuhi terhadapnya. (KUHPerd. 1338, 1800,
1819.)
Pasal
1819.
Bila
pemegang kuasa meninggal dunia, maka para ahli warisnya harus memberitahukan
hal itu kepada pemberi kuasa jika mereka tahu pemberian kuasa itu, dan
sementara itu mengambil tindakan-tindakan yang perlu menurut keadaan bagi
kepentingan pemberi kuasa, dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga,
jika ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243 dst., 1355, 1818.)
BAB
XVII. PENANGGUNG UTANG
Bagian
1. Sifat Penanggungan.
Pasal
1820.
Penanggungan
ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak
memenuhi perikatannya. (KUHPerd. 1831; KUHD 65, 129 dst., 202 dst.; Rv. 55-51.)
Pasal
1821.
Tiada
penanggungan, bila tiada perikatan pokok yang sah menurut undang-undang.
Akan
tetapi orang dapat mengadakan penanggungan dalam suatu perikatan, walaupun
perikatan itu dapat dibatalkan dengan sanggahan mengenai diri pribadi debitur,
misalnya dalam hal belum cukup umur. (KUHPerd. 1331, 1832-30, 1847.)
Pasal
1822.
Seorang
penanggung tidak dapat mengikatkan diri dalam perjanjian atau dengan
syarat-syarat yang lebih berat dari perikatan yang dibuat oleh debitur.
Pendapat
diadakan hanya untuk sebagian utang atau dengan mengurangi syarat-syamt yang
semestinya. Bila penanggungan diadakan
atas jumlah yang melebihi utang atau dengan syarat-syarat yang lebih berat,
maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan sah, tetapi hanya untuk
apa yang telah ditentukan dalam perikatan pokok. (KUHPerd. 1253 dst., f268
dst., 1824.)
Pasal
1823.
Orang dapat mengangkat diri
sebagai penanggung tanpa diminta oleh orang yang mengikatkan diri untuk suatu
utang, bahkan juga dapat tanpa setahu orang itu.
Orang
dapat pula menjadi penanggung, bukan hanya untuk debitur utama, mejuga untuk
seorang penanggung debitur utama itu. (KUHPerd. 1316 dst., 1354, 1382, 1839;
Rv. 55-51.)
Pasal
1824.
Penanggungan
tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dinyatakan secara tegas;
penanggungan itu tidak dapat diperluas hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang
menjadi syarat sewaktu mengadakannya. (KUHPerd. 1574, 1822; KUHD 129 dst., 202
dst.)
Pasal
1825.
Penanggungan
yang tak terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya,
bahkan juga biaya-biaya gugatan yang diajukan terhadap debitur utama dan segala
biaya yang dikeluarkan setelah penanggung utang diperingatkan tentang itu.
(KUHPerd. 1243, 1250; Rv. 58.)
Pasal
1826.
Perikatan-perikatan
penanggung beralih kepada para ahli warisnya. (KUHPerd. 833, 955, 1318, 1743.)
Pasal
1827.
Debitur
yang diwajibkan menyediakan seorang penanggung, harus mengajukan seseorang yang
cakap untuk mengikatkan diri dalam perjanjian, mampu untuk memenuhi
perjanjiannya dan bertempat tinggal di Indonesia. (KUHPerd. 1329 dst., 1829;
Rv. 614.)
1828. Dihapus
dg.s. 1938-276.
Pasal
1929.
Bila
penanggung yang telah diterima kreditur secara sukarela atau herdasarkan
keputusan hakim kemudian temyata menjadi tidak mampu, maka hamslah diangkat
penanggung baru.
Ketentuan
ini dapat dikecualikan bila penanggung itu diadakan menurut persetujuan, dengan
mana kreditur meminta diadakan penanggung. (KUHPerd. 1827.) -
Pasal
1830.
Barangsiapa
diwajibkan oleh undang-undang atau keputusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti untuk memberikan seorang boleh memberikan jaminan
gadai atau hipotek bila ia tidak berhasil itu: (KUHPerd. 335, 472, 784, 789,
819, 978, 1034, 1150dst, 1832-51; Rv. 54 dst., 128, 311, 722, 728.)
Bagian
2. Akibat-akibat Penanggungan Antara Kreditur Dan Penanggung.
Pasal
1831.
Penanggung
tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali jika debitur lalai membayar
utangnya; dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual
terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. (KUHPerd. 1283, 1820i 1833.)
Pasal
1832.
Penanggung
tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dulu disita dan dijual
untuk melunasi utangnya:
10. bila ia telah melepaskan
hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan
dijual;
20. bila ia telah mengikatxan
dirinya bersama-sama dengan debitur utama secaraa tanggung-menanggung; dalam
hal itu, akibat-akibat perikatannya diatur menurut azas-asas yang ditetapkan
untuk utang-utang tanggung-menanggung; (KUHPerd-. 1278 dst., 1283.)
30. jika debitur dapat
mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
(KUHPerd. 1821, 1847.)
40 Jika debitur berada dalam
keadaan pailit; (F. 1)
50. dalam hal penanggung- yang
diperintahkan oleh hakim.(Rv. 54 dst., 31 1, 722,.728.)
Pasal
1833.
Kreditur
tidak wajib menyita dan menjual lebih dahulu barang kepunyaan debitur, kecuali
bila pada waktu pertama kalinya dituntut di muka hapenanggung mengajukan
permohonan untuk itu. (KUHPerd. 1831.)
Pasal
1834.
Penanggung
yang menuntut agar barang kepunyaan debitur disita dan dijual lebih dulu, wajib
menunjukkan barang kepunyaan debitur itu kepada kreditur dan membayar lebih
dulu biaya-biaya untuk penyitaan dan penjualan tersebut.
Penanggung
tidak boleh menunjuk barang yang sedang dalam sengketa di hadapan pengadilan,
atau barang yang sudah dijadikan tanggungan hipotek untuk utang yang
bersangkutan dan sudahtidak lagi berada di tangan debitur itu, ataupun barang
yang berada di luar wilayah Indonesia. (KUHPerd. 1827.)
Pasal
1835.
Bila
penanggung, sesuai dengan pasal yang lain, telah menunjuk barang-barang debitur
dan telah membayar biaya yang diperlukan untuk penyitaan dan penjualan, maka
kreditur bertanggungjawab terhadap penanggung atas ketidakmampuan debitur, yang
teijadi kemudian dengan tiadanya tuntutan-tuntutan, sampai sejumlah harga
barang-barang yang ditunjuk itu.
Pasal
1836.
Jika
beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur
yang sama dan untuk utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat
untuk seluruh utang itu. (KUHPerd. 1280 dst., 1283.)
Pasal
1837.
Akan
tetapi masing-masing dari mereka, bila tidak melepaskan hak istimewanya untuk
meminta pemisahan utangnya, pada waktu pertama kah digugat di muka hakim, dapat
menuntut supaya kreditur lebih dulu membagi piutangnya, dan menguranginya
sebatas bagian masing-masing penanggung utang yang terikat secara sah.
Jika
pada waktu salah seorang penanggung menuntut pemisahan utangnya, seorang atau
beberapa teman penanggung tak mampu, maka penanggung tersebut wajib membayar
untuk mereka yang tak mampu itu menurut imbangan bagiannya; tetapi ia tidak
wajib bertanggungj awab jika ketidakmampuan mereka terjadi setelah pemisahan
utangnya. (KUHPerd. 1283, 1832 dst.)
Pasal
1838.
Jika
kreditur sendiri secara sukarela telah membagi-bagi tuntutannya, maka ia tak
boleh menarik kembali pemisahan utang itu, biarpun beberapa di antara para
penanggung berada dalam keadaan tidak mampu sebelum ia membagi-bagi utang itu.
(KUHPerd. 1289 dst.)
Bagian
3. Akibat-akibat Penanggungan Antara Debitur Dan Penanggung,
Dan
Antara Para Penanggung Sendiri.
Pasal
1839.
Penanggung
yang telah membayar dapat menuntut apa yang telah dibayamya itu dari debitur
utama, tanpa memperhatikan apakah penanggungan itu diadakan dengan atau tanpa
setahu debitur utama itu. Penuntutan
kembali ini dapat dilakukan, baik mengenai uang pokok maupun mengenai bunga
serta biaya-biaya.
Mengenai
biaya-biaya tersebut, penanggung hanya dapat menuntutnya kembali, sekedar dalam
waktu yang dianggap patut ia telah menyampaikan pemberitahuan kepada debitur
utama tentang tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepadanya.
Penanggung
juga berhak menuntut penggantian biaya, ker-ugian dan bunga, bila alasan untuk
itu memang ada. (KUHPerd. 1243 dst., 1823, 1825, 1842.)
Pasal
1840.
Penanggung
yang telah membayar lunas utangnya, demi hukum menggantikan kreditur dengan
segala haknya terhadap debitur semula. (KUHPerd. 1400, 1402-3', 1403, 1844.)
Pasal
1841.
Bila
beberapa orang bersama-sama memikul satu utang utama dan masing-masing terikat
untuk seluruh utang utama tersebut, maka orang yang mengajukan diri sebagai
penanggung untuk mereka semuanya, dapat menuntut kembali semua yang telah
dibayamya dari masing-masing debitur tersebut. (KUHPerd. 1280, 1293, 1839,
1844.)
Pasal
1842.
Penanggung
yang telah membayar utangnya sekali, tidak dapat menuntutnya kembali dari
debitur utama yang telah membayar untuk kedua kalinya, bila ia tidak
memberitahukan pembayaran yang telah dilakukan itu kepadanya; hal ini tidak
mengurangi haknya untuk menuntutnya kembali dari kreditur.
Jika
penanggung telah membayar tanpa digugat untuk itu, sedangkan ia tidak
memberitahukannya kepada debitur utama, maka ia tidak dapat menuntutnya kembali
dari debitur utama ini, bila pada waktu dilakukannya pembayaran itu debitur
mempunyai alasan-alasan untuk menuntut pembatalan utangnya; hal ini tidak
mengurangi tuntutan penanggung terhadap kreditur itu. (KUHPerd. 1271, 1359,
1839.)
Pasal
1843.
Penanggung
dapat menuntut debitur untuk diberi ganti rugi atau untuk dibebaskan dari
perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya:
10. bila ia digugat di muka
hakiin untuk membayar; (KUHPerd. 1831.)
20. dihapus dg. S. 1906-348;
30. bila debitur telah
berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu;
(KUHPerd. 1338.)
40. bila utangnya sudah dapat
ditagih karena lewatnyajangka waktu yang telah ditetapkan untuk pembayarannya;
(KUHPerd. 1268 dst., 1850.)
50. Setelah lewat waktu
sepuluh tahun, jika perikatan pokok tidak mengandung suatu jargka waktu
tertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok sedemikian
sifatnya, hingga tidak dapat diakhiri sebelum lewat suatu waktu tertentu,
seperti suatu perwalian. (KUHPerd. 410, 414.)
Pasal
1844.
(s.d.u.
dg S. 1906-348.) Jika berbagai orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung
untuk seorang debitur dan untuk utang yang sama, maka penanggung yang telah
melunasi utangnya dalam hal yang ditentukan dala- nomor 10 pasal yang lalu, begitu pula bila
debitur telah dinyatakan pailit, berhak menuntutnya kembali dari
penanggung-penanggung lainnya, masing-masing untuk bagiannya.
Ketentuan
alinea kedua dari P-1 1293 berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 1836, 1841; F. 1,
131.)
Bagi. 4.
Hapusnya Penanggungan Utang.
Pasal
1845.
Perikatan
yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang
menyebabkan berakmmya perikatan-perikatan lainnya. (KUHPerd. 1381, 1408 dst.,
1424, 1430, 1437, 1442 dst., 1574, 1846, 1938 dst., 1984.)
Pasal
1846.
Percampuran
utang yang terjadi di antara debitur utama dan penanggung utang, bila yang satu
menjadi ahli waris dari yang lain, sekali-kali tidak menggugurkan tuntutan
hukum kreditur terhadap orang yang telah mengajukan diri sebagai penanggung
dari penanggung itu. (KUHPerd. 1437, 1823.)
Pasal
1847.
Terhadap
kreditur itu, penangung utang dapat menggunakan segala yang dapat dipakai oleh
debitur utama dan mengenai utang yang ditaanggungya itu sendiri.
Akan
tetapi ia tidak boleh mengajukan tangkisan yang semata-mata mengenai pribadi
debitur itu. (KUHPerd. 1821, 1832-30.)
Pasal
1848.
Penanggung
dibebaskan dari kewajibannya, bila atas kesalahan kreditur ia tidak dapat lagi
memperoleh hak, hipotek dan hak istimewa kreditur itu sebagai penggantinya.
(KUHPerd. 1402-3', 1840.)
Pasal
1849.
Bila
kreditur secara sukarela menerima suatu barang tak bergerak atau barang lain
sebagai pembayaran atas utang pokok, maka penanggung dibebaskan dari
tanggungannya, sekalipun barang itu
kemudian harus diserahkan oleh kreditur kepada orang lain berdasarkan putusan hakim untuk kepentingan
pembayaran utang tersebut. (KUHPerd. 1389.)
Pasal
1850.
Suatu
penundaan pembayaran sederhana yang diizinkan kreditur kepada debitur tidak
membebaskan penanggung dari tanggungannya; tetapi dalam hal demikian,
penanggung dapat memaksa debitur untuk membayar utangnya atau membebaskan
penanggung dari tanggungannya itu. (KUHPerd. 1408, 1574,1843.)
BAB
XVIII. PERDAMAIAN
Pasal
1851.
Perdamaian
ialah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau
menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang
diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.
(s.d. u.
dg. S. 1925-525.) Persetujuan ini hanya
mempunyai kekuatan hukum, bila dibuat secara tertutis. (KUHPerd. 407, 1117,
1796 d§t., 1859, 1895; F. 100; Rv. 31, 325, 615.)
Pasal
1852.
Untuk
dapat mengadakan suatu perdamaian, seseorang harus berwenang untuk metepaskan
haknya atas hal-hal yang termaktub dalam perdamaian itu.
Para
wali dan pengampu tidak dapat mengadakan suatu perdamaian, kecuali jika mereka
bertindak menurut ketentuan-ketentuan dari Bab XV dan XVII dalam Buku Kesatu
Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
Kepala-kepala
daerah yang bertindak demikian, begitu pula lembaga-lembaga umum, tidak dapat
mengadakan suatu perdamaian s elain dengan mengindahkan tata cara yang
ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaannya.
(KUHPerd. 407, 412, 452, 1795 dst.; Rv. 31.)
Pasal
1853.
Perdamaian
dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang timbul dari suatu kejahatan atau pelanggaran.
Dalam
hal ini, perdamaian sekali-kall tidak menghalangi pihak kejaksaan untuk
menuntut kejahatan atau pelanggaran yang bersangkutan. (AB. 23, 25, 28, 30;
KUHPerd. 1356 dst.; Sv. 10.)
Pasal
1854.
Setiap
perdamaian hanya menyangkut soal yang termaktub di dalamnya; pelepasan segala
hak dan tuntutan yang dituliskan di situ harus diartikan separdang hak-hak dan
tuntutan-tuntutan itu berhubungan dengan perselisihan yang menjadi sebab
perdamaian tersebut. (KUHPerd. 1350.)
Pasal
1855.
Setiap
perdamaian hanya mengakhiii persefisihan-perselisihan yang termaktub di
dalamnya, entah Para pihak merumuskan maksud mereka secara khusus atau umum,
entah maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak dari apa yang tertulis
itu. (KUHPerd. 1257, 1343 dst.)
Pasal
1856.
Bila
seseorang mengadakan suatu perdamaian mengenai suatu hak yang diperolehnya atas
usahanya sendiri, dan kemudian memperoleh hak yang sama dari orang lain, maka
hak yang baru ini tidak mempunyai ikatan dengan perdamaian itu. (KUHPerd. 833,
955.)
Pasal
1857.
Suatu
perdamaian yang diadakan oleh salah seorang yang berkepentingan, tidak mengikat
orang-orang lain yang berkepentingan, dan tidak pula dapat diajukan oleh mereka
untuk memperoleh hak-hak daripadanya. (KUHPerd. 1340, 1937 dst.)
Pasal
1858.
Di
antara pihak-pihak yang bersangkutan, suatu perdamaian mempunyai kekuatan
seperti suatu keputusan hakim pada tingkat akhir.
Perdamaian
itu tidak dapat dibantah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan mengenai hukum
atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan. (KUHPerd. 1117, 1338, 1450;
Rv. 136-21.)
Pasal
1859.
Namun
perdamajan dapat dibatalkan bila telah terjadi suatu kekeliruan mengenai orang
yang bersangkutan atau pokok perselisihan.
Perdamaian
dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan atau paksaan.
(KUHPerd. I! 12, 1117, 1322 dst., 1328,
1449, 1862 dst.)
Pasal
1860.
Begitu
pula pembatalan suatu perdamaian dapat diminta, jika perdamaian itu diadakan
karena kekeliruan mengenai duduknya perkara tentang suatu alas-hak yang batal,
kecuali bila para pihak telah mengadakan perdamaianan tentang kebatalan itu
dengan pemyataan tegas. (KUHPerd. 1858 dst., 1892, 1894.)
Pasal
1861.
Suatu
perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu,
batal sama sekali. (Rv. 148 dst.)
Pasal
1862.
Perdamaian
mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu keputusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun tidak diketahui oleh kedua pihak
atau salah satu, adalah batal.
Jika
keputusan yang tidak diketahui itu masih dapat dimintakan banding, maka
perdamaian mengenai sengketa yang bersangkutan adalah sah. (KUHPerd. 1859; Rv.
83 dst., 327 dst., 378 dst., 385 dst., 402 dst.)
Pasal
1863.
Jika
kedua pihak telah membuat perdamaian tentang segala sesuatu yang berlaku di
antara mereka, maka adanya surat-surat yang pada waktu itu tidak diketahui
tetapi kemudian ditemukan, tidak dapat menjadi alasan untuk membatalkan
perdamaian itu, kecuali bila surat-surat itu telah sengaia disembunyikan oleh
salah satu pihak.
Akan
tetapi perdamaian adalah batal bila perdamaian itu hanya mengenai satu urusan
sedangkan dari surat-surat yang ditemukan kemudian temyata bahwa salah satu
pihak sama sekati tidak berhak atas hal itu. (KUHPerd. 1851, 1859;RV. 385)
Pasal
1864.
Dalam
suatu perdamaian, suatu kekeliruan dalam hal menghitung harus diperbaiki.
0 komentar:
Post a Comment