Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday, 1 July 2014

Artikel Kuliah Kerja Nyata



KKN dan Kegagapan Mahasiswa
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan kewajiban bagi mahasiswa program sarjana. Pasalnya, program ini menjadi mata kuliah wajib di semua perguruan tinggi. Tujuan program ini adalah memberikan pengalaman nyata mahasiswa untuk belajar hidup dengan masyarakat.


Pada tahun 2012, IAIN Walisongo Semarang mengadakan KKN ke-58 di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Sebanyak 862 mahasiswa diterjunkan untuk menjalani KKN di Grobogan sejak tanggal 1 Mei 2012, dan akan berakhir 15 Juni mendatang. Mahasiswa tersebut di tempatkan di 66 desa/posko yang tersebar di 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Tanggungharjo (9 Desa), Penawangan (20 Desa), Godong (28 Desa), dan Klambu (9 Desa). Selain itu, untuk mengawal kegiatan, mereka juga didampingi 20 dosen pembimbing lapangan.

Kegagapan
Fakta di lapangan, banyak orang beranggapan bahwa KKN tidak efektif dan tak tepat sasaran. Menurut mereka, kegiatan ini hanya menjadi formalitas memenuhi tugas akademik saja, bukan untuk pengabdian pada masyarakat.
Menurut pengalaman penulis dalam menjalani KKN, banyak sekali mahasiswa yang “gagap” terhadap problem sosial. Tak jarang dari mereka mengalami kebingungan ketika bersosialisasi dengan masyarakat. Selain gagap, mereka juga miskin program dan gerakan sosial. Banyak program mereka yang tak tepat sasaran. Bahkan, kenyataan di lapangan, mereka hanya tidur-tiduran di posko dan enggan guyub dengan masyarakat. Hal inilah yang membuat masyarakat beranggapan bahwa KKN tak berguna. Selain menetaskan image buruk, hal ini juga merendahkan kampus yang bersangkutan.
Padahal, penduduk desa sangat membutuhkan peran mahasiswa. Banyak warga desa berkata, “bola-bali KKN yo koyo ngono, ora ono perubahan.” Maka, dengan melihat realita itu, sejak dini harus ada persiapan matang sebelum sebelum terjun di masyarakat, karena kehidupan desa sangat berbeda dengan di kampus.
Minimnya Bekal
Sebenarnya, IAIN Walisongo sudah memberi pembekalan kepada mahasiswa. Pertama, pembekalan dari Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) tentang makna, tujuan, dan hakikat KKN. Kedua, pembekalan dari Bupati Grobogan dan Camat tujuan KKN tentang pengenalan wilayah desa, keadaan masyarakat, dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan observasi awal yang dilakukan mahasiswa di desa tujuan KKN.
Meskipun sudah mengikuti pembekalan, namun kenyataan di lapangan mahasiswa masih gagap dan menemui lautan problem. Hal ini tak lain adalah akibat minimnya persiapan dan bekal mahasiswa. Misalnya, pengetahuan problem desa yang kurang, rasa elitisme mahasiswa yang membuat mereka enggan guyub, program yang tidak efektif, dan sebagainya.
Apalagi, sejak tahun 2011 IAIN Walisongo sudah menerapkan metode Participatory Action Research (PAR). Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkolaborasikan unsur penelitian dan pengabdian masyarakat, dan harus fokus terhadap pemberdayaan keagamaan dan potensi lokal. Karena itu, sejak dini mahasiswa harus mematangkan bekal. Sehingga, ketika di masyarakat, mahasiswa mampu menciptakan kreasi dan inovasi di lokasi KKN.
Diakui atau tidak, waktu KKN 45 hari sangatlah singkat. Bayangkan saja, dalam waktu sesingkat itu mereka harus menyelesaikan banyak hal, dari silaturrahmi  dan sosialisasi ke warga desa, analisis sosial, penyusunan serta pelaksanaan program kerja, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga dituntut kampus menyelesaikan laporan pertanggung jawaban sebelum pelaksanaan KKN selesai. Maka, tak heran jika mereka harus “kerja lembur” dalam menjalankan tugas. Sehingga, hasil dan tujuan KKN tak bisa maksimal dan tepat sasaran.
Persiapan Matang
Selama menjalani KKN, idealnya mahasiswa mampu merealisasikan amanat Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Namun, karena gagap, fakta di lapangan mereka tak mampu merealisasikan amanat tersebut. Akibatnya, banyak masyarakat memandang remeh mahasiswa saat menjalani KKN di desanya.
Maka dari itu, untuk menghilangkan kegagapan tersebut, solusinya adalah mematangkan bekal dalam bentuk apa pun. Sejak dini, mahasiswa harus mempersiakan apa saja yang menjadi kebutuhan KKN. Tak hanya kebutuhan materi dan teori, namun persiapan fisik dan mental sangat membantu mahasiswa mensukseskan KKN.
Perguruan tinggi sebagai penyelenggara KKN harus segera mengambil langkah efektif agar tujuan program ini dapat terlaksana. Kampus harus meningkatkan pembekalan jauh-jauh hari. Bahkan, jika perlu pembekalan itu dilaksanakan selama satu semester. Artinya, mahasiswa sebelum KKN benar-benar matang bekalnya. Dengan demikian, secara otomatis mereka sudah siap diterjunkan di masyarakat.
Selama ini, pembekalan sering diremehkan mahasiswa dan pihak kampus. Padahal, pembekalan sangat membantu mahasiswa saat terjun di desa. Sehingga, yang terjadi di lapangan mahasiswa hanya meniru dan melanjutkan program KKN sebelum mereka. Jadi, mematangkan bekal merupakan keniscayaan bagi mahasiswa. Wallahu a’lam bissawab.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Artikel Kuliah Kerja Nyata Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda