Berbagai kasus prilaku moral dilakukan pelajar di Indonesia
akhir-akhir ini kerap terjadi, seperti penggunaan narkoba, pornografi
(pelecehan seksual), perkosaan, merusak milik orang, merampas, menipu, mencari
bocoran soal ujian, pembunuhan, dan yang baru saja terjadi memaki sang guru
lewat jejaring sosial face book. Kejadian ini kian meresahkan masyarakat,
dan bahkan sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat
diatasi secara tuntas. Akibat
merosotnya moralitas pelajar ini, tidak lagi dipandang sepele, karena
sudah menjurus kepada tindak kriminal. Kondisi ini sangat memprihatinkan
masyarakat khususnya para orang tua dan para guru (pendidik), sebab
pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja, terutama para pelajar.
Berbicara
moralitas pelajar ini, masyarakat berpandangan bahwa kondisi demikian diduga
bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Karena pendidikanlah
yang sebenarnya paling besar memberi kontribusi terhadap situasi seperti ini.
Masalah moral yang terjadi pada siswa tidak hanya menjadi tanggung jawab guru
agama namun juga menjadi tanggung jawab seluruh pendidik. Sesuai dari tujuan dari pendidikan
di Indonesia adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Manusia yang
mempunyai kepribadian, beretika, bermoral, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Dengan demikian tujuan pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya. Namun untuk itu perlu ditanamkan sikap jujur, saling menghargai,
bertoleransi dalam diri setiap siswa, karena sikap ini mempunyai dampak luas
bagi kehidupan orang lain dalam masyarakat dan negara.
Kenakalan
pelajar ini juga dilandasi sikap atau perilaku pada seorang pelajar yang hanya
ingin mencari perhatian saja dari teman-temannya dan para guru dengan cara
berbuat keonaran atau berbuat kerusuhan, baik di dalam kelas maupun diluar
kelas tanpa menghiraukan akibat dari perbuatannya itu mengganggu orang lain
atau tidak. Kenakalan para pelajar ini juga, kebanyakan disebabkan karena
kurangnya perhatian dari orang tua, pengaruh lingkngan yang tidak baik dan
pergaulan yang dapat menyebabkan pelajar menjadi brutal serta susah untuk
diatur. Akan tetapi kenakalan para pelajar dapat diatasi dengan cara memberikan
perhatian-perhatian khusus, memberikan bimbingan dan pengarahan serta dengan
cara memberikan pendidikan, agar anak itu dapat berperilaku lebih baik. Karena
penyebab utama terjadinya kenakalan para pelajar ini lebih disebabkan kurangnya
perhatian dari orang tua, anak yang broken home, pergaulan bebas, kurangnya
pendekatan diri pada ilmu agama, serta yang paling banyak adalah pengaruh dari
lingkungan itu sendiri.
Pendidikan
budi pekerti merupakan suatu proses pembentukan perilaku atau watak
seseorang, sehingga dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk dan mampu
menerapkannya dalam kehidupan para siswa. Pendidikan budi pekerti pada
hakikatnya merupakan konsekuensi tanggung jawab seseorang untuk
memenuhi suatu kewajiban. Karena
budi pekerti itu itu lahir, karena fakta, persepsi atau kepedulian untuk
melakukan hubungan sosial secara harmonis melalui perilakunya. Pasalnya, untuk
parameter budi pekerti yang luhur, kata Ilham, merupakan kesesuaiannya dengan
norma, etika, dan ajaran agama yang dianut suatu masyarakat.
Sebenarnya
pelaksanaan pendidikan budi pekerti di sekolah dapat dilakukan melalui
dua pendekatan, pertama, melalui integrasi dengan pelajaran yang
memiliki pokok bahasan yang sesuai seperti Pendidikan Agama Islam (PAI) dan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan cara menambah materi titipan, dan kedua
melalui pendekatan modeling, imitasi atau keteladanan yang dilakukan oleh guru.
Nah jika guru menggunakan cara yang pertama, maka guru berfungsi sebagai
pengajar, sedangkan jika cara yang kedua yang digunakan maka guru
berfungsi sebagai pendidik. Seraya ia menjelaskan bila budi pekerti merupakan
perilaku, bukan pengetahuan sehingga untuk dapat diinternalisasi oleh
anak didik. Maka dari itu, kata dia, haruslah diteladankan bukan
diajarkan. Sehingga pendekatan yang kedua lah yang lebih tepat untuk menjalankan
pendidikan budi pekerti ini.
B. PEMBAHASAN
Kontek tentang
budi pekerti ternyata sekarang menjadi perhatian oleh banyak orang, setelah
lama kita tak menyentuh permasalahan budi pekerti, besar harapan orang tua
sewaktu akan menyekolahkan anaknya, agar nantinya akan menjadi anak yang tumbuh
dan besar menjadi orang yang berbudi pekerti tinggi, kemudian banyak pemerhati
yang membuka wacana tentang budi pekerti, tetang bagaimana sebaiknya pedidikan
dalam rangka penanaman budi pekerti, apa substansi pokok pendidikan budi
pekerti, bagaimana kedudukanya, bagaimana penerapannya dalam proses belajar
mengajar dan bagaimana peranan pendidiknya.
Sebenarnya
tanggung jawab pendidikan budi pekerti bukan hanya dipihak sekolah saja, akan
tetapi yang pertama yaitu keluarga, lingkungan, masyarakat juga harus berperan
aktif, ketika sianak memasuki bangku sekolah, peranan pendidik melanjutkan dan
mambantu peningkatan apa yang sudah dilakukan orang tua didalam keluarga karena
waktu yang terbanyak adalah dilingkungan keluarga, maka pendidikan budi pekerti
harus sudah dimulai dari keluarga oleh orang tuanya terlebih dahulu sehingga
jika ada persepsi bahwa tanggung jawab penanaman budi pekerti hanya pada
sekolah jelas keliru.
a. Keprihatinan
Sebenarnya kita
berangkat dari sebuah keprihatinan yang sedang terjadi sekarang yaitu jika kita
melihat pekembangan ramaja dimasyarakat, kita sangat prihatin, banyak sekali
kasus yang seharusnya tidak perlu terjadi seandainya jika budi pekerti sudah
tertanam pada mereka sedini mungkin, sebagai contoh ada siswa berani pada guru,
pada orang tua, perkelahian antar pelajar bahkan ada yang berani melakukan
kejahatan.
Berpijak dari hal
tersebut, maka marilah kita coba menyimak masalah budi pekerti menjadi sebuah
wacanan yang menarik, yang perlu kita cermati Bersama-sama.
Ada tiga
kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sebagai pedoman Departemen
Pendidikan Nasional, yaitu : peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pendidikan budi pekerti, dan pengambangan baca tulis.
Penanaman budi
pekerti sebaiknya dimasukan pada kurikulum, agar nantinya pada siswa tertanam
sikap moral, sosial, serta budi pekerti yang tinggi. Bahwa sebenarnya komitmen
bangsa kita terhadap pendidikan budi pekerti cukup kuat, sepanjang sejarah budi
pekerti selalu menjadi bagian dari proses pendidikan di sekolah. Dalam aplikasi
pendidikan budi pekerti, pemerintah tidak menjadi pendidikan budi pekerti
menjadi salah satu mata pelajaran tetapi mengintegrasikannya ke dalam mata
pelajaran yang telah diajarkan disekolah, hal ini untuk mengindari penekanan
yang berlebihan pada aspek kognitif.
Budi pekerti
merupakan masalah yang pelik, bahkan sering dianggap sebagai sesuatu yang
absrak karena konsep budi pekerti balum terungkap secara operasional.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, budi pekerti adalah tingkah laku, perangai akhlak ataupun watak. Sikap dan tingkah laku sesorang tercermin dalam kegiatan hidup kesehariannya seperti tampak dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan alam sekitar.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, budi pekerti adalah tingkah laku, perangai akhlak ataupun watak. Sikap dan tingkah laku sesorang tercermin dalam kegiatan hidup kesehariannya seperti tampak dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan alam sekitar.
Dalam buku
Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur (Balai Pustaka., 1997) terdapat 56 sikap
budi pekerti luhur yaitu : bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin,
beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikir jauh kedepan,
bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab,
bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat,
jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri,
menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf,
pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa
kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia,
tekun, tepat janji, terbuka, dan ulet.
Menurut Edi
Sedyawati (1997), sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan,
yaitu :
Sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, yaitu setiap manusia Indonesia harus
kenal, ingat, berdo’a dan bertawakal kepada Tuhannya, dalam rangka pembentukan
budi pekerti yang didasarkan pada keagamaan.
Sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, yaitu setiap manusia Indonesia
harus mempunyai jatidiri, agar seseorang akan mampu menghargai dirinya sendiri
karena mempunyai konsep diri yang positip.
Sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan keluarga, yaitu seseorang tidak mungkin hidup
tanpa lingkungan social yang terdekat yang mendukung perkembangannya, yaitu
keluarga. Untuk itu perlu suatu penyesuaian diri diantara nilai yang diyakini
dengan nilai yang berlaku dalam keluarga.
Sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa, yaitu sikap dan
perilaku ini merupakan sikap penyesuaian diri yang diperlukan terhadap
lingkungan yang lebih luas, tempat ia dapat lebih mengekspresikan dirinya secara
lebih luas setelah ia dewasa.
Sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar, yaitu seseorang tidak bertahan
hidup tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai, serasi dan tepat seperti
yang dibutuhkannya. Untuk itulah terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi
demi menjaga kelestarian dan keserasian antara hubungan manusia dan alam
sekitar.
Demikian betapa
idealnya tata/norma tersebut apabila dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama pada anak didik kita dan betapa mulianya perilaku yang
demikian tadi, akan tetapi untuk mewujudkan semua itu tidaklah mudah, banyak
hal yang harus kita perhatikan mulai bagaimana proses pendidikan
dirumah/dilingkungan keluarga yaitu orang tua, masyarakat yaitu anggota
masyarakat dilingkungan tepat pergaulan sehari-hari, dan sekolah yaitu guru dan
taman-teman sepermainannya.
b. Keteladanan
Guru di Sekolah
Sekolah memiliki
potensi palin besar dalam rangka mendidik anak-anak, berdasarkan tugas sekolah
membina bakat intelaktual, mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat,
mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, mempersiapkan kehidupan profesi,
memupuk bakat dan minat anak. Maka sebaiknya pendidikan budi pekerti
terintegrasikan dalam prose pembelajaran tententu atau pada mata pejaran
tersendiri, kedua-duanya ada untung ruginya.
Di sekolah secara
moral guru punya tanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai dan bentuk sikap
yang baik kepada siswa, disini guru harus mempunyai kredibilitas yang tinggi
dimata siswa, karena makin tinggi pengaruh seorang guru dapat dipercaya oleh
siswa yang dibinanya, guru harus memahami profil guru yang dianggap baik oleh
siswa, oleh karena itu guru harus dapat menjadi contoh, bersikap dan bertindak
benar dalam hidup sesuai dengan asas : ing ngarso sung tulodho, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani, dalam menanamkan sikap-sikap positif
kemasyarakat sekolah membutuhkan cara kreatif, cara yang berbeda dengan
pengjaran formal hal itu perlu disadari oleh setiap guru, bagaimana
mempengaruhi dan menumbuhkan nilai-nilai sehingga terbentuk sikap-sikap yang
baik pada diri siswa.
Dalam menanamkan
budi pekerti, guru harus mampu menciptakan suasana baik untuk pertumbuhan
sika-sikap positif sehingga mampu mempengaruhi masyarakat disekolah,
nilai-nilai dan sikap yang tumbuh dan berkembang dilingkungan sekolah merupakan
akibat dari keterserapan nilai-nilai hidup yang terpancar dari guru yang dapat
menciptakan lingkungan yang bersifat kondusif, unsur lingkungan sosial yang
berpengaruh dan sangat penting adalah unsur manusia yang langsung dikenal dan
dihadapi seseorang sebagai perwujudan nilai-nilai tertentu. Jadi bila seorang
guru mau menanamkan nilai-nilai dan sikap-sikap hidup positif pada masyarakat
sekolah, ia harus hadir sebagai perwujudan nilai-nilai positif itu.
Seorang guru
harus hadir di tengah-tengah masyarakat sekolah sebagai personifikasi
nilai-nilai, ia perlu selalu mendidik diri sendiri , Proses mendidik diri
sendiri harus berlangsung terus-menerus sebagai proses yang panjang. Tugas
utama mengajar siswa dikelas, tetapi didalam kelas dan diluar kelas guru tetap
sebagai pendidik.
Pengaruh guru
terhadap siswa dalam nenanamkan nilai-nilai sehingga terbentuk sikap-sikap
positif pada diri siswa cukup besar, hal itu bisa terjadi bila guru hadir di
tengah-tengah siswa sebagai personifikasi nilai-nilai hidup yang ditanamkan,
kepercayaan guru oleh siswa harus sungguh besar, bila kredibilitas anutan
dengan baik dihati para siswa, kehadirannya akan diterima secara penuh,
keteladanan dalam mewujudkan nilai-nilai hidup akan dilihat dan ditiru oleh
para siswa., dengan keteladanan yang diterima para siswa, mereka akan termotivasi,
akan tergerak dan terdorong mengikuti jejak guru dalam mewujudkan nilai-nilai
yang benar dalam kehidupan.
Selain hal
tersebut diatas sebaiknya siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan
dirinya disekolah melalui berbagai kegiatan peserti Olah Raga, seni, Pramuka,
Palang Merah Remaja, Kegiatan Kerokhanian, karena melaui kegiatan tersebut
nilai-nilai budi pekerti dapat kita sisipkan secara tahap demi tahap, dalam
suasana yang menyenangkan sehingga segala emosi akan tercurahkan pada kegiatan
yang positip.
Guru merupakan figur pengganti orang tua ketika anak-anak di
sekolah, yang memberikan andil yang besar dalam tumbuh kembang anak-anak guru akan memberikan
perlindungan, pengajaran dan kebiasaan-kebiasaan baru yang mendukung.
Menurut Covey (1997)
ada empat prinsip peranan guru dalam tumbuh kembang anak-anak, yaitu:
Modelling (Example of trustworthness). Guru adalah contoh
atau model bagi anak. Tidak dapat disangkal bahwa contoh guru mempunyai
pengaruh yang sangat kuat bagi anak, sehingga Schweitz mengatakan bahwa ada
tiga prinsip dalam mengembangkan anak
yeitu pertama contoh, kedua contoh dan ketiga contoh. Guru merupakan
model bagi anak baik positif maupun negatif dan turut memberikan pola bagi way
of life anak. Melalui modelling ini guru akan turut mewariskan cara berpikirnya
kepada anak, oleh karena itu maka peranan modelling merupakan suatu yang sangat
mendasar. Melalui modelling anak juga akan belajar tentang sikap proaktif,
sikap respek dan kasih sayang.
Mentoring yaitu kemampuan untuk menjalin atau membangun
hubungan, investasi emosional atau pemberian perlindungan kepada orang lain
secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak bersyarat. Guru menjadi sumber
pertama di sekolah bagi perkembangan perasaan anak: rasa aman atau tidak aman,
dicintai atau dibenci. Ada lima cara untuk memberikan kasih sayang pada orang
lain: (1) empathiing adalah mendengarkan hati orang lain dengan hati sendiri;
(2) sharing adalah berbagi wawasan, emosi dan keyakinan; (3) affirming adalah
memberikan ketegasan/penguatan kepada orang lain melalui kepercayaan,
penilaian, konfirmasi, apresiasi dan dorongan; (4) praying mendoakan orang lain secara ikhlas dari hati
yang paling dalam dan (5) sacrificing
adalah berkorban untuk diri orang lain.
Organazing yaitu sekolah memerlukan tim kerja dan kerjasama
antar anggota dalam memenuhi tugas-tugas atau kebutuhan sekolah dan hal-hal
penting.
Teaching. Guru berperan sebagai pengajar bagi anak-anak
tentang hukum-hukum dasar kehidupan. Melalui pengajaran ini, guru juga
menciptakan concious competence pada diri anak yaiitu anak mengalami tentang
apa yang mereka kerjakan dan alasan
mengapa mereka mengerjakan itu.
Ada beberapa pola sikap atau perlakuan guru terhadap anak
yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri. Pola hubungan antara guru dan
anak yang penuh penerimaan bukan penolakan atau terlalu melindungi atau serba
boleh nampaknya akan memberikan dampak yang positif terhadap kepribadian anak.
c. Peran Orang
Tua
Pendidikan budi
pekerti juga tanggung jawab orang tua dirumah, karena waktu dirumah adalah yang
paling banyak, sehingga jelas orang tua dalam pergaulaanya dengan anaknya
waktunya lebih banyak, seorang anak mulai dari masih bayi sudah dididik, yang
pertama oleh seorang ibu dengan kasih sayangnya mengasuh memberikan berbagai
simbul-sibul kehidupan pada sianak, setelah mulai besar diajari tentang
perilaku kehidupan, kemudian saat sudah mulai dewasa ditanamkan norma-norma
kehidupan di masyarakat. Dalam menanamkan budi pekerti orang tua harus
memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku
orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat
dan menirunya.
Tahapan
Pendidikan Budi Pekerti.
Pada masa
anak-anak yaitu dengan membiasakan betingkah laku serta berbuat menurut peraturan
atau kebiasaan yang umum. Jadi pada masa anak-anak mulai di dalam keluarga dan
di Taman Kanak-Kanak dilatih membiasakan perilaku-perilaku yang baik, mulai
dari hal yang sederhana sampai yang sulit, dilakukan secara berulang-ulang
sampai menjadi kebiasaan. Misalnya : Bangun pagi, makan bersama, mandi dua kali
sehari, berpaikan rapi dan bersih, memcuci tangan setiap akan makan, berdo’a
setiap akan melakukan kegiatan, berpamitan/meminta izin setiap kali akan
berpergian, dll.
Pada usia
beranjak dewasa yaitu mulai diberi pengertian tentang tingkah laku kebaikan dan
menghindari keburukan dalam kehidupan sehari-hari, dan ditanamkanya sikap mau
menginsafi dan menyadari jika melakukan kesalahan dan mau memaafkan bila ada
pihak yang salah meminta maaf, ditanamkan sikap tentang sopan santun,
kesusilaan, ungah-ungguh, untuk menanamkan hal tersebut dapat melalui kegiatan
Kepemudaan, Pramuka, OSIS, kelompok Pencinta Alam, Kegiatan Palang Merah
Ramaja, Olah Raga, Ikatan Ramaja Masjid, dll.
Pada usia dewasa
yaitu mulai ditanamkan norma-norma kehidupan beragama, berbangsa, bemayaraskat,
mengerti dan memahami norma etika, hukum, kesusilaan, kebudayaan, adat
istiadat. Dalam penanaman budi pekerti disini harus meliputi teori dan praktek
“Ngerti, Ngrasa, Nglakoni” artinya bahwa dalam melaksanankan pendidikan budi
pekerti haruslah tertanam pengertian yang betul betul dipahami, dan merasa
sebagai suatu kebutuhan, kemudian melaksanakannya.
d. Sopan Santun
Sopan santun
adalah sikap dan perilaku yang terkait dengan cara bertindak dan bertutur kata
sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, keluarga,
sekolah dan masyarakat.
Norma-norma dasar
yang dikemukakan di atas hendaknya dapat dijadikan acuan untuk menciptakan
suasana yang kondusif dalam membudayakan budi pekerti di lingkungan sekolah.
Penciptaan suasana yang mendukung kehidupan sekolah yang berbudi pekerti luhur
sangat penting dilakukan, karena suasana sekolah akan mempengaruhi perilaku
siswa.
Sebagai salah
satu contoh yakni menjaga kebersihan. Dalam pembelajaran budi pekerti
ditekankan betapa pentingnya menjaga kebersihan, namun dalam penerapannya di
sekolah mungkin sukar dilakukan karena kamar kecil sekolah tidak tersedia cukup
air sehingga ada kesulitan menyiramnya. Demikian juga peserta didik dianjurkan
membuang sampah ke tempatnya, tetapi tempat sampah tidak cukup tersedia,
sehingga peserta didik membuang kertas di sembarang tempat. Tentu masih ada
sederet contoh lainnya yang tidak perlu dikemukakan di sini. Yang pasti, bahwa
suasana yang demikian tentu tidak mendukung isi pelajaran budi pekerti yang
diberikan oleh gurunya. Suasana sekolah tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan
fisik sekolah tetapi juga oleh keadaan non fisik seperti perilaku guru, kepala
sekolah, pegawai tatausaha, perilaku peserta didik, dan pola hubungan sosial
yang terjadi.
Perlu difahami
bahwa lingkungan sekolah merupakan bentuk masyarakat tersendiri, berbeda dengan
masyarakat yang berada di luar lingkungan sekolah, apakah itu keluarga,
kampung, atau masyarakat desa. Masyarakat lingkungan sekolah terdiri dari
kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha, dan peserta didik dengan interaksi
sosial yang memiliki tujuan yang sangat jelas yakni belajar.Oleh karena itu juga
masyarakat sekolah dapat dikatakan sebagai masyarakat belajar dengan
penjenjangan tertentu, yang tidak ditemukan dalam masyarakat biasa. Dalam hal
ini Prof S. Nasution mengatakan bahwa kehidupan di sekolah serta norma-norma
yang berlaku di situ dapat disebut kebudayaan sekolah ( S. Nasution, 1983 : 73
). Berbeda dengan masyarakat biasa seperti keluarga atau masyarakat kampung
yang seetnik atau sedesa pada masyarakat sekolah, proses belajar mengajar tidak
pernah terhenti, kegiatan dilaksanakan dengan terencana, ada kurikulum, ada
kelas, guru, murid, dan ada peraturan dan norma sekolah yang harus diikuti.
Semua ini membedakan masyarakat sekolah dengan masyarakat lainnya. Dengan
demikian pembinaan budi pekerti di sekolah berbeda dengan yang dilakukan di lingkungan
rumah tangga, di lingkungan RT atau RW. Di lingkungan RT atau RW tidak ada
warga yang tinggal atau naik kelas, hal seperti itu hanya ada di lingkungan
sekolah.
Kehidupan di
sekolah berlangsung dalam satu pola yang sama, kegiatan berulang ulang dan diatur
dengan jadwal yang ketat. Hal ini akan berpengaruh terhadap pembiasaan
berdisiplin seluruh warga sekolah. Suasana sekolah yang berdisiplin tinggi akan
berpengaruh besar terhadap kehidupan peserta didik terutama di lingkungan
sekolah. Kehidupan berdisiplin tinggi ini harus dijalani secara konsisten oleh
warga sekolah sebagai salah satu modal utama pembentukan watak peserta didik.
Lingkungan sekolah yang memenuhi syarat kesehatan dan fisik sebagai satu
sekolah akan turut menunjang kehidupan yang berbudi para warganya. Oleh karena
itu lingkungan sekolah yang sehat, keadaan fisik sekolah yang terawat baik akan
memberi sumbangan yang besar terhadap suasana sekolah yang menyenangkan dan
dapat menciptakan disiplin diri yang kuat. Artinya, kalau keadaan setiap
ruangan, kamar atau halaman sekolah tertata rapi, akan mendorong peserta didik
ikut bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapian sekolah tersebut. Ada
rasa bersalah kalau tidak ikut menjaga keadaan yang sedemikian itu. Kalau
keadaan ruangan atau kamar mandi misalnya tidak baik, maka peserta didik pun
akan bertindak semaunya tanpa memperhatikan pentingnya menjaga kebersihan
tersebut.
Suasana kehidupan
di sekolah perlu dibangun bersama sama oleh warga sekolah sesuai dengan fungsi
dan kedudukan masing masing. Kepala sekolah, pegawai tata usaha, guru dan
peserta didik dapat memberikan sumbangan pembinaan kehidupan berbudi luhur
melalui sikap dan perilakunya di sekolah. Dalam hal ini kehidupan yang bermoral
sangat dipentingkan. Pemahaman dan pelaksanaan nilai nilai hidup di lingkungan
sekolah sebenarnya lebih mudah dipolakan dengan melibatkan seluruh warga
sekolah. Prof.Dr.Winarno Surakhmad mengingatkan bahwa lingkungan di mana nilai
hidup tertentu telah memasyarakat secara terpola dan terarah akan mempunyai
pengaruh membentuk yang kuat (Winarno Surakhmad, 1987 : 43 ). Dalam hal ini
peranan para kepala sekolah dan seluruh guru sangat kuat pengaruhnya dalam
pembentukan watak para peserta didik, terutama pada jenjang pendidikan dasar ,
dan secara taat azas berlanjut pada jenjang sekolah menengah. Pada tingkat
pendidikan dasar, paling tidak pada sekolah dasar biasanya ada warung sekolah
yang menjual kue atau minuman sehat yang diperuntukkan bagi peserta didik
sekolah tersebut dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan yang ada di
luar. Nah warung sekolah sebagai bagian dari lingkungan sekolah perlu
diperhatikan kebersihannya, cara penyajiannya, dan cara peserta didik mengambil
makanan atau kue serta sikap sewaktu membayarnya.
Kesempatan untuk
pembinaan sopan santun pada saat peserta didik berada di kantin sekolah seperti
itu perlu diperhatikan oleh kepala sekolah. Tata krama seperti itu hendaknya
dipraktekkan secara taat asas oleh seluruh warga sekolah sesuai dengan fungsi
masing-masing.
Keberhasilan
menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk pembudayaan budi pekerti,
faktor-faktor dominan yang perlu ditumbuh-kembangkan pembinaannya antara lain
mengenai hal-hal berikut:
Keimanan
Keimanan sangat
mempengaruhi perilaku seseorang. Keimanan ini perlu dibina dan
ditumbuhkembangkan sesuai keyakinan agama masing-masing. Dengan keimanan
diharapkan setiap peserta didik dapat membina dirinya menjadi manusia yang
berbudi pekerti luhur.
Ketaqwaan
Ketaqwaan
sebaiknya ditanamkan sejak dini kepada siswa masuk sekolah melalui berbagi
kegiatan, karena pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh ketaqwaannya.
Ketaqwaan merupakan cerminan dari nilai keimanan berupa perilaku yang terwujud
dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi larangannya.
3. Kejujuran
Dalam berbagai
hal, sikap dan perilaku tidak berbohong, tidak curang, berani dan rela
berkorban demi kebenaran serta mengakui kesalahan, tindakan ini harus
diwujudkan dan ditumbuhkembangkan sehingga menjadi bagian dalam kehidupan
sehari-hari, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri maupun dengan
orang lain. Kejujuran menjadi sikap dan perilaku yang tegas yang harus
dilaksanakann.
4. Keteladanan
Keteladanan
merupakan salah satu kunci dalam pembudayaan budi pekerti. Kepala sekolah dapat
memberi keteladanan kepada guru. Guru dapat memberikan keteladanan kepada para
siswanya, demikian pula kakak kelas kepada adik kelasnya. Keteladanan jauh
lebih penting dari pada memberikan pelajaran secara verbal, karena keteladanan
adalah memberikan contoh melalui perbuatan atau tindakan nyata.
5.Suasana
Demokratis
Suasana
demokratis yang dimaksud adalah menghargai hak hak orang lain dalam
menyampaikan pendapat, saran, berekspresi, berkreasi. Suasana di sekolah
haruslah suasana yang menunjukkan adanya kebebasan mengeluarkan pendapat, dan
menghargai perbedaan pendapat sesuai dengan sopan santun berdemokrasi. Adanya
suasana demokratis di lingkungan sekolah akan memberi pengaruh pada
pengembangan budi pekerti, terutama sikap saling menghargai dan saling
memaafkan.
6. Kepedulian
Kepedulian
terwujud antara lain dalam sikap empati dan saling menasehati, saling
memberitahukan, saling mengingatkan, saling menyayangi dan saling melindungi
sehingga setiap masalah dapat diatasi lebih cepat dan lebih mudah. Pembiasaan
diri memiliki kepedulian di lingkungan sekolah perlu dimulai sejak dini.
7. Keterbukaan
7. Keterbukaan
Sistem manajemen
sekolah harus bersifat transparan, artinya setiap kegiatan haruslah dilakukan
secara terbuka, terutama yang berkenaan dengan masalah keuangan. Manajemen yang
terbuka akan menghilangkan sikap saling curiga, berburuk sangka, dan
menghilangkan fitnah. Manajemen terbuka ini hendaklah dipraktekkan oleh kepala
sekolah, pegawai tata usaha, guru, dan oleh para siswa.
8. Kebersamaan
Kebersamaan
adalah suasana tata hubungan antar warga sekolah yang tercermin dari sikap dan
perilaku seperti tolong menolong, tenggang rasa, saling menghormati, dan
terbuka. Kebersamaan ini diarahkan untuk mempererat hubungan silaturahmi antara
Kepala sekolah, guru, siswa dan warga sekolah lainnya sehingga terwujud suatu
suasana persaudaraan dalam tata hubungan sekolah yang harmonis.
9. Keamanan
Keamanan di sini
dimaksudkan sebagai rasa aman dan tenteram, bebas dari rasa takut, baik lahir
maupun batin. Keamanan merupakan modal pokok untuk menciptakan suasana sekolah
yang harmonis dan menyenangkan. Warga sekolah harus proaktif mengantisipasi dan
mengatasi segala bentuk gangguan dari dalam dan luar lingkungan sekolah.
Keamanan sekolah menjadi tanggung jawab warga sekolah, oleh karena itu yang
pertama harus diciptakan ialah adanya suasana berbudi luhur dari setiap siswa.
Dengan suasana yang demikian maka gangguan dari luar pun akan dapat diatasi
dengan bijaksana.
10. Ketertiban
Ketertiban adalah
suatu kondisi yang mencerminkan keharmonisan dan keteraturan dalam pergaulan
antar warga sekolah. Ketertiban antara lain harus tercermin dalam penggunaan
dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, penggunaan waktu belajar
mengajar, dan berhubungan dengan masyarakat sekitar. Ketertiban tidaklah
tercipta dengan sendirinya melainkan harus diupayakan oleh setiap warga
sekolah.
11. Kebersihan
Kebersihan adalah
bagian dari iman. Suasana bersih, rapi dan menyegarkan akan memberi kesan
menyenangkan bagi warga sekolah.Suasana yang demikian bukan hanya untuk
waktu-waktu tertentu saja tetapi untuk seterusnya secara berkelanjutan.
Kebersihan meliputi kebersihan fisik dan psikis, jasmaniah dan batiniah.
Kebersihan batiniah ini sangat penting dibina antara lain ialah sikap jujur,
ikhlas, jauh dari sifat dengki dan dendam.
12. Kesehatan
Kesehatan pun
menyangkut aspek fisik dan psikis. Kesehatan fisik bagi warga sekolah hendaklah
diupayakan dengan jalan berolah raga secara teratur, makan makanan yang
bergizi. Sedangkan kesehatan psikis hendaklah dibangun dengan cara membangkitkan
sikap di atas.
13. Keindahan
Keindahan di sini
dimaksudkan suasana lingkungan sekolah baik ruangan kantor, ruangan guru,
perpustakaan, dan ruang kelas yang mengesankan tertata rapi, maupun halaman
sekolah, kebun sekolah, taman bunga dan lainnya menimbulkan kesan menyenangkan
karena ada unsur estetikanya. Keindahan di lingkungan sekolah harus diciptakan
oleh warga sekolah dan dijaga agar keindahan tersebut tidak sirna. Keindahan
merupakan bagian dari sifat manusia yang berbudi.
C. PENUTUP
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Budi Pekerti Luhur sangat penting, olah
karena itu harus ditanamkan sejak mulai dari dalam kehidupan dilingkungan Rumah
terutama orang tua yang paling banyak berperan menuntun terhadap tata nilai
kehidupan yang baik pada anak-anaknya, Sekolah yaitu guru sebagai pendidik
hendaknya dapat memberikan bimbingan kearah yang baik pada anak didiknya, di
masyarakat hendaknya terciptanya pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa
tenggang rasa, saling menghormati/menghargai, dan patuh pada norma-norma yang
berlaku. Sehingga akan tercipa masyarakat yang berbudi pekerti luhur.
Jika di fokuskan kepada orangnya maka seorang siswa dimana
saja dia berada, haruslah dapat menunjukan penampilan yang baik, sopan santun,
mempunyai tata krama, mempunyai kejujuran dengan tujuan agar dipercaya dan
disenangi. Oleh karena itu seorang siswa diharapkan :
a. Bermoral / berakhlaq baik dan jujur
b. Melaksanakan tata karma yang baik
c. Melaksanakan sopan santun
d. Memberi contoh suri teladan yang baik
e. Tolong menolong dengan sesama anggota masyarakat
f. Tenggang rasa dengan sesama anggota masyarakat
g. Melaksanakan norma-norma anggota masyrakat
h. Hormat menghormati sesama anggota masyarakat
i. Berbusana yang sopan
j. Berbicara yang baik
b. Melaksanakan tata karma yang baik
c. Melaksanakan sopan santun
d. Memberi contoh suri teladan yang baik
e. Tolong menolong dengan sesama anggota masyarakat
f. Tenggang rasa dengan sesama anggota masyarakat
g. Melaksanakan norma-norma anggota masyrakat
h. Hormat menghormati sesama anggota masyarakat
i. Berbusana yang sopan
j. Berbicara yang baik
Foto: UMY
0 komentar:
Post a Comment