Dalam rangka memeriahkan KPI EXPO 2012
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, warga IAIN baru-baru ini disibukkan
dengan beberapa agenda. Kegiatan ini digelar tanggal 14-18 Mei 2012, yang
terdiri dari Workshop Literasi Media, Seminar Nasional, Festival Film Mahasiswa
Nusantara, Sekolah Jurnalistik Siswa dan Mahasiswa se-kota Semarang, Muswil dan
Muskerwil, Rapat Pra Konggres 3 Forkomnas KPI, serta Gema Shalawat dan
Tausiyah.
Tak mau ketinggalan, Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, bekerja sama dengan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Mereka baru-baru ini menggelar Seminar
Nasional dengan tema “Etika Dakwah di Media Massa.”
Acara ini
digelar hari Selasa, 15 Mei 2012 di Auditorium II Kampus
3 IAIN Walisongo. Seminar ini dibuka Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag (Rektor IAIN Walisongo).
Serta dilakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan KPI Pusat.
Media merupakan dunia kecil yang mempunyai
kekuatan besar dalam kehidupan manusia. Media massa baik cetak maupun
elektronik mempunyai daya jangkau luas dan tak mengenal sekat-sekat keagamaan.
Maka dari itu, dakwah agama apa pun yang dilakukan melalui media dapat menjangkau
siapa saja dan dari agama apa saja. Dengan demikian, dakwah harus tepat sasaran
dengan cara dan gaya yang ditampilkan harus efektif dan tidak menelurkan penyesatan.
Sejak dulu, dakwah Islam telah dilakukan
para founding fathers melalui jalur media massa. Misalnya, seni-budaya yang dikemas dalam bentuk
tontonan Jawa, pagelaran budaya, dan sebagainya. Lewat pagelaran itu, banyak nilai
Islam yang disisipkan. Karena itu, Islam menyebar di masyarakat dengan cepat
dan diterima dengan damai. Demikian yang disampaikan KH. Ahmad Tohari, salah
satu budayawan pada saat menyampaikan
materinya.
Drs. H. Anashom, M.Hum, mengatakan, media
seharusnya memperhatikan etika dalam menyampaikan dakwah. Pasalnya, selama ini
banyak media yang ngawur dalam
menampilkan suguhan pada masyarakat. “Maka, sudah saatnya media harus
introspeksi dan mengutamakan etika dakwah,” tutur Anas salah satu pembicara dari
Forum Komunikasi Lembaga Dakwah Jawa Tengah.
Etika Dakwah
Prie GS, salah satu pembicara mengatakan, dalam
berdakwah, para pendahulu tak hanya memperhatikan kemampuan berkomunikasi, namun
mereka menunjukkan nilai kepribadian, sehingga wibawa mereka memberi sumbangan
pada keberhasilan dakwah.
Media dakwah harus mampu menanamkan
nilai-nilai ajaran Islam. Pasalnya, Islam mempunyai tujuan membangun akhlaqul karimah dan mendentumkan
perdamaian. Para pendahulu sangat mengutamakan nilai Islam sebagai etika
dakwah. Meskipun sebenarnya mereka berhadapan dengan masyarakat yang mayoritas
beragama Hindu, Budha, Animisme, dan Dinamisme.
Sebagai praktisi media, Prie GS memandang
dakwah dari perspektif nilai berbasis artistik. Sebagai contoh jika da’i adalah
artis ternama di dunia hiburan internasional, hal ini akan lebih menarik daripada
da’i yang memiliki tampang pas-pasan. Artinya, dakwah sangat cocok dipelopori
figur artis. Maka, sudah saatnya artis mempelopori dakwah di negeri ini.
Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta
dari berbagai kalangan. Selain KH. Ahmad Tohari, Drs. H. Anashom, M.Hum, Prie
GS, acara ini juga diisi M. Riyanto, SH, M.Si (Ketua KPI Pusat), Gusmus
(ulama), dan dimoderatori Fakhrurrozi, M.Ag (Dosen Fakultas Dakwah dan Ketua
Ikadi Jawa Tengah).
Pergeseran
Saat ini, dakwah di media massa sudah
berjalan baik. Para juru dakwah yang menulis di media cetak rata-rata menguasai
etika dakwah. Selain itu, mereka juga mendominasi dan sibuk berceramah di radio
dan televisi. Namun, karena persaingan keras pada industri media, maka dakwah
melalui jalur televisi sudah terbawa arus “memenuhi tuntutan pasar” atau
mengejar nama saja. Jadi, hal ini harus segara dibenahi secara menyeluruh.
Di dunia sastra, dakwah sudah berjalan
dengan baik. Puisi, cerpen, teater, lagu, dan novel menjadi media dakwah yang sangat
produktif. Namun, karena tuntutan penguatan identitas, seringkali sastra dakwah
terbawa arus formalisme agama. Hal ini membuat karya sastra tersebut menjorok
dan memasuki wilayah para guru agama.
Maka dari itu, sudah saatnya media massa
memperhatikan “etika dakwah” sebagai kunci keberhasilan syiar Islam. Pergeseran
nilai-nilai dakwah di media massa, tak lain merupakan akibat dari miskinnya
pengetahuan dan penegakan etika dakwah. Jadi, “etika dakwah” menjadi jawaban
atas problem tersebut.
Pengirim: Hamidulloh Ibda, Mahasiswa
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
0 komentar:
Post a Comment