Oleh : Hamidulloh Ibda
Peneliti Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Dulu, masyarakat memandang sebelah mata guru SD dan MI. Tapi sekarang,
magnet kesejahteraan guru SD dan MI mulai diminati semua kalangan. Hal ini
terbukti ketika banyak lulusan SMA tergoda mendaftar jurusan/program studi PGSD
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2014.
Begitu pula PGMI sekarang juga memiliki daya tarik tinggi di kalangan lulusan
SMA.
Ganjar Kurnia Ketua Panitia SNMPTN 2014 menyatakan pendaftar di prodi
pendidikan, terutama Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) terus meningkat dari
tahun ke tahun. Bahkan, tahun ini PGSD menduduki posisi empat besar terfavorit,
setelah manajemen, akuntansi dan sistem informasi (Kompas, 28/5/2014).
Meroketnya jumlah pendaftar di jurusan pendidikan guru merupakan sebuah
fenomena positif. Kondisi ini harus dimanfaatkan pemerintah dengan baik untuk
memaksimalkan proses seleksi calon-calon guru yang lebih berkualitas. Namun,
pemerintah juga harus memperbaiki kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) sebagai kampus yang memiliki tugas menyaring bibit-bibit
pendidik yang baik tersebut dengan selektif. LPTK harus memilih calon pendidik
dengan cara yang benar dan berkualitas.
PGSD Tertinggi
Hasil SNMPTN telah diumumkan pada Selasa 27 Mei 2014. Di antara puluhan
prodi di perguruan tinggi negeri (PTN), PGSD masuk deretan 10 prodi paling
diminati. PGSD menempati peringkat keempat jurusan paling diminati dengan 81.181
peserta ujian (Kompas, 29/5/2014). Dari 10 prodi itu, PGSD menempati “peringkat
tertinggi” jika dibandingkan dengan jurusan pendidikan guru lainnya.
Jumlah peminat PGSD melampaui peserta ujian untuk jurusan terkait
teknologi. Semua prodi berbau teknologi tak masuk daftar 10 besar peminat
terbanyak, kecuali teknik informasi. Dari data SNMPTN, ada 10 besar jurusan
kuliah dengan peminat terbanyak. Jurusan itu terdiri dari Manajemen 144.374
peminat, Akuntansi 110.851 peminat, Teknik Informatika/Ilmu Komputer/Teknologi
Informasi/Sistem Informasi, 97.775, PGSD 81.181 peminat, Hukum/Ilmu Hukum
70.310 peminat, Pendidikan Dokter, 60.870 peminat, Psikologi/Ilmu Psikologi
59.133 peminat, Ilmu Komunikasi 54.743 peminat, Farmasi 49.598 peminat dan Ilmu
Kesehatan Masyarakat 48.162 peminat (Sinar Harapan, 28/5/2014).
Menurut pengamatan penulis, meningkatnya peminat di jurusan pendidikan
guru terutama PGSD karena nasib guru semakin dianggap sejahtera dan
menjanjikan. Selain itu, dari tahun ke tahun, banyak lowongan dan formasi CPNS
guru SD di tiap kota/kabupaten, khususnya di Jawa Tengah.
Di Semarang tahun 2013 kemarin, Pemerintah Kota Semarang memberikan
kesempatan 35 CPNS formasi guru SD. Sedangkan jurusan lain hanya sedikit, yaitu
CPNS guru SMK Teknik Mesin 5 orang. Jurusan pendidikan lain belum ada dan
jarang dibuka formasi CPNS di tiap kota/kabupaten. Rata-rata kuota CPNS jalur
umum/K2 tertinggi adalah guru SD, mengingat di tiap kelurahan/desa pasti ada SD
di sana.
Selain CPNS jalur seleksi umum, untuk tenaga honorer (K2) paling banyak
yang diangkat jadi CPNS juga formasi guru SD. Atas dasar inilah banyak lulusan
SMA tertarik mendaftar jurusan PGSD dibandingkan jurusan pendidikan guru
lainnya. Hal ini memberikan sinyal positif bagi LPTK, namun harus diimbangi dengan
pengingkatan kualitas dan pemeritah juga harus memperhatikan nasib LTPK.
Perbaikan Kualitas LPTK
LPTK berkualitas akan melahirkan guru berkualitas. Itu sudah hukum
pasti dalam jagad akademik. Namun sayangnya, kondisi LPTK di Indonesia masih
“dianaktirikan” pemerintah dibandingkan dengan kampus-kampus yang memiliki
prodi non kependidikan. Dari sisi anggaran, misalnya, anggaran untuk LPTK
sangat kecil dibandingkan kampus lainnya. Itu LPTK negeri, apalagi LPTK swasta,
nasibnya lebih mengenaskan.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) secara tertulis juga sudah
memberi masukan kepada Kemdikbud terkait nasib dan kualitas LPTK. Namun, sampai
saat ini, belum ada respons dan tanggapan positif terkait persoalan tersebut.
Problem ini harus diselesaikan. Setidaknya ada beberapa rumusan dan solusi
untuk mengatasi problem tersebut. Pertama; Kemdikbud harus serius memperhatikan
nasib LPTK, baik dari segi anggaran maupun kualitas pendidiknya.
Kedua; untuk meningkatkan kualitas LPTK, Kemdikbud bisa memfasilitasi
pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dengan memberi peluang
beasiswa S2 maupun S3, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Semakin banyak
dosen yang bergelar doktor, maka kualitas lulusan juga menjadi bermutu. Ketiga;
status LPTK harus jelas akreditasinya, baik yang berstatus negeri maupun
swasta. Pasalnya, selama ini banyak “prodi abal-abal” muncul dan hal itu justru
menjadi bumerang bagi lulusannya.
Di Semarang saja, sudah banyak PGSD bermunculan sejak 2007 sampai
sekarang. Seperti contoh PGSD Unnes, PGSD UPGRI, PGSD Unissula, PGSD Undaris,
PGSD Universita Terbuka dan sebagainya. Selain PGSD, banyak pula prodi PGMI
juga bermunculan, seperti PGMI IAIN Walisongo, PGMI Unwahas dan sebagainya.
Selain di Semarang, banyak juga PGSD dan PGMI terus bersaing seperti PGSD UMS,
PGSD UKSW, PGSD UMK, PGMI STAIN Kudus dan sebagainya.
Prodi-prodi itu harus jelas akreditasinya dan selalu mendesain
pembelajaran sesuai perkembangan zaman. Selain itu, prodi juga harus memberi
pembekalan soft skill dan memberi kesempatan show up kepada mahasiswa agar
khazanah ilmu semakin luas dan mendalam. Pasalnya, banyak potensi mahasiswa
yang tidak berkembang karena tidak difasilitasi kampus.
Keempat; naiknya pendaftar jurusan pendidikan guru harus direspons
positif pula oleh pemerintah, terutama agar momen ini dapat dimanfaatkan
membangun sistem pemetaan kebutuhan guru yang lebih baik dan terarah. Pasalnya,
selama ini masih ada keluhan kekurangan guru di daerah-daerah tertentu. Kelima;
calon guru tidak sekadar menguasai kompetensi pedagogi, kepribadian dan sosial
dan menguasai 8 keterampilan mengajar.
Guru juga tidak hanya dituntut bisa ngrancang (merancang), mulang
(mengajar). Namun guru juga harus “mendidik” dan menjadi orang tua kedua di
sekolah. Karena selama ini masih banyak guru yang masih “mengajar”, belum
sepenuhnya “mendidik”. Guru juga harus selalu meningkatkan kualitas lewat
kuliah tambahan, seminar, diklat, rajin mengikuti penelitian, lomba karya tulis
ilmiah dan sebagainya. Jika itu terlaksana, guru sebagai mercusuar pendidikan
tidak sekadar menjadi mitos.
Keenam; menjadi guru memang bukan profesi untuk menjadi orang kaya.
Namun jika ingin mencetak orang kaya, maka jadilah guru. Artinya, sebelum
menjadi guru, para mahasiswa harus meluruskan niat untuk berjuang dan mencerdaskan
bangsa. Jangan sampai mendaftar di jurusan pendidikan guru hanya untuk
berorintasi uang. Para mahasiswa harus menata pola pikirnya. Artinya secara
hakikat, guru tidaklah mengejar uang. Namun uang lah yang sebenarnya mengejar
guru.
Mahasiswa harus meluruskan niat bahwa kuliah bukanlah sekadar mencari
ilmu dan harta sebanyaknya. Namun hakikat kuliah adalah menata cara berpikir,
merubah perilaku dan meningkatkan kualitas hidup. Menjadi guru SD juga bukan
sekadar mencari recehan dan sertifikasi, namun harus menjadi alat untuk berbuat
baik lebih banyak lagi dan mencari kemuliaan di hadapan Tuhan dan manusia. Guru
SD bukan segalanya, namun segalanya bisa berasal dari sana!
-Dimuat di Koran Muria, 1 Agustus 2014
0 komentar:
Post a Comment