Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Thursday, 27 April 2017

Mendorong Literasi Membaca Guru SD

Oleh Hamidulloh Ibda, M.Pd
Tulisan ini dimuat di Radar Tegal Selasa 21 Maret 2017 (bagian satu)

Baca juga: Mendorong Literasi Membaca Guru SD (bagian 2).

Dewasa ini, Mendikbud Muhadjir Effendy mendorong pelajar menguatkan kemampuan literasinya. Sebab, selama ini aspek literasi hanya didapatkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Padahal literasi menurut Laura Lipton dan Deborah Hubbel (2016: 13) tidak hanya aspek membaca dan menulis, namun juga berkaitan dengan kemampuan digital dan melek komputer.

Selama ini, yang didorong membaca hanya siswa bukan guru. Padahal guru menjadi sumber informasi bagi siswa selain dari bahan ajar. Oleh karena itu, literasi yang bermuara pada catur tunggal kemampuan berbahasa, yaitu menyimak/mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis harus digalakkan. Akan tetapi, kompetensi utamanya justru pada kemampuan membaca, karena ia menjadi aktivitas kompleks untuk meningkatkan kualitas.

Membaca dalam dunia pendidikan menjadi kunci majunya ilmu pengetahuan. Bagaimana tidak, lewat membaca banyak sekali ilmu pengetahuan baru, informasi, data, konsep dan berbagai teori diserap untuk diaplikasikan. Guru sebagai nahkoda di dalam kelas sudah seharusnya rajin membaca apa saja, terutama artikel pendidikan di media massa.

Tantangan guru di era modern memang dimanjakan dengan teknologi yang serba canggih. Namun ironis jika guru justru menjadi “korban” teknologi dan tidak memanfaatkan teknologi dengan baik. Budaya membaca sebagai tradisi ilmiah harus dilestarikan karena banyak sekali manfaatnya. Akan tetapi, bagaimana dengan budaya membaca di Indonesia? Bagaimana keterampilan membaca kritis guru Sekolah Dasar (SD) maupun Madrasah Ibtidaiyah? Sebab, mereka peletak dasar kemampuan berbahasa di tingkat paling dasar.

Budaya Medsos dan Hoax
Selama ini bacaan guru MI hanya terbatas pada buku ajar dan buku-buku di sekolah, itupun bagi yang mereka rajin dan hobi membaca. Lalu bagaimana dengan yang pemalas? Tentu mereka kebanyakan hanya aktif di media sosial (medsos). Budaya bermedsos, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, Bigo Live, dan layanan pesan (chatting) seperti WhatsApp, Blackberry Messenger, Messenger, dan juga Line menjadikan guru malas membaca. Di sisi lain, intensitas membaca guru  dengan media massa cetak juga jarang.

Informasi di media sosial yang dibaca guru saat ini juga bias dan susah mendeteksi, antara yang valid, palsu (fake) dan bohong (hoax). Padahal salah satu hantu di dunia maya adalah “hoax”. Ia bisa berupa berita, tulisan, foto bahkan video bohong, berbau fitnah dan provokasi yang disebar tanpa kontrol. Serangan hoax sangat berbahaya sekali. Sebab, selain membodohkan masyarakat, berita hoax juga bisa memecah belah bangsa.

Maka melawan hoax hukumnya adalah wajib karena hal itu jelas merugikan. Akar dari hoax sebenarnya tidak hanya masalah “buta literasi” dan gersang jurnalistik, namun juga kepentingan dan propaganda. Pasalnya, medsos yang jumlah penggunanya makin menjamur, membuat mudah para pemilik kepentingan untuk merekayasa fakta menjadi bias bahkan salah menjadi benar.

Masih Rendah
Budaya membaca di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data USAID Prioritas sampai Februari 2017, menyatakan hasil sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca. (*)
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Mendorong Literasi Membaca Guru SD Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda