Semarang, HI STUDY CENTRE - Hamidulloh Ibda pengajar Jurusan Tarbiyah STAINU Temanggung menegaskan bahwa tujuan utama kuliah tidak sekadar mencari ilmu, menghilangkah kebodohan, dan mencari ijazah dan gelar untuk mencari pekerjaan. Namun lebih pada untuk menbahagiakan orang tua.
Ia menegaskan, mahasiswa yang kuliah kok berorientasi mencari ilmu, itu merupakan golongan mahasiswa "pekok". Sebab, menurut dia, tujuan utama itu adalah mencari gelar, ijazah dan penting lagi adalah menyenangkan orang tua.
Menuntut ilmu, menurut dia tidak ada hubungannya dengan kampus atau sekolah. Sebab, belajar atau mencari ilmu itu bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Apalagi, sekolah dan kampus saat ini memang memonopoli pendidikan formal dan tempat belajar kita. Orang yang tidak sekolah dan kuliah, dianggap tidak berilmu dan belajarnya dianggap tidak sah,
"Tujuan kuliah yang utama bagi saya ya nyenengke (menyenangkan) ibu dan bapak kita. Soal cerdas atau tidak, nanti lulus jadi apa, itu utopis dan terserah keputusan Tuhan," ujar dia dalam diskusi yang digelar kelompok kajian Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang, Minggu sore (24/9/2017) yang bertajuk 'Sukses Kuliah, Sukses Organisasi' tersebut.
Bagi dia, suksesnya seorang mahasiswa itu bisa lulus cepat dan aktif di organisasi. "Silakan teman-teman aktif di organisasi apa saja. Mau intra, ekstra, pokoknya yang penting aktif. Dengan berorganisasi, Anda bisa belajar di kampus kedua itu, dapat relasi dan belajar mengelola dan menghadapi banyak orang," tegas Direktur Forum Muda Cendekia (Formaci) Jateng itu.
Dijelaskannya, model perkuliahan saat ini memang mendorong mahasiswa untuk lulus cepat. Artinya, lulus cepat saja tidak cukup, karena teori di kampus hanya bagian dari khazanah ilmu untuk kembali ke masyarakat.
"Kuliah sejati itu sebenarnya ya di masyarakat. Kita menemukan berbagai macam masalah, dinamika, intrik dan benar- benar nyata. Maka agar bisa kuat, mahasiswa harus jadi aktivis," ujar mantan anggota Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Walisongo itu.
Oleh karena itu, menjadi akademis itu wajib, namun sangat kurang jika hanya kuliah saja. "Intinya mahasiswa itu minimal sukses akademik, organisasi dan sukses berkarir atau sukses pribadi," tandas dia.
Namun, menurut dia, yang penting itu belajar dan adanya proses pembelajaran. "Bukan adanya sekolah atau kampus," papar penulis buku Sing Penting NUlis Terus tersebut. (adm).
Ia menegaskan, mahasiswa yang kuliah kok berorientasi mencari ilmu, itu merupakan golongan mahasiswa "pekok". Sebab, menurut dia, tujuan utama itu adalah mencari gelar, ijazah dan penting lagi adalah menyenangkan orang tua.
Menuntut ilmu, menurut dia tidak ada hubungannya dengan kampus atau sekolah. Sebab, belajar atau mencari ilmu itu bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Apalagi, sekolah dan kampus saat ini memang memonopoli pendidikan formal dan tempat belajar kita. Orang yang tidak sekolah dan kuliah, dianggap tidak berilmu dan belajarnya dianggap tidak sah,
"Tujuan kuliah yang utama bagi saya ya nyenengke (menyenangkan) ibu dan bapak kita. Soal cerdas atau tidak, nanti lulus jadi apa, itu utopis dan terserah keputusan Tuhan," ujar dia dalam diskusi yang digelar kelompok kajian Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang, Minggu sore (24/9/2017) yang bertajuk 'Sukses Kuliah, Sukses Organisasi' tersebut.
Bagi dia, suksesnya seorang mahasiswa itu bisa lulus cepat dan aktif di organisasi. "Silakan teman-teman aktif di organisasi apa saja. Mau intra, ekstra, pokoknya yang penting aktif. Dengan berorganisasi, Anda bisa belajar di kampus kedua itu, dapat relasi dan belajar mengelola dan menghadapi banyak orang," tegas Direktur Forum Muda Cendekia (Formaci) Jateng itu.
Dijelaskannya, model perkuliahan saat ini memang mendorong mahasiswa untuk lulus cepat. Artinya, lulus cepat saja tidak cukup, karena teori di kampus hanya bagian dari khazanah ilmu untuk kembali ke masyarakat.
"Kuliah sejati itu sebenarnya ya di masyarakat. Kita menemukan berbagai macam masalah, dinamika, intrik dan benar- benar nyata. Maka agar bisa kuat, mahasiswa harus jadi aktivis," ujar mantan anggota Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Walisongo itu.
Oleh karena itu, menjadi akademis itu wajib, namun sangat kurang jika hanya kuliah saja. "Intinya mahasiswa itu minimal sukses akademik, organisasi dan sukses berkarir atau sukses pribadi," tandas dia.
Namun, menurut dia, yang penting itu belajar dan adanya proses pembelajaran. "Bukan adanya sekolah atau kampus," papar penulis buku Sing Penting NUlis Terus tersebut. (adm).
0 komentar:
Post a Comment