Temanggung, HI STUDY CENTRE - Hamidulloh Ibda dosen STAINU Temanggung mengajak semua kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Trisula STAINU Temanggung untuk melawan media wahabi takfiri yang selama ini mendiskreditkan NU, dan ingin selalu mengganti dasar negara, anti-Pancasila, NKRI dan anti-tradisi.
Hal itu ia jelaskan saat Tahlilan Siber yang digelar PMII Komisariat Trisula STAINU Temanggung yang dihadiri puluhan kader PMII, Kamis malam (12/4/2018). Kegiatan yang diawali dengan tahlilan ini mendapuk yang sekaligus pengurus Bidang Literasi Media Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Jawa Tengah yang memaparkan materi Deteksi Peta Media Aswaja NU.
Dijelaskan Ibda, bahwa peta media online atau siber, radio, youtube dan media sosial saat ini sudah dikuasi mereka yang berafiliasi pada organisasi Islam radikal. "Faham mereka itu takfiri, mengafirkan, tabdi' atau menbid'ahkan, dan antitradisi. Demikian kira-kira ciri-cirinya," beber penulis buku Sing Penting NUlis Terus tersebut.
Pihaknya juga menambahkan, bahwa ciri utama media yang suka mengafirkan itu cenderung ingin mengubah dasar negara, anti-Pancasila, klaim paling benar sendiri, dan suka menyalahkan umat Islam yang tidak sama dengan dirinya.
"Secara umum, kami memetakan media Islam itu ada empat. Pertama media Aswaja NU. Jelas ini selalu mendukung NU, NKRI dan selalu toleran. Kedua, media Aswaja tapi rasa Wahabi atau biasa disebut Asrabi. Ketiga, media mainstream Salafi Wahabi yang selalu mengklaim paling benar sendiri, menyalahkan umat Islam yang tidak sama dengan mereka, dan kontennya jelas menentang Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Keempat, media umum tapi kadang mendukung dan menyudutkan NU. Kita harus baca dulu siapa orang di belakangnya," tukas mantan Sekretaris IPNU tersebut.
Kaprodi PGMI STAINU Temanggung ini juga mengajak para peserta untuk tidak hanya bengong ketika melihat ulama, kiai, dan NU diserang dengan fitnah-fitnah melalui media siber. "Kalau kita diam, kita akan diinjak terus. Makanya kita harus melawan dengan berita yang toleran, menyuguhkan data, dan hujjah yang sahih," kata dia.
Semua tugas tim siber yang dibentuk dalam kegiatan itu, bertugas melaksakan pengawalan terhadap serangkan kepada NU dalam aspek akidah, amaliyah, fikrah dan harakah. "Hampir semua pemberitaan tentang Islam saat ini dikuasai Islam radikal. Maka umat Islam harus diselamatkan minimal dari pemutusan mata rantai konsumsi media Islam yang tidak berfaham Aswaja NU," ujar pria asal Pati tersebut.
Sementara itu, Yasin panitia pelaksana mengharapkan semua peserta berperan aktif menjaga Islam, NU, NKRI dan ulama-ulama Nusantara. "Kami sudah membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang jelas. Semua peserta masuk ke dalam tim siber NU Temanggung dan wajib aktif di sejumlah job. Mulai dari penulisan berita, media sosial, meme sampai dengan video. Jadi ini bentuk kepedulian kami terhadap penyelamatan ajaran Islam yang ramah, berfaham Aswaja NU agar tidak selalu difitnah," ujar Yasin yang juga Presiden BEM STAINU Temanggung itu.
Di akhir acara, mereka langsung praktik menulis berita yang bernafaskan Islam Aswaja NU dengan harapan bisa menjadi bagian dari cinta Islam, NU dan NKRI. (adm/Egi).
Hal itu ia jelaskan saat Tahlilan Siber yang digelar PMII Komisariat Trisula STAINU Temanggung yang dihadiri puluhan kader PMII, Kamis malam (12/4/2018). Kegiatan yang diawali dengan tahlilan ini mendapuk yang sekaligus pengurus Bidang Literasi Media Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Jawa Tengah yang memaparkan materi Deteksi Peta Media Aswaja NU.
Dijelaskan Ibda, bahwa peta media online atau siber, radio, youtube dan media sosial saat ini sudah dikuasi mereka yang berafiliasi pada organisasi Islam radikal. "Faham mereka itu takfiri, mengafirkan, tabdi' atau menbid'ahkan, dan antitradisi. Demikian kira-kira ciri-cirinya," beber penulis buku Sing Penting NUlis Terus tersebut.
Pihaknya juga menambahkan, bahwa ciri utama media yang suka mengafirkan itu cenderung ingin mengubah dasar negara, anti-Pancasila, klaim paling benar sendiri, dan suka menyalahkan umat Islam yang tidak sama dengan dirinya.
"Secara umum, kami memetakan media Islam itu ada empat. Pertama media Aswaja NU. Jelas ini selalu mendukung NU, NKRI dan selalu toleran. Kedua, media Aswaja tapi rasa Wahabi atau biasa disebut Asrabi. Ketiga, media mainstream Salafi Wahabi yang selalu mengklaim paling benar sendiri, menyalahkan umat Islam yang tidak sama dengan mereka, dan kontennya jelas menentang Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Keempat, media umum tapi kadang mendukung dan menyudutkan NU. Kita harus baca dulu siapa orang di belakangnya," tukas mantan Sekretaris IPNU tersebut.
Kaprodi PGMI STAINU Temanggung ini juga mengajak para peserta untuk tidak hanya bengong ketika melihat ulama, kiai, dan NU diserang dengan fitnah-fitnah melalui media siber. "Kalau kita diam, kita akan diinjak terus. Makanya kita harus melawan dengan berita yang toleran, menyuguhkan data, dan hujjah yang sahih," kata dia.
Semua tugas tim siber yang dibentuk dalam kegiatan itu, bertugas melaksakan pengawalan terhadap serangkan kepada NU dalam aspek akidah, amaliyah, fikrah dan harakah. "Hampir semua pemberitaan tentang Islam saat ini dikuasai Islam radikal. Maka umat Islam harus diselamatkan minimal dari pemutusan mata rantai konsumsi media Islam yang tidak berfaham Aswaja NU," ujar pria asal Pati tersebut.
Sementara itu, Yasin panitia pelaksana mengharapkan semua peserta berperan aktif menjaga Islam, NU, NKRI dan ulama-ulama Nusantara. "Kami sudah membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang jelas. Semua peserta masuk ke dalam tim siber NU Temanggung dan wajib aktif di sejumlah job. Mulai dari penulisan berita, media sosial, meme sampai dengan video. Jadi ini bentuk kepedulian kami terhadap penyelamatan ajaran Islam yang ramah, berfaham Aswaja NU agar tidak selalu difitnah," ujar Yasin yang juga Presiden BEM STAINU Temanggung itu.
Di akhir acara, mereka langsung praktik menulis berita yang bernafaskan Islam Aswaja NU dengan harapan bisa menjadi bagian dari cinta Islam, NU dan NKRI. (adm/Egi).
0 komentar:
Post a Comment