A. Realitas
Bahasa Indonesia menjadi salah satu cabang keilmuan yang memiliki karakteristik berbeda dengan disiplin ilmu lain. Dalam pendidikan Sekolah Dasar (SD) secara teknis bahasa hanya bermakna satuan bunyi dan dalam disiplin linguistik misalnya, bahasa masih sebatas dipahami sebagai alat komunikasi. Sebagaimana pendapat Tarigan (1992:1) bahasa didefinisikan sebagai alat berkomunikasi antarwarga masyarakat pemakainya. Dalam konteks ini, setiap peserta didik dan guru dituntut terampil menggunakan bahasa. Realitasnya bahasa dan sastra Indonesia diarahkan untuk memenuhi tuntutan trsebut. Melalui pembelajaran bahasa, peserta didik SD diharapkan dapat menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang tepat dan berguna.
Dalam kehidupan maupun di SD, Bahasa Indonesia dimaknai secara utilitarian sebagai alat komunikasi antarsiswa satu dengan yang lainnya. Begitupun dengan siswa pada kesehariannya bercakap-cakap baik dengan teman sebayanya maupun dengan keluarganya pasti dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kemampuan berkomunikasi anak bergantung kepada tingkat kemampuan dalam memahami serta mencerna.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada satuan pendidikan SD menurut Subana dan Sunarti (2005) dibagi dalam dua kelompok utama yakni peringkat pemula (kelas I–III) dan peringkat lanjutan (kelas IV–VI). Penerapan pembelajaran bahasa untuk kedua kelompok tersebut berbeda karena sasaran dan tujuan pengajarannyapun berbeda. Bagi peringkat pemula penguasaan keterampilan membaca–menulis permulaan dan menyimak–berbicara tingkat sederhana bertujuan untuk mengarahkan pada pelatihan penggunaan keterampilan berbahasa yang lebih kompleks dan mendekati kenyataan.
Dalam bahasa dikenal sebuah keterampilan berbahasa. Tarigan (1991: 40) menyebut terampil dalam berbahasa meliputi empat hal, yakni: terampil menyimak, terampil berbicara, terampil menulis dan terampil membaca. Dalam praktik komunikasi yang nyata keempat keterampilan tersebut tidak berdiri sendiri melainkan merupakan perpaduan dari keempatnya.
Keempatnya merupakan catur tunggal dalam pengajaran bahasa Indonesia. Keempat aspek tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan membaca dan menyimak, dan keterampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan berbicara. Namun apakah pembelajaran Bahasa Indonesia di SD hanya sekadar itu? Jika sebatas itu, maka bahasa hanya bermakna simbol, alat komunikasi, dan sebuah keterampilan saja.
B.Ideology of Education
Dalam konteks ideologi pendidikan, Bahasa Indonesia jika dianalisis perspektif ideologi Radical, Conservative, Liberal, Humanist, Progressive, Socialist, dan Democracy, maka saya cenderung kepada ideologi liberal, humanis, progresif, sosialis dan demokrasi. Jika dianalisis pada tiap ideologi dapat dijelaskan ke dalam beberapa paparan.
Pertama, liberal. Alasannya karena bahasa bersifat arbitrer alias sewenang-wenang, mana suka, semau gua. Secara konseptual, arbitrer berarti hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Seperti contoh “saya ke Jakarta-Bandung PP hampir 3 jam”. Maksud dari PP tersebut adalah “pergi pulang” padahal harusnya “pergi pulang” bukan “pulang pergi”. Contoh lain yaitu “yang kencing disiram”, “yang main HP dimatikan” dan lainnya.
Kedua, humanis. Alasannya karena bahasa itu digunanakan untuk membedakan antara manusia dengan hewan. Anak-anak SD semakin matang menjadi manusia ketika ia dapat berhasa dengan sempurna. Bahasa bermakan sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa, yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat humanis.
Ketiga, progresif. Dalam konteks ini, bahasa bersifat produktif dan dinamis sebagai representasi dari ideologi progresif. Produktif berarti dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
Keempat, sosialis. Bahasa digunakan untuk bersosiliasi, komunikasi dan menujukkan penuturnya adalah makhluk sosial. Kelima, demokrasi. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa menjadi wahana untuk berdemokrasi dan semua manusia berhak mengekspresikan kemampuan berbahasanya termasuk di SD.
C.Nature of Education
Jika dianalisis dari sifat pendidikan, Bahasa Indonesia di SD menempati posisi pada sifat kewajiban, pelestarian, transformasi, membebaskan, dan demokrasi. Sifat kewajiban maksudnya sebagai peserta didik wajib menggunakan Bahasa Indonesia dengan benar, baik dan indah. Pelestarian maksudnya peserta didik harus melestarikan Bahasa Indonesia maupun bahasa ibu. Pada sifat membebaskan artinya bahasa sebagai alat ekspresi. Maksud sifat demokrasi artinya bahasa sebagai alat untuk mendapatkan hak sama.
D. Idealitas
Dari analisis di atas, selain sebagai fungsi komunikasi, bahasa bagi peserta didik SD sebenarnya memiliki aspek lain, yaitu sebagai:
1. Alat menghargai dan pemersatu bangsa Indonesia.
2. Alat meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan social
3. Alat ekspresi, hiburan, dan kenenangan
4. Alat mendapatkan pengetahuan
5. Alat Menghibur
6. Alat Menstimulasi
7. Alat Meyakinkan
8. Alat Menggerakkan
Hakikat pembelajaran bahasa pada intinya sebagai upaya untuk mengarahkan peserta didik SD menjadi terampil berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia, baik itu secara lisan maupun tulisan, serta baik dalam situasi formal maupun informal. Selain terampil berkomunikasi, peserta didik diharapkan memiliki sikap apresiatif terhadap karya sastra Bahasa Indonesia, para tokoh-tokoh kebahasaan, guru, dan sesama pelajar. Tujuan tentu saja, untuk menanamkan benih dan menumbuh kembangkan rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara Indonesia, yang pada akhirnya menjadikan Indonesia adil, berdaulat, dan makmur.
Referensi
Dewey, John. (1916). Democracy and Education. New York : Macmillan, Originally Published.
Ernest, Paul. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. British: Taylor and Francis e-Library.
Subana & Sunarti. (2005). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung. Pustaka Setia.
Tarigan, G; Tarigan, Djago. (1992). Pandai Berbahsa Indonesia 4. Jawa Barat: PT. Duta Pratama.
Tarigan, Henry Guntur. (1991). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.
Marsigit. Philosophy, Psychology, Spiritual, Character, Mathematics Education, Lesson Study, Indonesia. Artikel, http://powermathematics.blogspot.com diakses pada 25 Oktober 2021.
0 komentar:
Post a Comment