Latest News

Ingin bisa menulis? Silakan ikuti program training menulis cepat yang dipandu langsung oleh dosen, penulis buku, peneliti, wartawan, guru. Silakan hubungi 08562674799 atau klik DI SINI

Tuesday, 7 January 2025

Kata-kata Bijak Imam Syafi'i "Penatnya Belajar, dan Bahanya Kebodohan"


Hamidullohibda.com - Kata-kata bijak dari Abū ʿAbdillāh Muḥammad bin Idrīs asy-Syāfiʿī, atau akrab dikenal Imam Syafi'i, “Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan,” mengandung hikmah yang mendalam tentang pentingnya pendidikan, perjuangan, dan kesadaran akan tanggung jawab intelektual. 

Kata-kata bijak dari Abū ʿAbdillāh Muḥammad bin Idrīs asy-Syāfiʿī, atau akrab dikenal Imam Syafi'i, “Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan,” mengandung hikmah yang mendalam tentang pentingnya pendidikan, perjuangan, dan kesadaran akan tanggung jawab intelektual. 

Perkataan Imam Syafi'i, "Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan," merupakan sebuah ungkapan yang sarat makna dan mengandung dimensi filosofis yang dalam. Kalimat ini mengajak kita untuk merenung lebih jauh tentang nilai pengetahuan, proses pembelajaran, dan konsekuensi dari ketidaktahuan.

Penatnya Belajar

Pertama-tama, mari kita bedah kata per kata. "Penat belajar" merujuk pada segala kesulitan, tantangan, dan pengorbanan yang harus dilalui dalam proses menuntut ilmu. Ini bisa berupa waktu yang terpakai, tenaga yang terkuras, bahkan mental yang tertekan. Di sisi lain, "bahaya kebodohan" menggambarkan konsekuensi yang jauh lebih luas dan mendalam. Kebodohan tidak hanya sekadar kekurangan pengetahuan, tetapi juga dapat menghambat kemajuan pribadi, sosial, dan bahkan spiritual.

Belajar adalah proses yang menuntut ketekunan, kesabaran, dan pengorbanan. Penat yang dirasakan saat belajar tidak hanya berupa kelelahan fisik, tetapi juga mental dan emosional. Imam Syafi'i mengingatkan bahwa perjuangan ini adalah keniscayaan yang harus dihadapi oleh siapa saja yang ingin mencapai pemahaman dan kebijaksanaan.

Dalam pandangan filsafat, Aristoteles (384 SM - 322 SM) pernah mengatakan bahwa manusia adalah “zôon logon echon” (makhluk yang berakal budi). Ini berarti, belajar dan berpikir adalah hakikat manusia. Namun, proses ini tidak pernah mudah. Proses belajar sering kali memaksa kita keluar dari zona nyaman, melawan kebodohan, dan menghadapi ketidaktahuan dengan keberanian.

Ketidaknyamanan ini adalah bagian dari jalan menuju pencerahan. Dalam tradisi sufistik, perjuangan melawan hawa nafsu (mujahadah) diibaratkan seperti belajar: melelahkan, tetapi membebaskan. Dengan kata lain, penatnya belajar adalah bagian dari jihad intelektual yang membawa manusia menuju derajat yang lebih tinggi.

Imam Syafi'i menyiratkan bahwa proses belajar adalah sebuah investasi jangka panjang. Sama seperti menanam benih yang membutuhkan waktu untuk tumbuh menjadi pohon yang rindang, begitu pula pengetahuan yang kita peroleh akan memberikan hasil yang berlipat ganda di masa depan.

Bahaya Kebodohan

Kebodohan, dalam konteks ini, bukan sekadar ketidaktahuan, tetapi juga ketidakmampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah. Kebodohan adalah kondisi stagnasi yang dapat membawa bahaya besar, baik bagi individu maupun masyarakat. Individu yang tidak mau belajar cenderung terjebak dalam keputusan yang salah, pola pikir yang sempit, dan mudah dimanipulasi.

Dari perspektif moralitas, kebodohan melahirkan keburukan yang lebih besar. Seperti yang diungkapkan oleh Plato dalam “Republik”, kebodohan adalah akar dari ketidakadilan. Masyarakat yang dipenuhi oleh kebodohan akan rentan terhadap korupsi, tirani, dan ketidakadilan sosial.

Dalam konteks Islam, kebodohan juga dipandang sebagai salah satu penyebab utama penyimpangan dari jalan yang benar. Rasulullah SAW bersabda, yang diriwayatkan Anas bin Malik RA, yaitu “Thalibul 'ilmi Faridhatun 'ala kulli muslimin wa muslimatin”. Ini menegaskan bahwa belajar bukan hanya pilihan, tetapi kewajiban yang harus dipenuhi untuk menghindari kebodohan yang berbahaya.

Kebodohan ibarat beban berat yang terus kita bawa. Ia membatasi pandangan kita, menghambat kemampuan kita untuk mengambil keputusan yang tepat, dan membuat kita rentan terhadap manipulasi. Hari ini kita dihadapkan pada sebuah pilihan: rela menanggung lelahnya belajar atau siap menanggung risiko akibat kebodohan. Tidak ada jalan tengah yang mudah. Selain kecerdasan intelektual, perkataan ini juga menyentuh aspek kecerdasan emosional. Mampu menahan diri dari godaan untuk menyerah dan terus belajar adalah bentuk pengendalian diri yang tinggi.

Dalam konteks kehidupan modern, pesan Imam Syafi'i semakin relevan. Di era informasi yang serba cepat, tuntutan untuk terus belajar dan mengembangkan diri menjadi semakin mendesak. Mereka yang tidak mau belajar akan tertinggal dan kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.

Menghadapi Penat dan Menghindari Kebodohan

Imam Syafi'i tidak hanya berbicara tentang kondisi, tetapi juga memberikan arah. Jika penat dalam belajar adalah keniscayaan, maka kita harus belajar untuk menikmatinya. Penat ini harus dipandang sebagai investasi, bukan beban.

Ada beberapa cara untuk menghadapi penat dalam belajar. Pertama, niat yang ikhlas. Menurut Imam Syafi'i, segala sesuatu harus dimulai dengan niat. Niat yang ikhlas akan memberi makna pada setiap perjuangan. Kedua, kesabaran. Seperti yang diajarkan oleh Al-Qur'an, kesabaran adalah kunci keberhasilan. Kesabaran dalam belajar akan menguatkan mental dan memperkaya jiwa. Ketiga, manajemen waktu. Penat sering kali berasal dari ketidakmampuan untuk mengelola waktu. Dengan manajemen waktu yang baik, proses belajar dapat dilakukan dengan lebih efektif.

Perkataan ini menjadi motivasi bagi para pelajar untuk terus belajar dengan tekun, meskipun menghadapi kesulitan. Dalam dunia kerja, pembelajaran yang berkelanjutan adalah kunci untuk meraih kesuksesan. Pengetahuan memperkaya hidup kita dan membantu kita membangun relasi yang lebih baik dengan orang lain.

Kata-kata bijak dari Imam Syafi'i ini adalah pengingat bahwa tidak ada jalan pintas menuju kebijaksanaan. Penatnya belajar adalah harga yang harus dibayar untuk menghindari bahayanya kebodohan. Dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan dan kompleksitas, belajar adalah bentuk jihad yang akan membebaskan kita dari belenggu ketidaktahuan dan membawa kita menuju pencerahan.

Perkataan Imam Syafi'i adalah sebuah ajakan untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan. Ia mengingatkan kita bahwa proses belajar adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan, namun hasilnya akan sangat berharga. Dengan memahami makna di balik kata-katanya, kita dapat lebih termotivasi untuk terus belajar dan mengembangkan diri.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan kata-kata ini sebagai motivasi untuk terus belajar, tidak hanya demi kepentingan diri sendiri tetapi juga demi kemajuan masyarakat dan peradaban manusia. Sebab, pada akhirnya, ilmu adalah cahaya, dan kebodohan adalah kegelapan yang harus kita lawan bersama. (*)

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Post a Comment

Item Reviewed: Kata-kata Bijak Imam Syafi'i "Penatnya Belajar, dan Bahanya Kebodohan" Rating: 5 Reviewed By: Hamidulloh Ibda